Dekonstruksi dan Rekonstruksi Ilmu Empiris
Ilmu Empiris Tidak Berkembang
Penulis : Khusnul Yaqin
Guru Besar Universitas Hasanuddin
Dua kata di atas (Dekonstruksi dan rekonstruksi) bagi para ilmuwan, seperti menjadi asupan penting dalam kehidupan mereka. Ilmu empiris sama sekali tidak bisa berkembang atau mandeg, jika dua kata di atas dihindari oleh para ilmuwan. Ilmuan yang menghindari atau alergi dengan dua kata di atas segera saja menjadi awam, yang pengetahuan di dalam dirinya hanyalah sebatas doktrin.
Dekonstruksi adalah alat yang digunakan untuk membongkar bangunan ilmu yang sudah mulai rapuh dengan hadirnya fakta-fakta baru. Sejak seperti itu bangunan ilmu itu harus didekonstruksi, atau dirobohkan. Setelah itu fakta-fakta empiris yang baru diaduk-ulang, sehingga puzle-puzle fakta itu menjadi bangunan ilmu baru yang lebih mendekati kaidah logis dengan semakin minimnya bias. Hal yang terakhir itu disebut rekonstruksi.
Contoh dekonstruksi dan rekonstruksi ilmu empiris adalah debat antara Einstein dan Schrödinger. Schrödinger dan Einstein terlibat dalam sejumlah perdebatan filosofis dan ilmiah mengenai sifat dasar materi dan energi, terutama dalam konteks mekanika kuantum.
Beberapa isu utama yang mereka perdebatkan meliputi:
1. Realitas dan Determinisme. Einstein percaya pada realitas fisik yang deterministik, di mana semua kejadian di alam semesta ditentukan oleh hukum-hukum fisika yang pasti. Ia terkenal dengan ungkapan "Tuhan tidak bermain dadu," yang menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap interpretasi probabilistik dari mekanika kuantum. Schrödinger, meskipun juga memiliki pandangan yang kritis terhadap beberapa aspek mekanika kuantum, lebih terbuka terhadap ide bahwa realitas mungkin tidak sepenuhnya deterministik, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan Schrödinger yang probabilistik.
Baca juga:
Kabar Baby Land Cruiser Resmi Meluncur: Desain Gagah Harga Terjangkau, Suzuki Jimny Auto Jadi Usang
2. Superposisi dan Kucing Schrödinger. Schrödinger mengusulkan eksperimen pemikiran yang dikenal sebagai "Kucing Schrödinger" untuk mengilustrasikan absurditas superposisi kuantum jika diterapkan pada objek makroskopis. Ini menyoroti paradoks dalam mekanika kuantum yang menunjukkan bahwa partikel bisa berada dalam lebih dari satu keadaan secara bersamaan. Einstein menggunakan ini untuk memperkuat argumennya bahwa mekanika kuantum tidak lengkap atau mungkin salah dalam menggambarkan realitas.
3. EPR (Einstein, Podolsky, Rosen) Paradox. Bersama dengan Boris Podolsky dan Nathan Rosen, Einstein mengusulkan apa yang dikenal sebagai EPR Paradox, yang menantang gagasan bahwa mekanika kuantum memberikan gambaran lengkap tentang realitas. Schrödinger mendukung pentingnya debat ini dengan memperkenalkan istilah "entanglement" (keterjeratan) untuk menggambarkan fenomena di mana dua partikel dapat memiliki keadaan yang saling bergantung, bahkan ketika dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh.
Debat ini adalah bagian dari diskusi yang lebih luas tentang apakah mekanika kuantum merupakan teori final atau jika diperlukan teori lain yang lebih mendasar untuk menjelaskan sifat materi dan energi.
Perdebatan intelektual seperti yang terjadi di atas sangat susah untuk diletakkan pada meja kehidupan awam. Bagi awam dekonstruksi adalah upaya merusak keyakinan yang dipandang oleh awam sebagai sesuatu yang sangat penting dan mendasar. Bagi awam tidak boleh ada fakta yang merusak keyakinan, bahkan keyakinanlah yang membentuk fakta. Merusak keyakinan bagi awam sama dengan merusak seluruh kemanusiaannya, betapapun keyakinan itu tidak menyentuh garis luar logika.
Kita masih ingat Galileo dan Bruno. Dua intelektual itu dihukum oleh awam, karena mendekonstruksi keyakinan awam salah satunya tentang geosentris. Yang tragis Bruno dihukum bakar karena mempertahankan pandangannya yang dianggap telah merusak keyakinan awam, geosentris.
Walakin, ilmu empiris selalu berjalan bersama para intelektualnya tanpa pernah takut dengan sekadar cacian atau cercaan awam bahkan hukuman mati. Dekonstruksi dan rekonstruksi akan selalu hidup bagai bara dalam imajinasi para intelektual, meskipun nyawa harus digadaikan. Selama ada intelektual selama itu pula dekonstruksi dan rekonstruksi akan hidup dan menjadi dasar perkembangan ilmu dan teknologi yang pada akhirnya akan dinikmati oleh awam.
Tamalanrea Mas, 3 September 2024
Comments (0)
There are no comments yet