Kolom: Bimbingan Nikah: Nikah ala Imam Ali & Fatimah Az Zahra – Suatu Tinjauan Tasawuf

Supa Athana - Tekno & Sains
09 April 2025 17:24
Pernikahan Imam Ali dan Fatimah Az Zahra bukan hanya kisah cinta biasa, tetapi manifestasi dari cinta Ilahi yang menjiwai ikatan suci.

Oleh: Syamsir Nadjamuddin,S.Ag.
Saat ini ( Rabu, 09/04 ), penulis memberikan bimbingan pernikahan (bimwin) terhadap empat pascatin di KUA Lau Maros dengan mengkaji pernikahan ala Imam Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra, putri Rasulullah SAW, sebagai model pernikahan Islami yang sarat nilai-nilai spiritual. Dengan pendekatan tasawuf, penulis menyoroti dimensi batin dari hubungan suami istri yang dibangun atas dasar cinta ilahi, keikhlasan, zuhud, dan pengabdian. Tujuaannya adalah untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya bimbingan nikah yang tidak hanya fokus pada aspek lahir, tetapi juga batin, guna membentuk keluarga sakinah yang bercahaya ruhani.

Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah yang menjadi fondasi utama dalam membentuk masyarakat Islami. Namun, dalam era modern ini, banyak pasangan yang memasuki jenjang pernikahan dengan pemahaman dangkal, yang lebih menekankan aspek duniawi daripada makna ruhani. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan nikah yang tidak hanya bersifat fikih atau teknis, tetapi juga menyentuh aspek tasawuf sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Pernikahan antara Imam Ali dan Fatimah Az Zahra menjadi contoh ideal yang sarat makna spiritual. Keduanya bukan hanya pasangan dalam ikatan duniawi, tetapi juga dalam ketaatan dan cinta kepada Allah SWT. Melalui tinjauan tasawuf, makalah ini mencoba menggali hikmah-hikmah yang terkandung dalam pernikahan agung tersebut sebagai panduan bagi umat Islam.
زواج الإمام علي (ع) من فاطمة الزهراء (عليها السلام) - الشیعة

Secara teoritis dalam perspektif tasawuf, pernikahan tidak sekadar ikatan legal-formal, melainkan ladang untuk menanam dan memanen cinta Ilahi. Konsep “mahabbah” (cinta), “ubudiyyah” (penghambaan), dan “fana” (melebur dalam kehendak Allah) menjadi pilar penting dalam hubungan suami istri.

Para sufi memandang bahwa pasangan adalah cermin ruhani; melalui pasangan, seseorang dapat mengenal dirinya dan pada akhirnya mengenal Tuhan. Oleh karena itu, pernikahan adalah ibadah tertinggi yang menguji kesabaran, keikhlasan, dan cinta sejati yang tak lekang oleh materi.

Berikut beberapa studi kasus pernikahan Imam Ali bin Abu Thalib dan Sayyidah Fathimah Az Zahra

Kesederhanaan sebagai Simbol Zuhud
Pernikahan mereka dilangsungkan dengan sangat sederhana. Mahar yang diberikan adalah baju besi milik Imam Ali. Hal ini mencerminkan semangat zuhud – melepaskan dunia demi mendekat kepada Allah.

Cinta yang Berbasis Ubudiyyah
Cinta di antara Imam Ali dan Fatimah bukanlah cinta eros atau duniawi, tetapi cinta ruhani yang ditumbuhkan atas dasar penghambaan kepada Allah. Mereka saling membantu dalam ibadah, salat malam, dan berzikir.

Baca juga:
Menteri Anti-Palestina Suella Braverman Dicopot PM Inggris

Peran & Tanggung Jawab Ruhani
Fatimah bukan sekadar istri, tetapi juga sahabat spiritual bagi Imam Ali. Ia mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai Islam yang luhur, dan menjadi pelita rumah tangga yang bercahaya dengan dzikir.

Keikhlasan dalam Cobaan
Pernikahan mereka penuh ujian. Namun, dengan keikhlasan, mereka mampu menjalaninya dengan sabar. Dalam tasawuf, cobaan adalah jalan penyucian jiwa, dan keluarga adalah tempat penggodokan ruh.

Apa Implikasi Pernikahan Ala Imam Ali dan Sayyidah Fathimah Terhadap Bimwin Modern?

Makna pernikahan ala Imam Ali dan Fatimah memberikan pelajaran penting bagi bimbingan nikah saat ini, yaitu:

  • Menanamkan nilai spiritual sebelum memasuki pernikahan.
  • Membimbing pasangan untuk menjadi mitra dalam perjalanan ruhani.
  • Menjadikan rumah tangga sebagai tempat latihan kesabaran, keikhlasan, dan ibadah.
  • Menyadarkan bahwa cinta sejati bukanlah nafsu, tetapi rahmat yang datang dari Allah

Pernikahan Imam Ali dan Fatimah Az Zahra bukan hanya kisah cinta biasa, tetapi manifestasi dari cinta Ilahi yang menjiwai ikatan suci. Melalui perspektif tasawuf, kita belajar bahwa pernikahan adalah madrasah ruhani yang penuh berkah. Bimbingan nikah yang menekankan dimensi spiritual sangat penting untuk membentuk keluarga yang tidak hanya harmonis di dunia, tetapi juga bersama di akhirat.

Daftar Rujukan

  • Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr, 2005.
  • Quraish Shihab. Fatimah Az-Zahra: Potret Putri Rasulullah SAW. Jakarta: Lentera Hati, 2012.
  • Muthahhari, Murtadha. Pernikahan dalam Islam. Jakarta: Lentera, 2003.
  • Nasr, Seyyed Hossein. The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition. New York: HarperOne, 2007.
  • Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Sirr al-Asrar (Rahasia dari Segala Rahasia).
    Jalaluddin Rumi. Matsnawi Ma'nawi.
  • Syekh Nawawi al-Bantani. Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zawjain.
  • Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 2. Jakarta: UI Press, 1990.
  • Haidar Bagir. Tasawuf yang Tertindas. Bandung: Mizan, 2001.
  • A’la Mawdudi. Tafhimul Qur’an

    * Penulis adalah Aparat Sipil Negara (ASN)  Kementerian Agama (Kemenag) Maros

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment