Kolom: Ekonomi Muqawama: Jalan menuju Indonesia Emas

Supa Athana - Tekno & Sains
05 April 2025 09:36
Ekonomi Muqawama merujuk pada strategi pembangunan yang bertumpu pada kekuatan internal, meminimalisir ketergantungan terhadap pihak luar, memperkuat produksi domestik, dan menjamin keadilan sosial.

Oleh: Khusnul Yaqin*

Pada tanggal 11 Maret 2014, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, menyampaikan pidato yang sangat penting mengenai arah pembangunan ekonomi negaranya. Dalam pidato tersebut, beliau menegaskan bahwa Kebijakan Ekonomi Muqawama bukan hanya sebuah strategi jangka pendek untuk bertahan dari sanksi dan tekanan asing, melainkan kerangka jangka panjang yang dirancang untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional Iran. Berangkat dari pernyataan ini, muncul pertanyaan menarik: mungkinkah prinsip-prinsip Ekonomi Muqawama diterapkan di Indonesia, negara dengan kekayaan sumber daya hayati yang luar biasa namun masih rentan terhadap guncangan eksternal dan ketergantungan pada pasar global?

Apa Itu Ekonomi Muqawama?

World Economic Posters | Unique Designs | Spreadshirt
Secara etimologis, "muqawama" berasal dari bahasa Arab yang berarti perlawanan atau ketahanan. Dalam konteks kebijakan ekonomi, Ekonomi Muqawama merujuk pada strategi pembangunan yang bertumpu pada kekuatan internal, meminimalisir ketergantungan terhadap pihak luar, memperkuat produksi domestik, dan menjamin keadilan sosial. Ayatullah Khamenei menjelaskan bahwa tujuan dari kebijakan ini adalah menciptakan fleksibilitas ekonomi dalam menghadapi berbagai kondisi, baik krisis global, bencana alam, hingga embargo politik dan ekonomi.

Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa ada setidaknya sepuluh komponen utama dalam Ekonomi Muqawama, antara lain: pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, peningkatan produksi nasional, pengurangan ketimpangan sosial, penciptaan lapangan kerja, pengendalian inflasi, dan peningkatan kesejahteraan umum. Kebijakan ini juga didorong oleh kondisi geopolitik Iran yang kerap menjadi sasaran tekanan dan sanksi dari negara-negara besar.

Indonesia adalah negara dengan potensi sumber daya hayati yang melimpah—hutan tropis terbesar ketiga di dunia, garis pantai terpanjang kedua, keanekaragaman hayati laut tertinggi, serta tanah yang subur. Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya menjadi kekuatan ekonomi yang kokoh. Ketergantungan pada ekspor bahan mentah, minimnya hilirisasi industri, serta dominasi korporasi besar asing dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi isu struktural yang melemahkan daya tahan ekonomi Indonesia.
Krisis ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, pandemi, dan ancaman geopolitik telah menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sangat sensitif terhadap guncangan eksternal. Dalam konteks ini, pendekatan seperti Ekonomi Muqawama menjadi relevan untuk dibicarakan, bukan sebagai adopsi mentah dari Iran, melainkan sebagai inspirasi pembangunan berbasis kekuatan internal.

Prinsip Ekonomi Muqawama sesungguhnya tidak asing bagi Indonesia. Konsep berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) yang diperkenalkan oleh Bung Karno, serta sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memiliki semangat yang selaras. Ekonomi Muqawama menolak dominasi ekonomi asing dan mengedepankan keadilan sosial—dua nilai yang telah lama tertanam dalam sejarah perjuangan ekonomi Indonesia.

Namun, realitanya pembangunan ekonomi Indonesia sering kali tersandera oleh pendekatan neoliberal: liberalisasi perdagangan, privatisasi sumber daya alam, dan minimnya proteksi terhadap sektor rakyat seperti pertanian, perikanan, dan UMKM. Di sinilah letak urgensi untuk menimbang ulang arah kebijakan: apakah kita ingin terus menjadi "pasar" dunia, atau mulai bertransformasi menjadi produsen dan pelindung kekayaan sendiri?

Aplikasi Prinsip Ekonomi Muqawama di Indonesia
1. Penguatan Ekonomi Rakyat Berbasis Hayati.  Di banyak wilayah Indonesia, potensi hayati seperti kelautan, kehutanan, pertanian, dan biodiversitas tropis menjadi sumber utama penghidupan. Dengan pendekatan Ekonomi Muqawama, negara dapat mendorong industrialisasi berbasis sumber daya lokal dengan melibatkan petani, nelayan, dan masyarakat adat sebagai pelaku utama. Misalnya, pengembangan industri berbasis rumput laut, biofarmaka, energi terbarukan dari biomassa, dan pangan lokal.
2. Kemandirian Teknologi dan Inovasi.   Iran, dalam menghadapi sanksi, mendorong riset dan pengembangan teknologi dalam negeri. Indonesia dapat menempuh jalan serupa dengan memperkuat universitas dan pusat penelitian agar tidak tergantung pada teknologi impor, khususnya di sektor energi, pangan, dan kesehatan.
3. Reformasi Sistem Distribusi dan Perdagangan.  Salah satu tantangan terbesar ekonomi Indonesia adalah rantai distribusi yang panjang dan tak efisien, serta dominasi pasar oleh pemain besar. Ekonomi Muqawama menekankan pentingnya perdagangan internal yang kuat dan adil. Dukungan terhadap koperasi, pasar lokal, dan digitalisasi UMKM menjadi instrumen vital.
4. Ketahanan terhadap Ancaman Eksternal.   Dalam dunia yang semakin tidak pasti, ketahanan ekonomi terhadap ancaman eksternal seperti sanksi, embargo, atau fluktuasi geopolitik harus menjadi bagian dari perencanaan ekonomi nasional. Diversifikasi pasar ekspor, penguatan mata uang lokal, dan kemandirian logistik dapat menjadi pelajaran dari pengalaman Iran.

Baca juga:
18 Bank di Indonesia Kembali Dinyatakan Bangkrut

Cita-cita Indonesia Emas 2045, yakni menjadi negara maju dengan ekonomi terbesar kelima di dunia, hanya akan terwujud jika fondasi ketahanan ekonomi dibangun sejak sekarang. Visi ini memerlukan transformasi struktural yang berpihak pada rakyat dan memanfaatkan keunggulan hayati nasional secara berkelanjutan. Dalam hal ini, Ekonomi Muqawama menawarkan kerangka konseptual yang sesuai.
Gambar yang dibuat

Dengan menanamkan semangat kemandirian, memperkuat basis produksi domestik, serta membangun ekosistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan tidak bergantung pada kekuatan asing. Ekonomi Muqawama dapat menjadi lensa untuk meninjau ulang strategi pembangunan nasional: bukan sekadar mengejar angka pertumbuhan, tetapi menyejahterakan rakyat dari desa hingga kota, dari hulu hingga hilir.

Mengadaptasi prinsip Ekonomi Muqawama tentu bukan tanpa tantangan. Indonesia memiliki struktur sosial-politik yang lebih pluralistik dibanding Iran. Maka, perlu strategi inklusif agar kebijakan berbasis ketahanan ekonomi tidak ditafsirkan sebagai isolasionisme, melainkan sebagai jalan menuju kedaulatan ekonomi yang sehat dan berkeadilan.

Kuncinya terletak pada reformasi kelembagaan: birokrasi yang bersih dan responsif, sistem pendidikan yang berpihak pada rakyat, dan keberanian politik untuk menolak intervensi pasar global yang merugikan. Selain itu, partisipasi masyarakat sipil, akademisi, dan pelaku usaha kecil harus menjadi mitra utama dalam menyusun arah ekonomi nasional.

Pernyataan Ayatullah Khamenei bahwa Ekonomi Muqawama dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi internal dan bersifat fleksibel, memberikan inspirasi bahwa model ini bukan dogma tertutup. Ia adalah kerangka strategis yang dapat dimodifikasi, dikontekstualisasi, dan diterapkan di berbagai negara dengan karakter unik—termasuk Indonesia.

Dengan kekayaan sumber daya hayati, sejarah perjuangan ekonomi yang panjang, serta semangat gotong royong sebagai fondasi sosial, Indonesia memiliki semua prasyarat untuk membangun ekonomi yang tangguh, adil, dan mandiri. Tantangannya bukan pada kurangnya sumber daya, melainkan pada kemauan politik dan keberanian untuk memilih jalan yang berbeda dari arus dominan.

Jika kita serius ingin mewujudkan cita-cita kemandirian ekonomi sebagaimana digariskan dalam konstitusi dan Pancasila, maka sudah saatnya kita belajar dari berbagai model ekonomi alternatif, termasuk Ekonomi Muqawama. Bukan untuk meniru, melainkan untuk menemukan jalan kita sendiri menuju kemakmuran yang berdaulat.

*Penulis adalah Cendikiawan Muslim Indonesia Tinggal di Makassar


Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment