Kolom: Makna Hasbiyallah

Supa Athana - Tekno & Sains
01 November 2024 07:47
“Hasbiyallah” berasal dari bahasa Arab “حَسْبِيَ اللهُ” yang berarti “Cukuplah Allah bagiku.”
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
             Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
 
“Hasbiyallah” berasal dari bahasa Arab “حَسْبِيَ اللهُ” yang berarti “Cukuplah Allah bagiku.” Ini adalah bagian dari ungkapan penuh “Hasbiyallahu la ilaha illa Huwa” yang berarti “Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia.” Berikut adalah makna mendalam dari ungkapan ini dalam konteks spiritual dan kehidupan sehari-hari:
 
1.Ketergantungan Penuh pada Allah: Makna inti dari “Hasbiyallah” adalah ketergantungan penuh kepada Allah dan kesadaran bahwa hanya Dia yang mampu menolong.
2.Kepercayaan dalam Ujian Hidup: Ungkapan ini sering digunakan saat menghadapi ujian atau tantangan hidup, sebagai bentuk kepercayaan bahwa Allah akan memberi jalan keluar.
3.Penguat Keyakinan: Mengucapkan “Hasbiyallah” membantu memperkuat keyakinan dan mengurangi keraguan terhadap kekuasaan Allah.
4.Penyerahan Diri: Menunjukkan sikap penyerahan diri yang ikhlas kepada Allah, bahwa Dia-lah satu-satunya penolong dan tempat bersandar.
5.Sumber Kedamaian Batin: Dengan meyakini bahwa Allah mencukupi segala kebutuhan, hati menjadi lebih tenang dan damai.
6.Pengingat akan Kemahakuasaan Allah: Ungkapan ini mengingatkan bahwa Allah adalah Zat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
7.Perlindungan dari Rasa Takut: “Hasbiyallah” menjadi pelindung dari rasa takut terhadap berbagai ancaman dan kekhawatiran duniawi.
8.Penguat Keimanan: Mengucapkan ini sebagai penguat iman, khususnya ketika menghadapi ketidakpastian atau ketakutan.
9.Penegasan Tawakal (Berserah Diri): “Hasbiyallah” mengandung makna bahwa tawakal kepada Allah adalah prioritas utama dalam setiap usaha.
10.Motivasi untuk Bersyukur: Dengan mengandalkan Allah, kita diingatkan untuk selalu bersyukur atas apa yang telah Dia berikan, yakin bahwa Dia cukup dalam segala hal.
 
Menghayati makna “Hasbiyallah” dapat memperkuat keyakinan spiritual, memunculkan kedamaian, dan membantu kita menjalani hidup dengan lebih ikhlas dan optimis.
 
Menurut Al-Quran, ungkapan “Hasbiyallah” atau “Cukuplah Allah bagiku” memiliki kedalaman makna yang kuat dalam konteks ketergantungan penuh kepada Allah dan keyakinan bahwa Dia mencukupi segala kebutuhan. Ungkapan ini tercantum dalam beberapa ayat yang menggambarkan keyakinan penuh kepada Allah sebagai satu-satunya pelindung dan penolong.
 
Berikut beberapa ayat yang relevan:
1.Surah At-Taubah (9:129)
Allah berfirman: “Jika mereka berpaling, katakanlah, ’Cukuplah Allah bagiku; tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.’”
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang mukmin harus bertawakkal sepenuhnya kepada Allah, terutama ketika berhadapan dengan penolakan atau tantangan.
2.Surah Ali ’Imran (3:173)
Dalam ayat ini, Allah menggambarkan sikap orang-orang beriman saat menghadapi ancaman:
“Orang-orang yang diberi peringatan oleh orang-orang lain, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.’ Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.’”
Ayat ini menekankan bahwa mengandalkan Allah sepenuhnya akan menambah keimanan, bahkan dalam situasi yang tampak menakutkan.
3.Surah Az-Zumar (39:36)
Allah menyatakan: “Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya? Dan mereka menakut-nakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) selain Dia. Barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.”
Ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang cukup untuk melindungi, sehingga tidak ada alasan untuk takut kepada hal-hal lain.
 
Dalam ayat-ayat ini, makna “Hasbiyallah” adalah panggilan kepada kita untuk menguatkan keyakinan dan ketergantungan penuh kepada Allah. Ini memberikan ketenangan dan ketabahan dalam menghadapi cobaan, meyakini bahwa Allah Maha Kuasa dan Maha Mencukupi segala kebutuhan serta sebagai pelindung dalam segala situasi.
 
4.Surah Al-Anfal (8:64)
“Wahai Nabi, cukuplah Allah bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah cukup sebagai pelindung dan penolong bagi Nabi Muhammad dan para pengikutnya, memberikan kepercayaan yang teguh dalam menghadapi musuh.
5.Surah Al-Furqan (25:58)
“Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Hidup (Kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.”
Dalam ayat ini, tawakal kepada Allah adalah bentuk kepercayaan kepada-Nya sebagai Zat yang Maha Hidup dan Maha Tahu. Dia mencukupi dalam segala hal, termasuk pengetahuan akan segala rahasia dan dosa.
6.Surah Al-Ahzab (33:3)
“Dan bertawakkallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.”
Ayat ini menekankan bahwa dalam semua urusan, Allah sebagai pemelihara cukup untuk melindungi dan memelihara umat-Nya tanpa perlu bergantung kepada selain-Nya.
7.Surah Az-Zumar (39:38)
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka menjawab, ‘Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu memperhatikan apa yang kamu seru selain Allah? Jika Allah hendak mendatangkan bencana kepadaku, apakah mereka mampu menghindarkan bencana itu? Atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya?’ Katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku. Kepada-Nyalah orang-orang yang bertawakkal berserah diri.’”
Ayat ini mengajarkan kita bahwa Allah adalah satu-satunya sumber perlindungan dan rahmat yang sejati, sehingga hanya kepada-Nya seorang hamba seharusnya bertawakal.
8.Surah An-Nisa’ (4:45)
“Dan Allah lebih mengetahui (daripada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu).”
Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia adalah pelindung terbaik dari musuh-musuh yang nyata maupun tersembunyi, dan hanya Dia yang dapat memberikan perlindungan yang sempurna.
 
Melalui ayat-ayat ini, makna Hasbiyallah terus menguatkan kita untuk memiliki rasa percaya dan tawakal yang penuh kepada Allah. Keyakinan bahwa Allah Maha Mencukupi dan Pelindung terbaik membawa ketenangan, keberanian, dan rasa syukur yang mendalam dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan.
 
Para mufassir (ahli tafsir Al-Quran) memberikan makna yang mendalam terhadap konsep “Hasbiyallah” dalam berbagai ayat yang mengandung ungkapan ini, menguraikan keyakinan dan kebergantungan total kepada Allah sebagai sumber pertolongan yang sejati. Berikut penjelasan menurut beberapa mufassir terkenal:
 
1.Ibn Katsir
Dalam tafsirnya terhadap Surah Ali ‘Imran (3:173), di mana ungkapan “Hasbunallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik pelindung) disebut, Ibn Katsir menjelaskan bahwa ini adalah pernyataan kuat orang-orang beriman yang memiliki kepercayaan penuh kepada Allah saat mereka menghadapi musuh yang besar. Ibn Katsir menyebutkan bahwa ini adalah doa yang Nabi Ibrahim gunakan saat dilemparkan ke dalam api, serta doa Nabi Muhammad dan para sahabatnya dalam berbagai situasi sulit. Bagi Ibn Katsir, ungkapan ini adalah perwujudan dari tawakal total dan percaya bahwa Allah adalah sebaik-baiknya pelindung.
2.Al-Qurtubi
Al-Qurtubi dalam tafsirnya menafsirkan ungkapan “Hasbiyallah” dalam konteks Surah At-Taubah (9:129) sebagai bentuk keyakinan seorang mukmin bahwa Allah mencukupi mereka dalam segala hal, termasuk dalam kesulitan dan ujian. Dia menjelaskan bahwa ayat ini mendorong seorang hamba untuk tidak berputus asa meskipun mendapat penolakan atau menghadapi musuh, karena Allah adalah penolong yang cukup bagi mereka yang beriman.
3.Tafsir Al-Jalalayn
Dalam tafsir Al-Jalalayn, ungkapan “Cukuplah Allah bagiku” di Surah Az-Zumar (39:38) dijelaskan sebagai bentuk protes para penyembah berhala yang mencoba menakut-nakuti orang-orang beriman dengan mengatakan bahwa bencana akan datang jika mereka tidak menyembah berhala. Al-Jalalayn menafsirkan bahwa ungkapan ini adalah jawaban bagi orang-orang beriman untuk menunjukkan ketidakbergantungan mereka pada selain Allah dan menegaskan bahwa hanya Allah yang mereka perlukan.
4.Ibn ’Ashur
Dalam tafsirnya, Ibn ’Ashur melihat ungkapan ini dalam Surah Al-Anfal (8:64) sebagai bukti bahwa Allah mencukupi Nabi Muhammad dan para sahabat dalam perjuangan dakwah mereka. Dia menjelaskan bahwa ini adalah bentuk dukungan langsung dari Allah untuk para Nabi dan orang-orang beriman, yang menunjukkan bahwa siapa pun yang bergantung sepenuhnya kepada Allah tidak perlu takut atau cemas terhadap musuh-musuh mereka.
 
5, Imam Fakhruddin Ar-Razi
Dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghayb, Ar-Razi menjelaskan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” menunjukkan kesadaran seorang hamba bahwa Allah memiliki kekuasaan penuh atas segala sesuatu. Bagi Ar-Razi, mengucapkan “Hasbiyallah” adalah pengakuan bahwa tidak ada sumber kekuatan dan perlindungan yang lebih kuat daripada Allah. Hal ini membuat seorang hamba mengandalkan-Nya sepenuhnya, terutama dalam situasi sulit.
6, As-Sa’di
As-Sa’di dalam Tafsir As-Sa’di menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai pernyataan kepasrahan total kepada Allah. Dalam tafsirnya terhadap Surah Ali ‘Imran (3:173), dia menekankan bahwa ungkapan ini digunakan sebagai bentuk keyakinan bahwa Allah akan memberikan perlindungan, kekuatan, dan kemenangan kepada orang-orang beriman. Menurut As-Sa’di, ini adalah cara seorang mukmin menyerahkan segala urusannya kepada Allah sambil tetap optimis dan penuh keyakinan akan pertolongan-Nya.
7, Al-Baghawi
Dalam Ma’alim at-Tanzil, Al-Baghawi menjelaskan bahwa “Hasbiyallah” adalah bukti dari tawakal yang sempurna kepada Allah. Di Surah At-Taubah (9:129), Al-Baghawi menafsirkan bahwa ungkapan ini mengingatkan seorang mukmin bahwa cukup dengan kebergantungan pada Allah, mereka akan terlindungi dari segala bahaya, termasuk ketika menghadapi musuh atau tantangan yang berat.
8, Syekh Al-Alusi
Dalam Ruh al-Ma’ani, Al-Alusi menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai penguat spiritual bagi orang-orang beriman, yang menekankan keyakinan bahwa Allah tidak hanya cukup untuk mengatasi masalah mereka, tetapi juga sebagai sumber kedamaian batin. Al-Alusi melihat ungkapan ini sebagai pengingat bahwa siapa pun yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan akan merasa tenang dan terbebas dari kecemasan.
9, Ibn Jarir At-Tabari
Dalam tafsirnya Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, At-Tabari menjelaskan bahwa “Hasbiyallah” adalah pernyataan yang mempertegas kepercayaan bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang mencukupi. Dalam menafsirkan Surah Az-Zumar (39:38), At-Tabari menyebutkan bahwa dengan mengucapkan “Hasbiyallah,” seorang mukmin menunjukkan bahwa mereka tidak bergantung pada makhluk lain atau benda-benda yang disembah, melainkan sepenuhnya kepada Allah.
10, Syekh Tantawi
Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam tafsirnya menekankan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” adalah sebuah doa yang menguatkan keimanan dengan cara mengingatkan seorang hamba bahwa segala sesuatu dalam hidup ini ada dalam kekuasaan Allah. Dengan mengandalkan Allah, seseorang akan merasa aman dan yakin bahwa Allah akan menolong mereka dalam segala urusan.
 
Melalui tafsiran dari para mufassir ini, ungkapan “Hasbiyallah” dimaknai sebagai bentuk ketundukan, penyerahan diri, dan ketenangan yang didapat dengan bergantung sepenuhnya kepada Allah. Setiap mufassir memberikan perspektif yang menambah pemahaman tentang pentingnya keyakinan dan ketergantungan kepada Allah dalam kehidupan seorang mukmin.
 
Dalam tafsir Syiah, konsep “Hasbiyallah” (Cukuplah Allah bagiku) juga diartikan sebagai manifestasi dari ketergantungan penuh kepada Allah dan pengakuan bahwa hanya Allah yang mencukupi dalam segala urusan. Berikut ini adalah beberapa pandangan mufassir Syiah tentang makna “Hasbiyallah”:
1.Allamah Thabathaba’i
Dalam tafsirnya Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Allamah Thabathaba’i menafsirkan ayat-ayat yang mengandung ungkapan “Hasbiyallah” sebagai bentuk tawakal (penyerahan diri) kepada Allah. Menurutnya, ini adalah pernyataan kesadaran bahwa Allah memiliki kendali penuh atas segala sesuatu. Ia menjelaskan bahwa seorang hamba yang mengucapkan “Hasbiyallah” sebenarnya menyatakan bahwa Allah-lah sumber utama perlindungan dan pemeliharaan, dan dalam hal ini, segala upaya serta kekhawatiran manusia dapat diserahkan kepada-Nya.
2.Al-Fadhil al-Kashani
Dalam tafsirnya, Tafsir al-Safi, Al-Kashani menyebutkan bahwa “Hasbiyallah” adalah bentuk pengakuan seorang hamba terhadap kebesaran Allah dan kebergantungan penuh pada-Nya, terutama ketika menghadapi kesulitan atau ketakutan. Ia menafsirkan bahwa ungkapan ini bukan sekadar kalimat biasa, tetapi adalah bentuk kedekatan spiritual yang melibatkan hati dan jiwa seseorang, yang bergantung sepenuhnya kepada Allah dan meyakini bahwa segala sesuatu ada dalam kekuasaan-Nya.
3.Ayatollah Muhammad Husain Thabarsi
Dalam Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Thabarsi menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai sebuah bentuk keteguhan hati seorang mukmin saat menghadapi ancaman dan ketidakpastian. Menurut Thabarsi, ungkapan ini mengingatkan bahwa Allah adalah Zat yang Maha Mencukupi, dan bagi mereka yang benar-benar bertawakal kepada-Nya, tidak ada yang perlu ditakutkan. Dengan demikian, mengucapkan “Hasbiyallah” adalah wujud dari kepercayaan dan penyerahan diri yang mutlak.
4.Mulla Sadra
Mulla Sadra dalam Tafsir al-Qur’an al-Karim menjelaskan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” mencerminkan kesadaran seorang mukmin bahwa Allah adalah tujuan akhir dan tempat bergantung yang paling hakiki. Menurutnya, setiap kali seseorang mengucapkan “Hasbiyallah,” ia mengalihkan kebergantungan dari hal-hal duniawi dan meletakkan seluruh harapannya hanya kepada Allah. Ini mencerminkan prinsip teosofi Syiah bahwa segala sesuatu yang ada bergantung pada Zat yang Maha Mutlak, yaitu Allah.
5.Ayatollah Murtadha Mutahhari
Ayatollah Murtadha Mutahhari, dalam berbagai penjelasannya tentang Al-Quran dan spiritualitas, menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai simbol dari kekuatan iman yang meyakini bahwa Allah mencukupi dalam setiap situasi. Menurutnya, ini adalah ekspresi dari kedamaian batin yang datang ketika seorang mukmin benar-benar bertawakal kepada Allah. Mutahhari menekankan bahwa “Hasbiyallah” adalah ungkapan yang menguatkan mental seorang mukmin dan menenangkan hati mereka dalam menghadapi ujian, karena dengan kebergantungan penuh kepada Allah, ketakutan duniawi menjadi hilang.
 
6.Allamah Sayyid Muhammad Husayn Tabataba’i
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Tabataba’i menekankan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” menunjukkan bahwa seorang mukmin yang sejati selalu merasa bahwa Allah adalah pelindung dan penolong yang mencukupi. Beliau menafsirkan ungkapan ini sebagai deklarasi dari ketergantungan penuh kepada Allah tanpa melibatkan harapan pada makhluk lain. Tabataba’i menekankan bahwa pernyataan ini mengandung kedamaian dan keamanan bagi hati yang benar-benar ikhlas dalam tawakal kepada Allah.
7.Allamah Baqir al-Majlisi
Dalam Bihar al-Anwar, Al-Majlisi menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai kalimat yang digunakan para Nabi dan orang-orang beriman dalam situasi sulit. Bagi Al-Majlisi, ini adalah ungkapan yang membawa kekuatan dan keyakinan bahwa Allah-lah sebaik-baik pelindung. Menurutnya, “Hasbiyallah” juga melambangkan rasa percaya diri yang teguh bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya dalam kesusahan jika mereka benar-benar bersandar kepada-Nya.
8.Syekh Tusi
Dalam Tafsir al-Tibyan, Syekh Tusi menafsirkan bahwa “Hasbiyallah” adalah manifestasi dari rasa tawakal yang mendalam kepada Allah, khususnya ketika manusia dihadapkan pada kondisi yang menguji keimanan mereka. Menurutnya, ungkapan ini mengingatkan mukmin bahwa mereka tidak perlu takut kepada kekuatan duniawi karena Allah adalah sebaik-baiknya pelindung. Syekh Tusi menjelaskan bahwa dalam keadaan ini, orang-orang beriman akan memiliki keberanian yang berlipat ganda karena percaya pada kekuatan dan perlindungan Allah.
9.Allamah Muhammad Taqi al-Mudarresi
Dalam tafsirnya, Tafsir Hidayat, Al-Mudarresi melihat “Hasbiyallah” sebagai ungkapan yang memperkokoh kepercayaan bahwa Allah mencukupi dalam segala urusan. Ia menjelaskan bahwa dengan mengucapkan kalimat ini, seseorang dapat merasakan kehadiran Allah yang nyata dalam hidupnya, memberikan rasa tenang dan yakin. Al-Mudarresi menekankan bahwa “Hasbiyallah” adalah bentuk deklarasi ketundukan mutlak kepada Allah, yang menjadi sumber ketenangan dan kekuatan bagi setiap mukmin.
10.Syekh Tabarsi (dalam Tafsir Nur al-Tsaqalayn)
Syekh Tabarsi, dalam Tafsir Nur al-Tsaqalayn, menekankan bahwa “Hasbiyallah” adalah ekspresi kepercayaan penuh seorang mukmin kepada Allah, terutama ketika menghadapi musuh atau tantangan besar. Tabarsi menjelaskan bahwa “Hasbiyallah” tidak hanya menunjukkan bahwa Allah akan mencukupi kebutuhan mereka, tetapi juga membawa mereka pada keyakinan bahwa Allah akan memberikan hasil terbaik. Ini menjadi kekuatan yang menenangkan dan menghilangkan kekhawatiran dalam menghadapi apapun yang datang dari dunia luar.
 
Secara keseluruhan, tafsiran para mufassir Syiah tentang “Hasbiyallah” menekankan pentingnya tawakal, kepercayaan yang penuh kepada Allah, dan melepaskan ketergantungan dari hal-hal duniawi. Mereka melihat ungkapan ini sebagai sumber kekuatan spiritual yang menghilangkan rasa takut, meningkatkan ketenangan hati, dan memperkokoh keyakinan dalam kekuasaan dan kasih sayang Allah.
 
Hadis Yang menyebutkan konsep tawakal dan ungkapan “Hasbiyallah” (Cukuplah Allah bagiku) sebagai bentuk penyerahan dan ketergantungan penuh kepada Allah. Berikut adalah beberapa hadis yang berkaitan dengan makna “Hasbiyallah”:
1.Riwayat Anas bin Malik
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang mengatakan ketika keluar dari rumahnya, ‘Bismillahi tawakkaltu ‘alallah, laa hawla wa laa quwwata illa billah’ (Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), maka dikatakan kepadanya, ‘Engkau telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dijaga.’”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa Allah akan mencukupi, melindungi, dan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya, dengan keyakinan bahwa hanya Allah yang mencukupi dalam segala urusan.
2.Riwayat Al-Bukhari dan Muslim
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah SWT berfirman:
“Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa siapa pun yang berprasangka baik dan sepenuhnya bergantung kepada Allah akan menemukan kecukupan dan ketenangan. Ungkapan “Hasbiyallah” adalah bentuk keyakinan bahwa Allah akan memenuhi segala keperluan, sesuai dengan prasangka seorang hamba.
3.Hadis tentang Tawakal kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung; ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang pada petang hari dalam keadaan kenyang.” (HR. At-Tirmidzi)
Hadis ini mengajarkan bahwa orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah akan diberikan kecukupan dalam hidupnya, sebagaimana burung yang keluar tanpa bekal, tetapi Allah mencukupi rezekinya.
4.Riwayat dari Ibnu Abbas tentang Hasbunallah wa ni’mal wakil
Ketika Nabi Ibrahim AS dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namrud, beliau mengucapkan:
“Hasbunallah wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Dia sebaik-baik Pelindung). (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadis ini, “Hasbunallah wa ni’mal wakil” menjadi pernyataan iman yang mendalam, di mana seseorang bergantung sepenuhnya pada Allah sebagai pelindung yang mencukupi dalam keadaan sulit.
5.Riwayat Aisyah tentang Ayat Hasbiyallah. Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membaca ayat “Hasbunallah wa ni’mal wakil” ketika menghadapi tantangan dan kesulitan yang besar dalam dakwahnya.
Ayat ini mengingatkan bahwa cukup Allah sebagai penolong bagi orang beriman yang bersandar pada-Nya dengan sepenuh hati.
 
Secara keseluruhan, hadis-hadis di atas menggambarkan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” atau keyakinan kepada kecukupan Allah merupakan inti dari tawakal, penyerahan diri, dan keyakinan penuh bahwa Allah akan mencukupi kebutuhan hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya.
 
Hadis dari tradisi Syiah yang berkaitan dengan konsep “Hasbiyallah” dan penyerahan diri kepada Allah:
1.Hadis dari Imam Ali
Imam Ali bin Abi Talib AS pernah berkata:
“Tawakkal kepada Allah adalah perisai bagi orang-orang beriman. Dan barang siapa yang bersandar kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya.”
Hadis ini menunjukkan bahwa tawakal kepada Allah adalah cara untuk mendapatkan perlindungan dan kecukupan dari-Nya.
2.Hadis dari Imam Al-Baqir
Imam Muhammad Al-Baqir AS mengatakan:
“Sesungguhnya di antara bentuk penghambaan yang paling utama adalah ketika seseorang mengandalkan kepada Allah dan merasa cukup dengan-Nya.”
Ini menunjukkan pentingnya penyerahan diri kepada Allah dan kepercayaan bahwa Allah mencukupi segala kebutuhan hamba-Nya.
3.Hadis dari Imam Al-Sadiq
Imam Ja’far Al-Sadiq AS bersabda:
“Apabila engkau merasa kesulitan, katakanlah, ‘Hasbiyallah, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.’”
Ini mengisyaratkan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” seharusnya diucapkan saat menghadapi kesulitan, sebagai bentuk penyerahan dan kepercayaan kepada Allah.
4.Hadis dari Nabi Muhammad SAW. Dalam riwayat Syiah, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Barang siapa yang mengatakan ‘Hasbunallah wa ni’mal wakil’ saat menghadapi kesulitan, maka Allah akan memberinya jalan keluar.”
Ini menunjukkan bahwa ungkapan ini adalah sumber kekuatan dan pertolongan dalam menghadapi tantangan hidup.
5.Hadis dari Imam Ali tentang Kecukupan Allah. Imam Ali AS berkata: “Barang siapa yang menaruh kepercayaan kepada Allah, maka cukuplah Dia baginya.”
Hadis ini menggarisbawahi makna “Hasbiyallah” sebagai pengakuan akan kecukupan Allah dalam segala hal.
Hadis-hadis ini menggambarkan pentingnya tawakal, penyerahan diri, dan kepercayaan kepada Allah dalam tradisi Syiah. Ungkapan “Hasbiyallah” menjadi simbol dari keyakinan bahwa Allah akan mencukupi dan memberikan perlindungan kepada hamba-Nya yang bersandar kepada-Nya.
 
Menurut ahli makrifat ungkapan “Hasbiyallah” (Cukuplah Allah bagiku) dimaknai sebagai ungkapan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, yang menggambarkan keyakinan bahwa hanya Allah yang mencukupi dan mencakup segala kebutuhan. Dalam pandangan makrifat, konsep ini tidak hanya sebatas kata, tetapi mencerminkan kedalaman spiritual dan keyakinan mendalam seorang hamba terhadap ketuhanan Allah. Berikut beberapa pandangan dari ahli makrifat mengenai makna “Hasbiyallah”:
1.Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini, dalam karya-karya tasawufnya, menekankan bahwa “Hasbiyallah” adalah pernyataan dari seorang yang mencapai maqam (tingkatan) fana fillah, yaitu keadaan di mana seorang hamba telah melebur dalam kehendak dan cinta Allah. Bagi Khomeini, ini adalah kondisi spiritual di mana seseorang tidak lagi mengandalkan apapun di luar Allah. Ucapan “Hasbiyallah” berarti melepaskan diri dari keterikatan duniawi dan hanya menggantungkan seluruh harapan kepada Allah sebagai satu-satunya yang mencukupi.
2.Allamah Thabathaba’i
Allamah Sayyid Muhammad Husayn Thabathaba’i, seorang ahli tafsir dan makrifat dalam menafsirkan “Hasbiyallah” dalam konteks kesadaran penuh akan keesaan dan kekuasaan Allah. Menurutnya, ungkapan ini adalah tanda pencapaian spiritual yang membuat seorang hamba menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas izin dan kehendak Allah. Dengan demikian, “Hasbiyallah” adalah pernyataan bahwa seseorang telah menemukan kepuasan sejati dan ketenangan di bawah naungan kasih sayang Allah.
3.Syekh Bahjat
Syekh Muhammad Taqi Bahjat, seorang sufi dan ahli makrifat kontemporer, memandang “Hasbiyallah” sebagai ekspresi ketergantungan penuh kepada Allah, yang menggambarkan keyakinan bahwa Allah adalah pelindung dan pemberi kecukupan sejati. Menurutnya, ucapan ini harus datang dari hati yang benar-benar yakin, bukan sekadar lisan. Bahjat mengajarkan bahwa “Hasbiyallah” mencerminkan kedekatan hamba dengan Allah, di mana segala kekhawatiran duniawi sirna karena Allah menjadi satu-satunya tumpuan.
4.Mulla Sadra
Mulla Sadra, seorang filsuf dan sufi terkenal dalam karya-karyanya menekankan bahwa “Hasbiyallah” adalah deklarasi dari jiwa yang telah mencapai tingkat ma’rifah (pengenalan) yang tinggi. Menurut Sadra, ungkapan ini menunjukkan bahwa seorang hamba telah mengenal Allah sebagai sumber dari segala yang ada. Dalam filsafat eksistensialnya, Sadra menyatakan bahwa orang yang mengucapkan “Hasbiyallah” telah sampai pada kesadaran bahwa hanya Allah yang memiliki dan mengatur semua wujud, sehingga tidak ada lagi ketergantungan pada yang lain.
5.Ayatollah Jawadi Amoli
Ayatollah Jawadi Amoli, dalam tafsirnya yang berfokus pada makrifat dan filsafat Al-Quran, menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai ungkapan kesadaran yang mencapai tingkat haqqul yakin (keyakinan tertinggi). Menurutnya, orang yang sampai pada tingkat ini melihat segala sesuatu sebagai ciptaan Allah dan memahami bahwa Allah mencukupi dalam segala keadaan. Dalam pandangan Amoli, “Hasbiyallah” adalah kunci bagi ketenangan hati dan kepasrahan penuh, karena orang tersebut telah melihat bahwa Allah adalah satu-satunya yang berkuasa atas segala sesuatu.
6.Ayatollah Misbah Yazdi
Ayatollah Misbah Yazdi, seorang ahli filsafat dan makrifat, menekankan bahwa “Hasbiyallah” adalah kalimat yang menggambarkan cinta dan penyerahan diri total kepada Allah. Yazdi menjelaskan bahwa makna “Hasbiyallah” bagi seorang yang telah mencapai tingkat ma’rifah berarti melihat segala sesuatu sebagai bagian dari rencana Allah. Hal ini memungkinkan seseorang untuk menerima segala hal dengan lapang dada dan tanpa rasa takut, karena ia yakin bahwa Allah yang mencukupi dan mengatur semua takdirnya.
7.Ayatollah Behjat
Ayatollah Behjat mengajarkan bahwa “Hasbiyallah” adalah ungkapan dari kerelaan dan ketenangan yang didapat setelah mencapai pengenalan mendalam terhadap sifat-sifat Allah. Baginya, orang yang mengatakan “Hasbiyallah” dengan kesadaran sepenuhnya adalah orang yang tidak lagi mencari perlindungan pada makhluk. Ia memahami bahwa Allah mencukupi segala kebutuhan, baik di dunia maupun akhirat, dan karena itu, hidupnya dipenuhi dengan ketenangan yang berasal dari keyakinan terhadap Allah.
8.Syekh Abbas al-Qummi
Dalam karyanya yang berfokus pada doa dan zikir, Syekh Abbas al-Qummi menyebut bahwa “Hasbiyallah” adalah pengakuan batin seorang mukmin terhadap kekuasaan dan kecukupan Allah. Bagi al-Qummi, ungkapan ini adalah latihan spiritual yang membawa seseorang untuk merasakan kedekatan dengan Allah setiap saat. Menurutnya, semakin seseorang mengucapkan “Hasbiyallah” dengan keyakinan, semakin kuat rasa bahwa hanya Allah yang cukup dalam setiap aspek kehidupannya.
9.Ayatollah Tabarsi
Dalam pandangannya, Ayatollah Tabarsi menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai pernyataan jiwa yang tidak lagi terikat oleh kecemasan atau ketakutan. Baginya, ungkapan ini melambangkan hati yang dipenuhi dengan keyakinan bahwa Allah akan mencukupi segala sesuatu. Tabarsi menjelaskan bahwa makna “Hasbiyallah” hanya dapat dirasakan dengan penuh jika seseorang telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi, di mana dia merasakan kehadiran Allah dalam setiap momen kehidupannya.
10.Allamah Bahrul Ulum
Seorang ulama Syiah, Allamah Bahrul Ulum menekankan bahwa “Hasbiyallah” adalah refleksi dari totalitas tawakal dan ridha kepada Allah. Dalam pandangannya, orang yang mengucapkan “Hasbiyallah” telah mencapai tingkatan di mana hati mereka benar-benar bergantung pada Allah, dan segala bentuk harapan dan ketergantungan kepada makhluk telah lenyap. Bagi Bahrul Ulum, ini adalah ungkapan dari ketenangan yang lahir dari keyakinan bahwa hanya Allah yang berkuasa dan mencukupi.
 
Secara keseluruhan, para ahli makrifat menafsirkan “Hasbiyallah” sebagai pernyataan dari penyerahan, ketenangan, dan tawakal yang mendalam kepada Allah. Mereka mengajarkan bahwa makna ungkapan ini hanya bisa dipahami sepenuhnya oleh seseorang yang telah mencapai tingkat kesadaran spiritual yang tinggi, di mana Allah menjadi satu-satunya sumber perlindungan, kekuatan, dan kecukupan dalam hidup.
 
Cerita tentang ungkapan “Hasbiyallah” (Cukuplah Allah bagiku) sering kali berkaitan dengan pengalaman spiritual dan situasi yang menggambarkan tawakal dan penyerahan diri kepada Allah. Berikut adalah beberapa kisah yang mencerminkan makna “Hasbiyallah” dalam konteks kehidupan sehari-hari:
 
1. Kisah Nabi Ibrahim AS
Salah satu kisah paling terkenal yang mengandung makna “Hasbiyallah” adalah ketika Nabi Ibrahim AS dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namrud. Ketika beliau dihadapkan pada situasi yang sangat berbahaya, beliau mengucapkan:
“Hasbunallah wa ni’mal wakil.”
Artinya, “Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung.”
Dengan keyakinan penuh kepada Allah, Nabi Ibrahim AS menghadapi api yang menyala tanpa rasa takut. Allah SWT kemudian menjadikan api tersebut dingin dan menyelamatkan beliau. Kisah ini menjadi simbol keteguhan iman dan kepercayaan kepada Allah dalam situasi yang paling sulit sekalipun.
 
2. Kisah Nabi Musa AS
Ketika Nabi Musa AS dan umatnya dikejar oleh tentara Fir’aun, mereka tiba di tepi Laut Merah tanpa jalan keluar. Dalam ketakutan, umatnya mulai meragukan, tetapi Nabi Musa AS mengucapkan,
“Inna ma’aya Rabbi sayahdini.”, “Sesungguhnya Allah bersamaku, Dia akan menunjukkan jalan.” Dengan kepercayaan ini, Nabi Musa AS memukul laut dengan tongkatnya, dan Allah membelah laut sehingga mereka dapat melintasinya dengan selamat. Ungkapan ini mengingatkan kita pada keyakinan bahwa Allah akan mencukupi dan memberikan jalan keluar ketika kita bersandar kepada-Nya.
 
3. Kisah Seorang Hamba Allah
Ada seorang hamba Allah yang menghadapi kesulitan dalam hidupnya, kehilangan pekerjaan dan sumber penghidupan. Dalam keadaan putus asa, dia mengingat ajaran-ajaran agama dan mulai berdoa dengan tulus, mengucapkan:
“Hasbiyallah, cukuplah Allah bagiku.”
Dia berusaha untuk tetap bersabar dan tawakal, meskipun tantangan hidup terus datang. Tidak lama setelah itu, Allah memberikan kesempatan baru dalam bentuk pekerjaan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kisah ini menunjukkan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” adalah sumber kekuatan dan harapan ketika menghadapi cobaan.
 
4. Kisah Para Sahabat Nabi
Salah satu kisah inspiratif dari sahabat Nabi Muhammad SAW adalah ketika mereka menghadapi pengepungan di Perang Ahzab. Mereka terjebak dan dikelilingi oleh musuh yang lebih banyak. Dalam situasi terjepit tersebut, para sahabat Nabi mengingat ajaran Nabi dan mengucapkan, “Hasbiyallah wa ni’mal wakil.”
Dengan keteguhan iman dan doa kepada Allah, mereka berhasil mempertahankan diri dan Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Ini adalah contoh nyata bagaimana keyakinan kepada Allah dapat menjadi sumber kekuatan di saat-saat genting.
 
5. Kisah Seorang Ibu yang Kesulitan
Seorang ibu tunggal berjuang untuk membesarkan anak-anaknya setelah ditinggal suami. Ia sering kali merasa cemas tentang bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suatu malam, dalam keputusasaannya, ia mengangkat tangannya dan berdoa,
“Ya Allah, Hasbiyallah, cukuplah Engkau bagiku.”
Dia berusaha untuk tetap bersabar dan terus berdoa. Esok harinya, seseorang datang membawakan makanan dan bantuan. Ibu tersebut menyadari bahwa Allah mendengar doanya dan mencukupkan kebutuhannya.
 
Cerita-cerita ini menggambarkan bagaimana “Hasbiyallah” bukan hanya sebuah ungkapan, tetapi juga sebuah sikap hidup yang penuh kepercayaan kepada Allah. Dalam setiap situasi, baik itu tantangan besar atau kesulitan sehari-hari, mengucapkan “Hasbiyallah” membawa ketenangan, harapan, dan keyakinan bahwa Allah akan selalu mencukupi dan melindungi hamba-Nya yang bertawakal.
 
Kisah dari tradisi Syiah yang menggambarkan makna “Hasbiyallah” dan penyerahan diri kepada Allah:
 
1. Kisah Imam Ali AS di Perang Khandaq
Dalam Perang Khandaq, ketika Muslimin menghadapi ancaman besar dari pasukan Quraisy yang sangat banyak, Imam Ali AS menunjukkan keteguhan iman dan keberanian. Di tengah tekanan, beliau mengingatkan para sahabat untuk mengandalkan Allah, mengucapkan kalimat “Hasbiyallah wa ni’mal wakil.” Imam Ali kemudian melawan dengan berani, menegaskan keyakinannya bahwa Allah adalah pelindung yang cukup. Kemenangan di perang tersebut menjadi bukti nyata bahwa ketulusan iman dan tawakal kepada Allah bisa mengalahkan segala rintangan.
 
2. Kisah Imam Hussain AS di Karbala
Peristiwa Karbala adalah contoh paling monumental dalam tradisi Syiah, di mana Imam Hussain AS dan pengikutnya menghadapi tentara Yazid yang jauh lebih besar jumlahnya. Sebelum pertempuran dimulai, Imam Hussain as mengumpulkan pengikutnya dan mengingatkan mereka tentang pentingnya tawakal kepada Allah.
Beliau mengucapkan, “Hasbiyallah,” mengisyaratkan bahwa mereka harus bersandar sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi kematian. Pada hari Asyura, meskipun dalam situasi yang sangat sulit, Imam Hussain as tetap tenang dan berpegang pada keyakinan bahwa Allah akan memberi balasan yang adil atas pengorbanannya. Kisah ini menjadi simbol perjuangan dan pengorbanan yang penuh ketulusan dan tawakal kepada Allah.
 
3. Kisah Khadijah binti Khuwailid
Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW, adalah contoh wanita yang sangat beriman dan percaya kepada Allah. Ketika Islam mulai berkembang, ia menghabiskan hartanya untuk mendukung dakwah suaminya. Saat masa-masa sulit dan penganiayaan datang, Khadijah selalu mengingatkan Nabi tentang ketergantungan mereka kepada Allah dengan ucapan, “Hasbiyallah.”
Meskipun mengalami banyak rintangan, iman dan tawakalnya kepada Allah membuatnya tetap tegar. Dalam pandangan Syiah, Khadijah adalah simbol kesetiaan dan penyerahan kepada Allah dalam menghadapi kesulitan.
 
4. Kisah Masyarakat di Madinah pada Masa Perang Uhud
Setelah kekalahan di Perang Uhud, banyak dari sahabat Nabi merasa kehilangan semangat dan khawatir tentang masa depan. Namun, Imam Ali AS dan beberapa sahabat mengingatkan mereka untuk tidak menyerah dan mengandalkan Allah. Mereka mengucapkan, “Hasbiyallah wa ni’mal wakil,” dan mendorong satu sama lain untuk tetap bersatu.
Dengan keyakinan dan doa, mereka bangkit kembali, dan Allah memberikan kemenangan di pertempuran-pertempuran berikutnya. Ini mengajarkan bahwa dalam situasi sulit, mengingat Allah dan bersandar kepada-Nya sangat penting.
 
5. Kisah Seorang Ulama Syiah yang Menghadapi Penjara
Salah satu ulama terkemuka dari tradisi Syiah, seperti Sheikh Mufid atau Sheikh Tusi, pernah mengalami masa sulit, termasuk penangkapan dan penyiksaan karena ajaran mereka. Dalam situasi tersebut, mereka selalu mengingat dan mengucapkan “Hasbiyallah.”
Dengan keteguhan iman dan penyerahan kepada Allah, mereka menghadapi tantangan tersebut dengan sabar, meyakini bahwa Allah adalah Pelindung yang cukup. Karya-karya mereka setelah keluar dari penjara menjadi warisan yang menginspirasi generasi selanjutnya.
 
Kisah-kisah di atas dari tradisi Syiah menunjukkan bahwa ungkapan “Hasbiyallah” merupakan inti dari tawakal dan penyerahan kepada Allah. Dalam berbagai situasi, baik itu konflik, tantangan, atau kesulitan hidup, keyakinan bahwa Allah akan mencukupi dan melindungi hamba-Nya yang bersandar kepada-Nya adalah pelajaran berharga yang dapat diambil dari kisah-kisah ini.
 
Mengucapkan kalimat “Hasbiyallah” (Cukuplah Allah bagiku) memiliki banyak manfaat bagi kehidupan spiritual, mental, dan emosional. 
 
Berikut adalah lima manfaat utama dari kalimat ini:
 
1. Menumbuhkan Rasa Tenang dan Tenteram
Mengucapkan “Hasbiyallah” membantu menenangkan hati dan pikiran, terutama ketika menghadapi tekanan, ketakutan, atau ketidakpastian. Keyakinan bahwa Allah mencukupi segalanya memberikan ketenangan jiwa dan mengurangi kecemasan. Dalam situasi sulit, rasa takut dan keraguan berkurang dengan mengingat bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung.
 
2. Meningkatkan Keimanan dan Tawakal
Kalimat ini mengingatkan seseorang untuk menyerahkan urusan sepenuhnya kepada Allah dan percaya bahwa Allah akan mencukupi kebutuhan hidupnya. Dengan mengandalkan Allah dalam segala hal, keimanan dan tawakal pun meningkat, dan hati menjadi lebih yakin bahwa Allah selalu ada untuk memberikan bantuan dan pertolongan.
 
3. Menguatkan Ketabahan dan Kesabaran
Dalam menghadapi tantangan hidup, kesabaran sangat dibutuhkan. Dengan mengucapkan “Hasbiyallah,” seseorang mengingatkan dirinya bahwa Allah mengetahui dan mengatur segalanya. Hal ini memudahkan seseorang untuk tetap tabah, menerima cobaan, dan menjalani proses kehidupan dengan penuh ketulusan.
 
4. Mengundang Pertolongan dan Perlindungan Allah
Ketika mengucapkan “Hasbiyallah,” seseorang memohon perlindungan dan bantuan dari Allah. Ini adalah doa yang mengandung permintaan akan pertolongan Allah, dan dalam banyak kasus, Allah memberi jalan keluar bagi mereka yang menyerahkan urusannya kepada-Nya. Ungkapan ini menjadi pelindung, terutama di saat-saat sulit atau genting.
 
5. Mengurangi Ketergantungan pada Hal Duniawi
Kalimat ini mengingatkan kita untuk tidak terlalu bergantung pada kekuatan manusia, harta, atau hal-hal duniawi lainnya. Dengan mengandalkan Allah, kita menjadi lebih rendah hati dan lebih sadar bahwa kekuatan sejati hanya ada pada-Nya. Rasa cukup yang ditanamkan oleh kalimat ini membuat seseorang tidak mudah merasa kecewa atau patah semangat ketika menghadapi kegagalan atau kehilangan.
 
Dengan sering mengucapkan dan merenungi makna “Hasbiyallah,” seseorang dapat meningkatkan kualitas spiritual, menghadapi ujian hidup dengan ketenangan, dan merasakan kekuatan yang lebih besar dari Allah dalam setiap langkah hidupnya.
 
Doa dari Quran Untuk Mengabulkan Semua Hajat
 
Doa ini Yang memuat Kalimat ; delapan kata Hasbi; (cukuplah) pasti semua kecukupan kita kembalikan pada Yang Maha Mencukupkan (Hasbiyallah)
Angka 8 adalah jumlah pintu masuk ke sorga yang ada delapan pintu.
 
Yang meyakini doa ini pasti akan tercukupkan semua hajatnya
 
 
بِسْمِ اللهِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، 
وَأُفَوِّضُ أَمْرِيْ إِلَى اللهِ إِنَّ اللهَ بَصِيْرٌبِالْعِبَادِ 
فَوَقَاهُ اللهُ سَيِّئَاتِ مَامَكَرُوْا، 
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ، 
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّوَكَذَلِكَ نُنْجِى الْمُؤْمِنِيْنَ، 
حَسْبُنَااللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ، 
فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْءً،
 مَاشَاءَ اللهُ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ 
مَاشَاءَ الله لاَمَاشَاءَ النَّاسِ، 
مَاشَاءَ اللهُ وَإِنْ كَرِهَ النَّاسُ 
حَسْبِيَ الرَّبُّ مِنَ الْمَرْبُوْبِيْنَ، 
حَسْبِيَ الْخَالِقُ مِنَ الْمَخْلُوْقِيْنَ، 
حَسْبِيَ الرَّازِقُ مِنَ الْمَرْزُوْقِيْنَ، 
حَسْبِيَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ، 
حَسْبِيْ مَنْ هُوَحَسْبِي، 
حَسْبِي مَنْ لَمْ يَزَلْ حَسْبِي، 
حَسْبِيَ مَنْ كاَنَ مُذْ كُنْتُ لَمْ يَزَلْ حَسْبِي، 
حَسْبِيَ اللهُ لاَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ 
وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ.
 
Bismillâh washallallâhu ‘alâ muhammadin wa-âlihi, wa-ufawwidhu amrî illallâh, innallâha ba-shîrum bil’ibâd, fawaqôhullâhu sayyi-âti mâ makarû, lâ ilâha illâ anta subhânaka innî kuntu minazh-zhôlimîn, fastajabnâ lahu wanaj-jaynâhu minal ghommi wakadzâlika nunjil mu’minîn, hasbunallâhu wani’mal wakîl, fanqolabû bini’ma tim minallâhi wafadhlin lam yamsas-hum sû-an mâsyâ allâh lâ haula walâ quwwata illâ billâh, mâsyâ allâh lâ mâsyâ-annâs, mâsyâ-allâh wa-in karihan-nâsu hasbiyar-robbu minal marbûbîn, hasbiyal khôliqu minal makhlûqîn, hasbiyar-rôziqu minal marzûqîn, hasbiyallâhu robbul ‘âlamîn, hasbî man huwa hasbî, hasbî man lam yazal hasbî,hasbî man kâna mudzkuntu lam yazal hasbî, hasbiyallâhu lâ ilâha illâ huwa ‘alayhi tawakkaltu wahuwa robbul ‘arsyil ‘azhîm
 
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. 
Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya". 
Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka,: 
"Bahwa tak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim". Maka Kami memperkenankan doanya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. 
Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.: 
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". 
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, apa yang menjadi kehendak Allah itu tiada kekuatan kecuali daya dan kekuatan Allah, 
 
sesuatu yang menjadi kehendak Allah bukan menjadi kehendak manusia, 
 
sesuatu yang menjadi kehendak Allah sekali-pun manusia tidak menyenanginya 
 
cukuplah Allah sebagai Robku daripada makhluk-makhluk yang dipertuhankan, 
 
cukuplah Allah bagiku sebagai Penciptaku daripada makhluk-makhluk yang diciptakan, 
 
cukuplah Allah bagiku sebagai Pemberi Rezekiku daripada makhluk-makhluk yang diberi rezeki, 
 
cukuplah Allah bagiku sebagai Pemelihara alam semesta, 
 
cukuplah untukku dari apa yang dicukupkan oleh Yang Mencukupiku, 
 
Cukuplah bagi diriku bagi Dzat yang senantiasa mencukupi aku, 
 
Cukuplah Allah bagiku tiada tuhan kecuali Dia Dzat yang kepada-Nya 
 
Daku bertawakkal dan Dia adalah Pemilik Arsy Yang Agung.
 
Doa tersebut dijelaskan 
dalam hadis Imam Ar-Ridho mengandung 4 doa mustajab dariAl-Qur’an :
 
1. Untuk ketakutan
 
Hasbunallâhu wani’mal wakîl. Q.S. 3:173.   
 
2. Untuk kesumpekan/
kesedihan
 
Lâ ilâha illâ anta subhânaka innî kuntu minazh-zhôlimîn 
Q.S. 21: 87.                                            
 
 3. Untuk melindungi diri
 
Wa ufawwidu amrî ilallâ innallâha bashîrum bil ‘ibâd. 
Q.S. 40:44.                                                   
 
4. Untuk yang menginginkan dunia 
 
 
Mâ syâ Allahu lâ quwwata illâ billâh 
Q.S. 18:39.  
 
(“Manlâ Yahdhuruhul Faqîh”,  4 :393).  

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment