Kolom: Makna Safar

Supa Athana - Tekno & Sains
30 December 2024 11:09
Safar bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual, sosial, dan emosional yang mendalam.
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
             Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Safar memiliki makna yang mendalam, baik secara bahasa, istilah, maupun dalam konteks spiritual dan sosial. Berikut makna safar:
 
1. Secara Bahasa: Membuka atau Menyingkap
 
Dalam bahasa Arab, kata safar berarti membuka atau menyingkap. Hal ini menunjukkan bahwa safar membuka sesuatu yang tersembunyi, baik pengalaman, pengetahuan, maupun kepribadian seseorang.
 
2. Sebagai Perjalanan Fisik
 
Safar berarti melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, baik untuk tujuan duniawi (pekerjaan, wisata) maupun akhirat (ibadah seperti haji atau umrah).
 
3. Sebagai Sarana Ujian
 
Safar dapat menjadi ujian kesabaran, ketabahan, dan kemampuan seseorang menghadapi tantangan. Rasulullah SAW bersabda: “Safar adalah bagian dari kesulitan hidup.” (HR. Bukhari & Muslim)
 
4. Pembuka Rezeki
 
Dalam Al-Qur’an, safar dihubungkan dengan usaha mencari rezeki:
“…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah…”
(QS. Al-Muzzammil: 20).
 
5. Menyingkap Kepribadian Seseorang
 
Safar dianggap sebagai cara untuk mengenal karakter asli seseorang. Rasulullah SAW bersabda:
“Perjalanan itu menyingkap sifat-sifat seseorang.”
 
6. Sebagai Sunnah Rasul
 
Rasulullah SAW melakukan berbagai perjalanan penting, seperti hijrah dari Makkah ke Madinah, berdakwah, berjihad, dan menunaikan haji. Safar menjadi bagian dari perjalanan hidup yang bernilai ibadah.
 
7. Media Belajar dan Merenung
 
Safar memberikan kesempatan untuk mempelajari budaya lain, sejarah, serta tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.
 
“Berjalanlah di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan…”
(QS. Al-Ankabut: 20).
 
8. Pengingat Akan Kehidupan Sementara
 
Safar melambangkan perjalanan hidup manusia di dunia, yang pada akhirnya menuju kehidupan abadi di akhirat. Dunia adalah tempat singgah sementara.
 
9. Simbol Hijrah dan Perubahan
 
Safar mengandung makna hijrah, yaitu meninggalkan sesuatu yang buruk menuju kebaikan. Ini mencakup perubahan spiritual, moral, atau fisik.
 
10. Jalan Menuju Kebebasan
 
Safar dapat menjadi sarana melepaskan diri dari tekanan, rutinitas, atau kesulitan tertentu. Hal ini mencerminkan kebebasan yang Allah anugerahkan kepada manusia.
 
Kesimpulan; Safar bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual, sosial, dan emosional yang mendalam. Safar bisa menjadi sarana pembelajaran, refleksi diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.
 
Manfaat safar (bepergian) juga bisa ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong manusia untuk melakukan perjalanan. Berikut adalah beberapa manfaat safar berdasarkan pandangan Al-Qur’an:
 
1. Melihat Tanda-Tanda Kekuasaan Allah
 
Al-Qur’an sering mengajak manusia untuk bepergian agar mereka merenungkan keindahan ciptaan Allah dan tanda-tanda kebesaran-Nya.
“Katakanlah, ‘Berjalanlah di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan.’”
(QS. Al-Ankabut: 20)
 
2. Mempelajari Sejarah Umat-Umat Terdahulu
 
Safar dapat membantu manusia memahami pelajaran dari umat terdahulu yang dihancurkan karena kezaliman atau kesombongan mereka.
 
“Apakah mereka tidak bepergian di bumi sehingga mereka dapat melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka?”
(QS. Yusuf: 109)
 
3. Mendapatkan Rezeki dan Karunia Allah
 
Bepergian juga disebut sebagai salah satu cara untuk mencari rezeki dan karunia Allah di muka bumi.
 
“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah…”
(QS. Al-Muzzammil: 20)
 
4. Memperkuat Iman melalui Pengalaman
 
Safar dapat menjadi sarana untuk menyaksikan kekuasaan Allah secara langsung dan memperkuat iman kepada-Nya.
 
“Maka apakah mereka tidak bepergian di bumi sehingga hati mereka dapat memahami atau telinga mereka dapat mendengar?”
(QS. Al-Hajj: 46)
 
5. Mengambil Hikmah dan Ibrah
 
Melalui safar, seseorang dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian di sekitar, baik berupa kemakmuran maupun kehancuran.
 
“Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu memperhatikan bagaimana akibat orang-orang sebelum mereka? Mereka lebih hebat kekuatannya daripada mereka…”
(QS. Ghafir: 21)
 
6. Menghilangkan Kebodohan dan Menambah Ilmu
 
Al-Qur’an mengisahkan perjalanan Nabi Musa AS dan Khidr untuk mencari ilmu sebagai salah satu bentuk safar.
 
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan bertahun-tahun.’”
(QS. Al-Kahfi: 60)
 
7. Mencari Keamanan dan Keselamatan
 
Safar juga disebutkan sebagai sarana untuk melarikan diri dari bahaya atau kezaliman, seperti kisah hijrah Nabi Muhammad SAW.
 
“Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak…”
(QS. An-Nisa: 100)
 
8. Memahami Perbedaan dan Keanekaragaman
 
Safar memperlihatkan kepada manusia berbagai macam budaya, suku, dan bangsa, sebagaimana diciptakan oleh Allah.
 
“Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
 
Kesimpulan; Al-Qur’an mengajarkan bahwa safar bukan hanya untuk tujuan duniawi, tetapi juga sebagai ibadah yang bisa mendekatkan manusia kepada Allah. Bepergian dengan niat yang benar dan sesuai syariat akan membawa manfaat dunia dan akhirat.
 
Makna safar menurut hadis dapat dipahami dari berbagai riwayat yang menunjukkan nilai, hikmah, dan pesan yang terkandung dalam perjalanan. Berikut adalah 10 makna safar berdasarkan hadis Rasulullah SAW:
 
1. Safar Sebagai Bagian dari Kesulitan Hidup
Rasulullah SAW menggambarkan safar sebagai ujian kesabaran yang menunjukkan tantangan fisik, mental, dan emosional.
“Safar adalah bagian dari kesulitan hidup. Ia menghalangi salah seorang dari kalian dari makan, minum, dan tidur. Maka jika salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan urusannya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
 
2. Menyingkap Kepribadian Seseorang
Dalam safar, sifat dan karakter asli seseorang sering kali terlihat.
“Tidaklah seseorang mengenal yang lain hingga mereka bersafar bersama, bermalam, dan makan bersamanya.”(HR. Baihaqi)
 
3. Sunnah Rasul dalam Safar
 
Rasulullah SAW melakukan banyak perjalanan untuk dakwah, jihad, haji, dan hijrah. Safar menjadi bagian penting dalam kehidupan beliau sebagai bentuk ibadah dan tanggung jawab.
 
4. Waktu Dikabulkannya Doa
 
Doa orang yang sedang safar memiliki peluang besar untuk dikabulkan oleh Allah.
 
“Tiga doa yang tidak akan tertolak: doa orang tua kepada anaknya, doa orang yang sedang safar, dan doa orang yang terzalimi.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
 
5. Safar untuk Kebaikan dan Ibadah
 
Safar yang diniatkan untuk tujuan baik, seperti haji, umrah, silaturahmi, atau menuntut ilmu, bernilai pahala di sisi Allah.
“Barang siapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah hingga ia kembali.”
(HR. Tirmidzi)
 
6. Sunnah Mempercepat Kepulangan
 
Rasulullah SAW menganjurkan agar seseorang segera kembali kepada keluarganya setelah menyelesaikan tujuan safarnya, untuk menjaga hubungan keluarga.
 
“Safar adalah bagian dari kesulitan hidup. Maka jika salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan urusannya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
 
7. Safar Sebagai Simbol Hijrah
Safar dapat bermakna hijrah, yaitu meninggalkan sesuatu yang buruk menuju kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang Muslim adalah orang yang membuat Muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
 
8. Safar Meningkatkan Ukhuwah
Safar bersama teman atau keluarga dapat mempererat hubungan, sebagaimana disunnahkan Rasulullah SAW untuk bepergian dengan pendamping.
“Jika kalian bepergian bertiga, maka jadikan salah seorang dari kalian sebagai pemimpin.”
(HR. Abu Dawud)
 
9. Hikmah di Balik Kesulitan Safar
 
Kesulitan yang dialami dalam safar dapat menjadi penghapus dosa.
 
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa kelelahan, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, atau bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya karena hal itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
 
10. Keutamaan Safar untuk Menjaga Silaturahmi
 
Rasulullah SAW menganjurkan safar untuk mempererat tali silaturahmi. Ini menjadi amal yang sangat dianjurkan dalam Islam.
 
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
 
Kesimpulan; Hadis-hadis Rasulullah SAW menunjukkan bahwa safar bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dan sosial yang tinggi. Dengan niat yang benar, safar menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbaiki hubungan antar manusia, dan memperkaya pengalaman hidup.
 
Dalam pandangan Ahlul Bayt (keluarga Rasulullah SAW), safar (perjalanan) memiliki berbagai makna dan hikmah yang diajarkan melalui riwayat-riwayat mereka. Berikut adalah 10 makna safar berdasarkan hadis Ahlul Bayt:
 
1. Menyingkap Kepribadian
Imam Ali bin Abi Thalib (as) berkata:
“Dalam safar, akhlak manusia akan teruji, dan hakikat seseorang akan tersingkap.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 46)
 
2. Sarana Meningkatkan Ilmu
Safar dapat membuka jalan untuk menuntut ilmu dan hikmah. Imam Ja’far Shadiq (as) berkata:
“Carilah ilmu walau harus sampai ke negeri yang jauh. Sesungguhnya perjalanan untuk ilmu adalah bagian dari jalan Allah.”
 
3. Memperoleh Pengalaman dan Pelajaran
Imam Ali (as) menekankan pentingnya perjalanan untuk mengambil pelajaran dari kehidupan:
“Berjalanlah di muka bumi untuk melihat apa yang telah menimpa orang-orang sebelum kalian, sehingga kalian dapat mengambil pelajaran dari kehancuran mereka.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 31)
 
4. Sarana Mendekatkan Diri kepada Allah
Imam Musa al-Kazim (as) berkata:
“Barang siapa bepergian untuk tujuan baik, maka setiap langkahnya adalah ibadah.”
 
5. Keutamaan Membantu Sesama dalam Perjalanan
Imam Ali Zainal Abidin (as) dalam Risalah al-Huquq menyebutkan:
“Hak teman safar adalah engkau membantu dan mendukungnya, bersabar atas kekurangannya, dan memaafkan kesalahannya.”
 
6. Waktu Mustajab untuk Berdoa
Imam Ja’far Shadiq (as) berkata:
“Doa orang yang sedang safar tidak akan tertolak, selama perjalanannya dilakukan untuk tujuan yang halal.”
 
7. Safar Mengajarkan Kesabaran
Imam Ali (as) berkata:
“Safar mengajarkan manusia akan kesabaran, karena ia penuh dengan ujian yang menuntut ketabahan.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 234)
 
8. Safar untuk Silaturahmi
Imam Ja’far Shadiq (as) menganjurkan perjalanan untuk menyambung hubungan keluarga:
“Pergilah untuk menjalin hubungan keluarga, karena itu akan memanjangkan umur dan menambah rezeki.”
 
9. Berhati-hati dalam Pilihan Teman Safar
Imam Ali (as) menasihati agar berhati-hati dalam memilih teman perjalanan:
“Janganlah engkau bersafar kecuali dengan seseorang yang bertakwa, karena ia akan menjadi penolongmu di saat sulit.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 38)
 
10. Simbol Hijrah Menuju Kebaikan
Imam Ja’far Shadiq (as) berkata:
“Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik, sebagaimana Hijrah adalah perjalanan yang mendatangkan rahmat Allah.”
 
Kesimpulan; Hadis-hadis dari Ahlul Bayt mengajarkan bahwa safar bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga spiritual dan moral. Safar dapat menjadi sarana untuk menuntut ilmu, menjalin silaturahmi, menguji kepribadian, dan memperbaiki diri, asalkan dilakukan dengan niat yang tulus dan tujuan yang baik.
 
Dalam tafsir Al-Qur’an, para mufasir membahas makna safar (perjalanan) dari berbagai sudut pandang berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis. Berikut adalah 10 makna safar menurut mufasir yang dihimpun dari tafsir klasik maupun kontemporer:
 
1. Sarana Melihat Tanda-Tanda Kebesaran Allah
Mufasir seperti Al-Qurtubi dan Ibn Katsir menafsirkan ayat:
“Berjalanlah di muka bumi dan perhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan.” (QS. Al-Ankabut: 20)
Mereka menjelaskan bahwa safar adalah perintah untuk merenungkan ciptaan Allah, mengambil pelajaran, dan memperkuat iman.
 
2. Menyaksikan Akibat Umat Terdahulu
Menurut Imam Al-Baghawi, safar yang disebut dalam ayat seperti:
“Maka tidakkah mereka bepergian di bumi sehingga mereka dapat melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka?” (QS. Yusuf: 109)
Bertujuan untuk mempelajari sejarah dan mengambil ibrah dari kehancuran umat-umat yang menolak kebenaran.
 
3. Menuntut Ilmu
Mufasir seperti Fakhruddin Ar-Razi menafsirkan safar dalam konteks menuntut ilmu, sebagaimana kisah Nabi Musa AS yang melakukan perjalanan untuk mencari ilmu dari Khidr (QS. Al-Kahfi: 60-82). Safar adalah upaya manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan hikmah.
 
4. Safar sebagai Jalan Ibadah
Dalam tafsir Al-Mizan oleh Allamah Thabathabai, safar dikaitkan dengan perjalanan yang dilakukan untuk tujuan ibadah, seperti haji, umrah, atau jihad di jalan Allah. Ayat seperti QS. Al-Baqarah: 197 (“Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…”) menguatkan makna ini.
 
5. Jalan untuk Mencari Rezeki
Mufasir seperti As-Sa’di menjelaskan bahwa safar sering kali disebut sebagai upaya mencari rezeki dan karunia Allah, sebagaimana dalam QS. Al-Muzzammil: 20 (“…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah…”).
 
6. Sarana Hijrah dan Keselamatan
Menurut mufasir seperti Sayyid Qutb dalam Fi Zilalil Qur’an, safar dalam QS. An-Nisa: 100 (“Barang siapa berhijrah di jalan Allah…”) mencerminkan perjalanan untuk meninggalkan keburukan dan mencari perlindungan di tempat yang lebih baik.
 
7. Perjalanan Spiritual Menuju Allah
Tafsir Sufi seperti Tafsir Ruhul Bayan menafsirkan safar sebagai perjalanan spiritual, di mana seorang hamba meninggalkan hawa nafsu dan duniawi untuk mendekat kepada Allah.
 
8. Latihan Kesabaran dan Ketabahan
Menurut Al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani, safar sering kali dikaitkan dengan ujian kesabaran, sebagaimana disebutkan dalam hadis:”Safar adalah bagian dari kesulitan hidup.”
Hal ini mencerminkan bahwa safar adalah proses pembentukan kepribadian.
 
9. Sarana Silaturahmi
Mufasir seperti Ath-Thabari menafsirkan ayat-ayat yang menganjurkan safar untuk menyambung tali silaturahmi sebagai bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam.
 
10. Menemukan Keberagaman Ciptaan Allah
Dalam tafsir modern, seperti yang disampaikan oleh Wahbah Az-Zuhaili, safar adalah sarana memahami perbedaan budaya, bangsa, dan suku sebagai tanda kekuasaan Allah. Hal ini merujuk pada QS. Al-Hujurat: 13 (“Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal.”).
 
Kesimpulan; Menurut para mufasir, safar memiliki dimensi duniawi dan ukhrawi. Selain sebagai sarana untuk mencari rezeki, ilmu, dan pengalaman, safar juga merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengambil pelajaran dari sejarah, dan memahami kebesaran-Nya di alam semesta.
 
Dalam pandangan mufasir Syiah, safar (perjalanan) memiliki makna yang mendalam berdasarkan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dan riwayat-riwayat dari Ahlul Bayt. Berikut adalah 10 makna safar menurut mufasir Syiah:
 
1. Sarana Merenungi Kekuasaan Allah
Allamah Thabathabai dalam Tafsir al-Mizan menafsirkan ayat:
“Katakanlah, ‘Berjalanlah di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan.’” (QS. Al-Ankabut: 20)
Beliau menjelaskan bahwa safar merupakan cara untuk menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta dan memahami kehendak-Nya dalam penciptaan.
 
2. Mengambil Pelajaran dari Sejarah
Menurut Thabathabai, safar dalam ayat seperti:”Tidakkah mereka bepergian di bumi lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka?” (QS. Ghafir: 21)
Dimaksudkan untuk menanamkan pelajaran dari umat terdahulu yang dihancurkan karena dosa dan kezaliman mereka, sehingga perjalanan ini membawa hikmah.
 
3. Perjalanan Menuju Kebaikan dan Hijrah
Dalam QS. An-Nisa: 100 (“Barang siapa berhijrah di jalan Allah…”), mufasir Syiah seperti Ayatullah Nasir Makarim Shirazi dalam Tafsir al-Amtsal menjelaskan bahwa safar juga melambangkan hijrah dari keburukan menuju kebaikan, baik secara fisik maupun spiritual.
 
4. Menuntut Ilmu
Merujuk pada kisah Nabi Musa AS dan Khidr dalam QS. Al-Kahfi: 60-82, Allamah Thabathabai menyatakan bahwa safar adalah salah satu cara mendekatkan diri kepada hikmah dan ilmu Allah, di mana perjalanan tersebut harus dilandasi dengan niat yang benar.
 
5. Safar sebagai Ujian Keimanan
Imam Ja’far Shadiq (as) menjelaskan bahwa safar adalah salah satu cara untuk menguji kesabaran, ketabahan, dan kepribadian seseorang. Mufasir Syiah mengaitkan hal ini dengan hadis dari Ahlul Bayt yang menegaskan bahwa safar menyingkap sifat asli seseorang.
 
6. Sarana Meningkatkan Rasa Syukur
Dalam Tafsir Nemuneh, Ayatullah Makarim Shirazi menafsirkan bahwa safar memungkinkan manusia untuk melihat kebesaran ciptaan Allah, sehingga ia lebih bersyukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh-Nya.
 
7. Perjalanan Spiritual Menuju Allah
Tafsir Ruhul Bayan versi Syiah menekankan bahwa safar tidak hanya perjalanan fisik, tetapi juga simbol perjalanan spiritual manusia dari dunia material menuju Allah. Dalam pandangan ini, safar adalah upaya untuk menyucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada-Nya.
 
8. Sarana untuk Bersilaturahmi
Merujuk pada riwayat dari Imam Ali Zainal Abidin (as), mufasir Syiah menjelaskan bahwa safar yang dilakukan untuk menyambung hubungan keluarga atau ukhuwah Islamiah bernilai besar di sisi Allah.
 
9. Safar untuk Mencari Rezeki yang Halal
Dalam QS. Al-Muzzammil: 20, safar untuk mencari karunia Allah dimaknai sebagai upaya manusia untuk mendapatkan rezeki yang halal dan bermanfaat. Ayatullah Shirazi menyatakan bahwa perjalanan ini, jika dilakukan dengan niat yang baik, merupakan ibadah.
 
10. Refleksi Kehidupan Dunia sebagai Perjalanan Sementara
Mufasir Syiah menafsirkan dunia ini sebagai perjalanan singkat menuju kehidupan abadi di akhirat. Safar dalam kehidupan dunia melambangkan perjalanan spiritual yang mengingatkan manusia akan tujuan sejatinya.
 
Kesimpulan; Menurut mufasir Syiah, safar memiliki dimensi fisik, intelektual, dan spiritual. Ia dapat menjadi sarana untuk mengambil pelajaran dari sejarah, menuntut ilmu, menyambung silaturahmi, dan mendekatkan diri kepada Allah. Safar yang dilandasi niat baik akan membawa manfaat duniawi dan ukhrawi, serta mencerminkan perjalanan manusia menuju akhirat.
 
Dalam pandangan ahli makrifat dan hakikat, safar (perjalanan) memiliki dimensi yang mendalam dan sering dikaitkan dengan perjalanan spiritual atau batiniah seorang hamba menuju Allah. Berikut adalah 10 makna safar menurut perspektif makrifat dan hakikat:
 
1. Safar Lahiriah sebagai Simbol Safar Batiniah
Ahli makrifat memandang bahwa perjalanan fisik adalah simbol dari perjalanan batin menuju Allah. Setiap langkah dalam safar lahiriah mencerminkan upaya seorang hamba meninggalkan keterikatan duniawi dan menuju kesadaran Ilahi.
 
2. Safar dari Dunia ke Akhirat
Safar melambangkan perpindahan manusia dari kehidupan dunia yang fana menuju kehidupan akhirat yang abadi. Perjalanan ini mencakup persiapan spiritual untuk bertemu dengan Allah.
 
3. Safar dari Kebodohan Menuju Ilmu
Dalam tasawuf, safar adalah perjalanan dari ketidaktahuan menuju cahaya ilmu dan hikmah. Perjalanan ini dimulai dengan mengenal diri sendiri (ma’rifatun nafs), sebagaimana hadis:
“Barang siapa mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya.”
 
4. Safar Meninggalkan Hawa Nafsu
Menurut ahli hakikat, safar adalah proses meninggalkan hawa nafsu dan keinginan duniawi yang menghalangi manusia dari Allah. Safar ini adalah jihad terbesar, sebagaimana disebutkan dalam hadis: “Jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu.”
 
5. Safar Menuju Kesempurnaan Ruhani
Perjalanan spiritual ini bertujuan untuk mencapai maqam-maqam ruhani, seperti maqam ikhlas, maqam ridha, dan maqam cinta kepada Allah. Setiap maqam adalah sebuah tahapan dalam perjalanan menuju Allah.
 
6. Safar dalam Tiga Tingkatan
Ahli makrifat sering membagi safar dalam tiga tingkatan:
•Safar dari makhluk menuju Allah: Melepaskan keterikatan dari makhluk dan menuju Sang Pencipta.
•Safar bersama Allah di dalam Allah: Merenungi kebesaran dan keindahan-Nya.
•Safar dari Allah menuju makhluk: Kembali kepada makhluk dengan membawa pencerahan dan kasih sayang Ilahi.
 
7. Perjalanan menuju Ma’rifatullah
Safar dianggap sebagai upaya untuk mencapai ma’rifatullah (pengenalan Allah) melalui dzikir, tafakur, dan ibadah. Hal ini merujuk pada QS. Adz-Dzariyat: 56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
 
8. Safar sebagai Tafakur tentang Kehidupan
Dalam pandangan ahli hakikat, safar adalah waktu untuk merenungi makna kehidupan, tujuan penciptaan, dan perjalanan manusia menuju Allah. Ini selaras dengan perintah Al-Qur’an:”Maka tidakkah mereka bepergian di bumi sehingga mereka dapat menggunakan akal mereka?” (QS. Al-Hajj: 46)
 
9. Safar dari Diri Menuju Tuhan
Ahli makrifat menekankan bahwa safar sejati adalah perjalanan meninggalkan ego (nafs) dan sampai pada kesadaran bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah. Dalam pandangan ini, hamba mencapai fana (lebur) dalam kehendak-Nya.
 
10. Safar dalam Mahabbah (Cinta kepada Allah)
Safar yang paling tinggi adalah perjalanan cinta, di mana seorang hamba melakukan segala sesuatu karena cinta kepada Allah, bukan karena takut atau berharap imbalan. Cinta ini menjadi pendorong utama dalam perjalanan menuju-Nya.
 
Kesimpulan; Menurut ahli makrifat dan hakikat, safar bukan hanya perjalanan fisik tetapi simbol dari perjalanan spiritual seorang hamba menuju Allah. Safar melibatkan perjuangan melawan hawa nafsu, pencarian ilmu dan hikmah, serta peningkatan maqam-maqam ruhani. Pada akhirnya, safar sejati membawa seorang hamba menuju kesempurnaan dan perjumpaan dengan Allah.
 
Menurut ahli hakikat Syiah, safar (perjalanan) memiliki makna yang sangat mendalam dan tidak hanya terbatas pada perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang berfokus pada kedekatan dengan Allah dan pemahaman hakikat alam semesta. Dalam pandangan ini, safar adalah bagian dari perjalanan jiwa yang terus berkembang menuju kesempurnaan rohani. Berikut adalah 10 makna safar menurut ahli hakikat Syiah:
 
1. Safar sebagai Perjalanan Menuju Allah
Ahli hakikat Syiah memandang safar sebagai perjalanan spiritual menuju Allah. Perjalanan ini bukan hanya perjalanan fisik, tetapi perjalanan jiwa yang berusaha menjauh dari kesibukan duniawi dan mendekat kepada Tuhan. Dalam Tafsir al-Mizan oleh Allamah Thabathabai, safar dianggap sebagai perjalanan menuju ma’rifatullah (pengenalan kepada Allah).
 
2. Safar dari Diri Menuju Tuhan
Safar adalah perjalanan dari diri yang terikat oleh ego (nafs) menuju kesadaran akan Tuhan. Dalam ajaran Syiah, perjalanan ini berfokus pada pembersihan hati dan jiwa agar mencapai fana (lebur) dalam kehendak Allah. Imam Ali (as) pernah berkata:”Berjalanlah menuju Allah, meskipun langkahmu lambat.”
Makna dari ini adalah bahwa perjalanan menuju Allah memerlukan kesabaran dan ketulusan.
 
3. Safar sebagai Perjalanan Makrifat
Safar dalam pandangan ahli hakikat Syiah juga terkait dengan perjalanan makrifat (pengenalan hakiki). Ini adalah pencarian hakikat yang melampaui ilmu dan pengetahuan duniawi, menuju pengenalan yang mendalam tentang Allah, Rasulullah, dan Ahlul Bayt sebagai pintu untuk mengenal Allah. Imam Ali (as) menyatakan: “Barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.”
 
4. Safar dari Dunia Menuju Akhirat
Ahli hakikat Syiah melihat safar sebagai metafora perjalanan dari kehidupan duniawi yang fana menuju kehidupan abadi di akhirat. Perjalanan ini melibatkan pengorbanan diri dan melepaskan keterikatan duniawi. Imam Ali (as) juga mengajarkan bahwa dunia ini adalah tempat persinggahan, bukan tujuan akhir.
 
5. Safar sebagai Upaya Meninggalkan Nafsu
Safar dalam ajaran Syiah melibatkan perjuangan untuk mengalahkan hawa nafsu dan keinginan duniawi. Ini adalah perjalanan untuk menjadi lebih murni dan lebih dekat kepada Allah dengan melepaskan segala bentuk ketergantungan pada dunia. Dalam salah satu hadis, Imam Ali (as) berkata:”Sesungguhnya jihad yang paling besar adalah melawan hawa nafsu.”
 
6. Safar Menuju Maqam-Maqam Ruhani
Dalam pandangan Syiah, safar adalah perjalanan menuju maqam (tingkatan) ruhani yang lebih tinggi. Setiap safar melibatkan pencapaian spiritual yang membawa seseorang ke tingkat pengertian dan kedekatan yang lebih tinggi dengan Allah. Ini termasuk mencapai maqam ikhlas, maqam tawakkul, dan maqam ridha (keridhaan).
 
7. Safar sebagai Penyucian Diri
Safar dalam pandangan ahli hakikat Syiah juga dianggap sebagai cara untuk menyucikan diri. Proses ini melalui perjuangan batin untuk membersihkan hati dari kekotoran dosa dan keterikatan duniawi. Imam Ali (as) berkata:”Siapa yang berjalan menuju Allah, maka dia akan sampai, meskipun dia hanya melangkah perlahan.”
Ini menunjukkan bahwa proses penyucian diri membutuhkan kesabaran dan ketekunan.
 
8. Safar sebagai Pengalaman Cinta Ilahi
Safar dalam ajaran Syiah sering kali dilihat sebagai perjalanan menuju cinta yang sejati, yaitu cinta kepada Allah. Dalam perjalanan ini, seseorang merasakan kehadiran Allah dalam setiap langkah hidupnya, dan cinta kepada-Nya menjadi motivasi utama dalam perjalanan tersebut. Dalam Tafsir al-Mizan, Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa safar yang sejati adalah perjalanan spiritual yang didorong oleh cinta kepada Tuhan.
 
9. Safar untuk Menemukan Kehidupan yang Hakiki
Ahli hakikat Syiah juga memandang safar sebagai upaya untuk menemukan hakikat kehidupan yang sebenarnya. Dalam pandangan ini, kehidupan dunia hanya merupakan bayangan dari kehidupan yang lebih abadi di akhirat, dan safar adalah jalan untuk mencapai pemahaman ini. Imam Ali (as) pernah berkata:
“Sesungguhnya dunia adalah ladang untuk kehidupan akhirat.”
 
10. Safar Sebagai Wujud Ketaatan dan Pengabdian
Safar dalam ajaran Syiah adalah wujud ketaatan dan pengabdian kepada Allah. Setiap perjalanan, baik itu perjalanan fisik maupun batin, harus dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas, demi mencari ridha Allah. Safar ini mencerminkan proses mengabdi kepada Allah dengan seluruh jiwa dan raga.
 
Kesimpulan; Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, safar memiliki dimensi yang sangat dalam dan melampaui perjalanan fisik biasa. Ia adalah perjalanan jiwa yang membawa seseorang untuk meninggalkan duniawi, memperbaiki diri, dan semakin dekat kepada Allah. Safar dianggap sebagai sarana untuk mencapai kesempurnaan spiritual, pemahaman tentang hakikat kehidupan, dan pengenalan yang lebih mendalam tentang Allah dan Ahlul Bayt.
 
Dalam tradisi Syiah, safar (perjalanan) seringkali dikaitkan dengan kisah-kisah spiritual yang menggambarkan perjalanan rohani seorang hamba menuju Allah, serta perjuangan para nabi, imam, dan orang-orang saleh. Beberapa cerita penting dalam tradisi Syiah yang berkaitan dengan konsep safar ini melibatkan perjalanan fisik yang memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Berikut adalah beberapa kisah yang dapat menggambarkan makna safar menurut ajaran Syiah:
 
1. Safar Nabi Musa dan Khidr (a.s.)
Kisah ini terkenal dalam tradisi Syiah dan sering digunakan untuk menggambarkan safar dalam konteks pencarian ilmu dan makrifat. Dalam QS. Al-Kahfi (60-82), Nabi Musa (a.s.) melakukan perjalanan untuk menemui Khidr, seorang hamba Allah yang diberi ilmu yang luas. Nabi Musa ingin memperoleh ilmu yang lebih tinggi dari Allah, dan perjalanannya ini mengajarkan bahwa pengetahuan dan hikmah Allah sering kali tidak tampak dengan kasat mata, serta membutuhkan kerendahan hati untuk memahaminya.
 
Dalam tafsir Syiah, kisah ini menggambarkan safar spiritual, di mana seorang hamba yang ingin mencapai makrifatullah (pengenalan kepada Allah) harus meninggalkan kebodohan dan keterikatan duniawi, serta siap menghadapi ujian dan tantangan dalam perjalanan menuju kesempurnaan ilmu dan hikmah.
 
2. Hijrah Imam Ali (a.s.) ke Madinah
Perjalanan hijrah Imam Ali (a.s.) bersama Nabi Muhammad (s.a.w.) ke Madinah adalah contoh safar yang sangat penting dalam sejarah Islam, khususnya dalam tradisi Syiah. Saat itu, Imam Ali (a.s.) tidak hanya melakukan safar fisik, tetapi juga menunjukkan pengorbanan dan kesetiaannya kepada Rasulullah (s.a.w.), bahkan dengan rela menempati tempat tidur Rasul untuk mengelabui musuh yang ingin membunuh beliau.
 
Kisah ini sangat berharga dalam ajaran Syiah karena menunjukkan safar sebagai perjalanan menuju pengabdian total kepada Allah dan Rasul-Nya. Imam Ali (a.s.) dikenal dengan pengorbanannya yang besar, dan hijrah ini menandai dimulainya sebuah perjalanan besar dalam menyebarkan wahyu Allah dan mendirikan pemerintahan yang adil.
 
3. Perjalanan Imam Husain (a.s.) ke Karbala
Safar yang paling dikenal dalam tradisi Syiah adalah perjalanan Imam Husain (a.s.) ke Karbala, yang berakhir dengan syahadah (kesyahidan) beliau pada pertempuran di hari Asyura. Imam Husain (a.s.) melakukan perjalanan ke Karbala dengan tujuan menentang kezaliman dan mempertahankan ajaran Islam yang benar.
 
Imam Husain (a.s.) dan pengikutnya tidak hanya melakukan safar fisik, tetapi mereka juga menunjukkan safar spiritual yang penuh dengan pengorbanan. Mereka meninggalkan kehidupan yang nyaman untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan di jalan Allah, meskipun harus menghadapi penderitaan dan kematian. Kisah ini menjadi simbol kesetiaan kepada Allah dan perjuangan melawan ketidakadilan, serta menunjukkan betapa pentingnya kesucian niat dan tujuan dalam setiap perjalanan hidup.
 
4. Safar Spiritual Imam Ali Zainul Abidin (a.s.)
Imam Ali Zainul Abidin (a.s.), setelah tragedi Karbala, melakukan perjalanan spiritual yang mendalam melalui doa dan ibadah. Beliau dikenal dengan doa-doanya yang terkenal, yaitu Sahifah Sajjadiyah, yang merupakan kumpulan doa yang penuh dengan makna dan pengajaran spiritual. Dalam kondisi penuh penderitaan setelah kehilangan ayahandanya di Karbala, Imam Ali Zainul Abidin (a.s.) menjalani safar batin dengan mendekatkan diri kepada Allah dan mengajarkan umat untuk selalu mengingat Tuhan dalam setiap langkah hidup mereka.
 
5. Safar Imam Mahdi (a.s.) dalam Kehidupan Ghaib
Imam Mahdi (a.s.), menurut tradisi Syiah, menjalani safar ghaib (perjalanan tersembunyi) sejak usia muda hingga saat ini, di mana beliau tidak tampak oleh umat manusia, namun diyakini terus memantau keadaan umat dan akan kembali untuk menegakkan keadilan. Safar Imam Mahdi adalah perjalanan spiritual dalam menunggu waktu yang tepat untuk kemunculannya. Ini adalah perjalanan dalam kesabaran dan penerimaan terhadap takdir Allah, serta suatu pengingat bagi umat manusia untuk selalu siap menyambut kebenaran yang akan ditegakkan oleh beliau.
 
Kesimpulan; Kisah-kisah tersebut menggambarkan bahwa safar dalam pandangan Syiah bukan hanya sebuah perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang mengajarkan tentang pengorbanan, perjuangan di jalan Allah, pencarian ilmu, serta kesabaran dalam menghadapi ujian. Setiap safar yang dilakukan oleh para nabi, imam, dan orang-orang saleh memiliki dimensi batin yang sangat dalam, yang mengarah pada pengenalan akan hakikat Tuhan dan peningkatan kualitas jiwa untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
 
6. Perjalanan Imam Ali (a.s.) Menuju Kufa
Imam Ali (a.s.) memimpin umat Islam setelah peristiwa Perang Jamal dan Perang Siffin. Salah satu perjalanan penting dalam hidup beliau adalah perjalanan menuju Kufa untuk memimpin dan mendirikan pemerintahan yang adil. Perjalanan ini bukan hanya perjalanan fisik menuju Kufa, tetapi juga simbol dari perjuangan politik dan spiritual untuk menegakkan keadilan. Dalam safar ini, Imam Ali (a.s.) selalu menekankan pentingnya kebenaran, keadilan, dan pengabdian kepada Allah dalam memimpin umat. Perjalanan beliau mengingatkan kita akan pentingnya menegakkan keadilan meski harus menghadapi tantangan dan perpecahan.
 
7. Safar Imam Hasan (a.s.) dalam Perdamaian
Imam Hasan (a.s.) melakukan safar besar dalam perjuangannya untuk menjaga persatuan umat Islam setelah wafatnya Imam Ali (a.s.). Beliau memutuskan untuk berdamai dengan Muawiyah demi menghindari pertumpahan darah lebih lanjut antara umat Islam, meskipun ini berarti melepaskan hak kepemimpinannya. Safar spiritual Imam Hasan (a.s.) adalah perjalanan untuk mengutamakan perdamaian, pengorbanan demi keselamatan umat, serta menunjukkan bahwa keputusan yang diambil demi kepentingan umat meskipun harus menanggung penderitaan pribadi adalah langkah yang lebih besar dalam melindungi umat Islam.
 
8. Perjalanan Imam Ali al-Ridha (a.s.) ke Marv
Imam Ali al-Ridha (a.s.) melakukan safar panjang ketika beliau dipanggil oleh khalifah Abbasiyah, al-Ma’mun, untuk pindah ke Marv (sekarang wilayah Iran). Meskipun ini adalah perjalanan yang dipaksakan, Imam Ali al-Ridha (a.s.) menerima tantangan ini dan menunjukkan kedalaman spiritual beliau selama perjalanan tersebut. Safar ini mencerminkan bagaimana Imam al-Ridha (a.s.) tetap teguh dalam menyebarkan ajaran Islam dan memimpin umat dengan kebijaksanaan meski berada dalam keadaan yang sulit. Beliau dikenal dengan kedalaman ilmu dan karisma spiritual yang menjadikan beliau sebagai sumber petunjuk dalam perjalanan spiritual umat Islam.
 
9. Perjalanan Zainab (a.s.) ke Kufa dan Damaskus
Setelah tragedi Karbala, Siti Zainab (a.s.), saudara perempuan Imam Husain (a.s.), melakukan safar yang sangat berat. Beliau dibawa sebagai tawanan ke Kufa dan kemudian ke Damaskus. Dalam perjalanan ini, Siti Zainab (a.s.) menunjukkan keberanian, kekuatan, dan kepemimpinan yang luar biasa dalam menghadapi penghinaan dan penderitaan. Safar beliau tidak hanya perjalanan fisik tetapi juga perjalanan spiritual yang menegaskan kesetiaan kepada ajaran Allah, keberanian menghadapi tirani, dan pengorbanan dalam melanjutkan perjuangan Imam Husain (a.s.).
 
10. Safar Nabi Muhammad (s.a.w.) dan Isra’ Mi’raj
Kisah Isra’ dan Mi’raj adalah salah satu perjalanan spiritual terbesar dalam tradisi Islam yang juga sangat penting dalam pandangan Syiah. Dalam perjalanan Isra’ (perjalanan malam), Nabi Muhammad (s.a.w.) melakukan safar dari Masjid al-Haram di Mekkah menuju Masjid al-Aqsa di Yerusalem, diikuti dengan Mi’raj (kenaikan) ke langit, bertemu dengan Allah. Safar ini mengandung banyak makna, termasuk keutamaan dan kedudukan Rasulullah (s.a.w.) di sisi Allah, serta pengajaran bahwa perjalanan spiritual bukan hanya perjalanan fisik tetapi juga pemahaman tentang kedekatan hamba dengan Tuhan. Dalam tradisi Syiah, Isra’ Mi’raj dianggap sebagai tanda khusus dari kemuliaan dan hakikat perjalanan spiritual seorang nabi, dan sebagai petunjuk bagi umat Islam dalam menjalani perjalanan spiritual mereka sendiri.
 
Kesimpulan; Dengan tambahan lima kisah ini, kita melihat bahwa safar dalam tradisi Syiah bukan hanya perjalanan fisik, tetapi mencerminkan perjuangan dan pengorbanan dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ujian dan cobaan. Setiap perjalanan membawa makna yang lebih dalam, seperti kesabaran, pengorbanan, perjuangan untuk keadilan, serta pencarian kebenaran dan kedekatan dengan Allah. Safar dalam ajaran Syiah juga mengajarkan umat untuk terus melangkah menuju tujuan hakiki, yaitu pertemuan dengan Allah dan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna hidup dan akhirat.
 
Manfaat Safar (Perjalanan) dalam Perspektif Syiah
 
Safar, baik perjalanan fisik maupun spiritual, dalam ajaran Syiah memiliki banyak manfaat. Berikut adalah beberapa manfaat safar yang penting:
 
1. Mendekatkan Diri kepada Allah
Safar dapat menjadi sarana untuk memperdalam hubungan spiritual dengan Allah. Dalam perjalanan, baik itu perjalanan fisik maupun batin, seorang hamba diberi kesempatan untuk merenung, berdoa, dan bertafakur, yang membantu meningkatkan kedekatannya dengan Tuhan.
 
2. Pembersihan Jiwa
Perjalanan fisik dan spiritual seringkali membawa seseorang untuk menjauh dari kesibukan duniawi dan mengingat Allah. Ini adalah kesempatan untuk membersihkan diri dari dosa-dosa, memperbaiki niat, dan memperkuat keimanan.
 
3. Mengembangkan Kesabaran
Perjalanan sering kali melibatkan tantangan dan kesulitan. Dalam ajaran Syiah, kesulitan yang dihadapi selama safar dapat menjadi ujian yang meningkatkan kesabaran, yang merupakan salah satu nilai utama dalam Islam.
 
4. Pencarian Ilmu dan Hikmah
Safar sering kali membawa seseorang ke tempat baru dan memperkenalkan pengalaman baru. Dalam tradisi Syiah, perjalanan juga merupakan kesempatan untuk mencari ilmu dan hikmah dari para ulama, guru spiritual, atau bahkan pengalaman hidup itu sendiri.
 
5. Menguji Keteguhan Iman
Perjalanan menguji seseorang dalam menghadapi berbagai cobaan. Seorang yang bepergian dapat diuji dengan situasi yang mengharuskan dia untuk bersikap sabar dan tetap teguh dalam keimanan, yang menguatkan spiritualitasnya.
 
6. Meningkatkan Rasa Syukur
Selama safar, seseorang akan lebih menyadari nikmat Allah yang dia nikmati, baik itu kesehatan, keselamatan, maupun rezeki. Hal ini dapat meningkatkan rasa syukur kepada Allah.
 
7. Menjalin Hubungan Sosial
Safar juga memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, baik itu orang-orang baru di tempat tujuan ataupun sesama peziarah. Ini dapat meningkatkan rasa persaudaraan dan kebersamaan dalam komunitas Muslim.
 
Doa yang Disunnahkan Saat Safar
 
Di dalam tradisi Syiah, ada beberapa doa yang sangat dianjurkan saat melakukan safar, baik perjalanan fisik maupun spiritual, untuk mendapatkan berkah dan perlindungan dari Allah.
 
1. Doa Perjalanan (Doa Safar)
Doa ini dibaca untuk memohon perlindungan Allah selama perjalanan. Berikut adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai perjalanan:
‎اللّهُمّ إِنّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنا هَذَا البَرَاءَةَ مِنَ الشِّيطَانِ وَالْفَسَادِ وَالتَّوْبَةَ وَالرَّحْمَةَ وَالْحَسَنَاتِ وَرَفْعَةَ الدَرَجَاتِ
Allahumma inna nas’alu ka fi safarina hadha al-bara’ata min as-shaytani wal-fasadi wal-tawbata wal-rahmata wal-hasanati wa rafa’ati al-darajat.
“Ya Allah, kami memohon kepada-Mu dalam perjalanan ini keselamatan dari setan, kerusakan, pertobatan, rahmat, kebaikan, dan peningkatan derajat.”
 
2. Doa Nabi Muhammad (s.a.w.) untuk Perjalanan
Imam Ali (a.s.) juga dikenal memberikan doa ini, yang diajarkan oleh Nabi Muhammad (s.a.w.) untuk dibaca saat memulai safar:
‎اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعَثَاءِ السَّفَرِ وَكَرْبِ الْمَنْظَرِ وَسوءِ الْمُنقَلَبِ وَفِتْنَةِ الْمَسَاقِ وَمَا حَازَ فِي سَفَرٍ
Allahumma inni a’udzu bika min wa’atha as-safar wa karbi al-manzar wa suu’ al-munqalabi wa fitnati al-masaaqi wa ma haza fi safar.
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kebingungan pemandangan, buruknya peralihan, fitnah perjalanan, dan segala keburukan yang ada dalam perjalanan ini.”
 
3. Doa untuk Perlindungan Allah
Ini adalah doa singkat yang dianjurkan untuk dibaca sebelum memulai perjalanan, memohon perlindungan Allah:
‎اللّهُمَّ حَوِّلْ حَالَنَا إِلَى أَحْسَنِ حَالٍ
Allahumma hawwil halana ila ahsani hal.
“Ya Allah, ubahlah keadaan kami menjadi keadaan yang terbaik.”
 
4. Doa untuk Keamanan dan Perlindungan
Doa ini memohon perlindungan Allah dari segala bahaya selama perjalanan:
‎اللّهُمَّ إِنِّي تَوَكَّلتُ عَلَيْكَ فِي سَفَرِي وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ
Allahumma inni tawakkaltu alayka fi safari wa fawwadh tu amri ilayka.
“Ya Allah, aku bertawakal kepada-Mu dalam perjalananku dan aku menyerahkan segala urusanku kepada-Mu.”
 
5. Doa untuk Selamat Sampai Tujuan
Doa ini dibaca ketika sampai di tujuan, memohon keselamatan dan keberkahan dalam perjalanan:
‎اللّهُمَّ اجْعَلْ فِي سَفَرِي سَلاَمَتَكِ وَبَرَكَتَكَ وَرَحْمَتَكَ
Allahumma ajil fi safari salamataka wa barakataka wa rahmataka.
“Ya Allah, jadikanlah dalam perjalananku keselamatan, keberkahan, dan rahmat-Mu.”
 
Kesimpulan; Manfaat safar dalam tradisi Syiah bukan hanya terbatas pada perjalanan fisik, tetapi memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Safar adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperdalam makrifat, dan meningkatkan kesabaran serta keimanan. Doa-doa yang dibaca selama safar membantu melindungi seorang hamba dari bahaya dan kesulitan serta memohon perlindungan dan berkah Allah. Doa-doa ini juga mencerminkan sikap tawakkul (berserah diri kepada Allah) dan mengingatkan bahwa setiap perjalanan harus diiringi dengan kesadaran akan kehadiran Allah.
 
8. Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab
Perjalanan sering kali membawa seseorang ke tempat-tempat baru yang mengharuskan dia untuk bertindak lebih mandiri dan bertanggung jawab. Dalam konteks Syiah, safar mengajarkan bahwa perjalanan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas setiap langkah yang diambil. Setiap keputusan yang diambil dalam perjalanan harus sejalan dengan prinsip-prinsip keimanan dan kebenaran.
 
9. Menumbuhkan Kepedulian terhadap Sesama
Selama perjalanan, seseorang dapat berinteraksi dengan berbagai orang dari latar belakang yang berbeda. Dalam ajaran Syiah, ini mengajarkan untuk lebih peduli terhadap sesama umat manusia, berbagi kebaikan, dan membantu mereka yang membutuhkan, baik secara materi maupun secara spiritual.
 
10. Meningkatkan Rasa Syukur terhadap Karunia Allah
Saat melakukan safar, seseorang dapat merasakan nikmat Allah berupa keselamatan, kesehatan, serta rezeki yang diberikan sepanjang perjalanan. Ini meningkatkan rasa syukur dan mengingatkan kita akan pentingnya mempergunakan nikmat Allah dengan baik.
 
11. Pengalaman Baru yang Memperkaya Jiwa
Setiap perjalanan memberikan kesempatan untuk melihat dunia dengan perspektif yang berbeda, bertemu orang baru, dan mengalami kebudayaan atau cara hidup yang berbeda. Dalam tradisi Syiah, safar ini dipandang sebagai proses memperkaya jiwa dengan pengalaman baru yang dapat memperdalam makrifat dan wawasan spiritual.
 
12. Menyebarkan Kebaikan dan Dakwah
Safar bisa menjadi kesempatan untuk berdakwah dan menyebarkan kebaikan. Dalam perjalanan, seorang Muslim dapat berinteraksi dengan orang lain dan mengajarkan nilai-nilai Islam yang benar, seperti kasih sayang, keadilan, dan kesetaraan. Ini adalah bentuk dakwah yang tidak hanya dilakukan di rumah atau masjid, tetapi juga di luar rumah.
 
Doa-Doa yang Bisa Dibaca Selama Safar (Lanjutan)
6. Doa untuk Memulai Perjalanan
Doa ini memohon kepada Allah agar perjalanan dimulai dengan niat yang baik dan keselamatan:
‎اللّهُمَّ يَا مَالِكَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرَاضِينَ، يَا رَحْمَانَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اجْعَلْ لِي فِي سَفَرِي هَذَا النَّجَاةَ وَالْأَمَانَ
Allahumma ya malik as-samawati wal-ardhin, ya Rahman ad-Dunya wal-Akhirah, ajil li fi safari hadha an-najat wal-amana.
“Ya Allah, Wahai Pemilik langit dan bumi, Wahai Yang Maha Pengasih di dunia dan akhirat, jadikanlah dalam perjalanan ini keselamatan dan keamanan bagi diriku.”
 
7. Doa untuk Memohon Perlindungan dari Bahaya Perjalanan
Doa ini dibaca untuk memohon perlindungan Allah dari segala bahaya yang mungkin terjadi selama perjalanan:
‎اللّهُمَّ حَفِظْنِي فِي سَفَرِي وَتَوَجُّهِي إِلَيْكَ
Allahumma hafizni fi safari wa tawajuhiy ilayka.
“Ya Allah, peliharalah aku dalam perjalanan ini dan arahkan aku menuju-Mu.”
 
8. Doa untuk Keselamatan Keluarga yang Ditinggalkan
Doa ini dibaca agar keluarga yang ditinggalkan selama safar dilindungi dan diberikan keselamatan:
‎اللّهُمَّ احْفَظْ أَهْلِي وَذَرِيَّتِي وَاجْعَلْهُمْ فِي رَحْمَتِكَ وَحِفْظِكَ
Allahumma ahfaz ahli wa dhurriyati wa ajilhum fi rahmatika wa hifzika.
“Ya Allah, peliharalah keluargaku dan keturunanku, dan jadikan mereka dalam rahmat-Mu dan perlindungan-Mu.”
 
9. Doa untuk Ketenangan Jiwa Selama Perjalanan
Doa ini memohon ketenangan hati dan jiwa selama melakukan safar:
‎اللّهُمَّ اجْعَلْ قَلْبِي فِي سَلاَمَةٍ وَرَحَةٍ فِي سَفَرِي
Allahumma ajil qalbi fi salamata wa rahatin fi safari.
“Ya Allah, jadikanlah hatiku dalam keadaan damai dan tenang dalam perjalanan ini.”
 
10. Doa untuk Kemudahan Perjalanan
Doa ini dibaca agar perjalanan menjadi mudah dan lancar tanpa hambatan:
‎اللّهُمَّ سَهِّلْ لِي سَفَرِي وَرَجِّحْ لِي فِي رَحْلَتِي
Allahumma sahil li safari wa rajjih li fi rahalati.
“Ya Allah, mudahkan perjalananku dan permudahkan perjalanan ini bagiku.”
 
Kesimpulan; Manfaat safar dalam ajaran Syiah sangat luas, meliputi pengembangan spiritual, kesabaran, peningkatan hubungan dengan Allah, dan pencarian ilmu. Selain itu, doa-doa yang dianjurkan selama safar mengajarkan pentingnya tawakkul (berserah diri kepada Allah), perlindungan, dan keamanan dalam setiap langkah perjalanan, baik itu fisik maupun spiritual. Dengan doa yang tulus dan niat yang baik, safar dapat menjadi sarana untuk mendapatkan berkah dan kedekatan dengan Allah.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment