Kolom: Makna Innaa lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji’un

Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” adalah ayat dalam Al-Qur’an yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 156. Kalimat ini sering diucapkan oleh umat Muslim ketika mendengar kabar duka atau saat mengalami musibah, karena memiliki makna mendalam dalam Islam. Berikut makna yang dapat diambil dari kalimat ini:
1.Pengakuan Kepemilikan Allah
“Innaa lillahi” berarti “Sesungguhnya kami milik Allah.” Artinya, kita mengakui bahwa kita dan segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah.
2.Kesadaran Akan Keterbatasan Manusia ; Kalimat ini mengingatkan bahwa manusia hanya sementara di dunia ini, dan segala yang ada di dunia ini juga fana.
3.Keikhlasan dalam Menerima Takdir ; Dengan mengucapkan kalimat ini, seseorang berusaha untuk menerima ketetapan Allah, baik berupa kebahagiaan maupun musibah.
4.Mengingatkan Akan Kehidupan Akhirat ;”Wa innaa ilaihi rooji’un” berarti “dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya.” Ini menjadi pengingat bahwa ada kehidupan setelah mati, yaitu kehidupan di akhirat.
5.Menenangkan Hati di Saat Kesedihan ; Mengucapkan kalimat ini diharapkan dapat memberi ketenangan bagi hati yang berduka karena mengingatkan bahwa semua hal yang terjadi adalah atas izin dan kehendak Allah.
6.Mengajarkan Tawakkal (Berserah Diri) ; Ucapan ini merupakan bentuk penyerahan diri kepada Allah, yang menunjukkan tawakkal bahwa Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita.
7.Memberi Harapan di Tengah Kesulitan ; Kalimat ini memberi harapan bahwa di balik setiap musibah pasti ada hikmah atau kebaikan yang tersembunyi.
8.Meningkatkan Ketakwaan
Dengan menyadari bahwa kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya, kita terdorong untuk lebih bertakwa dan menjalankan perintah-Nya.
9.Sebagai Penghibur Saat Kehilangan ; Ketika kehilangan sesuatu atau seseorang yang dicintai, kalimat ini mengajarkan untuk bersabar dan ingat bahwa semua yang hilang akan kembali kepada Allah.
10.Mengingatkan Agar Tidak Terlalu Cinta Dunia ; Ucapan ini mengajarkan bahwa segala yang kita miliki di dunia adalah titipan sementara dan akan kembali kepada Sang Pemilik, yaitu Allah.
Kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 156. Secara lengkap, ayat tersebut berbunyi:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Alladziina idzaa ashaabat-hum mushiibatun qaaluu innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”
“Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali.’”
Ayat ini memberikan panduan bagi orang beriman dalam menghadapi musibah atau kesulitan. Berikut penjelasan berdasarkan makna yang terkandung dalam ayat tersebut:
1.Penerimaan atas Ketetapan Allah ; Dalam konteks ayat ini, mengucapkan kalimat tersebut adalah bentuk penerimaan dan pengakuan terhadap ketetapan Allah, mengingat bahwa segala yang ada di dunia ini, termasuk diri kita, adalah milik Allah.
2.Menghargai Hikmah di Balik Musibah ; Ayat ini mengajarkan bahwa setiap musibah atau cobaan adalah ujian dari Allah yang bisa mengandung hikmah, yang sering kali baru dapat dipahami setelah waktu berlalu.
3.Pengingat Kembali kepada Allah ; Frasa “wa innaa ilaihi raaji’uun” (dan kepada-Nya kita akan kembali) mengingatkan kita bahwa segala sesuatu akan kembali kepada Allah. Ini memperkuat keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati.
4.Pahala untuk Kesabaran
Pada ayat berikutnya, Al-Qur’an menjanjikan pahala besar bagi orang yang bersabar dalam menghadapi musibah. Surah Al-Baqarah ayat 157 menyebutkan, “Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
5.Bentuk Tawakkal dan Keikhlasan ; Mengucapkan kalimat ini bukan sekadar kata-kata, tapi mengandung tawakkal (berserah diri) dan keikhlasan atas segala ketentuan Allah.
6.Menjaga Keteguhan Iman
Ayat ini juga mengajarkan agar orang beriman tetap teguh dalam keyakinan mereka dan tidak mudah tergoyahkan oleh ujian dunia.
7.Menguatkan Keimanan dalam Menghadapi Ujian ; Kalimat ini membantu kita untuk menguatkan keimanan saat dihadapkan pada ujian atau kesulitan. Al-Qur’an mengajarkan bahwa orang beriman pasti akan diuji (QS. Al-Baqarah: 155), dan ucapan ini adalah cara untuk tetap teguh dalam keimanan.
8.Mengajarkan Ketenangan Hati
Dengan mengingat bahwa semua yang kita miliki adalah milik Allah, seseorang belajar untuk lebih tenang dalam menerima kehilangan atau cobaan karena yakin bahwa semuanya berada dalam kendali Allah. Rasa tenang ini datang dari keyakinan bahwa Allah memiliki rencana terbaik bagi hamba-Nya.
9.Menggugah Rasa Syukur
Ketika mengucapkan kalimat ini dalam menghadapi musibah, kita diingatkan untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Karena musibah juga mengingatkan betapa banyak nikmat Allah yang sering kali terlupakan saat kita berada dalam keadaan senang.
10.Mengajarkan Empati dan Solidaritas Sosial ; Kalimat ini juga mengajarkan bahwa ketika melihat orang lain yang terkena musibah, kita seharusnya mendoakan mereka dan memberikan dukungan. Ini menjadi bagian dari solidaritas dan kasih sayang antarsesama, serta meningkatkan rasa persaudaraan dalam Islam. Jadi, kalimat ini bukan hanya untuk diucapkan saat musibah, tetapi juga membawa hikmah bagi umat Muslim dalam menjalani hidup dengan ikhlas, sabar, dan penuh pengharapan kepada Allah.
Hadis dari Sunni dan Syiah
Dalam pandangan Islam Sunni maupun Syiah, kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” memiliki tempat istimewa sebagai ungkapan ikhlas dan berserah diri kepada Allah ketika menghadapi musibah atau cobaan. Berikut beberapa penjelasan dan hadis dari kedua mazhab mengenai makna dan penggunaan kalimat ini.
Menurut Hadis Sunni ; Dalam hadis-hadis Sunni, kalimat ini disebutkan sebagai bentuk dzikir dan doa yang harus diucapkan setiap kali seorang Muslim mengalami musibah atau kehilangan. Beberapa hadis menunjukkan bagaimana Rasulullah ﷺ mengajarkan kalimat ini untuk memberi ketenangan dan menguatkan keimanan seseorang dalam menghadapi cobaan.
1.Hadis Riwayat Muslim
Dari Ummu Salamah, istri Nabi ﷺ, ketika suaminya meninggal dunia, Nabi ﷺ mengajarkannya untuk mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un, Allahumma ajirni fi musibati wakhluf lii khayram minha.”
(Artinya: “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantilah dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya.”) Dalam riwayat ini, Ummu Salamah kemudian mendapatkan pengganti yang lebih baik, yaitu Rasulullah ﷺ sebagai suaminya, yang menunjukkan bagaimana kesabaran dan ikhlas dalam menghadapi musibah mendatangkan kebaikan.
2.Hadis Riwayat Bukhari
Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang Muslim ditimpa musibah lalu ia mengucapkan apa yang diperintahkan Allah, ‘Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un,’ melainkan Allah akan mengganti dengan yang lebih baik.” Hadis ini mengajarkan bahwa bagi seorang Muslim yang bersabar dan mengucapkan kalimat ini, Allah akan menggantikan musibah tersebut dengan sesuatu yang lebih baik.
Menurut Hadis Syiah ; Dalam tradisi Syiah, kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” juga sangat dihormati dan digunakan untuk menunjukkan keikhlasan, terutama saat berduka dan menghadapi ujian. Ahlul Bait, keluarga Nabi ﷺ, memberikan penekanan kuat pada kesabaran dan pengharapan kepada Allah dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.
1.Nasihat Imam Ali bin Abi Thalib
Imam Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu Nabi ﷺ, dalam kitab Nahjul Balaghah, sering kali memberikan nasihat untuk selalu bersabar dalam musibah dengan mengingatkan kalimat ini. Imam Ali mengajarkan bahwa dunia ini adalah tempat ujian, dan kita adalah milik Allah yang akan kembali kepada-Nya, sehingga musibah seharusnya mendekatkan kita pada Allah.
2.Riwayat dari Imam Ja’far Ash-Shadiq ; Imam Ja’far Ash-Shadiq, imam keenam dalam tradisi Syiah, mengatakan bahwa setiap kali seorang Mukmin diuji dengan kesulitan atau kehilangan, dia seharusnya mengucapkan kalimat ini. Beliau juga mengajarkan bahwa kalimat ini membantu meningkatkan keikhlasan dan mengingatkan kita pada kefanaan dunia.
3.Hadis tentang Musibah Karbala ; Dalam peristiwa Karbala, ketika cucu Nabi ﷺ, Imam Husain as dan keluarganya menghadapi penderitaan besar, kalimat ini menjadi penghibur dan doa bagi para pengikut dan keluarga beliau. Ajaran ini menekankan bahwa setiap penderitaan yang dialami adalah bagian dari ujian yang mengingatkan manusia akan pengembalian segala sesuatu kepada Allah.
4.Doa Ziarah Asyura
Dalam doa Ziarah Asyura, yang banyak dibaca oleh kaum Syiah untuk memperingati tragedi Karbala, terdapat anjuran untuk bersabar dengan mengingatkan diri bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ini adalah bagian dari ajaran untuk memperkuat iman dan kesabaran di tengah cobaan hidup.
1.Hadis Riwayat Tirmidzi
Dari Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika seorang hamba ditimpa musibah, lalu dia mengucapkan ‘Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un. Ya Allah, berilah aku pahala atas musibah ini dan gantikanlah yang lebih baik darinya,’ niscaya Allah akan memberinya pahala dalam musibah itu dan memberinya ganti yang lebih baik darinya.” Hadis ini mengajarkan umat Islam untuk mengucapkan doa tersebut setiap kali ada musibah, dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan kebaikan sebagai pengganti.
2.Hadis Riwayat Ahmad
Dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang ketika ditimpa musibah mengucapkan ‘Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un,’ kemudian berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku petunjuk dalam musibahku ini, gantilah dengan yang lebih baik,’ maka Allah akan menggantikan musibah tersebut dengan sesuatu yang lebih baik. Dalam hadis ini, Nabi ﷺ mengajarkan bahwa mengucapkan kalimat tersebut akan mendatangkan bimbingan dari Allah serta pengganti yang lebih baik, yang bisa berupa ketenangan atau sesuatu yang lebih baik dari yang hilang.
3.Hadis Riwayat Ibnu Majah
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang mukmin mengucapkan ‘Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un’ saat musibah menimpanya, melainkan Allah akan memberikan ganti atas musibah tersebut.” Hadis ini menunjukkan bahwa Allah akan selalu memberikan ganti atau kemudahan bagi mereka yang bersabar dan mengingat-Nya dengan mengucapkan kalimat ini saat ditimpa musibah.
Hadis-hadis ini, baik dalam sumber-sumber Sunni maupun Syiah, menunjukkan betapa kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” bukan hanya penghibur, tetapi juga doa yang dapat mendatangkan ketenangan dan pahala bagi mereka yang mengucapkannya dengan penuh keikhlasan dan keimanan.
Para mufassir (ahli tafsir) memberikan penjelasan mendalam tentang makna dan hikmah dari kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” dalam Surah Al-Baqarah ayat 156. Ayat ini dikenal sebagai salah satu ayat yang sering dikutip untuk menunjukkan sikap tawakkal, ikhlas, dan sabar dalam menghadapi musibah. Berikut adalah beberapa pandangan mufassir mengenai ayat ini:
1.Tafsir Ibnu Katsir
Menurut Ibnu Katsir, frasa “Innaa lillahi” (sesungguhnya kami milik Allah) berarti bahwa seluruh manusia dan segala sesuatu yang mereka miliki berasal dari Allah dan merupakan milik-Nya. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kalimat ini menanamkan kesadaran bahwa Allah memiliki hak penuh atas ciptaan-Nya, dan apapun yang diambil dari kita pada hakikatnya adalah milik-Nya. Frasa “wa innaa ilaihi rooji’un” (dan kepada-Nya kami kembali) menjadi pengingat akan kehidupan akhirat, bahwa setiap manusia akan kembali kepada Allah dan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
2.Tafsir Al-Qurtubi
Al-Qurtubi menekankan bahwa kalimat ini bukan sekadar ucapan biasa saat musibah, tetapi merupakan bentuk ibadah dan pengakuan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah. Beliau menjelaskan bahwa kalimat ini memiliki keutamaan dalam menenangkan hati dan mendorong kesabaran dalam menghadapi cobaan. Dengan mengucapkan kalimat ini, seseorang mengakui kelemahannya sebagai manusia dan menyatakan penyerahan diri kepada Allah. Al-Qurtubi juga menekankan pentingnya memahami makna ucapan ini dan bukan hanya sekadar mengucapkannya sebagai bentuk formalitas.
3.Tafsir Ath-Thabari
Ath-Thabari menyebutkan bahwa ayat ini turun sebagai pedoman bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai bentuk ujian, baik kehilangan, musibah, maupun penderitaan. Menurut Ath-Thabari, kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” mengajarkan bahwa sikap yang benar saat ditimpa musibah adalah dengan mengingat bahwa segala sesuatu adalah titipan dari Allah. Ia juga menekankan bahwa ucapan ini adalah cara untuk menunjukkan penerimaan atas ketetapan-Nya dan mengingatkan bahwa tujuan akhir manusia adalah kembali kepada Allah.
4.Tafsir Al-Baidhawi
Al-Baidhawi memandang kalimat ini sebagai cara seorang mukmin menunjukkan tawakkal sepenuhnya pada Allah. Menurutnya, kalimat ini merupakan pengingat bahwa manusia memiliki keterbatasan, dan apapun yang terjadi adalah atas kehendak Allah. Al-Baidhawi menafsirkan frasa “wa innaa ilaihi rooji’un” sebagai sebuah deklarasi iman bahwa hidup ini adalah perjalanan sementara dan setiap jiwa akan kembali kepada Sang Pencipta untuk menerima balasan atas amalnya.
5.Tafsir Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Qur’an
Sayyid Qutb dalam tafsirnya “Fi Zhilalil Qur’an” menekankan bahwa kalimat ini adalah pelajaran penting bagi umat Islam untuk memahami sifat dunia yang fana dan menanamkan dalam diri mereka bahwa kebahagiaan sejati ada di akhirat. Sayyid Qutb melihat bahwa ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” membangun kesadaran ruhani bahwa musibah adalah bagian dari takdir Allah untuk menguji kesabaran, keikhlasan, dan ketabahan seorang mukmin.
Para mufassir ini sepakat bahwa kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” membawa pesan mendalam untuk menunjukkan kesabaran, ketawakkalan, dan pengakuan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah. Ini merupakan bagian dari ujian hidup yang seharusnya diterima dengan hati yang tenang, sebagai bentuk pengabdian kepada Allah.
Dalam tafsir dari perspektif Syiah, para mufassir memberikan pemahaman yang mendalam tentang kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” dalam konteks kesabaran, tawakkal, dan pemahaman bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Berikut adalah beberapa penafsiran dari mufassir Syiah yang dikenal dalam kajian tafsir:
1.Tafsir Al-Mizan karya Allamah Thabathabai ; Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” mengandung pengakuan bahwa segala sesuatu, termasuk kehidupan dan kematian, berada dalam kekuasaan Allah. Ia menafsirkan bahwa frasa ini mengajarkan manusia untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah ketika menghadapi cobaan dan musibah. Allamah Thabathabai menekankan bahwa mengucapkan kalimat ini bukan sekadar formalitas, tetapi harus disertai dengan keyakinan mendalam bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah yang mengandung hikmah, meskipun tidak selalu terlihat oleh manusia.
2.Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn karya Syaikh Ali bin Ibrahim Al-Qummi
Syaikh Ali bin Ibrahim Al-Qummi dalam Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn menyebutkan bahwa ayat ini merupakan bentuk bimbingan bagi kaum mukminin untuk bersabar saat ditimpa musibah, dengan mengingatkan mereka bahwa mereka semua adalah milik Allah. Menurut Al-Qummi, frasa ini menanamkan kesadaran bahwa hidup dan segala yang ada di dunia ini adalah sementara, dan tujuan sejati manusia adalah kembali kepada Allah. Ia juga menekankan bahwa ayat ini mengajarkan umat untuk tidak terikat secara berlebihan kepada dunia dan harta benda, melainkan memfokuskan hati kepada Allah dan kehidupan akhirat.
3.Tafsir As-Safi karya Mulla Faid Al-Kasyani ; Mulla Faid Al-Kasyani dalam Tafsir As-Safi menekankan bahwa kalimat ini mengingatkan manusia akan kebesaran Allah dan posisi mereka sebagai hamba yang bergantung kepada-Nya. Menurut Al-Kasyani, ucapan ini adalah bentuk keikhlasan dan kerelaan atas apa yang sudah Allah tetapkan, terutama ketika seseorang kehilangan sesuatu atau mengalami kesulitan. Al-Kasyani juga menyebut bahwa kalimat ini sejalan dengan ajaran Ahlul Bait, yang mengajarkan umat untuk bersikap sabar dan ikhlas dalam menghadapi berbagai ujian, dengan keyakinan bahwa Allah akan mengganti musibah dengan sesuatu yang lebih baik di akhirat.
4.Tafsir Al-Burhan karya Sayyid Hashim Al-Bahrani : Sayyid Hashim Al-Bahrani dalam Tafsir Al-Burhan menjelaskan bahwa “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” adalah salah satu cara untuk merespon musibah dengan keimanan dan keteguhan hati. Menurut Al-Bahrani, frasa ini adalah pengingat bahwa manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya, dan itu mengurangi rasa kehilangan karena kesadaran bahwa setiap musibah adalah ujian untuk mendekatkan manusia kepada Allah. Al-Bahrani juga menambahkan bahwa dengan mengucapkan kalimat ini, seseorang dapat menggapai rahmat dan keberkahan Allah dalam menghadapi setiap ujian.
5.Tafsir Al-Amthal karya Ayatullah Nasir Makarim Shirazi
Ayatullah Makarim Shirazi dalam Tafsir Al-Amthal mengungkapkan bahwa kalimat ini mengajarkan kepada seorang Muslim untuk berserah diri dalam menghadapi takdir Allah, dengan pemahaman bahwa dunia ini adalah tempat ujian. Ayatullah Shirazi menafsirkan bahwa “Innaa lillahi” menunjukkan kepemilikan mutlak Allah atas segala sesuatu, sementara “wa innaa ilaihi rooji’un” mengingatkan bahwa setiap jiwa akan kembali kepada-Nya dan dipertanggungjawabkan atas amal perbuatannya. Beliau menekankan bahwa dengan kesadaran ini, seorang mukmin dapat menerima musibah dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan ganjaran dari Allah.
Para mufassir Syiah ini sependapat bahwa “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” adalah pernyataan iman yang penuh kesadaran bahwa setiap kejadian adalah bagian dari rencana Allah. Mereka menekankan bahwa kalimat ini harus diucapkan dengan ikhlas dan pengertian yang mendalam, sebagai bentuk penerimaan atas ketetapan Allah dan persiapan untuk kembali kepada-Nya di akhirat.
Menurut para ahli makrifat (pengetahuan batin) dan hakikat (kebenaran mendalam dalam tasawuf), kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” memiliki makna yang sangat dalam, yang melampaui pemahaman literal. Ucapan ini dianggap sebagai pengingat dan pintu untuk mengenal hakikat keberadaan manusia, hubungan dengan Tuhan, serta kesadaran tentang asal dan tujuan akhir perjalanan spiritual.
Berikut adalah beberapa pandangan dari perspektif makrifat dan hakikat tentang kalimat ini:
1.Kesadaran tentang Asal-usul dan Hakikat Diri ; Para ahli makrifat berpendapat bahwa frasa “Innaa lillahi” (Sesungguhnya kami milik Allah) mengajarkan kesadaran bahwa manusia, jiwa, dan segala yang ada hanyalah milik Allah. Dalam pandangan ini, manusia tidak memiliki eksistensi independen atau berdiri sendiri; keberadaan mereka sepenuhnya berasal dari dan bergantung pada Allah. Innaa lillahi adalah pernyataan tentang fana’ atau kefanaan—bahwa pada hakikatnya, diri manusia tidak memiliki apa-apa dan hanyalah titipan dari Allah. Dengan menyadari hal ini, seseorang akan memahami bahwa segala sesuatu dalam kehidupan, termasuk diri mereka sendiri, adalah sementara dan fana.
2.Kembali kepada Allah sebagai Tujuan Spiritual ; Frasa “wa innaa ilaihi rooji’un” (dan kepada-Nya kami kembali) adalah pengingat akan perjalanan spiritual untuk kembali kepada Sang Pencipta. Bagi para sufi dan ahli makrifat, kalimat ini menekankan baqa’ billah, yaitu keberadaan yang sejati hanya bisa dicapai melalui Allah, dan tujuan hidup adalah kembali ke asal-usul ilahi. Perjalanan kembali kepada Allah bukan hanya di akhirat, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang bisa dicapai di dunia melalui pengembangan kesadaran, ketulusan, dan makrifat (pengetahuan mendalam tentang Allah). Para ahli hakikat menganggap bahwa ucapan ini adalah panggilan untuk terus memperbaiki diri, melatih jiwa, dan menghapus sifat-sifat negatif agar semakin dekat dengan hakikat ilahi.
3.Ikhlas dan Penyerahan Diri yang Sempurna ; Dalam makrifat, “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” adalah ungkapan dari penyerahan diri yang total dan ikhlas. Para ahli hakikat melihat kalimat ini sebagai puncak ketundukan dan penerimaan atas kehendak Allah. Ketika seseorang mengucapkan kalimat ini dengan sepenuh hati, mereka sebenarnya sedang melatih diri untuk melepas keterikatan terhadap dunia dan melepaskan keinginan pribadi. Ini adalah pernyataan bahwa setiap peristiwa, baik atau buruk, adalah bagian dari ketentuan Allah yang harus diterima dengan sepenuh hati. Sikap ikhlas ini melatih seseorang untuk tidak hanya bersabar dalam musibah, tetapi juga untuk tidak terlalu terikat pada kenikmatan dunia, karena semua itu hanyalah bagian dari ujian dan sementara.
4.Menjadi Sadar Akan Kehadiran Allah di Setiap Momen Hidup
Para ahli makrifat juga melihat bahwa kalimat ini mengingatkan manusia untuk selalu sadar akan kehadiran Allah di setiap detik kehidupan. Dengan memahami “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”, seseorang akan senantiasa menyadari bahwa segala sesuatu terjadi dalam kehendak-Nya, dan bahwa segala kejadian memiliki tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Ini mendorong manusia untuk terus-menerus berada dalam kondisi dzikir (mengingat Allah) dan muraqabah (pengawasan diri di bawah pengawasan Allah). Ketika menghadapi kesulitan atau kebahagiaan, orang yang telah mencapai makrifat akan selalu melihat setiap peristiwa sebagai sarana untuk mengenal Allah lebih dekat.
5.Pemahaman Tentang Hakikat Kehidupan Dunia ; Para ahli hakikat menafsirkan kalimat ini sebagai panduan untuk tidak terikat pada dunia atau harta benda, karena dunia ini adalah fana. Kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” membawa seseorang pada pemahaman bahwa kehidupan dunia hanyalah persinggahan, dan segala sesuatu yang dimiliki hanyalah titipan. Dengan menyadari hal ini, seseorang dapat mencapai kedamaian batin dan tidak terguncang oleh kehilangan, karena mereka memahami bahwa hakikat hidup ini adalah persiapan untuk kehidupan abadi di sisi Allah.
Kesimpulan ; Dalam pandangan makrifat dan hakikat, “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” bukan hanya kalimat yang diucapkan saat musibah, tetapi juga kunci untuk memahami hakikat keberadaan dan hubungan dengan Allah. Kalimat ini mengandung pelajaran mendalam tentang kefanaan diri, perjalanan menuju Allah, sikap ikhlas, dan kesadaran penuh akan kehadiran Allah dalam kehidupan. Ini adalah pengingat bahwa tujuan akhir hidup adalah kembali kepada Allah dengan jiwa yang tenang dan penuh iman.
Para ahli makrifat dan hakikat dalam tradisi Syiah memiliki pandangan yang mendalam mengenai kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” sebagai ungkapan yang bukan hanya terkait dengan kesabaran menghadapi musibah, tetapi juga mencakup prinsip spiritual dalam mendekatkan diri kepada Allah dan memahami hakikat kehidupan. Berikut adalah beberapa pandangan dari perspektif makrifat Syiah tentang kalimat ini:
1.Kesadaran Ketuhanan dan Kefanaan Diri ; Dalam pandangan para arif (ahli makrifat) Syiah, seperti Sayyid Haydar Amuli dan Mulla Sadra, kalimat “Innaa lillahi” (sesungguhnya kami milik Allah) adalah pengakuan akan kefanaan (fana’) manusia. Manusia, menurut mereka, tidak memiliki keberadaan mandiri, karena seluruh eksistensi dan hakikat manusia berasal dari Allah. Frasa ini menegaskan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, dan manusia hanyalah manifestasi dari kehendak-Nya. Ketika seseorang mengucapkan kalimat ini, ia sebenarnya sedang menanamkan kesadaran bahwa hidupnya adalah titipan dan setiap bagian dari dirinya adalah milik Allah, sehingga tidak seharusnya merasa memiliki secara mutlak.
2.Perjalanan Spiritual Kembali kepada Allah ; Para ahli makrifat Syiah, termasuk Allamah Thabathabai, menekankan bahwa frasa “wa innaa ilaihi rooji’un” (dan kepada-Nya kami kembali) adalah ajakan untuk memulai perjalanan spiritual menuju Allah. Mereka mengajarkan bahwa tujuan hidup sejati adalah menuju kepada Allah dengan mengembangkan sifat-sifat yang sesuai dengan kehendak-Nya. Dalam konteks ini, perjalanan kembali kepada Allah bukan hanya terkait dengan kematian fisik, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang dapat dicapai di dunia. Setiap musibah dan ujian yang datang adalah peluang untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyucikan jiwa dari ketergantungan duniawi. Dengan begitu, seseorang dapat merasakan kedekatan kepada Allah dan mencapai kondisi baqa’ billah (kekal dalam Allah).
3.Penyerahan Diri yang Sempurna (Tawakkul dan Ikhlas)
Dalam ajaran Ahlul Bait, kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” mengandung makna tawakkul (penyerahan total kepada Allah) dan ikhlas (ketulusan hati). Para ahli hakikat Syiah, seperti Imam Khomeini dalam karyanya tentang tasawuf, menjelaskan bahwa kalimat ini mengajarkan kita untuk melepaskan segala keterikatan duniawi. Dengan menanamkan kesadaran bahwa semua adalah milik Allah, seseorang diajak untuk bersikap ikhlas menerima ketetapan Allah. Imam Khomeini menegaskan bahwa dengan penerimaan sepenuhnya terhadap qadha dan qadar Allah, manusia akan mencapai ketenangan batin dan menghilangkan rasa kecewa yang berlebihan terhadap dunia.
4.Melatih Diri untuk Menyadari Kehadiran Allah (Muraqabah dan Dzikir) ; Para arif Syiah menganggap bahwa “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” adalah sarana untuk melatih diri agar selalu sadar akan kehadiran Allah di setiap momen. Kalimat ini membawa seseorang ke dalam muraqabah (pengawasan diri dengan selalu mengingat bahwa Allah menyaksikan setiap tindakan). Bagi para sufi Syiah, hidup dengan kesadaran akan Allah adalah inti dari makrifat, di mana seseorang mampu merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Dengan mengucapkan kalimat ini, manusia berlatih untuk melihat segala sesuatu sebagai bagian dari kehendak Allah, sehingga ia tetap tenang dan fokus pada tujuan akhir, yaitu Allah.
5.Pemahaman Hakikat Dunia yang Sementara ; Para ahli makrifat Syiah juga menafsirkan kalimat ini sebagai pengingat bahwa dunia adalah sementara dan segala sesuatu di dalamnya tidak memiliki hakikat yang abadi. Tokoh-tokoh seperti Mulla Sadra menekankan konsep ‘alam mitsal (dunia sebagai bayangan atau gambaran) untuk menekankan bahwa segala sesuatu di dunia ini hanyalah refleksi dari keindahan ilahi, dan manusia tidak boleh terlalu terikat padanya. Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un menjadi pengingat untuk tidak mencintai dunia secara berlebihan, melainkan menjadikannya sarana menuju cinta sejati, yaitu cinta kepada Allah.
6.Kembali Kepada Allah dalam Makna yang Lebih Dalam ; Bagi para ahli hakikat Syiah, kalimat “wa innaa ilaihi rooji’un” mengandung makna yang lebih dari sekadar kembali secara fisik kepada Allah setelah mati. Ini juga berarti kembali kepada keadaan fitrah, yaitu keadaan asal manusia yang suci dan dekat dengan Allah. Menurut pandangan Syiah, manusia diciptakan dengan fitrah yang bersih, dan tugasnya di dunia ini adalah untuk menjaga dan menyempurnakan fitrah tersebut hingga kembali kepada Allah dalam keadaan yang lebih baik dan suci. Dengan mengingat kalimat ini, seseorang berupaya untuk selalu menjaga kemurnian hati dan menghindari sifat-sifat yang dapat menjauhkannya dari Allah.
Kesimpulan ; Para ahli makrifat Syiah menafsirkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” sebagai ajaran yang membawa seseorang pada kesadaran penuh bahwa ia adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Kalimat ini mencakup prinsip-prinsip kefanaan, ikhlas, penyerahan diri, dan perjalanan spiritual untuk mencapai kedekatan dengan Allah. Dengan pemahaman yang mendalam atas kalimat ini, seorang mukmin diajak untuk hidup dengan kesadaran batin yang tinggi, menjadikan segala peristiwa sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa tujuan akhir hidup adalah kembali kepada-Nya dengan jiwa yang suci.
Cerita dan kisah yang terkait dengan kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali) yang menunjukkan makna dan pelajaran dari ungkapan ini dalam konteks kehidupan sehari-hari serta ajaran Islam.
1. Kisah Musibah yang Diterima dengan Sabar
Salah satu kisah yang terkenal adalah kisah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Salamah. Ketika istri beliau, Ummu Salamah, kehilangan suaminya, beliau merasakan kesedihan yang mendalam. Namun, saat mendengar kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” diucapkan, ia teringat akan pentingnya bersikap sabar dan ikhlas dalam menghadapi musibah. Dia menguatkan diri dan mengatakan kalimat tersebut sebagai ungkapan penerimaan atas takdir Allah. Dengan kesadaran bahwa semuanya adalah milik Allah, ia berhasil melewati masa berduka dan melanjutkan hidupnya dengan penuh keikhlasan.
2. Kisah Keluarga Nabi Muhammad SAW
Keluarga Nabi Muhammad SAW sering menghadapi musibah, dan beliau selalu mengajarkan kalimat ini kepada para sahabat dan keluarganya. Contohnya, ketika Nabi kehilangan putranya Ibrahim. Meskipun beliau sangat sedih, beliau tetap bersikap sabar dan menerima takdir Allah. Dalam keadaan berduka, Nabi Muhammad SAW mengingatkan sahabat-sahabatnya bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan bahwa setiap jiwa pasti akan kembali kepada-Nya. Kisah ini menunjukkan betapa pentingnya sikap tawakkal dan sabar dalam menghadapi ujian hidup.
3. Kisah Nakhoda yang Kehilangan Kapalnya
Ada sebuah kisah yang diceritakan mengenai seorang nakhoda kapal yang mengalami musibah saat berlayar. Kapalnya terjebak badai dan akhirnya tenggelam. Dalam keadaan putus asa, nakhoda tersebut teringat akan kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”. Ia mulai berdoa dan menyerahkan semua urusannya kepada Allah. Ketika semuanya tampak gelap, ia melihat sebuah pulau dan berenang ke sana. Di pulau tersebut, ia mendapatkan bantuan dari penduduk setempat. Ia menyadari bahwa setiap musibah adalah bagian dari rencana Allah dan bahwa ia harus bersyukur atas kesempatan kedua yang diberikan kepadanya. Kisah ini menggambarkan bagaimana kalimat tersebut dapat menjadi sumber kekuatan dan harapan.
4. Kisah Pengorbanan Seorang Ibu
Sebuah kisah menyentuh hati tentang seorang ibu yang kehilangan anaknya akibat kecelakaan. Dalam keadaan berduka, dia berusaha untuk mengingat dan merenungkan kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”. Dia berkata kepada dirinya sendiri bahwa anaknya adalah milik Allah dan bahwa Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Dengan keteguhan hati, ia memutuskan untuk melanjutkan hidup dan melakukan kebaikan sebagai cara untuk mengenang anaknya. Melalui doa dan amal shalih, dia menemukan kedamaian dan kekuatan baru. Kisah ini menekankan pentingnya berserah kepada Allah dan menemukan makna dalam setiap ujian hidup.
5. Kisah Umat Islam di Masa Kesulitan
Dalam sejarah Islam, terutama di masa awal perkembangan Islam, umat Islam menghadapi berbagai cobaan dan penganiayaan. Ketika sahabat-sahabat Nabi menghadapi penyiksaan, mereka sering mengucapkan kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” sebagai bentuk ketahanan dan keyakinan bahwa mereka akan mendapatkan balasan di sisi Allah. Salah satu contohnya adalah kisah Bilal bin Rabah, yang disiksa karena keimanannya. Meskipun mengalami berbagai kesulitan, Bilal tetap teguh dalam keyakinannya dan mengingat kalimat ini sebagai penghibur dan penguat hatinya.
6, Kisah Seorang Dokter dan Pasiennya
Seorang dokter yang terkenal dan sangat dicintai oleh pasiennya mengalami musibah ketika anaknya yang masih kecil meninggal karena penyakit. Dokter tersebut sangat terpukul oleh kehilangan itu, tetapi di tengah kesedihan, dia teringat akan kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”. Dalam momen kesedihan tersebut, ia menyadari bahwa anaknya adalah titipan Allah dan bahwa ia harus ikhlas menerima takdir ini.
Dokter ini kemudian menggunakan pengalaman pribadinya untuk lebih memahami dan mendukung pasien yang berduka. Ia memulai program dukungan emosional untuk orang-orang yang kehilangan orang terkasih, mengajarkan mereka untuk menerima kenyataan dan menemukan ketenangan melalui keimanan. Dengan cara ini, dokter tersebut tidak hanya menemukan kembali semangat hidupnya, tetapi juga membantu banyak orang lain untuk menghadapi kehilangan.
7, Kisah Keluarga yang Selamat dari Bencana Alam
Sebuah keluarga tinggal di daerah yang rawan bencana alam. Suatu hari, badai besar melanda, merusak rumah mereka dan menghilangkan semua harta benda. Keluarga ini merasa sangat sedih dan kehilangan. Namun, ketika mereka mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”, mereka merasa lega dan berusaha untuk tetap bersyukur.
Kepala keluarga, mengajak keluarganya untuk berfokus pada hal-hal positif—bahwa mereka masih hidup dan sehat. Mereka berusaha saling mendukung dan mulai membantu tetangga yang juga terdampak bencana. Dengan semangat kebersamaan dan saling membantu, mereka dapat bangkit kembali dari musibah dan bahkan menjadi teladan bagi komunitas mereka dalam menghadapi kesulitan.
8, Kisah Pemuda yang Mengalami Kecelakaan
Seorang pemuda, Ahmad, mengalami kecelakaan mobil yang mengakibatkan cedera serius. Dia merasa putus asa dan bertanya-tanya mengapa hal ini terjadi padanya. Dalam momen-momen kesedihannya, seorang teman mengingatkannya untuk mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”. Ahmad mulai merenungkan makna kalimat ini dan menyadari bahwa setiap ujian memiliki tujuan. Dia berkomitmen untuk tidak hanya fokus pada pemulihannya, tetapi juga menggunakan pengalamannya untuk membantu orang lain. Ahmad mulai berbagi cerita tentang pengalamannya di media sosial dan mendirikan kelompok dukungan bagi mereka yang mengalami cedera. Dia menemukan kekuatan baru dan tujuan hidup, serta menginspirasi orang lain untuk tetap bersyukur dan berusaha, meskipun dalam keadaan sulit.
9, Kisah Seorang Ibu yang Kehilangan Anaknya dalam Perang
Seorang ibu, Fatimah, kehilangan anaknya yang berjuang dalam perang untuk membela negaranya. Rasa kehilangan yang mendalam menyelimuti hidupnya, tetapi dalam kesedihannya, Fatimah mengingat kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”. Dia sadar bahwa putranya telah pergi untuk membela prinsip-prinsip yang diyakininya dan bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Fatimah kemudian memutuskan untuk melanjutkan perjuangan anaknya dengan cara yang damai. Dia terlibat dalam organisasi yang membantu veteran perang dan keluarganya, memberikan dukungan dan pendidikan kepada mereka yang terdampak. Melalui dedikasinya, Fatimah menemukan makna baru dalam hidupnya dan merasa bangga atas kontribusinya untuk masyarakat.
10, Kisah Perjuangan Seorang Wirausahawan
Seorang wirausahawan muda bernama Zain mengalami kebangkrutan setelah bisnisnya gagal. Zain merasa hancur dan putus asa. Namun, saat dia mengingat kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un”, dia mulai memahami bahwa ini adalah bagian dari perjalanan hidupnya. Dia menyadari bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik untuknya.
Alih-alih menyerah, Zain memutuskan untuk belajar dari kegagalannya. Dia mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut dan berusaha membangun kembali usahanya dengan cara yang lebih baik. Setelah beberapa bulan, dia berhasil mendirikan bisnis baru yang tidak hanya lebih sukses tetapi juga lebih sesuai dengan nilai-nilai yang dia pegang. Zain pun menjadi mentor bagi para wirausahawan muda lainnya, membagikan pengalamannya tentang pentingnya sabar dan tidak kehilangan harapan.
Kesimpulan : Kisah-kisah di atas menunjukkan bagaimana kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” berfungsi sebagai sumber inspirasi dan kekuatan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Kalimat ini mengajarkan kita tentang penerimaan, ketulusan, dan ketahanan, serta bagaimana kita bisa menemukan makna dan tujuan dalam setiap ujian yang Allah berikan. Dengan memahami dan mengamalkan kalimat ini, kita dapat menghadapi kesulitan dengan hati yang tenang dan penuh harapan.
Manfaatnya ; Kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali) memiliki berbagai manfaat yang mendalam bagi kehidupan spiritual dan emosional seorang Muslim. Berikut adalah beberapa manfaat dari kalimat ini:
1. Meningkatkan Kesadaran Spiritual
Mengucapkan kalimat ini membantu seseorang untuk selalu ingat bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah. Ini meningkatkan kesadaran spiritual dan mengingatkan kita akan ketergantungan kita kepada Sang Pencipta. Kesadaran ini membantu seseorang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari.
2. Memberikan Ketenangan dan Ketentraman
Ketika seseorang menghadapi musibah atau kehilangan, mengingat dan mengucapkan kalimat ini dapat memberikan ketenangan jiwa. Dengan menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah, kita bisa menerima kenyataan dengan lebih tenang. Hal ini mengurangi perasaan cemas dan stres yang sering muncul akibat kehilangan.
3. Mengajarkan Sifat Sabar dan Ikhlas
Kalimat ini mengajarkan kita untuk bersikap sabar dan ikhlas dalam menghadapi ujian hidup. Dengan memahami bahwa hidup di dunia ini adalah sementara dan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, kita diajak untuk tidak terlarut dalam kesedihan yang berkepanjangan dan lebih fokus pada upaya untuk menerima takdir dengan lapang dada.
4. Mendorong Rasa Syukur
Mengucapkan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” juga mengingatkan kita untuk bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan Allah. Dalam keadaan apapun—baik suka maupun duka—kita diajak untuk tetap mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah titipan Allah dan harus disyukuri.
5. Menumbuhkan Rasa Tawakkal
Dengan memahami makna dari kalimat ini, seseorang dapat menumbuhkan rasa tawakkal (kepercayaan penuh kepada Allah) dalam hidupnya. Mengetahui bahwa segalanya berada dalam kendali Allah memberi keyakinan bahwa Allah akan memberikan yang terbaik, baik dalam situasi sulit maupun saat bahagia.
6. Menjadi Landasan dalam Menghadapi Ujian
Kalimat ini menjadi landasan bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai ujian dan tantangan hidup. Setiap kali menghadapi kesulitan, mengingat kalimat ini membantu seseorang untuk tetap kuat dan tidak mudah putus asa. Ini menjadi pengingat bahwa setiap ujian adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
7. Menguatkan Hubungan Sosial
Dalam konteks masyarakat, mengucapkan kalimat ini juga dapat memperkuat hubungan antar sesama. Saat berduka atau menghadapi kesulitan, mengingatkan satu sama lain akan kalimat ini dapat membantu memberikan dukungan emosional dan mengingatkan bahwa kita semua adalah milik Allah, dan bersama-sama kita saling mendukung.
8. Memotivasi untuk Beramal Shalih
Kesadaran bahwa hidup di dunia ini sementara dan kita akan kembali kepada Allah mendorong individu untuk beramal shalih. Mengucapkan kalimat ini mengingatkan kita bahwa setiap amal yang kita lakukan akan dihisab di akhirat. Dengan demikian, ini memotivasi untuk melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan yang dapat merugikan.
9. Mendekatkan Diri kepada Allah
Kalimat ini menjadi pengingat untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Dalam setiap peristiwa hidup, baik itu bahagia atau sedih, kita diajak untuk selalu berdoa dan mengingat Allah, sehingga hubungan spiritual kita menjadi lebih kuat.
Kesimpulan : Secara keseluruhan, kalimat “Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un” bukan hanya sekadar ungkapan, tetapi merupakan pedoman hidup yang memberikan manfaat spiritual, emosional, dan sosial. Kalimat ini mengajarkan kita untuk menerima kenyataan, bersabar, dan terus berusaha mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap keadaan.
Doa; Innaa lillahi wa inna ilaihi roo ji’uun; adalah tuntunan dari Doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang dibaca setiap hari 10 kali; Kalimat ke-7 dari doa munjia (yg ada 11 kalimat) di bawah ini berikut keutamaannya;
Doa Munjia
Diriwayatkan oleh Ibrahim Alkafami, dari kitab Albaladul Amin; Doa dari Nabi Muhammad saw yang membacanya 10 kali setiap hari maka Allah Swt ;
1, Mengampuni 4000 Dosa Besarnya
2, Dimudahkan Sakaratul mautnya
3, Kuburnya tidak menghimpitnya
4, Diselamatkan dari 100 ribu kesusahan hari kiamat
5, Dijaga dari kejahatan syeithon dan tentaranya
6, Akan dilunasi hutangnya
7, Dihilangkan kesedihan dan kesusahannya
8, Dikabulkan doa-doanya
Doanya adalah :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ،
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ ،
١، أَعْدَدْتُ لِكُلِّ هَوْلٍ لاَإِلَهَ إِلاَّاللَّهُ،
٢، وَلِكُلِّ هَمٍّ وَغَمٍّ مَاشَاءَ اللَّهُ،
٣، وَلِكُلِّ نِعْمَةٍ اَلْحَمْدُلِلَّهِ،
٤، وَلِكُلِّ رَخَاءٍ الشُّكْرُ لِلَّهِ،
٥، وَلِكُلِّ أُعْجُوبَةِ سُبْحَانَ اللَّهِ،
٦، وَلِكُلِّ ذَنْبٍ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ،
٧، وَلِكُلِّ مُصِيبَةٍ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ،
٨، وَلِكُلِّ ضِيقٍ حَسْبِيَ اللَّهُ،
٩، وَلِكُلِّ قَضَاءٍ وَقَدَرٍ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ،
١٠، وَلِكُلِّ عَدُوٍّ اعْتَصَمْتُ بِاللَّهِ،
١١، وَلِكُلِّ طَاعَةٍ وَ مَعْصِيَةٍ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَّ بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ
Bismillâhirrohmânirrohîm,
Allâhumma sholli ‘alâ Muhammadin wa âli muhammadin,
1, A'dadtu likulli haulin lâ ilâha illallâh
2, wa likulli hammin wa ghommin mâ syâ-allâh,
3, wa likulli ni’matin alhamdulillâh,
4, walikulli roghô-in Asy-syukru lillâh,
5, walikulli u’jûbati subhânallâh,
6, wa likuuli dzambin astaghfirullâh,
7, wa likulli mushîbatin innâ lillâhi wa innâ ilaihi rôji’ûn,
8, wa likulli dîqin hasbiyallâh
9, walikulli qodhô-in wa qodarin tawakkaltu ‘alallâh,
10, walikulli ‘aduwwin I’tashomtu billâh,
11, wa likuli thô-atin wa ma’shiyatin lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘azhîm.
Dengan asma Allah Yang Maha Kasih dan Maha Sayang,
1, Daku persiapkan untuk setiap kegelisahan ; lâ ilâha illallâh, (tidak ada tuhan kecuali Allah)
2, untuk setiap kesumpekan dan kesusahan; mâ syâ- allâh, (apapun kehendak-Mu Ya Allah)
3, untuk setiap nikmat ; alhamdulillâh, (segala puji bagi Allah)
4, untuk setiap kelapangan : syukru lillâh, (syukur pada-Mu Ya Allah)
5, untuk setiap yang mengagumkan ; subhânallâh, (Maha Suci Engkau Ya Allah),
6, untuk setiap dosa ; astaghfirullâh, (daku mohon ampun pada-Mu Ya Allah)
7, untuk setiap musibah ; innâ lillâhi wa innâ ilaihi rôji’ûn, (segala sesuatu dari- Mu Ya Allah dan akan kembali kepada-Mu)
8, untuk setiap kesempitan ; hasbiyallâh, (cukuplah bagi-Mu Ya Allah)
9, untuk semua taqdir dan ketetapan ; tawakkaltu ‘alallâh, (daku percayakan pada-Mu Ya Allah)
10, untuk setiap musuh ; i’tashomtu billâh, (daku berlindung pada- Mu Ya Allah)
11, untuk setiap ketaatan dan kemaksiatan ; lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘azhîm. (daku tidak memiliki kekuatan kecuali dari- Mu Ya Allah).
Comments (0)
There are no comments yet