Foto: Benjamin Sipa/Organisasi Internasional untuk Migrasi melalui AP
JAKARTA -- Tanah longsor terjadi di Desa Kaokalam, Provinsi Enga, Papua Nugini pada Jumat (24/5/2024) sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Para pekerja kemanusiaan menyebut bencana tanah longsor ini menghancurkan lebih dari 150 rumah dan meninggalkan bekas puing-puing seluas empat lapangan sepak bola.
Diberitakan Al Jazeera, Minggu (26/5/2024), Organisasi Internasional untuk Migrasi memperkirakan jumlah korban meninggal akibat tanah longsor di Papua Nugini mencapai lebih dari 670 orang.
Sementara itu, pemerintah Papua Nugini melaporkan lebih dari 2.000 orang kemungkinan masih terkubur di bawah reruntuhan.
Profesor geologi Alan Collins dari Adelaide University memperkirakan tanah longsor di Papua Nugini terjadi akibat wilayah tersebut dipengaruhi oleh gempa bumi dan curah hujan tinggi.
Dia menyebut, gempa bumi yang terjadi di Papua Nugini tidak secara langsung memicu tanah longsor. Namun, kondisi ini membuat tanah di negara itu menjadi kurang stabil.
“Sering terjadi gempa bumi yang disebabkan oleh tumbukan lempeng yang membentuk lereng curam dan pegunungan tinggi sehingga bisa menjadi sangat tidak stabil,” kata Collins, dikutip dari CNN, Senin (27/5/2024).
Dia menambahkan, curah hujan dapat mengubah mineral penyusun batuan dasar di wilayah yang dilanda longsor sehingga melemahkan batuan pembentuk lereng bukit yang curam.
Collins meyakini, pertumbuhan tanaman atau vegetasi dapat mengurangi perubahan kondisi batuan pada lereng bukit karena akar pohon dapat menstabilkan tanah. Sayangnya, kondisi itu tidak terjadi.
"Penggundulan hutan dapat membuat tanah longsor lebih sering terjadi dengan menghancurkan jaring biologis ini,” lanjut dia.
Terpisah, Direktur Nasional World Vision PNG Chris Jensen menyebut, Papua Nugini tidak banyak dilanda gempa bumi belakangan ini.
Namun, dia membenarkan Papua Nugini sering dilanda hujan terutama di luar musim hujan yang terjadi di seluruh negeri.
“Ada banjir di provinsi lain dan kita menghadapi banyak tantangan yang diperburuk oleh perubahan iklim," katanya.
Meski begitu, pihaknya akan terus melakukan penilaian dan analisis lebih lanjut untuk mencari tahu apa penyebab terjadi bencana di Papua Nugini.
Sementara itu, tim tanggap darurat memindahkan korban yang selamat dari lokasi tanah longsor ke tempat yang lebih aman dari bencana maupun konflik antarsuku. Namun sayangnya hingga Minggu (26/5/2024), setidaknya baru lima mayat dan satu kaki dari korban keenam yang ditemukan.
Direktur kelompok bantuan CARE International Papua Nugini, Justine McMahon mengatakan, banyak rumah terkubur dalam tanah mencapai ketinggian delapan meter. Kondisi dataran yang tidak stabil membuat proses pengerukan harus dilakukan manual menggunakan tangan.
"Sebagian besar rumah terbuat dari bahan semak sehingga tidak kuat untuk menahan tanah longsor kecil, apalagi skala sebesar ini," ujar dia.
Selain itu, air yang mengalir di bawah puing-puing bangunan menyebabkan kondisi di sekitarnya tidak stabil. Ini sangat berbahaya bagi warga dan tim penyelamat yang tengah melakukan evakuasi.
Kerusakan infrastruktur juga menyulitkan upaya penyelamatan dan penyaluran bantuan mencapai lokasi bencana yang berada di sebuah desa terpencil.
Justine menyebut, jalan utama di Provinsi Enga bahkan terputus sekitar 200 meter sehingga menghambat pertolongan dan perjalanan peralatan evakuasi. Di beberapa titik, jalan tertutup tanah longsor berupa batu-batu besar seukuran mobil, pohon tumbang, dan tanah yang tidak rata dengan kedalaman 8 meter.
Badan-badan bantuan mengatakan bencana tersebut memusnahkan ternak, kebun pangan, dan sumber air bersih di Desa Kaokalam. (*)
Comments (0)
There are no comments yet