
Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Baca juga:
Jenderal Iran Tewas dalam Serangan Israel di Suriah, Garda Revolusi Iran Bersumpah Akan Membalas
Makna “mencintai karena Allah” (المحبة في الله) dalam pandangan Islam — khususnya menurut para ahli makrifat dan hakikat — adalah salah satu bentuk cinta spiritual yang paling tinggi. Cinta ini tidak dilandasi oleh kepentingan duniawi, hubungan darah, keuntungan pribadi, atau hawa nafsu, melainkan semata-mata karena Allah dan demi Allah. Berikut ini adalah penjelasan makna tersebut secara zahir, batin, dan makrifat:
Makna Zahir (Lahiriah)
Secara lahiriah, mencintai karena Allah berarti:
•Mencintai orang yang taat kepada Allah dan menjauhi maksiat.
•Menyayangi orang beriman tanpa memandang suku, bangsa, atau status sosial.
•Menolong saudara seiman dalam kebaikan dan kebenaran.
•Tidak mencintai karena harta, wajah, atau status duniawi.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara…”
— (QS. Al-Hujurat: 10)
Makna Batin (Ruhaniah)
Secara batin, cinta karena Allah adalah:
•Pancaran dari nur tauhid (cahaya pengesaan Allah) yang mengikat hati-hati orang beriman.
•Cinta yang mendorong untuk menginginkan kebaikan akhirat bagi yang dicintai.
•Keinginan untuk selalu bersama orang yang dicintai di surga, bukan di dunia saja.
Ungkapan Hikmah:
“Cinta karena Allah tidak pudar meski tak pernah bertemu, dan tak hilang meski tak pernah bersapa.”
Makna Makrifat (Haqiqah)
Dalam tingkatan makrifat, mencintai karena Allah berarti:
•Mencintai tajalli Allah (penampakan-Nya) dalam diri para kekasih-Nya (Auliya’ dan Imam).
•Melihat bahwa seluruh keindahan hakiki yang dicintai itu bersumber dari Jamalullah (keindahan Ilahi).
•Cinta kepada Allah yang memancar melalui wujud-wujud suci yang menjadi cermin-Nya.
Dari Imam Ja‘far ash-Shadiq (as): “Apakah agama itu selain cinta dan benci karena Allah?”
(Al-Kāfi, j.2, h.125)
Tanda-Tanda Cinta Karena Allah
1. Mencintai orang saleh tanpa pamrih.
2. Merasa senang ketika yang dicintai taat pada Allah.
3. Mendoakan orang yang dicintai walau tanpa diketahui.
4. Bersedih jika yang dicintai jatuh dalam maksiat.
5. Mengajak dan saling menasihati dalam takwa.
Kisah Cinta Karena Allah
Suatu hari, Imam Ali Zainal Abidin (as) melihat seorang budak menangis karena tuannya dijual. Imam pun membelinya kembali dan memeluknya, seraya berkata: “Tangismu bukan karena dunia, tapi karena cinta yang lahir karena Allah. Maka engkau bebas karena Allah.”
Doa Cinta Karena Allah
اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبِّي لِمَنْ يُحِبُّكَ، وَبُغْضِي لِمَنْ يُبْغِضُكَ، وَاجْمَعْنِي فِي زُمْرَةِ أَحِبَّائِكَ، وَثَبِّتْنِي عَلَى مَحَبَّتِكَ
“Ya Allah, jadikan cintaku kepada orang yang mencintai-Mu, dan benciku kepada orang yang membenci-Mu. Satukan aku dalam golongan para pecinta-Mu, dan teguhkan aku di atas cinta-Mu.”
Mencintai karena Allah menurut Al-Qur’an adalah salah satu bentuk cinta yang murni dan spiritual. Cinta ini mengakar pada tauhid dan berporos pada keridhaan Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa cinta yang sejati harus diarahkan kepada-Nya, kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa.
Makna mencintai karena Allah menurut Al-Qur’an, dengan ayat-ayat pendukungnya:
1. Cinta Allah Lebih Utama dari Segalanya
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ…
أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا…
“Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu… lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah…”(QS. At-Taubah: 24)
Makna: Cinta yang sejati adalah yang tidak melebihi cinta kepada Allah, Rasul, dan perjuangan di jalan-Nya. Jika cinta kepada makhluk melebihi cinta kepada Allah, maka itu cinta yang tercela.
2. Cinta di Antara Orang Beriman Adalah Karunia Allah
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ… لَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan Dia yang mempersatukan antara hati-hati mereka. Sekiranya kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Tetapi Allah telah mempersatukan mereka.”
(QS. Al-Anfal: 63)
Makna: Persaudaraan dan cinta yang ikhlas karena Allah bukan dari dunia, tapi dari nur Ilahi yang menyatukan hati orang-orang beriman.
3. Orang Beriman Saling Mencintai karena Allah
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara…”
(QS. Al-Hujurat: 10)
Makna: Ikatan persaudaraan ini lahir dari keimanan. Karena itu, cinta di antara mereka pun karena Allah, bukan karena dunia.
4. Allah Mencintai Mereka dan Mereka Mencintai Allah
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.”
(QS. Al-Ma’idah: 54)
Makna: Cinta sejati yang saling antara Allah dan hamba-Nya adalah cinta yang ikhlas dan lahir dari ketundukan.
5. Larangan Mencintai Musuh Allah Melebihi Cinta karena Allah
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ… يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya…”
(QS. Al-Mujadilah: 22)
Makna: Cinta karena Allah tidak akan bercampur dengan cinta kepada musuh-musuh Allah. Ini menjadi ujian keimanan dan loyalitas spiritual.
6. Cinta karena Allah adalah Investasi Akhirat
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ
إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu saling bermusuhan, kecuali orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Az-Zukhruf: 67)
Makna: Cinta duniawi akan berubah menjadi permusuhan di akhirat, kecuali cinta yang dibangun atas dasar takwa — yakni cinta karena Allah.
Kesimpulan: Cinta karena Allah adalah:
•Ikatan spiritual yang dibangun atas dasar iman, takwa, dan keikhlasan.
•Murni dari hawa nafsu dan tidak bergantung pada dunia.
•Memperkuat ukhuwah dan menjadi sebab masuk surga bersama.
Makna “mencintai karena Allah” menurut hadis-hadis Rasulullah ﷺ, baik dari sumber Sunni maupun Syiah, yang menggambarkan kedalaman maknanya secara spiritual, sosial, dan ukhrawi:
1. Cinta karena Allah adalah Tali Iman Terkuat
النِّداءُ النَّبَويّ: “أوثَقُ عُرَى الإيمانِ: الحُبُّ في اللهِ والبُغضُ في اللهِ”
“Tali iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim; juga diriwayatkan dalam Bihar al-Anwar)
Makna: Cinta karena Allah bukan sekadar perasaan, tapi pondasi utama dalam iman seseorang.
2. Tanda Manisnya Iman
قال رسول الله ﷺ: “ثَلاثٌ مَن كُنَّ فيهِ وجَدَ بِهِنَّ حَلاوَةَ الإيمانِ… أن يُحبَّ المرءَ لا يُحبُّهُ إلَّا لِلَّهِ”
“Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman… (salah satunya:) mencintai seseorang semata-mata karena Allah.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Cinta murni karena Allah menumbuhkan kelezatan ruhani yang menjadi tanda iman sejati.
3. Mereka dalam Naungan Allah di Hari Kiamat
قال ﷺ: “ورجلانِ تحابَّا في اللهِ اجتمعا عليه وتفرَّقا عليه، يُظلُّهما اللهُ في ظلِّه…”
“Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul dan berpisah karena-Nya, Allah akan menaungi mereka dengan naungan-Nya (pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya).”
(HR. Bukhari & Muslim)
Makna: Cinta karena Allah memiliki ganjaran yang sangat agung di akhirat kelak.
4. Dicintai Allah dan Malaikat-Nya
قال رسول الله ﷺ: “إِذَا أَحَبَّ اللهُ عَبْداً، نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَاناً فَأَحِبَّهُ…”
“Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’…”(HR. Bukhari & Muslim)
Makna: Orang yang mencintai karena Allah menjadi bagian dari aliran cinta ilahiah yang universal.
5. Cinta karena Allah Menghapus Dosa
قال رسول الله ﷺ: “مَن زارَ أخاهُ في اللهِ نادى مُنادٍ من السماءِ: طِبتَ وطابَ ممشاكَ، وتبوأتَ من الجنةِ منزلاً”
“Barangsiapa mengunjungi saudaranya karena Allah, maka penyeru dari langit akan berkata: ‘Engkau baik dan perjalananmu baik, engkau akan menempati surga.’”(HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Makna: Tindakan kecil karena cinta kepada sesama mukmin mendapat balasan surga.
6. Mendapat Cahaya di Hari Kiamat
قال النبي ﷺ: “إنّ المُتحابّينَ في اللهِ على منابرَ من نورٍ يومَ القيامةِ، يغبطُهم النبيّونَ والشهداءُ”
“Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan berada di atas mimbar cahaya pada hari kiamat, para nabi dan syuhada pun iri kepada mereka.”
(HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Makna: Cinta karena Allah mengangkat derajat seseorang hingga derajat cahaya yang dikagumi oleh para nabi.
7. Cinta karena Allah Tidak Akan Putus
قال الإمام الصادق عليه السلام: “المتحابّون في اللهِ يومَ القيامةِ على منابرَ من نور، وجوههم نور، لا يخافون إذا خافَ الناسُ…”
(Imam Ja‘far as-Sadiq): “Orang-orang yang saling mencintai karena Allah, di hari kiamat berada di atas mimbar cahaya, wajah mereka bercahaya, mereka tidak takut saat semua manusia takut…”
(al-Kāfi, jil. 2)
Makna: Cinta karena Allah adalah hubungan abadi yang menyelamatkan di akhirat.
8. Tidak Sempurna Iman Tanpa Cinta karena Allah
قال الإمام الباقر عليه السلام: “لا يُحبُّ عبدٌ عبداً في اللهِ إلاّ كان اللهُ لهُ أجراً…”
(Imam al-Baqir): “Tidaklah seorang hamba mencintai hamba lainnya karena Allah, kecuali Allah memberinya pahala…”
(al-Kāfi, jil. 2)
Makna: Cinta yang benar-benar untuk Allah menjamin ganjaran dari-Nya secara langsung.
9. Cinta karena Allah adalah Penanda Ikhlas
عن أمير المؤمنين عليه السلام: “أحبب في الله، وابغض في الله، ووال في الله، وعادِ في الله، فإنّه لا تُنال ولايةُ الله إلاّ بذلك”
(Imam Ali as): “Cintailah karena Allah, bencilah karena Allah, berwilayah karena Allah, bermusuhlah karena Allah. Karena tidaklah dicapai wilayah Allah kecuali dengan itu.”
(Nahj al-Balaghah & Bihar al-Anwar)
Makna: Cinta dan loyalitas yang benar harus berdasarkan ketauhidan, bukan hawa nafsu atau golongan.
10. Cinta karena Allah Menjadi Penopang Umat
قال الإمام الصادق عليه السلام: “إنَّ أَوْثَقَ عُرَى الإيمان أنْ تُحِبَّ في الله وتُبْغِضَ في الله”
(Imam as-Sadiq): “Sesungguhnya tali iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”
(al-Kāfi, jil. 2)
Makna: Cinta ini adalah fondasi kokoh persatuan dan keberlangsungan umat.
Makna cinta karena Allah menurut hadis Ahlul Bayt (as), yang menggambarkan kedalaman spiritual dan makrifat cinta sejati di jalan Ilahi menurut mazhab Ahlul Bait:
1. Tali Iman yang Paling Kuat
الإمام الصادق (ع): أوثق عرى الإيمان الحبّ في الله، والبغض في الله»
“Tali iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”(Al-Kāfī, 2/125)
Makna: Cinta karena Allah bukan hanya nilai tambahan, tapi pondasi utama dalam hubungan spiritual dan sosial dalam Islam.
2. Cinta Karena Allah, Jalan Menuju Cinta Allah
الإمام الباقر (ع):إذا أحببت عبدًا لله أدخلك الله الجنّة معه»
“Jika engkau mencintai seorang hamba karena Allah, maka Allah akan memasukkanmu ke surga bersamanya.”(Bihār al-Anwār, 74/254)
Makna: Cinta tulus karena Allah berbuah jaminan kebersamaan di surga.
3. Cinta Ilahi Adalah Kesempurnaan Ukhuwah
الإمام الصادق (ع):إنّ المتحابين في الله يوم القيامة على منابر من نور»
“Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di hari kiamat.”(Al-Kāfī, 2/126)
Makna: Persaudaraan karena Allah menjadi kedudukan agung di akhirat, lebih tinggi dari kecintaan biasa.
4. Cinta karena Allah Adalah Penghapus Dosa
الإمام الصادق (ع): إذا التقى المتحابّان في الله، فتصافحا، تحاتّتْ ذنوبُهما كما يتحاتُّ الورقُ من الشجر»
“Jika dua orang yang saling mencintai karena Allah bertemu dan berjabat tangan, dosa-dosa mereka berguguran seperti daun-daun dari pohon.”(Al-Kāfī, 2/125)
Makna: Cinta ilahi bukan hanya bersifat ukhrawi, tapi juga penghapus dosa-dosa duniawi.
5. Cinta Karena Allah, Simbol Keikhlasan
الإمام الرضا (ع): من أحبّ في الله، وأبغض في الله، وأعطى في الله، ومنع في الله، فهو ممّن كمل إيمانه»
“Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan karena Allah, maka imannya sempurna.”
(Bihār al-Anwār, 74/198)
Makna: Cinta ilahi tidak berdiri sendiri, tetapi berjalan bersama seluruh amal ikhlas lainnya.
6. Cinta yang Menyelamatkan dari Api Neraka
الإمام الباقر (ع): ودّ المؤمن للمؤمن في الله من أعظم شعب الإيمان»
“Kasih sayang seorang mukmin terhadap mukmin lainnya karena Allah adalah salah satu cabang iman terbesar.”(Al-Kāfī, 2/124)
Makna: Cinta tulus yang lahir dari ruh keimanan menjadi jalan penyelamatan dari kesesatan.
7. Allah Menyukai Orang yang Mencintai Karena-Nya
الإمام الصادق (ع): إذا أحبّ الله عبدًا ألقى عليه محبّة من أحبّه»
“Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia menebarkan cinta hamba itu dalam hati para kekasih-Nya.”(Bihār al-Anwār, 78/252)
Makna: Cinta karena Allah menjadikan seseorang dicintai oleh para wali-Nya.
8. Cinta karena Allah Menghasilkan Wilayah
الإمام علي (ع): أحبب في الله، وأبغض في الله، فإنّه لا تُنال ولايةُ الله إلا بذلك»
“Cintailah karena Allah dan bencilah karena Allah, karena wilayah Allah tidak akan didapat kecuali dengan itu.”(Nahj al-Balāghah, Hikmah 103)
Makna: Wilayah Allah adalah kedekatan ruhani yang syarat utamanya adalah cinta murni karena-Nya.
9. Tanda Cinta Karena Allah: Kesetiaan dalam Ujian
الإمام الصادق (ع): المتحابّون في الله يُبتَلَون، فإن صبروا سعدوا، وإن جزعوا خسروا»
“Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan diuji. Jika mereka sabar, mereka berbahagia. Jika mereka mengeluh, mereka rugi.”
(Bihār al-Anwār, 71/210)
Makna: Cinta sejati karena Allah bukan tanpa ujian, dan ujian itulah bukti kesungguhan.
10. Cinta Ilahi Mengikat Hati yang Jauh
الإمام الصادق (ع): ما تقارَبَ اثنانِ في اللهِ إلاّ قرّب اللهُ بينَ قلبيهما»
“Tidaklah dua orang saling mendekat karena Allah, melainkan Allah mendekatkan hati mereka.”
(Al-Kāfī, 2/125)
Makna: Cinta karena Allah melampaui batas-batas fisik dan duniawi, ia menyatukan hati yang berjauhan.
Makna dan manfaat mencintai karena Allah menurut mufasir Sunni dan Syiah, yang diambil dari tafsir-tafsir besar dan pandangan ulama keduanya:
Mendekatkan Diri kepada Allah
Sunni: Dalam Tafsir Ibn Kathir, cinta karena Allah menjadikan seseorang lebih dekat kepada-Nya dan lebih taat dalam beribadah.
Syiah: Tafsir Al-Mizan (Al-Tabatabai) menegaskan bahwa cinta karena Allah membuka pintu rahmat dan mendekatkan hati hamba kepada Zat Ilahi.
Menjadi Tanda Keimanan yang Sempurna
Sunni: Menurut Tafsir Al-Qurtubi, mencintai karena Allah menunjukkan keikhlasan dan keimanan yang kuat.
Syiah: Dalam Al-Mizan, cinta karena Allah adalah salah satu tanda hakikat iman yang meliputi hati dan jiwa.
Menghapus Dosa dan Kesalahan
Sunni: Tafsir Al-Jalalain menyebutkan cinta kepada Allah dan hamba-Nya dapat menghapus dosa-dosa kecil dan mendatangkan ampunan.
Syiah: Imam Ali dalam Nahjul Balaghah menyatakan bahwa cinta sejati kepada Allah dan wali-Nya menghapus noda hati dan kesalahan.
Menjadi Wasilah Menuju Surga
Sunni: Dalam Tafsir Al-Maududi, mencintai karena Allah adalah sebab utama mendapat surga dan keridhaan Allah.
Syiah: Al-Mizan menyebut bahwa cinta murni karena Allah menjadikan seseorang termasuk golongan orang yang mendapatkan rahmat dan surga.
Menguatkan Persaudaraan dan Ukhuwah Islamiyah
Sunni: Tafsir Al-Baghawi menegaskan bahwa cinta karena Allah memperkuat hubungan sosial antar mukmin.
Syiah: Dalam kitab Misbah al-Shariah, cinta karena Allah memperkokoh ukhuwah dan solidaritas antar hamba Allah.
Menjauhkan dari Dosa dan Maksiat
Sunni: Tafsir Sayyid Qutb menyatakan cinta karena Allah membuat hati menjauh dari perkara yang haram.
Syiah: Al-Mizan menyebut cinta kepada Allah dan wali-Nya menjadi benteng dari pengaruh nafsu dan syaitan.
Memberikan Ketentraman Hati dan Jiwa
Sunni: Tafsir Ibn Kathir menjelaskan bahwa cinta karena Allah membawa ketenangan dan kebahagiaan batin.
Syiah: Dalam Al-Mizan, cinta karena Allah disebut sumber ketentraman hati yang hakiki.
Menjadi Cahaya dan Petunjuk
Sunni: Tafsir Al-Qurtubi menyebutkan cinta karena Allah sebagai sumber cahaya hati dan penerang jalan hidup.
Syiah: Imam Al-Tabatabai dalam Al-Mizan menegaskan cinta ini membuka pintu ilmu dan ma‘rifat.
Menjadi Ukuran Kualitas Keimanan
Sunni: Tafsir Al-Jalalain mengatakan bahwa cinta karena Allah merupakan indikator sejati tingkat keimanan seseorang.
Syiah: Al-Mizan menjelaskan bahwa keimanan seseorang dapat diukur dari kadar cintanya kepada Allah dan wali-Nya.
Mendatangkan Berkah dan Kebaikan di Dunia dan Akhirat
Sunni: Dalam Tafsir Al-Maududi, cinta karena Allah membawa keberkahan hidup dan amalan diterima.
Syiah: Al-Mizan menyebutkan cinta ini mendatangkan kebaikan dan barakah yang langgeng di dunia dan akhirat.
Makna mencintai karena Allah menurut ahli makrifat dan hakikat dalam tradisi irfan (spiritualitas) khususnya dari mazhab Ahlul Bait (Syiah), yang menekankan aspek batin, tauhid, dan kesucian jiwa dalam cinta:
1. Cinta karena Allah adalah pancaran Tauhid Wujud
Menurut ahli hakikat, mencintai karena Allah berarti melihat wujud Allah di balik segala sesuatu. Kita mencintai bukan karena kepribadian, harta, atau manfaat, tapi karena dia adalah tajalli (manifestasi) dari sifat-sifat Allah yang kita cintai.
Imam Ali (as): “Aku tidak melihat sesuatu kecuali aku melihat Allah bersamanya, sebelumnya, dan sesudahnya.”
Maka, mencintai seseorang karena Allah adalah mencintai wujudullah yang tampak dalam cermin makhluk.
2. Cinta karena Allah menghapus ego dan keakuan
Ahli makrifat menegaskan bahwa cinta karena Allah tidak memiliki pamrih ego, kehendak pribadi, atau nafsu. Ia adalah cinta yang fanāʾ (melebur) dari diri dan baqāʾ (kekal) bersama Allah.
Contoh: Seorang wali tidak mencintai sahabatnya karena kecerdasannya, tapi karena dia adalah cermin cahaya Ilahi.
3. Cinta karena Allah mengandung rahasia wilayah
Menurut irfan Syiah, cinta antara wali Allah dan pengikutnya adalah bentuk tertinggi cinta karena Allah. Wilayah (kepemimpinan spiritual) hanya sempurna jika dilandasi mahabbah lillāh.
Imam Ja‘far al-Sadiq (as):
“Kamilah yang dicintai karena Allah, dan dibenci karena Allah.”
Mencintai Imam dan para auliya bukan syirik, karena mereka adalah jalan menuju cinta murni kepada Allah.
4. Cinta karena Allah adalah dzikir yang hidup
Dalam pandangan hakikat, cinta bukan hanya perasaan, tapi dzikir dalam bentuk hubungan. Mencintai karena Allah adalah dzikrullah yang hidup dalam tindakan.
Jika engkau mencintai seorang faqir karena Allah, engkau sedang berdzikir kepada-Nya melalui cinta itu.
5. Cinta karena Allah adalah maqam ruhani
Menurut para arif seperti Sayyid Haydar Amuli dan Mulla Sadra, cinta karena Allah adalah maqam ruhani yang tinggi, hanya dapat diraih oleh mereka yang jiwanya telah tersucikan dari cinta dunia dan hawa nafsu.
Ia adalah maqam mahabba yang lahir dari ma’rifah, bukan dari emosi.
6. Cinta karena Allah adalah cahaya yang membakar kegelapan
Menurut ahli irfan, cinta karena Allah adalah nur (cahaya) yang membakar tirai-tirai gelap seperti hasad, dendam, iri, dan cinta dunia. Ia menyatukan ruh dengan ruh, bukan badan dengan badan.
7. Cinta karena Allah menumbuhkan fana dan baqa dalam relasi
Cinta semacam ini melatih kita untuk melebur keakuan dalam hubungan, dan menyaksikan bahwa semua cinta sejati berakhir hanya kepada-Nya.
“Segala sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya.” (QS. al-Qashash: 88)
Maka ahli makrifat berkata:
“Cintailah makhluk karena Dia, dan jangan mencintai siapa pun selain Dia.”
Contoh dalam Kisah Ahli Makrifat:
Kisah Imam Ali dan Qanbar
Imam Ali (as) sangat mencintai Qanbar, pelayannya. Tapi cintanya bukan karena status atau pelayanan Qanbar, tapi karena Qanbar adalah hamba Allah yang ikhlas dan taat kepada kebenaran. Cinta itu begitu kuat sampai Imam bersedih mendalam saat Qanbar wafat.
Cinta semacam ini adalah mahabbah lillāh — melihat Allah dalam diri hamba-Nya.
Doa Ahli Makrifat:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبِّي كُلَّهُ لَكَ، وَصِلَتِي بِمَنْ يُحِبُّكَ، وَقَطِيعَتِي مِمَّنْ يَصُدُّ عَنْكَ
“Ya Allah, jadikan seluruh cintaku hanya untuk-Mu, hubunganku hanya dengan siapa yang mencintai-Mu, dan pemutusanku dari siapa pun yang berpaling dari-Mu.”
Makna “mencintai karena Allah” menurut ahli hakikat Syiah, yaitu para arifin dan wali yang mendalami batin ajaran Ahlul Bait (‘alaihimussalam), dalam kerangka tauhid, wilayah, dan ma‘rifat:
Makna Mencintai karena Allah Menurut Ahli Hakikat Syiah
Cinta karena Allah adalah cermin wilayah
Dalam mazhab Ahlul Bait, cinta kepada para Imam bukanlah cinta biasa. Ia adalah cinta karena Allah karena para Imam adalah Wajah Allah di bumi.
Imam Shadiq (as): “Apakah agama selain cinta dan benci karena Allah?”(al-Kāfī, Juz 2, hlm. 125)
Mencintai seseorang karena hubungannya dengan Imam adalah tanda cinta kepada Allah. Ini adalah tajalli cinta Ilahi melalui cahaya wilayah.
Cinta karena Allah berarti mencintai Nur Muhammadi
Ahli hakikat Syiah memahami bahwa semua cinta sejati kembali kepada Nur Muhammad (saw) dan Ahlul Bait-nya yang suci. Maka mencintai orang-orang yang berjalan di atas jalan nubuwwah dan wilayah adalah mencintai pancaran cahaya Allah.
Seorang wali mencintai muridnya bukan karena akhlaknya semata, tapi karena ia melihat pancaran nur wilayah dalam jiwa sang murid.
Cinta karena Allah adalah jalan menuju maqam fanā’
Dalam irfan, cinta karena Allah membawa ruh menuju fanā’ fīl-mahbūb (melebur dalam yang dicinta), yaitu Allah sendiri. Seseorang yang mencintai kekasih Allah karena Allah, akan larut bersama lautan tauhid.
Sayyid Haydar Amuli: “Cinta yang benar adalah ketika tidak ada lagi ‘aku’ dan ‘dia’ — hanya Dia.”
Cinta karena Allah adalah rahasia ma‘rifat
Ahli hakikat Syiah memahami bahwa ma‘rifatullah (pengenalan kepada Allah) lahir dari cinta yang bersih dari syahwat. Mencintai seorang ‘arif karena kedekatannya dengan Allah adalah bentuk dari ma‘rifat yang mewujud dalam perasaan.
Contoh: Seorang murid mencintai gurunya karena ia melihat jalan menuju Allah dalam dirinya, bukan karena suara indah atau pengaruh sosialnya.
Cinta karena Allah adalah cahaya dalam relasi ruhani
Cinta yang lahir karena Allah menciptakan hubungan antara dua jiwa yang bersinar, bukan tubuh yang melekat. Para arif menyebutnya sebagai ittisāl nūrānī (hubungan bercahaya).
Dua pecinta Allah tidak saling menuntut, tidak saling mengikat, tetapi saling mengangkat menuju Allah.
Cinta karena Allah membawa kepada wilāyah kabīrah
QS. al-Isrā’: 80
“Dan karuniakanlah kepadaku dari sisi-Mu suatu kekuasaan (wilayah) yang besar (wilāyah kabīrah).”
Ahli hakikat Syiah memahami bahwa cinta karena Allah adalah salah satu jalan mencapai wilayah spiritual, di mana seorang hamba mencintai siapa pun yang Allah cintai dan membenci siapa pun yang menolak cahaya-Nya.
Cinta karena Allah adalah bagian dari fitrah ilahiah
Menurut Imam Ali (as), ruh diciptakan dengan fitrah mengenal dan mencintai Tuhan. Maka cinta karena Allah adalah kembali ke fitrah suci, yakni mencintai dengan ruh, bukan dengan nafs.
Contoh Kisah: Cinta Salman kepada Ahlul Bait
Salman al-Farisi mencintai Rasulullah (saw) dan Imam Ali (as) bukan karena ia seorang sahabat senior, tapi karena ia melihat Allah dalam diri mereka. Cinta Salman kepada Ahlul Bait membuatnya disebut: “Salman minna Ahlul Bayt. Salman adalah bagian dari kami, Ahlul Bait.”
Ini adalah puncak cinta karena Allah — cinta yang menembus batas bangsa, budaya, dan kedudukan.
Kesimpulan dari Ahli Hakikat Syiah: “Mencintai karena Allah adalah mencintai apa yang dicintai-Nya, membenci apa yang dibenci-Nya, dan melihat semua makhluk melalui cermin cahaya-Nya.”
Cinta karena Allah adalah cinta yang tidak berubah oleh dunia
Ahli hakikat menegaskan bahwa cinta karena Allah tidak bergantung pada rupa, status, atau manfaat duniawi. Jika cinta itu murni karena Allah, maka tetap abadi walau fisik berubah, harta hilang, dan jabatan sirna.
Imam Ja‘far as-Shadiq (as): “Siapa yang mencintai karena Allah, maka cinta itu tidak akan diputus oleh dunia.”Bihār al-Anwār, 71 : 168)
Cinta karena Allah adalah penjaga dari cinta hawa nafsu
Para arif menyebut cinta karena Allah sebagai ḥijāb al-hawā — penghalang dari cinta palsu yang lahir dari ego dan syahwat. Ia menyaring hubungan yang lahir dari jiwa, bukan dari kepentingan atau kesenangan.
Orang yang mencintai karena Allah akan memuliakan saudaranya karena ruhnya, bukan karena manfaat darinya.
Cinta karena Allah adalah pintu menuju tajallī (penampakan) Ilahi
Cinta suci karena Allah membuka mata batin untuk melihat Tajallī Jamālullah (penampakan Keindahan Allah) dalam diri orang yang dicintai. Itulah sebabnya para arif mencintai para wali dan kaum muttaqin karena mereka adalah cermin keindahan-Nya.
Cinta ini mengangkat dari cinta pada ciptaan menuju cinta pada Pencipta.
Cinta karena Allah melahirkan persaudaraan ruhani
Ahli hakikat menyebut cinta karena Allah sebagai dasar ukhuwah fīllāh (persaudaraan dalam Allah), yaitu hubungan antar ruh yang saling mencintai karena saling menuju Allah. Persaudaraan ini akan berlanjut hingga akhirat.
Imam al-Baqir (as): “Orang mukmin yang mencintai karena Allah akan dibangkitkan bersama kekasihnya pada hari kiamat.”
(al-Kāfī, Juz 2, hlm. 125)
Cinta karena Allah membuat doa lebih mustajab
Para arif meyakini bahwa doa yang dipanjatkan oleh seseorang yang mencintai sesamanya karena Allah lebih dekat untuk dikabulkan, karena ia tidak tercampur niat dunia. Doa seorang kekasih sejati kepada kekasihnya dalam Allah menjadi doa para wali.
Cinta karena Allah adalah bagian dari maqam ikhlas
Menurut ahli hakikat Syiah, hanya orang yang mencapai maqām al-ikhlāṣ (tingkat keikhlasan murni) yang mampu mencintai karena Allah. Ia mencintai bukan karena kebutuhan, tapi karena Allah sendiri mencintainya.
Ini adalah cinta tanpa syarat, tanpa pamrih, dan tanpa batas waktu.
Kisah dan cerita yang menggambarkan makna mencintai karena Allah menurut ahli hakikat, dengan sentuhan ruhani dan makrifat: 1. Ali (as) Menyantuni Musuhnya; Seorang pria yang selalu mencaci Imam Ali (as) jatuh sakit. Ketika orang-orang menjauhinya, Imam Ali (as) justru datang merawatnya dan membawakan makanan. Pria itu menangis dan berkata, “Bukankah aku musuhmu?”
Imam menjawab: “Aku tidak mencintaimu karena dirimu, tetapi karena Allah yang menciptakan kita berdua.” Makna: Cinta karena Allah melampaui kebencian pribadi dan dendam.
Imam Sajjad (as) dan Tetangga yang Kejam
Imam Ali Zainal Abidin (as) memiliki tetangga yang selalu melemparkan sampah ke depan rumah beliau. Suatu hari, sampah itu tidak muncul. Imam justru menengok dan mendapati tetangganya sakit. Beliau pun menjaganya. Tetangga itu terharu dan masuk Islam karena cinta sejati yang ia saksikan.
Makna: Cinta karena Allah tidak lahir dari ego, tapi dari rahmat.
Abu Dzar dan Bilal
Abu Dzar pernah mengucap kata yang menyakiti Bilal. Rasulullah (saw) menegur Abu Dzar dengan keras. Abu Dzar pun menaruh wajahnya di tanah dan berkata kepada Bilal, Letakkan kakimu di pipiku sampai Allah ridha kepadamu.” Makna: Mencintai karena Allah menghapus kesombongan ras, suku, dan warna kulit.
Imam Shadiq (as) Memuji Cinta Tanpa Nafsu
Seorang sahabat berkata kepada Imam Ja‘far as-Shadiq (as), “Aku mencintai seseorang karena Allah.” Imam menjawab: “Jika kau benar-benar mencintainya karena Allah, maka siapkan tempat duduk bersamanya di surga.”al-Kāfī, Juz 2)
Makna: Cinta karena Allah bukan hawa nafsu terselubung, melainkan jembatan menuju surga.
Zuhri Menangis karena Imam Sajjad (as)
Zuhri, seorang ulama Bani Umayyah, suatu hari mendengar doa Imam Sajjad (as) dan menangis tersedu. Ia berkata: “Aku mencintaimu karena Allah, bukan karena nasab atau keturunan.”
Imam menjawab:”Barang siapa mencintai kami karena Allah, maka ia bersama kami di maqam rahmat.”
Makna: Cinta karena Allah menyatukan ruh-ruh yang luhur.
Seorang Pencuri Menangis di Depan Imam Musa al-Kazhim (as)
Pencuri itu tertangkap, namun Imam al-Kazhim (as) malah membebaskannya dan memberinya nafkah. Orang-orang heran, tapi Imam berkata: “Aku tidak melihat dosa, aku hanya melihat ruh yang butuh kasih Allah.” Makna: Cinta karena Allah melihat potensi ruhani, bukan dosa lahiriah.
Habib ibn Mazahir dan Cinta Sejati di Karbala
Saat Imam Husain (as) memberi pilihan bebas kepada sahabat-sahabatnya malam sebelum ‘Asyura, Habib berkata: “Aku tidak akan meninggalkanmu, wahai cucu Rasulullah. Aku mencintaimu karena Allah, bukan karena janji kemenangan.” Makna: Cinta karena Allah tidak berubah walau menghadapi kematian.
Seorang Budak Mencintai Imam Ridha (as)
Seorang budak menangis di belakang rombongan Imam Ridha (as) yang hendak berangkat. Imam melihatnya dan memanggil: “Siapa yang mencintaiku karena Allah, aku akan bersamanya di sisi Allah.”Makna: Tidak ada kelas sosial dalam cinta yang murni karena Allah.
Imam Ali (as) Menolak Membalas Dendam
Seorang musuh pernah meludah wajah Imam Ali (as) saat duel. Ali langsung menurunkan pedangnya dan pergi. Aku takut membunuhmu karena nafsu pribadi, bukan karena Allah.” Makna: Cinta karena Allah adalah dasar semua tindakan, bahkan dalam perang.
Sayyidah Fatimah az-Zahra (as) dan Ketulusannya
Saat beliau hanya memiliki satu roti untuk dirinya, datang seorang miskin. Beliau berikan roti itu, dan berkata: “Kami tidak menginginkan balasan, kami hanya mencintai Allah.”
(Lihat: QS al-Insan: 9 Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanya karena mengharap ridha Allah semata.” Makna: Cinta karena Allah mendorong pengorbanan tanpa pamrih.
Manfaat mencintai karena Allah menurut ahli hakikat Syiah, disertai doa pendek untuk setiap manfaatnya agar bisa dijadikan buku saku dzikir & makrifat:
Mendapat Cinta Allah
Manfaat: Barangsiapa mencintai karena Allah, Allah akan mencintainya. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ مَحَبَّتِي فِيمَنْ تُحِبُّهُ وَيُحِبُّكَ
“Ya Allah, jadikan cintaku hanya untuk orang yang mencintai-Mu dan Engkau cintai.”
Menyatu dengan Ahlul Bayt (as) di Surga
Manfaat: Cinta karena Allah mengikat ruh kita dengan para wali-Nya. Doa:
اللَّهُمَّ احْشُرْنِي مَعَ مَنْ أُحِبُّهُ لِوَجْهِكَ
“Ya Allah, kumpulkan aku bersama orang yang aku cintai karena wajah-Mu.”
Menghapus sifat ego dan nafsu
Manfaat: Cinta karena Allah membakar kecintaan pada dunia dan hawa nafsu. Doa:
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنْ كُلِّ حُبٍّ لِغَيْرِكَ
“Ya Allah, sucikan hatiku dari cinta selain kepada-Mu.”
Menjadi cahaya di Hari Kiamat
Manfaat: Cinta karena Allah menjadi nur yang menerangi wajah dan langkah. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ مَحَبَّتِي نُورًا يَهْدِينِي إِلَيْكَ
“Ya Allah, jadikan cintaku cahaya yang membimbingku menuju-Mu.”
Menguatkan ikatan ruhani antar mukmin
Manfaat: Cinta karena Allah membuat kita saling menguatkan tanpa pamrih duniawi. Doa:
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا بِمَحَبَّتِكَ
“Ya Allah, satukan hati kami dengan cinta kepada-Mu.”
Menjadi sebab ampunan Allah
Manfaat: Cinta tulus kepada orang saleh menjadi sebab diampuni dosa. Doa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي بِمَحَبَّتِي لِأَوْلِيَائِكَ
“Ya Allah, ampunilah aku karena cintaku kepada para wali-Mu.”
Mendapat syafaat Ahlul Bayt (as) Manfaat: Orang yang mencintai Ahlul Bayt (as) karena Allah akan mendapat syafaat mereka. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِمَّنْ تَحِلُّ عَلَيْهِ شَفَاعَةُ آلِ مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, jadikan aku termasuk yang mendapatkan syafaat keluarga Muhammad.”
Menjadi ringan dalam ibadah
Manfaat: Orang yang mencintai karena Allah akan mudah dan ringan dalam beribadah. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْعِبَادَةَ قُرَّةَ عَيْنِي بِحُبِّكَ
“Ya Allah, jadikan ibadah sebagai penyejuk hatiku karena cinta kepada-Mu.”
Menjadi ahli makrifat
Manfaat: Cinta karena Allah membuka tabir ma‘rifah dan hakikat ruhani. Doa:
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي بَصِيرَةَ الْمَعْرِفَةِ بِمَحَبَّتِكَ
“Ya Allah, bukakan mataku untuk mengenal-Mu melalui cinta-Mu.”
Cinta abadi yang tak lekang oleh dunia dan akhirat
Manfaat: Cinta karena Allah adalah cinta yang kekal dan tidak bergantung pada waktu. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبِّي فِيكَ أَبَدِيًّا لاَ يَنْقَطِعُ
“Ya Allah, jadikan cintaku kepada-Mu abadi dan tak pernah terputus.”
Munajat Para Pecinta Allah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ
Bismillâhirrohmânirrohîm, Allâhumma sholli ‘alâ muhammadin wa âli muhammad.
Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
إِلَهِي مَنْ ذَاالَّذِي ذَاقَ حَلاَوَةَ مَحَبَّتِكَ
فَرَامَ مِنْكَ بَدَلاً،
Ilâhî man dzal ladzî dzâqo
halâwata mahabbatika
farôma minka badzalâ,
وَمَنْ ذَا الَّذِي أَنِسَ بِقُرْبِكَ
فَابْتَغَى عَنْكَ حِوَلاً،
wa mandzalladzî anisa biqurbika fabtaghô ‘anka hiwalâ,
Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad.
Ilahi, apakah orang yang telah mencicipi manisnya cinta-Mu akan menginginkan pengganti selain-Mu.
Apakah orang yang telah bersanding di samping-Mu akan mencari penukar selain-Mu.
إِلَهِي فَاجْعَلْنَا مِمَّنِ اصْطَفَيْتَهُ لِقُرْبِكَ وَوِلاَيَتِكَ، وَأَخْلَصْتَهُ لِوُدِّكَ وَمَحَبَّتِكَ وَشَوَّقْتَهُ إِلَى لِقَائِكَ وَرَضَّيْتَهُ بِقَضَائِكَ، وَمَنَحْتَهُ بِالنَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَحَبَوْتَهُ بِرِضَاكَ، وَأَعَذْتَهُ مِنْ هَجْرِكَ وَقَلاَكَ، وَبَوَّأْتَهُ مَقْعَدَ الصِّدْقِ فِي جِوَارِكَ، وَخَصَصْتَهُ بِمَعْرِفَتِكَ وَأَهَّلْتَهُ لِعِبَادَتِكَ،
ilâhî faj’al-nâ mimmanis thofaitahu liqurbika wawilâyatika, wa akhlash tahû liwuddika wama habbatika wa syawwaqtahu ilâ liqô-ika wa rodhoi tahu biqodhô-ika, wamanahtahu bin-nazhori ilâ wajhika waha-bautahu biridhôka, wa a’adz-tahu min hajrika waqolâka, wabawwa’tahu maq’adash shidqi fî jiwârika, wakho-shosh tahu bima’ri fatika, wa ahhaltahu li’ibâdatika,
Ilahi, Jadikan kami di antara orang yang Kau pilih untuk pendamping dan kekasih-Mu.
Yang Kau ikhlaskan untuk memperoleh cinta dan kasih-Mu.
Yang Kau rindukan untuk datang menemui-Mu.
Yang Kau ridokan (hatinya) untuk menerima qodho-Mu.
Yang Kau anugerahkan (kebahagiaan) melihat wajah-Mu.
Yang Kau limpahkan keridhoa an-Mu.
Yang Kau lindungi dari pengusiran dan kebencian-Mu.
Yang Kau persiapkan baginya kedudukan siddiq di samping-Mu.
Yang Kau isti mewakan dengan ma’rifat-Mu.
Yang Kau arahkan untuk mengabdi-Mu.
وَهَيَّمْتَ قَلْبَهُ ِلإرَادَتِكَ، وَاجْتَبَيْتَهُ لِمُشَاهَدَتِكَ، وَأَخْلَيْتَ وَجْهَهُ لَكَ، وَفَرَّغْتَ فُؤَادَهُ لِحُبِّكَ، وَرَغَّبْتَهُ فِيْمَا عِنْدَكَ وَأَلْهَمْتَهُ ذِكْرِكَ، وَأَوْزَعْتَهُ شُكْرَكَ، وَشَغَلْتَهُ بِطَاعَتِكَ، وَصَيَّرْتَهُ مِنْ صَالِحِي بَرِيَّتِكَ، وَاخْتَرْتَهُ لِمُنَاجَاتِكَ، وَقَطَعْتَ عَنْهُ كُلَّ شَيْءٍ يَقْطَعُهُ عَنْكَ.
wahay yamta qolbahu li irôdatika, wajtabaitahu limusyâ hadatika, wa akh laita wajhahu laka, wafarroghta fuâdahu lihubbika, waroghghob tahu fîmâ ‘indaka wa alhamtahu dzikrika, wa auza’tahu syukroka, wasyaghol-tahu bithô’ atika, wahoyyartahu min shôlihi bariy-yatika, wakh-tartahu limunâjâtik, waqotho’ta ‘anhu kulla syai-in yaq-thouhu ‘anka,
Yang Kau tenggelamkan hatinya dalam iradah-Mu.
Yang Kau pilih untuk menyaksikan-Mu.
Yang Kau kosongkan dirinya untuk-Mu.
Yang Kau bersihkan hatinya untuk (diisi) cinta-Mu.
Yang Kau bangkitkan hasratnya akan karunia-Mu.
Yang Kau ilhamkan padanya mengingat-Mu.
Yang Kau dorong padanya mensyukuri-Mu.
Yang Kau sibukkan dengan ketaatan-Mu.
Yang Kau jadikan dari makhluk-Mu yang saleh.
Yang Kau pilih untuk bermunajat pada-Mu.
Yang Kau putuskan daripadanya segala sesuatu yang memutuskan hubungan dengan-Mu.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ دَأْبُهُمُ اَلإِرْتِيَاحُ إِلَيْكَ وَالْحَنِيْنُوَدَهْرُهُمُ الزَّفْرَةُ وَاْلأَنِيْنُ، جِبَاهُهُمْ سَاجِدَةٌ لِعَظَمَتِكَ، وَعُيُوْنُهُمْ سَاهِرَةٌ فِي خِدْمَتِكَ، وَدُمُوعُهُمْ سَائِلَةٌ مِنْ خَشْيَتِكَ، وَقُلُوبُهُمْ مُتَعَلِّقَةٌ بِمَحَبَّتِكَ،وَأَفْئِدَتُهُمْ مُنْخَلِعَةٌ مِنْ مَهَابَتِكَ،يَامَنْ أَنْوَارُ قُدْسِهِ ِلأَبْصَارِ مُحِبِّيْهِ رَائِقَةٌ، وَسُبْحَاتُ وَجْهِهِ لِقُلُوْبِ عَارِفِيْهِ شَائِفَةٌ، يَامُنَى قُلُوبِ الْمُشْتَاقِيْنَ، وَيَاغَايَةَ آمَالِ الْمُحِبِّيْنَ
Allâhummaj’alnâ mimman da’buhum Al-irtiyâhu ilaika wal hanînu, wa dahruhumuz zafrotu wal anînu jibâhuhum sâjidatun li’azhomatik, wa’uyû nuhum sâ-hirotun fî khidmatik, wa dumû’uhum sâ-ilatun min khosy-yatik, wa qulûbuhum muta ’al-liqotun bimahab-batik, wa af idatuhum mun kho-li’atun mim mahabbatik, yâ man anwâro qud sihi li abshôri muhibbîhi rô-iqotun, wasubhâtu wajhihi liqulûbi ‘ârifîhi syâ-ifatun yâ munâ qulû bil musytâqîn, wayâ ghôyata âmalil muhibbîn,
Ya Allah,
Jadikan kami di antara orang-orang yang kedambaannya adalah mencintai dan merindukan-Mu.
Nasibnya hanya merintih dan menangis.
Dahi-dahi mereka sujud karena kebesaran-Mu.
Mata-mata mereka terjaga dalam mengabdi-Mu.
Air mata mereka mengalir karena takut pada-Mu.
Hati-hati mereka terikat pada cinta-Mu.
Kalbu-kalbu mereka terpesona dengan kehebatan-Mu.
Wahai Yang Cahaya Kesucian-Nya bersinar dalam pandangan para pencinta-Nya.
Wahai Yang Kesucian Wajah-Nya membahagiakan hati para pengenal-Nya.
Wahai kejaran kalbu para perindu.
Wahai tujuan cita para pencinta.
أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ،
وَحُبَّ كُلِّ عَمَلٍ يُوْصِلُنِي إِلَى قُرْبِكَ،
وَأَنْ تَجْعَلَكَ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا سِوَاكَ،
وَأَنْ تَجْعَلَ حُبِّي إِيَّاكَ قَاِئِدًا إِلَى رِضْوَانِكَ، وَشَوْقِي إِلَيْكَ ذَائِدًا عَنْ عِصْيَانِكَ،
وَامْنُنْ بِالنَّظَرِ إِلَيْكَ عَلَيَّ وَانْظُرْبِعَيْنِ الْوُدِّ وَالْعَطْفِ إِلَيَّ وَلاَتَصْرِفْ عَنِّي وَجْهَكَ،
وَاجْعَلنْيِ مِنْ أَهْلِ اْلإِسْعَادِ، وَالْحُظْوَةِ عِنْدَكَ، يَامُجِيْبُ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
as aluka hubbuka wahubba mayyuhibbuk, wa hubba kulla ‘amaliy yûshilunî ilâ qurbik, wa an taj’alaka ahabba ilayya mimmâ siwâk, wa an taj’ala hubbî iyyâka qôidan ilâ ridhwânik, wa syauqî ilaika dzâ-idzan ‘an ‘ishyânik, wamnun bin nazhori ilaika ‘alayya wanzhur bi’ainil wuddi wal’athfi ilayya, walâ tashrif ‘annî wajhaka, waj’alnî min ahlil is’âdi, wal-huzh-watî ‘indaka, yâ mujîbu, yâ arhamar rôhimîn.
Daku memohonkan cinta-Mu
dan cinta orang yang mencintai-Mu
dan cinta amal yang membawaku kesamping-Mu.
Jadikan Engkau lebih daku cintai daripada selain-Mu.
Jadikan cintaku pada-Mu membimbingku pada ridho-Mu,
kerinduanku pada-Mu mencegahku dari maksiat atas-Mu.
Anugerahkan padaku memandang-Mu.
Tataplah diriku dengan tatapan kasih dan sayang.
Jangan palingkan wajah-Mu dariku.
Jadikan daku dari penerima anugerah dan karunia-Mu.
Wahai pemberi ijabah.
Wahai yang paling pengasih dari segala yang mengasihi
Ya arhamar rôhimîn.
Comments (0)
There are no comments yet