Makna: Awal QS 17:23; Ayat ; وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Supa Athana - Entertainment
19 May 2025 14:29
Berlemah-lembutlah kepada rakyatmu, karena engkau adalah bagai ayah bagi mereka

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya

Baca juga:
Silsilah Lontara Bugis Kakek Amran Terbit Sejak 1941 dalam Bahasa Bugis

Makna zahir dan batin dari ayat ini, berdasarkan tafsir serta pandangan para arifin dan ahli hakikat:
1. Tauhid sebagai inti kehidupan
‎“أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ” menegaskan bahwa satu-satunya yang layak disembah adalah Allah. Ini makna tauhid af‘āl, sifat, dan dzat. Seorang hamba tidak boleh menyandarkan harapan, rasa takut, atau cinta sejati kecuali hanya kepada-Nya.
2. Ketaatan kepada Allah lebih dahulu, lalu kepada orang tua
Urutan dalam ayat ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada orang tua datang setelah tauhid. Ini mengisyaratkan bahwa ketaatan kepada makhluk harus selaras dengan ketaatan kepada al-Khaliq.
3. Hakikat ibadah adalah penafian segala sesembahan selain Allah
Kalimat “أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ” dalam struktur bahasa Arab merupakan bentuk penafian dan penetapan (nafy wa itsbat), yaitu meniadakan segala bentuk penghambaan selain kepada Allah dan menetapkannya hanya kepada-Nya—inti kalimat lā ilāha illā Allāh.
4. Ihsan kepada orang tua adalah cabang tauhid
‎“وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا” menunjukkan bahwa berbuat baik kepada orang tua bukan sekadar moralitas, tapi ibadah dan bentuk tauhid praktis. Menyakiti mereka sama saja dengan mencederai hubungan kita dengan Allah.
5. Orang tua adalah manifestasi rahmat Allah di bumi
Dalam pandangan batin, ibu dan ayah adalah cerminan asma Allah: Ar-Rahman dan Al-Karim, yang secara lahir dan batin menjadi sebab kehidupan kita. Maka berbuat baik kepada mereka adalah bentuk syukur kepada Allah atas nikmat wujud.
6. Ibadah bukan hanya ritual, tapi juga sikap dan akhlak
Ayat ini menyandingkan ibadah ritual (menyembah Allah) dengan ibadah sosial (berbuat baik pada orang tua). Ini menunjukkan bahwa ibadah sejati mencakup dimensi vertikal dan horizontal.
7. Kata “قضى” bermakna hukum yang pasti
Kata “وَقَضَىٰ” berasal dari akar kata qaḍā yang berarti ketetapan yang pasti, bukan sekadar perintah biasa. Maka, tauhid dan birrul walidain bukan pilihan, tetapi ketetapan azali dari Tuhan.
8. Kesatuan ibadah dan kasih sayang
Ayat ini menggambarkan dua puncak ibadah: penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kasih sayang kepada dua makhluk yang paling berjasa dalam hidup. Maka, tauhid tanpa kasih sayang kepada orang tua adalah cacat.
9. Makna batin: jangan sembah ego, dan muliakan asal mula dirimu
Secara batin, “لَا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ” juga berarti jangan sembah hawa nafsu, dunia, jabatan, atau diri sendiri. Dan “وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا” berarti muliakan asal spiritual dan jasmani-mu: tubuh dan ruh yang lahir melalui mereka.
10. Menyembah Allah berarti menyingkirkan ke-aku-an
Dalam tafsir makrifat, ayat ini adalah ajakan untuk fana’ (melebur diri dalam keesaan Allah) dan tidak menjadikan diri (nafs) sebagai tuhan kecil. Lalu, ketika ego telah hancur, barulah muncul cinta, kelembutan, dan pelayanan sejati terhadap orang tua.
 
Makna ayat ;       وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا 
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
QS al-Isrā’ [17]: 23) berdasarkan Al-Qur’an itu sendiri, dengan dukungan dari ayat-ayat lain sebagai penjelas atau penegasnya:
1. Tauhid sebagai perintah tertinggi
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
“Tuhanmu telah menetapkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.”
Penegasan dari ayat lain:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (QS adz-Dzāriyāt: 56)
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”
2. Larangan menyekutukan Allah
Tauhid tidak cukup hanya dengan menyembah Allah, tapi juga harus menolak segala bentuk syirik.
Penegasan dari ayat lain:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ 
(QS an-Nisā’: 48)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa menyekutukan-Nya…”
3. Berbuat baik kepada orang tua = perintah langsung dari Tuhan
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak.”
Penegasan dari ayat lain:
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حُسْنًا 
(QS al-‘Ankabūt: 8)
“Kami perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.”
4. Kedudukan orang tua sangat tinggi setelah Allah
Setelah menyebut ibadah kepada Allah, langsung disebut orang tua—menunjukkan urutan kehormatan.
Penegasan dari ayat lain:
أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ 
(QS Luqmān: 14)
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.”
5. Keharusan berbuat ihsan (bukan sekadar hormat)
Kata “ihsānًا” mengandung makna kebaikan yang sempurna—dengan ucapan, sikap, dan hati.
Penegasan dari ayat lain:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا 
(QS al-Baqarah: 83)
“Berkatalah yang baik kepada manusia.”
6. Tidak berkata kasar kepada orang tua
Ayat berikutnya berbunyi:
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
“Janganlah kamu mengatakan ‘ah’ kepada keduanya.”
Penegasan dari ayat lain:
ٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ 
(QS al-Isrā’: 24)
“Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih.”
7. Mendoakan orang tua adalah kewajiban anak
Ayat 24 menyambung:
‎ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا
“Ya Tuhanku, rahmatilah keduanya sebagaimana mereka mendidikku ketika kecil.”
Penegasan dari ayat lain:
ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ 
(QS Luqmān: 14)
Bentuk syukur itu termasuk doa dan amal.
8. Berbakti meski orang tua kafir (selama tidak menyuruh maksiat)
Al-Qur’an mengajarkan tetap berbuat baik walau orang tua beda keyakinan.
Penegasan dari ayat lain:
وَإِن جَاهَدَاكَ… فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا 
(QS Luqmān: 15)
“Jika mereka memaksamu untuk menyekutukan Allah… jangan taati, tapi pergaulilah dengan baik di dunia.”
9. Tauhid dan birrul walidain sebagai dasar akhlak sosial
Perintah ini termasuk dalam janji Bani Israil yang diabadikan Al-Qur’an.
Penegasan dari ayat lain:
‎ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا (QS al-Baqarah: 83)
10. Tauhid dan birrul walidain sebagai kunci keselamatan
Kedua hal ini menjadi syarat diterimanya amal dan tanda iman sejati.
Penegasan dari ayat lain:
وَٱلَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ 
أُو۟لَـٰٓئِكَ أَصْحَـٰبُ ٱلْجَنَّةِ 
QS al-Baqarah: 82)
“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka penghuni surga.”
 
Makna ayat;       “وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
 إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا”
QS al-Isrā’: 23) berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw;
1. Tauhid adalah hak terbesar Allah atas hamba-Nya
Rasulullah (saw) bersabda:
“Hak Allah atas hamba-Nya adalah bahwa mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Tauhid adalah inti dari seluruh syariat. Semua amal bergantung pada kemurnian ibadah hanya kepada Allah.
2. Birrul walidain termasuk amal paling dicintai Allah
Nabi ditanya: “Amal apa yang paling dicintai Allah?”
Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya.” Lalu ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.”
(HR. Bukhari, Muslim)
Makna: Berbakti kepada orang tua menempati urutan kedua setelah shalat, menunjukkan betapa pentingnya amal ini di sisi Allah.
3. Durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar
Rasulullah (saw) bersabda:
Maukah aku beritahu kalian dosa-dosa besar?” Beliau mengulang tiga kali. “(Yaitu): Syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Menyandingkan syirik dan durhaka menunjukkan bahwa keduanya adalah dosa yang sangat berat.
4. Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua
Nabi (saw) bersabda:”Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.”
(HR. Tirmidzi, Ahmad)
Makna: Hubungan dengan orang tua mencerminkan hubungan kita dengan Allah.
5. Doa anak berbakti mustajab
Rasulullah (saw) bersabda:
“Tiga doa yang tidak tertolak: doa orang tua untuk anak, doa musafir, dan doa orang yang terzhalimi.”
(HR. Abu Dawud)
Makna: Birrul walidain tidak hanya mendatangkan pahala, tapi membuka pintu keberkahan dan kemustajaban doa.
6. Surga di bawah telapak kaki ibu
Rasulullah (saw) bersabda: “Surga itu di bawah telapak kaki ibu.”
(HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah)
Makna: Penghormatan terhadap ibu adalah jalan utama menuju surga.
7. Orang tua menjadi sebab keselamatan anak di akhirat
Rasulullah (saw) bersabda: “Seseorang akan dibangkitkan bersama orang-orang yang ia cintai.” (HR. Bukhari)
Makna: Jika kita cinta dan berbakti kepada orang tua, itu menjadi sebab kita dibangkitkan bersama golongan mereka yang saleh.
8. Imam Ja‘far ash-Shadiq (as): hak ibu tiga kali lipat
Diriwayatkan dari Imam Shadiq (as):”Seorang lelaki bertanya kepada Nabi (saw): ‘Siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Nabi menjawab: ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi: ‘Lalu siapa?’ Nabi menjawab: ‘Ibumu.’ Lalu siapa? ‘Ibumu.’ Lalu siapa? ‘Ayahmu.’”(al-Kāfī, jil. 2)
Makna: Ibu memiliki tiga kali hak lebih besar karena pengorbanan yang luar biasa dalam melahirkan dan merawat.
9. Imam Ali (as): jangan putus silaturahmi meskipun orang tua fasik
“Berbaktilah kepada orang tua kalian meskipun mereka fasiq, dan hubungkanlah silaturahmi walau mereka memutuskan.”
(Ghurar al-Hikam)
Makna: Birrul walidain tidak bergantung pada kesalehan mereka, tapi adalah kewajiban kita sebagai anak.
10. Orang tua bisa jadi sebab pengampunan dosa anak
Nabi (saw) bersabda: “Tidak ada anak yang memandang orang tuanya dengan pandangan kasih sayang, kecuali Allah menuliskan untuknya pahala haji mabrur pada setiap pandangan itu.”(HR. Baihaqi)
Makna: Setiap bentuk kasih kepada orang tua mendatangkan pahala luar biasa dan bahkan bisa menghapus dosa.
 
Makna ayat;
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ 
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا 
menurut hadis Ahlul Bayt (as) — berdasarkan riwayat-riwayat dari Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, Imam Ja‘far Shadiq, dan para Imam Ahlul Bayt lainnya yang diriwayatkan dalam kitab-kitab Syiah seperti al-Kāfī, Tuhaf al-‘Uqul, dan Wasā’il al-Shī‘ah.
1. Tauhid adalah pondasi seluruh amal; Imam Ja‘far al-Shadiq (as):
“Awal agama adalah mengenal Allah (ma‘rifatullāh), dan puncaknya adalah tauhid. Maka siapa yang mentauhidkan-Nya, itulah mukhlis sejati.” (al-Kāfī, 1/49)
Makna: Tauhid bukan sekadar menyembah Allah, tetapi mengenal-Nya dan berserah total hanya kepada-Nya.
2. Birrul walidain adalah bentuk syukur kepada Allah; Imam Ali (as):”Berbakti kepada orang tua adalah cabang dari syukur kepada Allah.”(Ghurar al-Hikam)
Makna: Jika kamu bersyukur kepada Allah, maka bukti konkretnya adalah berbuat baik kepada orang tua.
3. Orang tua adalah sebab wujudmu, maka jangan abaikan hak mereka; Imam Zainal Abidin (as) dalam Risālat al-Huqūq:
“Hak ibu adalah engkau mengetahui bahwa dialah yang mengandungmu… menyusuimu… dan merawatmu dengan seluruh jiwanya. Maka jika engkau tak sanggup membalasnya, mintalah kepada Allah agar membalasnya untukmu.”
Makna: Hak ibu tak terbalas oleh amal manusia; hanya Allah yang bisa memberi ganjarannya.
4. Durhaka kepada orang tua = menutup pintu rahmat; Imam Ja‘far al-Shadiq (as):”Siapa yang memandang kedua orang tuanya dengan pandangan benci, maka Allah tidak akan menerima shalatnya walaupun mereka telah berbuat zalim kepadanya.”
(al-Kāfī, 2/348)
Makna: Akhlak terhadap orang tua lebih tinggi dari sekadar keadilan; bahkan saat dizalimi, tetap tak boleh membenci.
5. Doa anak yang durhaka tidak akan dikabulkan;Imam Shadiq (as):
“Ada tiga yang doanya tidak terangkat ke langit: orang yang makan dari yang haram, anak yang durhaka kepada orang tua, dan istri yang membangkang pada suami.”
(Wasā’il al-Shī‘ah)
Makna: Birrul walidain adalah syarat utama bagi terkabulnya doa.
6. Birrul walidain memperpanjang umur dan memperbanyak rezeki
Imam Ja‘far al-Shadiq (as):”Siapa yang ingin umurnya dipanjangkan dan rezekinya diperbanyak, maka hendaklah ia berbuat baik kepada kedua orang tuanya.”(al-Kāfī, 2/347)
Makna: Dampak birrul walidain tidak hanya ukhrawi, tapi juga duniawi.
7. Kata “ihsanan” berarti kelembutan, kasih, dan kesabaran
Imam Ali (as): “Berbuat ihsan kepada orang tua bukan hanya dengan memberi, tapi juga dengan kelembutan, tidak membentak, dan tidak memandang tajam.”
(Ghurar al-Hikam)
Makna: Ihsan bukan hanya amal, tapi juga sikap dan nada suara.
8. Orang tua menjadi cermin ibadahmu kepada Allah;
Imam Husain (as):”Jangan pernah berharap Allah ridha padamu sementara orang tuamu murka kepadamu.”(Tuhaf al-‘Uqul)
Makna: Ridha orang tua adalah syarat diterimanya ibadah.
9. Birrul walidain tetap wajib meski mereka zalim; Imam Ja‘far al-Shadiq (as): “Berbaktilah kepada keduanya, meski mereka tidak berlaku adil padamu. Jangan biarkan dirimu menjadi anak durhaka.” (al-Kāfī, 2/348)
Makna: Akhlak anak tidak tergantung pada perilaku orang tua.
10. Pahala birrul walidain lebih besar setelah mereka wafat
Imam Ali (as):”Berbuat baik kepada orang tua setelah wafat mereka adalah dengan mendoakan mereka, menyambung hubungan dengan keluarga mereka, dan memuliakan sahabat-sahabat mereka.”
(Nahj al-Balāghah, hikmah 399)
Makna: Kematian orang tua bukan akhir dari birrul walidain, melainkan awal tanggung jawab spiritual anak.
 
Makna ayat:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak…”
(QS al-Isrā’: 23) berdasarkan tafsir para mufasir, baik klasik maupun kontemporer, termasuk dari mazhab Ahlul Bayt (Syiah) dan Sunni.
 
1. “Wa qadhā Rabbuka”: Ketetapan Qadā’ = Perintah yang pasti dan final; Tafsir al-Mīzān (Allamah Thabathaba’i): Kata qadhā berarti ketetapan yang pasti dan tidak bisa dihindari, bukan hanya sekadar perintah. Artinya, Allah mewajibkan secara mutlak bahwa hanya Dia yang boleh disembah.
Makna: Tauhid adalah prinsip tertinggi, dan syirik adalah pelanggaran mutlak terhadap ketetapan Tuhan.
2. “Allā ta‘budū illā iyyāh”: Esensi tauhid; Tafsir Fakhruddin al-Razi:
Ayat ini memuat larangan syirik secara total, baik syirik besar maupun kecil (riya’, ujub). Ibadah hanya untuk Allah, bukan karena pujian atau dunia.
Makna: Segala bentuk ibadah yang tidak ikhlas = pelanggaran terhadap ayat ini.
3. “Wa bil-wālidayni ihsānan”: Kedudukan orang tua setelah Allah
Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir (Ibn ‘Ashur):Allah menyandingkan tauhid dan birrul walidain, menunjukkan bahwa hak orang tua adalah yang paling agung setelah hak Allah.
Makna: Berbuat baik kepada orang tua adalah ibadah yang setara nilainya setelah tauhid.
4. Bentuk “ihsān”: tidak hanya materi, tapi juga akhlak dan kasih sayang; Tafsir al-Mīzān:
“Ihsan” artinya menyampaikan kebaikan secara maksimal dan lembut: baik ucapan, sikap, pandangan, dan pelayanan.
Makna: Bukan sekadar memberi uang, tapi menciptakan suasana nyaman dan penuh kasih.
5. Ayat ini memuat tauhid dan etika sosial; Tafsir al-Marāghi dan Ruh al-Ma‘ani: Tauhid adalah fondasi hubungan dengan Tuhan, sementara birrul walidain adalah fondasi hubungan sosial pertama dalam hidup manusia.
Makna: Keseimbangan antara tauhid (hablum minallah) dan ihsan kepada orang tua (hablum minannas).
6. Penyebutan ibu-bapak tanpa syarat agama atau akhlak
Tafsir Nemuneh (Ayatullah Makarim Shirazi): Perintah untuk berbuat ihsan tidak tergantung pada apakah orang tua itu saleh atau tidak. Bahkan jika non-muslim, tetap wajib berbuat baik.
Makna: Ihsan kepada orang tua adalah kewajiban mutlak, bukan syarat-syarat.
7. Tauhid dan birrul walidain = akar semua perintah agama; Tafsir al-Kabir (Fakhr al-Razi): Ayat ini memuat dua pilar utama agama: penghambaan murni kepada Allah dan kasih sayang tertinggi kepada manusia (yaitu orang tua).
Makna: Ibadah dan akhlak berasal dari dua fondasi ini.
8. Kedudukan ibu lebih ditekankan dalam ayat-ayat lain; Tafsir al-Kashani (Syiah): Dalam beberapa ayat, disebutkan bahwa kesusahan mengandung, menyusui, dan membesarkan lebih banyak dialami oleh ibu, maka penghormatan kepada ibu bahkan lebih besar.
Makna: Meski ayat menyebut “kedua orang tua,” penghormatan kepada ibu tiga kali lipat lebih besar menurut hadis.
9. Ihsan dalam Islam dimulai dari rumah; Tafsir al-Mīzān dan Tafsir as-Safi: Setelah tauhid, Allah tidak memerintahkan langsung kepada masyarakat, tapi kepada keluarga. Rumah adalah tempat pendidikan pertama ihsan.
Makna: Ukuran keberagamaanmu bukan di masjid dulu, tapi di rumah—terutama kepada orang tua.
10. Ayat ini menjadi dasar hukum haramnya durhaka kepada orang tua; Tafsir Fi Zilāl al-Qur’ān (Sayyid Quthub): Ayat ini mengandung perintah dan juga larangan implicit terhadap ‘uquq al-walidain (durhaka). Jadi, bukan hanya dianjurkan, tapi wajib untuk berbuat baik.
Makna: Durhaka adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, bukan hanya etika manusia.
 
Makna ayat:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah menetapkan agar kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua…”
(QS al-Isrā’: 23)
Menurut mufasir Syiah, khususnya dari kitab-kitab seperti Tafsīr al-Mīzān (Allāmah Thabāṭabā’ī), Tafsīr Nūr al-Thaqalayn (al-Ḥuwayzī), Tafsīr Ṣāfī (Fayḍ al-Kāshānī), dan Tafsīr Nemūneh (Ayatullah Makarim Shirazi):
1. Tauhid adalah dasar seluruh ketaatan; Allāmah Ṭabāṭabā’ī (al-Mīzān): Makna “qadhā” dalam ayat ini menunjukkan ketetapan pasti dan tidak berubah dari Allah. Artinya, tauhid adalah akar seluruh ajaran agama dan awal dari seluruh amal saleh. Tauhid bukan hanya tidak menyembah berhala, tapi tidak menjadikan siapa pun selain Allah sebagai tujuan.
2. Ihsan kepada orang tua adalah bukti syukur atas nikmat wujud
Fayḍ al-Kāshānī (Tafsīr al-Ṣāfī):
Allah mendahulukan hak-Nya (tauhid) lalu menyebut hak orang tua, karena mereka adalah sebab lahirnya kehidupan kita.
“Allah adalah sebab wujud rohanimu, dan orang tua adalah sebab wujud jasmanimu.”
3. Ihsan mencakup ucapan, perbuatan, dan hati
Ayatullah Makarim Shirazi (Tafsīr Nemūneh): Kata “ihsān” dalam bahasa Arab berarti menyampaikan kebaikan dengan cara terbaik, termasuk dalam nada bicara, bahasa tubuh, dan bahkan cara pandang.
“Ihsan bukan hanya tidak membentak, tapi juga tidak mendesah, memalingkan wajah, atau menunjukkan kejengkelan.”
4. Kedua hak itu: tauhid dan birrul walidain adalah satu kesatuan
Allāmah Ṭabāṭabā’ī: Ayat ini menempatkan tauhid dan berbuat baik kepada orang tua secara berdampingan. Artinya, orang yang menyembah Allah tetapi durhaka kepada orang tua, belum mengamalkan tauhid sejati.
5. Hakikat ibadah adalah penghambaan tanpa pembangkangan; Ayatullah Makarim Shirazi: Ibadah dalam ayat ini adalah tunduk total (ta‘abbud), bukan sekadar ritual. Maka orang yang masih membantah atau tidak patuh kepada orang tua dengan cara yang lembut, belum sepenuhnya taat kepada Allah.
6. Orang tua disebut tanpa syarat agama dan karakter; Tafsīr Ṣāfī dan Tafsīr Nemūneh: Ayat ini tidak memberi syarat bahwa orang tua harus Muslim atau saleh. Maka berbuat baik tetap wajib, meskipun mereka tidak seiman. “Kecuali jika mereka memaksamu untuk menyekutukan Allah (QS Luqman: 15), maka tolaklah dengan cara yang baik.”
7. Tauhid mengakar di langit, birrul walidain mengakar di bumi
Tafsīr Nūr al-Thaqalayn (al-Ḥuwayzī):”Dari Imam al-Bāqir (as):
“Ada tiga hal yang Allah tidak sebut satu tanpa yang lain: syukur kepada-Ku dan kepada orang tua; taat kepada-Ku dan kepada Rasul; dirikan shalat dan tunaikan zakat.”Makna: Hak Allah tidak bisa dipisahkan dari hak orang tua.
8. Ayat ini adalah ayat ujian hakikat kehambaan; Allāmah Ṭabāṭabā’ī:
Allah menjadikan penghambaan bukan hanya melalui shalat, tetapi melalui akhlak dan kesabaran menghadapi orang tua. Maka ayat ini menjadi ukuran keikhlasan seseorang dalam ibadah.
9. Kata “ihsānan” dalam bentuk mashdar: menunjukkan keharusan terus menerus; Fayḍ al-Kāshānī:
Bukan hanya satu atau dua kali. Ihsan harus berulang, berkesinambungan, dan tidak putus meski mereka telah wafat.
Bahkan setelah wafatnya, doa, sedekah atas nama orang tua, dan ziarah adalah bagian dari birrul walidain.”
10. Birrul walidain adalah mi‘rāj (pendakian) ruhani menuju ridha Allah; Tafsīr Nemūneh: Berbakti kepada orang tua bukan sekadar kewajiban moral, tapi cara naik ke maqam ruhani yang lebih tinggi. Karena kesabaran, kerendahan hati, dan ketulusan diuji melalui mereka.
 
Makna ayat berikut menurut para ahli makrifat dan hakikat, khususnya dari tradisi Irfan dan Hikmah dalam Islam (termasuk ulama Syiah seperti Sayyid Ḥaydar Āmulī, al-Kāshānī, dan Mulla Ṣadrā):
‎ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah menetapkan agar kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua.”
(QS al-Isrā’: 23)
‎1. “وَقَضَىٰ” — Qadha’ adalah perwujudan hukum rububiyah di alam zahir
Menurut para arif, qadhā’ di sini bukan hanya perintah syar‘i, tapi perintah ontologis (takwini). Allah menetapkan bahwa wujud ini tidak menerima penyembahan kecuali kepada Yang Haqq.
Makna: Tauhid adalah fitrah wujud, bukan sekadar perintah luar.
‎2. “أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ” — Tauhid Ibadah = Fana’ dalam al-Haqq
Dalam pandangan irfani, makna ibadah bukan sekadar ruku dan sujud, tetapi kesirnaan kehendak makhluk dalam Kehendak Tuhan (fanā’ al-irādah fi irādatillāh).
Makna: Engkau tidak benar-benar menyembah Allah hingga tiada kehendak kecuali kehendak-Nya.
‎3. “وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا” — Orang tua adalah manifestasi nama-nama Allah
Dalam perspektif hakikat, ayah adalah tajalli (manifestasi) dari Nama Allah al-Qādir, dan ibu adalah tajalli dari Nama-Nya al-Raḥmān. Maka ihsan kepada mereka adalah ihsan kepada al-Asmā’ al-Ilāhiyyah.
Makna: Berbakti kepada orang tua = mengagungkan tajalli Ilahi di alam dunia.
4. Ibu dan ayah adalah sebab keberadaan jasmani, Allah adalah sebab wujud ruhani
Ahli makrifat menyatakan: “Allah menciptakanmu dengan wujud ruhani; orang tuamu adalah sabab musabbab jasmanimu.” Maka menyatukan keduanya (ibadah kepada Allah + ihsan kepada orang tua) adalah kesempurnaan penghambaan.
5. Ibadah sejati tidak terlepas dari akhlak terhadap manusia terdekat
Para arif berkata: “Seorang yang khusyuk dalam shalat tapi kasar kepada ibunya belum mengenal makna ubudiyah.” Karena Ihsan kepada orang tua adalah madrasah untuk fana’ dalam kehendak Allah.
Makna: Pintu tauhid dibuka dari rumahmu.
6. Orang tua adalah penampakan rahmat Allah yang paling nyata di alam zahir ; Dalam kacamata makrifat, rahmat Ilahi yang tersembunyi di alam ini, paling tampak melalui cinta ibu dan ayah. Maka menyakiti mereka adalah menyakiti rahmat Allah yang tampak.
7. Makna batin “ihsān” adalah menyaksikan kemuliaan wujud mereka dalam cahaya Allah
Ihsan dalam makna batin bukan sekadar baik secara lahir, tapi melihat mereka dengan pandangan tajalli Ilahi.
Makna: “Jangan lihat ibumu sebagai wanita tua yang sakit, tapi sebagai cermin kasih sayang Allah kepadamu.”
8. Dalam maqam ruhani, orang tua adalah maqam ashl
Para sufi dan arif menyebut, setelah fana’ fi-llāh, hamba akan diperintah kembali ke alam makhluk dengan membawa rahmat. Maka berbakti kepada orang tua setelah ma‘rifat adalah maqam syuhūd yang tinggi.
9. Tauhid dan birrul walidain adalah dua sisi dari tajalli keesaan Allah
Sebagaimana Allah Esa secara zat dan nama, maka tauhid (vertikal) dan ihsan kepada orang tua (horizontal) adalah pancaran keesaan itu dalam dimensi hidup.
Makna: Kamu belum mengenal tauhid jika belum melihat ibumu dalam cahaya rahmat Allah.
10. Qadā’ dalam ayat ini adalah taklif cinta, bukan beban hukum
Ahli hakikat menyatakan: “Wahyu bukan beban, tapi undangan cinta.” Maka perintah untuk tidak menyembah kecuali Allah dan berbuat baik kepada orang tua adalah panggilan menuju kesempurnaan cinta.
 
Kesimpulan dari ahli makrifat:
Ayat ini adalah undangan bagi ruhani manusia untuk menyatu dengan tauhid, dan menyentuh rahmat Allah di dunia ini melalui orang tua. Maka jalan fana’ tidak cukup hanya dengan ibadah lahiriah, tapi harus melewati madrasah ihsan, yang dimulai dari rumah.
 
Dalam pandangan Ahlul Bayt (as), makna “orangtua” (walidain) tidak terbatas hanya pada ayah dan ibu biologis, tetapi juga mencakup figur-figur ruhani dan asasi (hakiki) yang berperan besar dalam keberadaan, hidayah, dan tarbiyah seseorang. Berikut ini penjelasan siapa saja yang disebut sebagai “orangtua” selain ayah dan ibu, menurut hadis-hadis Ahlul Bayt:
1. Rasulullah (saw) sebagai ayah umat; Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as) berkata:    النَّبِيُّ أَبُو أُمَّتِهِ
“Nabi adalah ayah bagi umatnya.”
(Bihar al-Anwar, 68/146)
Makna: Rasulullah bukan hanya pembimbing syariat, tapi juga pemberi kehidupan ruhani, sebagaimana orang tua memberikan kehidupan jasmani.
2. Imam Ali (as) dan para imam sebagai “Abā’ul Ummah” (ayah-ayah umat) ;Dari Imam al-Bāqir (as), ketika menafsirkan ayat:
‎يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
(QS al-A‘rāf: 31)
Beliau berkata:
‎ يعني الأئمة الذين هم كالآباء لهذه الأمة، بهم يهتدون، ومنهم يأخذون
“Yakni para imam, mereka seperti ayah bagi umat ini. Melalui mereka umat mendapat petunjuk dan dari mereka umat mengambil ilmu.”
(Tafsīr al-Qummī, 1/229)
3. Guru yang mengajarkan kebaikan adalah “ayah dalam agama”; Imam ‘Ali (as) bersabda:
‎ من علمني حرفاً فقد صيرني عبده
“Siapa yang mengajariku satu huruf, maka ia telah menjadikanku hamba (murid)-nya.”(Nahj al-Balāghah / hikmah masyhur)
Dan juga:
‎ أبوك من علّمك
“Ayahmu adalah orang yang mengajarimu.”(Gharar al-Ḥikam, no. 231)
Makna: Guru ruhani, mursyid, atau pengajar ilmu yang menyambungmu kepada Allah juga memiliki kedudukan “walid”.
4. Pemimpin yang adil disebut “ayah bagi rakyat”
Imam ‘Ali (as) berkata dalam Nahj al-Balāghah:
‎ وأنا لكم أبٌ رءوفٌ مشفق
“Aku adalah bagi kalian, ayah yang penuh kasih dan pengasih.”
(Khutbah 16)
Makna: Pemimpin sejati, bila memimpin dengan rahmat dan keadilan, juga dipandang sebagai ayah secara ruhani dan sosial.
5. Ibu spiritual: Fāṭimah (as) adalah ibu para Imam dan seluruh umat mukmin ; Dari Imam al-Bāqir (as):
نَحْنُ حُجَجُ اللَّهِ، 
وَأُمُّنَا فَاطِمَةُ حُجَّةُ اللَّهِ عَلَيْنَا
Kami adalah hujjah Allah, dan ibu kami Fāṭimah adalah hujjah Allah atas kami.”
(Dalā’il al-Imāmah, hlm. 106)
Makna: Sayyidah Fāṭimah (as) adalah “ummi ruhiyyah” (ibu ruhani) bagi para hujjah dan seluruh pengikut jalan tauhid.
6. Orang yang menyelamatkanmu dari kebodohan adalah walid ruhani; Dalam riwayat maknawi dari Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as):
“Sebagaimana ayah jasmani menyelamatkanmu dari ketiadaan wujud, maka guru menyelamatkanmu dari ketiadaan ilmu. Maka keduanya disebut walid.”
Kesimpulan menurut Ahlul Bayt (as): Jenis “Orangtua” Sifat Keterangan
Ayah & Ibu Jasmani
Wujud jasadi
Penyebab lahirnya kehidupan
 
Nabi (saw)
Wujud ruhani universal
Ayah umat
 
Imam (as)
Ayah ruhani
Hujjah dan pemberi hidayah
 
Guru (mu’allim)
Ayah ma‘nawi
Pembuka ilmu dan cahaya
 
Pemimpin adil
Ayah sosial
Mengatur umat dengan rahmat
 
Sayyidah Fatimah (as)
Ibu ruhani
Asas wilayah dan nur
 
Kisah dan cerita bermakna yang menggambarkan makna “orangtua selain ayah dan ibu” menurut hadis-hadis Ahlul Bayt — yaitu orang-orang yang memiliki kedudukan seperti ayah atau ibu secara ruhani, ilmu, dan kepemimpinan, bukan sekadar secara biologis:
1. Rasulullah (saw) Menyebut Dirinya sebagai Ayah Umat
Kisah: Seorang Arab Badui datang dan berkata, “Ya Rasulullah, engkau sangat menyayangi kami, seolah engkau bukan hanya Nabi.”
Rasulullah menjawab:
‎ أنا لكم بمنزلة الأب
“Aku adalah bagi kalian laksana seorang ayah.”
(Tafsir al-Qummi & Bihar al-Anwar)
Makna: Rasulullah saw adalah ayah ruhani bagi umat, yang menuntun dan melindungi mereka.
2. Imam Ali (as) kepada Malik al-Asytar ; Dalam suratnya kepada Malik, Imam Ali berkata:
“Berlemah-lembutlah kepada rakyatmu, karena engkau adalah bagai ayah bagi mereka.”
Kisah: Ketika Malik hendak menegur keras sekelompok rakyat yang menyimpang, ia mengingat surat ini dan berkata, “Seorang ayah tak akan membakar rumah anaknya, tetapi membimbing mereka kembali.”
3. Guru Imam al-Sadiq dan Penghormatan sebagai Ayah
Kisah: Seorang sahabat berkata kepada Imam al-Ṣādiq (as): “Wahai putra Rasulullah, siapa ayahmu dalam ilmu?” Imam menjawab, “Aku memiliki guru yang tidak sekadar memberi ilmu, tapi membawaku kepada Allah — dialah ayahku dalam agama.”
Makna: Guru ruhani disebut walid, sebab ia melahirkan kesadaran dan cahaya.
4. Sayyidah Fatimah (as) sebagai Ibu para Imam ; Kisah: Ketika Imam al-Hasan dan al-Husain (as) ditanya, siapa perempuan paling agung setelah Maryam, mereka menjawab:
“Ibu kami Fāṭimah — bukan karena darah, tapi karena ia sumber seluruh cahaya imam-imam Ahlul Bayt.”
5. Nabi Musa dan Nabi Khidhr (as)
Kisah: Dalam perjalanan ruhani, Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidhr. Setelah melihat perbuatan-perbuatan aneh Khidhr, Musa ditegur karena tak bersabar.
Akhirnya ia berkata: “Engkau adalah bagiku lebih dari ayahku sendiri dalam ilmu.”
Makna: Guru sejati lebih tinggi daripada ayah biologis dalam dunia ruhani.
6. Murid Imam Sajjad (as) dan Adab terhadap Guru
Kisah: Imam Ali Zainal Abidin (as) berdiri dari duduknya saat melihat seorang guru masuk ke masjid.
Seorang murid bertanya: “Mengapa engkau berdiri seperti anak menyambut ayahnya?” Beliau menjawab: “Ia yang mengenalkanku kepada Allah, lebih pantas disebut ayahku.”
7. Kisah Ulama: Anak Tak Tahu Nama Ayah, Tapi Hafal Nama Gurunya; Kisah Hikmah: Dalam satu majelis, seorang ulama ditanya: Siapa ayahmu?” Ia menjawab, “Aku tak tahu namanya, tapi aku tahu nama guruku yang menjadikanku sadar dan takut kepada Allah.”
Makna: Ruhani kadang lahir dari ilmu, bukan darah.
8. Salman al-Farisi dan Nabi sebagai Ayah; Kisah: Rasulullah saw berkata kepada para sahabat:
Salman adalah dari keluargaku.
Salman kemudian berkata:
Engkau adalah bapakku, wahai Rasulullah. Karena engkau menghidupkanku dari mati dalam kekafiran.”
9. Kisah Harun dan Musa: Saudara sebagai Ayah
Kisah: Dalam al-Qur’an, Nabi Musa berdoa:Dan jadikan Harun saudaraku sebagai penolongku.”Imam Ja’far al-Sadiq menjelaskan bahwa Musa berkata begitu karena Harun adalah pelindung dan pendidiknya sejak kecil.
10. Seorang Murid Imam Baqir (as) dan Keengganan Meninggalkan Madrasah Ilmu
Kisah: Seorang murid Imam al-Bāqir dipanggil ayahnya karena ada urusan penting, tapi ia berkata: “Aku sedang bersama ayahku yang sejati.” Ketika ditanya, ia menunjuk Imam al-Bāqir dan berkata: “Ayah yang ini memberiku kehidupan abadi.”
Kesimpulan Hikmah:
Orang tua dalam pandangan Ahlul Bayt mencakup:
Jenis Contoh Fungsi Ruhani
Ayah/Ibu Biologis
Orang tua kandung
Pemberi kehidupan jasmani
 
Ayah Ruhani
Rasulullah, 
Imam, guru ma‘nawi
Pemberi kehidupan ruhani & hidayah
 
Ibu Ruhani Sayyidah Fāṭimah, mursyidah Pelindung dan rahim cahaya
 
Pemimpin Adil
Imam Ali, Malik al-Asytar
Pengatur masyarakat dengan rahmat
 
Cerita dan kisah inspiratif yang menggambarkan makna ayat QS al-Isrā’ (17): 23, terutama kalimat:
‎ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah menetapkan agar kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapak…”
1. Nabi Musa (as) dan Ibu Kandungnya ; Ketika Nabi Musa diasuh oleh keluarga Firaun, Allah tetap menjaga hubungan Musa dengan ibu kandungnya. Allah berfirman: “Kami kembalikan dia kepada ibunya agar matanya sejuk dan tidak bersedih hati.”
(QS al-Qaṣaṣ: 13)
Makna: Betapa besar kedudukan seorang ibu hingga Allah sendiri mengatur agar hubungan itu tidak terputus.
2. Nabi Isa (as) dan Sayyidah Maryam (as) ; Dalam Surah Maryam ayat 32, Nabi Isa berkata: “Dan (Allah) menjadikanku seorang yang berbakti kepada ibuku, dan tidak menjadikanku orang yang sombong dan celaka.”
Makna: Meskipun tanpa ayah, Nabi Isa sangat menekankan berbakti kepada ibu sebagai bentuk ibadah utama.
3. Imam Zainal Abidin (as) dan Adab kepada Ibu
Dalam Riwayat Ahlul Bayt, Imam Sajjad (as) tidak pernah makan bersama ibunya. Ketika ditanya mengapa, beliau menjawab: “Aku takut mendahului beliau dalam mengambil makanan yang mungkin menjadi keinginannya.”
Bihar al-Anwar)
Makna: Akhlak tinggi dalam menghormati orangtua, bahkan dalam hal-hal kecil.
4. Kisah Uwais al-Qarani
Uwais adalah seorang sufi besar yang sangat berbakti kepada ibunya. Ia tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi karena harus merawat ibunya yang sakit. 
Nabi Muhammad (saw) bersabda:
“Sesungguhnya dari arah Yaman akan datang seorang laki-laki bernama Uwais… doanya dikabulkan. Jika kalian menemuinya, mintalah doa darinya.” (Muslim)
Makna: Ridha ibu menjadikan seseorang dekat dengan maqam kewalian.
5. Imam Hasan (as) dan Doa Ibunya ; Ketika Sayyidah Fāṭimah (as) sedang berdoa di malam hari, Imam Hasan mendengarnya hanya mendoakan tetangga dan umat Islam. Beliau bertanya: “Wahai ibu, mengapa engkau tidak mendoakan diri sendiri?” Jawab Fāṭimah:
“Tetangga dulu, baru diri sendiri.”
Makna: Orangtua mengajarkan keikhlasan. Membalasnya adalah bentuk ihsan.
6. Berbakti Kepada Orangtua Setelah Wafat ; Rasulullah (saw) bersabda: “Salah satu bentuk berbakti yang paling utama adalah menyambung hubungan dengan sahabat ayah dan ibumu setelah mereka wafat.”(Sahih Muslim)
Cerita: Seorang sahabat selalu memberi hadiah kepada sahabat ayahnya setiap Idul Fitri, sebagai bentuk ihsan pasca wafat.
7. Kisah Ibnu Sirin dan Suara Tinggi ke Ibunya ; Ibnu Sirin, seorang tabi’in terkenal, berkata: “Aku tak pernah berbicara dengan suara tinggi di hadapan ibuku sepanjang hidupku, karena aku takut ayat ini: ‘jangan mengatakan uf kepada mereka’ (QS al-Isrā’: 23), mengenai diriku.”
8. Imam Ali (as) dan Wasiat kepada Anaknya; Imam Ali berkata kepada Imam Hasan: “Jadilah engkau anak yang berbakti, karena ridha Allah tergantung pada ridha orangtua.”
(Gharar al-Hikam)
Cerita: Imam Ali selalu memastikan pendidikan dan akhlak anak-anaknya bersumber dari adab kepada orangtua.
9. Kisah ‘Alqamah yang Sulit Mengucap Syahadat
Di zaman Rasulullah (saw), ada seorang pemuda bernama ‘Alqamah yang sangat taat beribadah. Namun ketika hendak wafat, ia tidak bisa mengucapkan syahadat.
Setelah diselidiki, ternyata ibunya marah karena ‘Alqamah mengutamakan istrinya. Rasulullah berkata: “Sebelum ibunya ridha, lisannya tidak akan bisa mengucap syahadat.” Setelah sang ibu ridha, barulah ia bisa wafat dalam keadaan baik.
10. Seorang Pemuda Membawa Ibunya dalam Ibadah Haji
Di masa Rasulullah (saw), seorang pemuda menggendong ibunya selama seluruh perjalanan haji. Ia bertanya: “Ya Rasulullah, apakah aku telah membalas jasa ibuku?”
Nabi menjawab:”Tidak, bahkan satu tarikan napas saat ia melahirkanmu pun belum terbalas.”
 
Penutup dan Makna Hikmah Ayat
QS al-Isrā’ (17):23 menegaskan dua prinsip utama:
1.Tauhid (menyembah Allah semata)
2.Ihsan (berbuat baik kepada orangtua)
Kisah-kisah ini menunjukkan:
•Betapa besar kedudukan ibu dan ayah di sisi Allah
•Bahwa kebaikan kepada mereka bernilai seperti ibadah
•Dan bahwa jalan menuju Allah sering dimulai dari ridha kedua orangtua
 
Manfaat berbakti kepada orang tua sesuai ayat QS al-Isra’ 17:23 dan doa-doa yang bisa dipanjatkan untuk mewujudkan ihsan tersebut:
 
Manfaat Berbakti Kepada Orang Tua
1. Mendapat Ridha Allah
Berbakti kepada orang tua adalah sebab Allah meridhai hamba-Nya (HR. Muslim).
2. Dibukakan Pintu Surga
Rasulullah bersabda:”Surga berada di bawah telapak kaki ibu.” (HR. Nasai) Artinya, berbakti pada ibu membuka jalan surga.
3. Menghapus Dosa
Berbuat baik kepada orang tua dapat menghapus dosa dan kesalahan.
4. Memperpanjang Umur
Allah menjanjikan umur yang panjang bagi yang berbakti kepada orang tua.
5. Dimudahkan Urusan Dunia dan Akhirat
Hidup akan diberi kemudahan dan keberkahan.
6. Mendapat Perlindungan dari Azab Kubur
Orang yang berbakti dilindungi dari siksa kubur.
7. Diberi Kemuliaan di Dunia dan Akhirat
Kedudukan yang tinggi di sisi Allah.
8. Mendapatkan Berkah dan Rezeki Melimpah
Rezeki menjadi berkah dan bertambah.
9. Doa Orang Tua Cepat Dikabulkan
Doa orang tua sangat mustajab, dan berbakti memudahkan doa itu sampai.
10. Menjadi Contoh dan Inspirasi Kebaikan
Membangun keluarga sakinah dan masyarakat harmonis.
 
Doa untuk Mewujudkan Berbakti Kepada Orang Tua
1. Doa Memohon Ridha Allah dan Orang Tua;
اللَّهُمَّ رَضِّنِي بِقَضَائِكَ وَقَضَاءِ وَالِدَيَّ
“Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu dan ketetapan kedua orang tuaku.”
2. Doa Agar Diberi Kemampuan Berbakti;
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي 
رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
(QS Ibrahim: 40)
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang mendirikan shalat dan (juga) dari keturunanku…”
3. Doa Memohon Ampunan Orang Tua; رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَي
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku.”
4. Doa Memohon Kesehatan dan Keberkahan untuk Orang Tua
‎اللَّهُمَّ اشْفِ والديَّ وبارك لهما في حياتهما
“Ya Allah, sembuhkan kedua orang tuaku dan berkahilah mereka dalam hidupnya.”
5. Doa Memohon Kemudahan Berbakti; 
‎اللَّهُمَّ سَهِّلْ عَلَيَّ طَاعَتَهُمَا
“Ya Allah, permudahlah bagiku untuk taat kepada mereka.”
6. Doa Memohon Hati yang Penuh Kasih;
‎اللَّهُمَّ اجْعَلْ قَلْبِي مَلِيئًا بِالْمَحَبَّةِ لِوَالِدَيَّ
“Ya Allah, jadikanlah hatiku penuh cinta kepada kedua orang tuaku.”
7. Doa Agar Diberi Kesabaran dalam Berbakti
‎رَبِّ أَعِنِّي عَلَى صَبْرِ طَاعَتِهِمَا
“Ya Rabb, bantulah aku bersabar dalam taat kepada mereka.”
8. Doa Memohon Rahmat dan Ampunan untuk Orang Tua yang Sudah Wafat;
‎اللَّهُمَّ ارْحَمْ وَالِدَيَّ وَاغْفِرْ لَهُمَا
“Ya Allah, rahmatilah dan ampunilah kedua orang tuaku.”
9. Doa Memohon Diberi Keberkahan dari Orang Tua;
‎اللَّهُمَّ اجْعَلْ بَرَكَتَهُمَا فِي حَيَاتِي وَمَمَاتِي
“Ya Allah, jadikan keberkahan mereka dalam hidup dan matiku.”
10. Doa Memohon Agar Doa Orang Tua Menjadi Penyebab Kesuksesan;
‎رَبِّ اجْعَلْ دُعَاءَ وَالِدَيَّ لِي نَجَاحًا وَفَتْحًا
“Ya Rabb, jadikan doa orang tuaku sebagai sebab kesuksesanku.”
 
Sholat dan Doa Untuk Orangtua
 
Sholat anak buat kedua orangtua ini disebutkan dalam kitab Baqiyatus shôlihat, halaman 753. Dalam kitab Dhiya’ush-shôlihin, halaman 268. Adapun sholatnya adalah sbb.
 
Terdiri dari dua rakaat :
1. Niat shalat hadiyah 
untuk orang tua
2. Pada rakaat pertama 
baca surah Al-Fatihah 
kemudian ayat  berikut 10 kali
Robbanagh-firlî wa liwâ lidayya walil mukminîn(a) yauma yaqûmul hisâb
Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari 
terjadinya hisab (hari kiamat)". 
(QS. 14:41)
3. Pada`rakaat kedua sesudah membaca surah Al-Fatihah baca ayat berikut 10 kali
Robbigh-firlî wa liwâ lidayya waliman dakhola baitiya mukminan walil mukminîn(a) wal mukminâ (t) 
Ya Rabbku! Ampunilah daku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan." (QS 71:28)
4. Setelah salam baca doa berikut 10 kali: robbirhamhumâ kamâ robbayânîshoghîrô
Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (QS. 17:24)
 
Doa Untuk Orangtua
 
Doa ini dikutip dari Shohifah As-Sajjadiyah (Kumpulan Doa Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad) Doa ke-24. Doa Imam a.s. untuk Kedua Orang Tuanya;
 
Dengan asma Allah Yang Maha Kasih dan Maha sayang, 
Ya Allah sampaikan sholawat kepada Muhammad hamba-Mu 
dan Rasul-Mu dan ahlul baytnya yang suci. 
 
Istimewakan mereka dengan yang paling utama dari rahmat-Mu, kasih-Mu, kemuliaan-Mu dan kedamaian-Mu. Ya Allah istimewakan juga kedua orang tuaku dengan kemuliaan di sisi-Mu dan rahmat-Mu, Wahai Yang Paling Pengasih dari segala yang mengasihi. 
 
Ya Allah sampaikan sholawat kepada Muhammad dan keluarganya. Ilhamkan kepadaku ilmu tentang kewajibanku terhadap keduanya dan sempurnakanlah pengetahuanku atas kewajiban tersebut. Gerakkan aku untuk mengamalkan apa yang Kau ilhamkan kepadaku. Bimbinglah aku untuk melaksanakan pengetahuan yang telah Kau tunjukkan aku sehingga aku tidak kehilangan waktu untuk mengamalkan apa yang telah Kau ajarkan kepadaku. Sehingga aku tidak kehilangawaktu untuk mengamalkan apa yang telah Kau ajarkan kepadaku dan anggota badanku tidak berat untuk melakukan apa yang telah Kauilhamkan kepadaku. 
 
Ya Allah sampaikan sholawat kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana telah Kau muliakan kami dengannya.
Ya Allah jadikanlah aku tunduk kepada keduanya (orangtua kami) laksana tunduk di hadapan penguasa zalim, dan berbakti kepada mereka laksana ibu yang penyayang.Jadikanlah ketaatanku dan baktiku kepada mereka lebih indah di mataku daripada tidur di kala mengantuk dan lebih sejuk di dadaku daripada meneguk air dikala dahaga. Sehingga keinginan mereka lebih kuutamakan dari keinginanku, kudahulukan keridhoan mereka dari keridhoanku dan menganggap banyak kebajikan mereka walaupun sedikit dan menganggap sedikit kebaikanku kepada mereka walaupun banyak. 
 
Ya Allah, terhadap mereka rendahkanlah suaraku, indahkanlah tutur kataku,lembutkanlah perangaiku, lunakkanlah hatiku, jadikanlah aku selalu menemani dan mengasihi mereka. 
 
Ya Allah, berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya atas didikan mereka kepadaku. Berilah mereka pahala yang besar atas kasih sayang yang mereka limpahkan atasku. Peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku di masa kecilku. 
 
Ya Allah, apa saja gangguan yang telah mereka rasakan, atau kesusahan yang mereka derita karenaku, dan hak-hak mereka yang kusia-siakan, jadikanlah itu semua pelebur dosa-dosa mereka, peningkat derajat mereka dan penambah kebaikan mereka, wahai Yang mengganti keburukan dengan kebaikan yang berlipat ganda. 
 
Ya Allah, apapun kesalahan kata-kata mereka terhadapku, tindakan mereka yang berlebihan atasku, hak-hakku yang tidak mereka penuhi dan kewajiban mereka terhadapku yang mereka lalaikan, itu semua telah kurelakan. Aku berbakti kepada mereka dengannya. Dan aku harap Engkau pun mengampuni kesalahan mereka tersebut. 
 
Sungguh aku tidak menuduh mereka menyia-nyiakanku  atau lalai mengasihiku. Aku tidak  membenci apa yang mereka lakukan atasku. Wahai Tuhanku, hak mereka  terlampau besar, kebaikan mereka lebih utama dan pemberian mereka lebih agung untuk dapat kubalas dengan adil atau kuganti sebagaimana layaknya 
 
Ya Allah, bagaimana mungkin aku membalas masa-masa kesusahan mereka alami ketika membesarkanku? 
Di manakah kelelahan mereka tatkalamenjagaku ? 
Di manakah kepedihan mereka dalam memberikan yang terbaik kepadaku ? 
Oh sungguh jauh aku untuk menunaikan hak-hak mereka. Tidaklah mungkin aku melaksanakan apa yang menjadi kewajibanku terhadap mereka. Dan aku takkan sanggup melakukan tugas berkhidmat kepada mereka. Maka bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya dan bantulah aku dalam kesemuanya itu, wahai Sebaik-baik yang diminta pertolongan. Berilah taufik padaku, wahai Yang paling benar tatkala diharap. Janganlah Kau golongkan aku dengan mereka yang durhaka kepada ayah dan ibu pada hari dibalasnya semua perbuatan manusia sedang mereka tidak dianiaya. 
 
Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad, keluarga dan keturunannya dan khususkanlah bagi kedua orang tuaku dengan apa yang  Kau khususkan orang tua para hamba-Mu yang mu'min, wahai Yang Pengasih dari para pengasih. 
 
Ya Allah jangan Kau jadikan aku lupa menyebut mereka setiap usai sholat-sholatku, di saat-saat kegelapan menyelimuti malam dan setiap waktu bersinarnya mentari di siang hari. Ya Allah limpahkanlah rahmatmu kepada Muhammad dan keluarganya  dan ampunilah aku dengan sebab do'aku untuk mereka. Ampunilah keduanya dengan sebab belas kasih mereka padaku. Berikanlah keridhaan-Mu untuk  mereka dengan syafaatku pada mereka. Tuntunlah mereka dengan segala kemuliaan menuju tempat keselamatan. 
 
Ya Allah  apabila ampunan-Mu telah lebih dahulu Kau berikan kepada mereka maka jadikanlah keduanya pemberi syafa'at padaku. Dan jika ampunan-Mu telah tercurahkan kepadaku terlebih dahulu maka jadikanlah aku pemberi syafa'at bagi keduanya. Sehingga dengan  perantaraaan kasih dan kelembutan-Mu kami dapat berkumpul di griya kemuliaan dan altar ampunan dan rahmat-Mu. Sungguh Engkau pemilik kemulian yang agung dan pemberian yang abadi dan Engkaulah yang Maha pengasih dari semua pengasih.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment