Kolom: Makna “Ya Allah, kembalikanlah setiap yang hilang atau yang jauh.” (Bagian Kedua)

Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Makna اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ menurut mufasir Syiah dapat ditelaah melalui tafsir mereka yang berfokus pada konsep pengembalian dalam Al-Qur’an, yang sering dikaitkan dengan hidayah, nikmat, dan kepemimpinan (wilayah) Ahlul Bayt. Berikut beberapa pandangan mufasir Syiah:
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Makna اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ menurut mufasir Syiah dapat ditelaah melalui tafsir mereka yang berfokus pada konsep pengembalian dalam Al-Qur’an, yang sering dikaitkan dengan hidayah, nikmat, dan kepemimpinan (wilayah) Ahlul Bayt. Berikut beberapa pandangan mufasir Syiah:
1. Pengembalian Orang yang Hilang atau Terpisah
Dalam kisah Nabi Yusuf, Allah berfirman:”Maka Kami kembalikan Yusuf kepada ibunya agar hatinya menjadi tenteram.”
(QS. Al-Qashash: 13)
Tafsir Al-Mizan (Allamah Thabathabai): Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa pengembalian ini mencerminkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang beriman. Kisah ini menekankan bahwa tidak ada jarak atau keterpisahan yang mustahil bagi Allah untuk menyatukan kembali, baik dalam hubungan keluarga maupun dalam konteks spiritual.
Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ mencakup harapan agar Allah mengembalikan semua yang hilang atau terpisah, baik fisik maupun nonfisik.
2. Kembalinya Hidayah kepada yang Tersesat
Dalam QS. An-Nur: 35, Allah berfirman:”Allah (memberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang di dalamnya ada pelita…”
Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn (Al-Huwaizi):
Ayat ini sering ditafsirkan sebagai simbol hidayah Allah yang tidak akan padam. Dalam tradisi Syiah, “pelita” tersebut diidentifikasi dengan Ahlul Bayt, yang merupakan jalan petunjuk bagi umat. Doa agar Allah “mengembalikan yang jauh” juga mencakup permohonan agar Allah membawa mereka yang tersesat kembali kepada cahaya kebenaran yang dilambangkan oleh para Imam Ahlul Bayt.
3. Kembalinya Nikmat yang Hilang
QS. Ibrahim: 7:”Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu.”
Tafsir Al-Mizan:
Allamah Thabathabai menafsirkan bahwa “nikmat” ini mencakup nikmat kepemimpinan dan panduan Ahlul Bayt. Ketika umat Islam menjauh dari Ahlul Bayt, mereka kehilangan nikmat terbesar, yaitu hidayah. Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ dapat dimaknai sebagai harapan agar umat kembali kepada nikmat kepemimpinan Ahlul Bayt.
4. Kembalinya Keadilan di Akhir Zaman
QS. Al-Anbiya: 105:”Bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.”
Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn:
Ayat ini sering dikaitkan dengan kembalinya Imam Mahdi (aj), yang dalam tradisi Syiah dianggap sebagai pemimpin akhir zaman yang akan membawa keadilan ke bumi. Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ mencakup harapan agar Imam Mahdi, yang saat ini berada dalam keghaiban, kembali untuk menyelamatkan umat manusia dan mengisi bumi dengan keadilan.
5. Kembalinya Orang yang Berpergian atau Musafir
QS. Al-Qashash: 85:”Sungguh, (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum) Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.”
Tafsir As-Safi (Faid Al-Kasyani):
Mufasir ini menafsirkan ayat ini sebagai jaminan Allah untuk mengembalikan Rasulullah ﷺ ke Makkah setelah hijrah. Dalam konteks ini, doa agar Allah mengembalikan yang jauh juga mencakup pengharapan agar orang yang berpergian atau hilang dapat kembali dengan selamat kepada keluarga mereka.
6. Kembalinya Umat kepada Jalan yang Lurus
QS. Al-Fatihah: 6:”Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
Tafsir Al-Mizan:
Allamah Thabathabai menafsirkan “jalan yang lurus” sebagai jalan yang dipimpin oleh Ahlul Bayt. Ketika umat menjauh dari kepemimpinan mereka, doa ini menjadi permohonan agar mereka kembali kepada jalan kebenaran, yang dalam Syiah disebut sebagai wilayah (kepemimpinan) Ahlul Bayt.
7. Pengembalian Hati kepada Kedamaian
QS. Ar-Ra’d: 28:”Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Tafsir Al-Kasyaf:
Ketenteraman hati adalah bagian penting dari hubungan dengan Allah. Para mufasir Syiah menekankan bahwa doa ini mencakup pengembalian hati yang gelisah kepada kedamaian, terutama melalui keterhubungan dengan Allah dan cinta kepada Ahlul Bayt.
8. Kembalinya Pemimpin yang Hak
QS. An-Nisa: 59:”Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kalian.”
Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn:
Dalam tafsir ini, “ulil amri” diidentifikasi sebagai para Imam dari Ahlul Bayt. Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ juga bisa dihubungkan dengan harapan kembalinya kepemimpinan Ahlul Bayt yang benar kepada umat Islam.
Kesimpulan; Menurut mufasir Syiah, makna اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ meliputi:
1.Pengembalian orang yang hilang atau terpisah.
2.Kembalinya hidayah kepada yang tersesat.
3.Kembalinya nikmat, terutama nikmat kepemimpinan Ahlul Bayt.
4.Kembalinya keadilan melalui Imam Mahdi (aj).
5.Kembalinya keselamatan bagi yang bepergian atau jauh.
6.Kembalinya umat kepada jalan yang lurus (Ahlul Bayt).
Doa ini mencerminkan kepercayaan bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Mengembalikan (الرَّادُّ) dan memiliki kekuasaan untuk mengembalikan segala sesuatu kepada tempat dan keadaan yang terbaik.
Makna اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ menurut ahli makrifat dan hakikat memiliki dimensi yang lebih mendalam dan spiritual. Dalam pendekatan ini, doa ini tidak hanya dilihat secara zahir, seperti pengembalian sesuatu yang hilang secara fisik, tetapi juga mencakup pengembalian keintiman dan hubungan manusia dengan Allah, yang menjadi tujuan tertinggi dalam perjalanan spiritual. Berikut adalah penjelasan makna ini berdasarkan perspektif makrifat dan hakikat:
1. Pengembalian Hamba kepada Allah sebagai Sumber Segala Sesuatu
Ahli makrifat seperti Ibn Arabi melihat bahwa keterasingan (الغربة) utama manusia adalah keterasingannya dari Allah. Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ adalah permohonan agar setiap jiwa yang terasing dari Allah dikembalikan kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” (QS. Al-Baqarah: 156)
Dari sudut pandang hakikat, pengembalian yang dimaksud adalah perjalanan kembali menuju Allah dalam keadaan yang lebih dekat, lebih murni, dan penuh kesadaran akan hakikat keberadaan manusia sebagai hamba.
2. Kembalinya Kesadaran Diri
Menurut ahli hakikat, banyak manusia yang “hilang” dalam dunia material dan lupa akan tujuan penciptaannya. Doa ini bermakna permohonan agar manusia kembali kepada kesadaran akan tugas utamanya sebagai makhluk yang menyembah Allah, sebagaimana firman-Nya:”Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Doa ini mengandung harapan agar manusia yang tenggelam dalam urusan duniawi dapat kembali kepada fitrah ilahiyahnya.
3. Kembalinya Hati yang Jauh dari Cahaya Ilahi
Dalam tasawuf, hati yang jauh dari Allah digambarkan sebagai hati yang gelap dan tertutup oleh hijab duniawi. Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ bermakna permohonan agar hati yang terhijab oleh dosa dan kelalaian dapat kembali kepada cahaya Ilahi, sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nur: 35:”Allah adalah cahaya langit dan bumi…”
Ahli makrifat seperti Jalaluddin Rumi sering menyebut bahwa manusia adalah “burung jiwa” yang terpenjara di sangkar dunia dan berusaha untuk kembali terbang menuju asalnya, yaitu Allah.
4. Kembalinya Rasa Rindu kepada Allah
Keterasingan (الغربة) menurut ahli hakikat juga bermakna hilangnya rasa rindu kepada Allah. Doa ini mengandung permohonan agar Allah menumbuhkan kembali cinta dan rindu dalam hati hamba-Nya sehingga mereka tidak merasa asing dari-Nya. Dalam Al-Qur’an disebutkan:”Orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.”
(QS. Al-Baqarah: 165)
Cinta kepada Allah dianggap sebagai tanda utama bahwa seseorang telah kembali kepada-Nya dalam hakikat cinta dan keintiman spiritual.
5. Kembalinya Jiwa kepada Keharmonian
Ahli hakikat seperti Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa jiwa manusia sering kali terpecah antara dorongan duniawi dan ilahiah. Doa ini bermakna permohonan agar jiwa yang terpecah dapat kembali kepada keharmonian dengan Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Fajr: 27–30:”Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
6. Kembalinya Pemahaman Hakikat Kehidupan
Dalam perspektif makrifat, orang yang jauh atau asing juga mencakup mereka yang tidak memahami hakikat kehidupan dan tujuan penciptaannya. Doa ini bermakna harapan agar manusia dikembalikan kepada pemahaman hakikat ini, seperti disebutkan dalam QS. Al-Ankabut: 64:”Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau. Dan sungguh, negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.”
7. Kembalinya Keselamatan Hakiki
Menurut ahli makrifat, keterasingan juga bisa bermakna terasing dari keselamatan hakiki, yaitu berada dalam rahmat Allah. Doa ini mencakup permohonan agar semua yang jauh dari keselamatan dapat kembali kepada perlindungan-Nya. Dalam QS. Al-An’am: 82 disebutkan:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
8. Kembalinya Kebenaran Universal
Doa ini juga sering dimaknai dalam konteks kembalinya kebenaran yang sejati ke dalam kehidupan manusia, terutama melalui kehadiran Imam Mahdi (aj). Dalam tradisi makrifat Syiah, doa ini menjadi simbol harapan agar umat manusia yang terasing dari keadilan dan kebenaran kembali kepada kepemimpinan Ilahi.
Kesimpulan; Bagi ahli makrifat dan hakikat, اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ memiliki makna-makna mendalam:
1.Mengembalikan manusia kepada Allah sebagai tujuan utama keberadaannya.
2.Mengembalikan hati kepada cahaya dan cinta Ilahi.
3.Mengembalikan jiwa yang gelisah kepada keharmonian dan ketenangan.
4.Mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai hamba Allah.
5.Mengembalikan kebenaran universal dan keadilan kepada umat manusia.
Doa ini mencerminkan perjalanan spiritual manusia menuju Allah, di mana setiap keterasingan harus disudahi dengan kembalinya manusia kepada cinta dan kedekatan dengan-Nya.
Makna اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ menurut ahli hakikat dalam perspektif Syiah mendalam karena berakar pada konsep spiritualitas Ahlul Bayt dan perjalanan manusia menuju Allah. Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, doa ini memiliki makna yang melampaui aspek zahir dan menjangkau realitas batin serta hubungan manusia dengan Allah, Rasulullah ﷺ, dan para Imam sebagai manifestasi cahaya Ilahi. Berikut adalah makna doa ini menurut ahli hakikat Syiah:
1. Kembalinya Jiwa kepada Wilayah (Kepemimpinan Ilahi)
Dalam tradisi Syiah, wilayah atau kepemimpinan para Imam adalah esensi dari hubungan manusia dengan Allah. Jiwa yang jauh dari wilayah Imam Ahlul Bayt dianggap terasing dari sumber cahaya dan kebenaran. Doa ini mencerminkan harapan agar jiwa-jiwa yang jauh dari cinta dan kepemimpinan para Imam dapat kembali kepada wilayah mereka.
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata:”Wilayah kami adalah perjanjian Allah yang telah Dia ambil dari semua makhluk sebelum penciptaan mereka.”
(Bihar al-Anwar, Juz 27)
Keterasingan terbesar menurut ahli hakikat Syiah adalah keterasingan dari Imam Zaman (aj). Oleh karena itu, doa ini juga bermakna kembalinya jiwa kepada hakikat kepemimpinan Ilahi.
2. Kembalinya Fitrah Manusia kepada Kesempurnaan
Ahli hakikat Syiah percaya bahwa manusia diciptakan dalam fitrah yang suci (QS. Ar-Rum: 30). Namun, dosa, kelalaian, dan duniawi menjauhkan manusia dari fitrah ini. Doa ini adalah permohonan agar Allah mengembalikan manusia kepada kesucian dan kesempurnaan asalnya.
Allamah Thabathabai dalam Tafsir Al-Mizan menyebutkan:”Fitrah manusia adalah kecenderungan kepada tauhid dan hakikat. Segala keterasingan dari Allah adalah keterasingan dari fitrahnya sendiri.”
Doa ini bermakna permohonan agar setiap manusia yang hilang dari fitrahnya dapat kembali kepada jalan kesempurnaan.
3. Kembalinya Jiwa kepada Cahaya Ilahi
Dalam tradisi Syiah, cahaya Ilahi (نور الله) diidentifikasi dengan Ahlul Bayt. QS. An-Nur: 35 menyebutkan:”Allah adalah cahaya langit dan bumi…”
Ahli hakikat Syiah memahami bahwa keterasingan terbesar adalah keterasingan jiwa dari cahaya Ilahi. Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ adalah permohonan agar jiwa yang terhijab oleh dosa atau kelalaian dapat kembali kepada cahaya Ilahi melalui perantara Ahlul Bayt.
Imam Ali (as) berkata:”Kami adalah cahaya Allah yang tidak akan pernah padam.”
(Nahjul Balaghah)
4. Kembalinya Kehadiran Imam Mahdi (aj)
Dalam perspektif Syiah, keterasingan terbesar umat manusia saat ini adalah keghaiban Imam Mahdi (aj). Doa ini sering dikaitkan dengan harapan kembalinya Imam Mahdi, yang akan membawa keadilan dan kedamaian kepada dunia.
Allamah Thabathabai menjelaskan dalam Al-Mizan bahwa doa untuk kembalinya Imam adalah bentuk kesadaran akan kebutuhan manusia terhadap pemimpin spiritual yang sejati. Kembalinya Imam Mahdi juga dipandang sebagai penggenapan tujuan penciptaan manusia.
5. Kembalinya Jiwa kepada Kedekatan dengan Allah (Qurb Ilahi)
Dalam pandangan ahli hakikat, tujuan tertinggi manusia adalah mencapai qurb Ilahi (kedekatan dengan Allah). Doa ini adalah permohonan agar jiwa-jiwa yang jauh dari Allah karena dosa atau kelalaian dikembalikan kepada-Nya.
Imam Ali Zainal Abidin (as) dalam Munajat Al-Muridin berkata:”Wahai yang dituju oleh orang-orang yang jauh! Wahai harapan tertinggi para hamba! Dekatkanlah aku kepada-Mu hingga aku tidak lagi jauh dari-Mu.”
Makna doa ini adalah memohon agar setiap jiwa yang terasing dari Allah dapat kembali kepada-Nya dengan kedekatan yang penuh cinta.
6. Kembalinya Keharmonian Jiwa dan Ruh
Ahli hakikat Syiah seperti Mulla Sadra berbicara tentang keterasingan antara jiwa dan ruh manusia. Jiwa sering terpengaruh oleh dunia material, sementara ruh adalah aspek ilahiah yang selalu merindukan Allah. Doa ini bermakna permohonan agar Allah mengembalikan harmoni antara jiwa dan ruh sehingga manusia dapat berjalan menuju kesempurnaan.
7. Kembalinya Kehidupan Spiritual yang Hilang
Keterasingan menurut ahli hakikat juga bermakna kematian spiritual, yaitu keadaan di mana manusia tidak lagi sadar akan hubungan dengan Allah. QS. Al-An’am: 122 menyebutkan:
“Dan apakah orang yang mati kemudian Kami hidupkan kembali, dan Kami berikan kepadanya cahaya…”
Ahli hakikat memahami doa ini sebagai harapan agar Allah menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang mati secara spiritual dan mengembalikannya kepada kehidupan yang penuh cahaya dan kesadaran Ilahi.
8. Kembalinya Keadilan Hakiki
Menurut ahli hakikat Syiah, kembalinya keadilan universal melalui Imam Mahdi (aj) adalah bagian dari pengembalian jiwa-jiwa manusia kepada hakikatnya. Doa ini bermakna permohonan agar Allah mengakhiri keterasingan manusia dari keadilan dan mengembalikan mereka kepada kehidupan yang dipenuhi rahmat Ilahi.
Imam Muhammad Al-Baqir (as) berkata:”Ketika Qaim kami bangkit, Allah akan mengembalikan semua kebenaran yang telah hilang.”
(Bihar al-Anwar, Juz 52)
Kesimpulan; Menurut ahli hakikat Syiah, doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ mencakup:
1.Kembalinya manusia kepada Allah sebagai tujuan utama keberadaannya.
2.Kembalinya jiwa kepada cahaya Ahlul Bayt sebagai manifestasi cahaya Ilahi.
3.Kembalinya Imam Mahdi (aj) sebagai pemimpin keadilan.
4.Kembalinya jiwa kepada harmoni, fitrah, dan kesempurnaan spiritual.
5.Kembalinya cinta, rindu, dan kesadaran akan hakikat hidup.
Doa ini mencerminkan perjalanan spiritual menuju Allah dengan perantara Ahlul Bayt, yang merupakan simbol cahaya, cinta, dan bimbingan dalam tradisi Syiah.
Makna اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ menurut ahli hakikat Syiah berpusat pada konsep keterasingan jiwa dari asal-usul spiritualnya dan usaha untuk kembali kepada Allah melalui jalan Ahlul Bayt (as), yang dipandang sebagai manifestasi cahaya Ilahi dan perantara menuju Allah. Berikut adalah pandangan ahli hakikat Syiah mengenai doa ini:
1. Kembalinya Jiwa kepada Asalnya
Menurut ahli hakikat Syiah, manusia berasal dari Allah dan tujuan akhirnya adalah kembali kepada-Nya. Keterasingan (غربة) terbesar adalah keterasingan jiwa dari asalnya, yaitu Allah. Dalam Al-Qur’an disebutkan:”Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.”
(QS. Al-Baqarah: 156)
Doa اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ menjadi permohonan agar setiap jiwa yang jauh dari Allah dapat kembali kepada kedekatan dengan-Nya, sesuai dengan tujuan penciptaan manusia.
2. Kembalinya Jiwa kepada Cahaya Wilayah Ahlul Bayt (as)
Dalam tradisi Syiah, Ahlul Bayt adalah pintu gerbang menuju Allah dan cahaya petunjuk bagi umat manusia. Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) menyebutkan bahwa keterasingan dari wilayah (kepemimpinan) Ahlul Bayt adalah penyebab utama keterasingan manusia dari Allah.
“Barang siapa mengenal kami, ia mengenal Allah. Barang siapa jauh dari kami, ia jauh dari Allah.”
(Bihar al-Anwar, Juz 23)
Doa ini mengandung permohonan agar manusia yang terasing dari wilayah dan bimbingan Ahlul Bayt dapat kembali kepada kepemimpinan mereka, yang merupakan jalan lurus menuju Allah.
3. Kembalinya Jiwa kepada Fitrah
Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, fitrah manusia adalah tauhid dan kecenderungan kepada kebenaran Ilahi. QS. Ar-Rum: 30 menyebutkan:”Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.”
Namun, dosa, kelalaian, dan duniawi menjauhkan manusia dari fitrahnya. Doa ini bermakna permohonan agar manusia kembali kepada fitrah sucinya, yaitu pengakuan terhadap keesaan Allah dan ketaatan kepada Ahlul Bayt sebagai hujjah Allah.
4. Kembalinya Kesadaran Spiritual
Ahli hakikat Syiah menekankan pentingnya kesadaran spiritual (ma’rifah) sebagai jalan untuk mencapai Allah. Jiwa yang terasing dari kesadaran ini menjadi “mati” secara spiritual. Dalam QS. Al-An’am: 122 disebutkan:”Dan apakah orang yang mati kemudian Kami hidupkan kembali, dan Kami berikan kepadanya cahaya…”
Doa ini menjadi permohonan agar jiwa yang mati spiritual dapat kembali hidup dengan kesadaran Ilahi melalui cahaya wilayah Ahlul Bayt.
5. Kembalinya Keterhubungan dengan Imam Mahdi (aj)
Dalam pandangan Syiah, Imam Mahdi (aj) adalah manifestasi rahmat Allah yang tersembunyi. Keghaiban beliau dipandang sebagai bentuk keterasingan umat manusia dari pemimpin hakiki. Doa ini memiliki makna khusus sebagai permohonan agar Imam Mahdi (aj) kembali secara zahir untuk membimbing umat manusia dan mengakhiri keterasingan mereka dari keadilan dan kebenaran.
Imam Muhammad Al-Baqir (as) berkata:”Ketika Imam Mahdi bangkit, Allah akan mengembalikan semua yang hilang, baik jiwa, keadilan, maupun hak.”Bihar al-Anwar, Juz 52)
6. Kembalinya Harmoni Jiwa dan Ruh
Ahli hakikat seperti Mulla Sadra membahas tentang keterpisahan antara jiwa (nafs) dan ruh (spirit). Jiwa sering kali terjebak dalam nafsu duniawi, sementara ruh selalu merindukan Allah. Doa ini bermakna agar Allah mengembalikan harmoni antara jiwa dan ruh, sehingga manusia dapat kembali kepada perjalanan spiritual menuju kesempurnaan Ilahi.
7. Kembalinya Keadilan dan Kebenaran di Bumi
Ahli hakikat Syiah memandang doa ini sebagai ekspresi harapan untuk kembalinya keadilan universal, yang akan diwujudkan oleh Imam Mahdi (aj). Hal ini juga mencakup kembalinya kebenaran yang telah hilang akibat penindasan dan penyimpangan umat manusia dari ajaran Ahlul Bayt.
Imam Ali (as) berkata:”Ketika keadilan hilang, kembalilah kepada kami, keluarga kenabian, karena kami adalah cahaya di tengah kegelapan.”(Nahjul Balaghah)
8. Kembalinya Kehidupan yang Hakiki
Menurut ahli hakikat Syiah, kehidupan yang hakiki adalah kehidupan yang terhubung dengan Allah dan dipenuhi oleh cahaya Ilahi. Jiwa yang jauh dari kehidupan ini dianggap “asing” dari hakikatnya. Doa ini mencerminkan permohonan agar Allah mengembalikan manusia kepada kehidupan yang sejati, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Furqan: 77:”Katakanlah: ‘Tuhanku tidak akan mempedulikan kamu, jika tidak karena ibadahmu kepada-Nya.’”
Kesimpulan; Menurut ahli hakikat Syiah, اَللّٰهُمَّ رُدَّ كُلَّ غَريبٍ memiliki beberapa makna mendalam:
1.Kembalinya jiwa kepada Allah sebagai tujuan akhir manusia.
2.Kembalinya umat kepada wilayah Ahlul Bayt sebagai jalan lurus menuju Allah.
3.Kembalinya fitrah manusia kepada kesucian dan tauhid.
4.Kembalinya kesadaran spiritual yang hilang.
5.Kembalinya Imam Mahdi (aj) sebagai pemimpin yang menyatukan umat manusia.
6.Kembalinya harmoni antara jiwa dan ruh.
7.Kembalinya keadilan dan kebenaran di dunia.
8.Kembalinya manusia kepada kehidupan yang hakiki, yang terhubung dengan Allah.
Doa ini mencerminkan keyakinan bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Mengembalikan (الرَّادُّ) dan segala keterasingan—baik dari Allah, Ahlul Bayt, fitrah, atau kehidupan yang hakiki—dapat diatasi dengan kasih sayang dan petunjuk-Nya.
Baca juga:
Kementan Optimis Capaian Swasembada Dibawah Komando Presiden Prabowo Segera Terwujud
Comments (0)
There are no comments yet