Kolom: Makna “Berilah Pakaian Kepada Setiap Orang yang Telanjang.”

Penulis: Kolom
Pekayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Kalimat “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” berarti “Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang.” Kalimat ini memiliki makna literal dan makna simbolis yang dapat dipahami dalam berbagai konteks. Berikut maknanya:
Pekayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Kalimat “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” berarti “Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang.” Kalimat ini memiliki makna literal dan makna simbolis yang dapat dipahami dalam berbagai konteks. Berikut maknanya:
Makna Literal
1.Memberi pakaian kepada orang yang membutuhkan: Perintah untuk membantu mereka yang tidak memiliki pakaian.
2.Peduli terhadap fakir miskin: Memenuhi kebutuhan dasar orang miskin yang tidak mampu membeli pakaian.
Makna Simbolis
3.Menutup aib orang lain: Memberi perlindungan atau menutupi kesalahan orang lain dengan bijaksana, tanpa mempermalukan mereka.
4.Berbuat kebaikan: Menunjukkan pentingnya berbagi dan meringankan beban orang lain dalam segala bentuk.
5.Memberikan ilmu: “Pakaian” bisa diartikan sebagai ilmu yang menutupi kebodohan atau ketidaktahuan.
6.Melindungi kehormatan: Menjaga martabat dan kehormatan seseorang dari pelecehan atau penghinaan.
7.Membantu secara spiritual: Memberi “pakaian” iman kepada mereka yang telanjang secara spiritual, yakni mereka yang jauh dari agama.
8.Menyebarkan kasih sayang: Menghargai kemanusiaan dengan memenuhi kebutuhan sesama sebagai bentuk kasih.
9.Mengajarkan etika: Menanamkan nilai-nilai moral dan etika untuk menutup kekurangan perilaku buruk.
10.Menghilangkan kelemahan: Membantu seseorang memperbaiki kekurangan fisik, mental, atau emosional yang membuatnya “tertelanjang” di hadapan kehidupan.
Makna ini menunjukkan pentingnya aspek kepedulian sosial, spiritual, dan moral dalam kehidupan manusia.
Dalam Al-Qur’an, konsep “memberi pakaian kepada orang yang telanjang” secara literal maupun simbolis dapat dikaitkan dengan beberapa ayat yang mengajarkan pentingnya memenuhi kebutuhan dasar manusia, menutup aib, serta memberikan perlindungan. Berikut beberapa penjelasan berdasarkan Al-Qur’an:
1. Makna Literal: Memberi Pakaian sebagai Kebutuhan Dasar
Allah memerintahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, termasuk pakaian.
•Surah Al-A’raf (7:26):
“Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Namun, pakaian takwa itulah yang lebih baik.”
Penjelasan: Ayat ini menunjukkan bahwa pakaian adalah salah satu nikmat Allah yang wajib dimanfaatkan untuk menutup aurat dan menjaga kehormatan manusia. Dalam konteks sosial, ayat ini mengajarkan agar kita membantu mereka yang tidak memiliki pakaian untuk menutup auratnya.
2. Makna Simbolis: Menutup Aib dan Melindungi Kehormatan
Islam mengajarkan untuk menjaga kehormatan dan menutupi aib orang lain.
•Surah An-Nur (24:19):
“Sesungguhnya orang-orang yang senang jika kekejian tersebar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat.”
Penjelasan: Menutup aib orang lain diibaratkan seperti memberi pakaian kepada yang telanjang. Sebaliknya, menyebarkan aib sama dengan membiarkan kehormatan seseorang “tertelanjang” di hadapan manusia.
3. Makna Simbolis: Memberi Pakaian Takwa dan Iman
Pakaian takwa diibaratkan sebagai pelindung spiritual.
•Surah Al-A’raf (7:26):
”…Namun, pakaian takwa itulah yang lebih baik.”
Penjelasan: Pakaian takwa mencakup akhlak, iman, dan amal saleh yang menjadi pelindung bagi manusia dari dosa dan maksiat. Dalam konteks ini, “memberi pakaian” bisa berarti mengajak seseorang untuk hidup dalam keimanan dan ketakwaan.
4. Membantu Fakir Miskin dan Orang yang Membutuhkan
Memberi pakaian adalah bagian dari perintah untuk membantu orang yang membutuhkan.
•Surah Al-Balad (90:12-16):
“Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (Yaitu) melepaskan perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir.”
Penjelasan: Ayat ini menggarisbawahi pentingnya berbuat baik kepada orang miskin, yang dapat mencakup memberi pakaian sebagai kebutuhan dasar mereka.
5. Keadilan Sosial dan Kepedulian terhadap Sesama
Memberi pakaian mencerminkan solidaritas terhadap sesama manusia.
•Surah Al-Ma’un (107:1-3):
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.”
Penjelasan: Ayat ini menegur mereka yang tidak peduli terhadap kebutuhan sesama, termasuk kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian.
Kesimpulan; Dalam Al-Qur’an, perintah untuk “memberi pakaian kepada orang yang telanjang” mencakup:
1.Makna Literal: Memenuhi kebutuhan dasar berupa pakaian sebagai bentuk ibadah dan solidaritas.
2.Makna Simbolis: Menutup aib, melindungi kehormatan, serta memberi pakaian iman dan takwa kepada mereka yang membutuhkan bimbingan spiritual.
Prinsip ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan kepedulian yang menjadi inti ajaran Islam.
6. Menjaga Kemuliaan Manusia
Pakaian adalah simbol kehormatan dan kemuliaan manusia yang diberikan Allah.
•Surah Al-Isra (17:70):
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam…”
Penjelasan: Memberi pakaian kepada yang telanjang berarti menjaga kemuliaan seseorang. Dalam konteks ini, membantu mereka yang tidak memiliki pakaian adalah bentuk penghormatan terhadap kemuliaan manusia yang telah Allah berikan.
7. Melindungi dari Fitnah dan Dosa
Pakaian secara simbolis melindungi manusia dari dosa dan fitnah.
•Surah An-Nur (24:30-31):
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya… Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya…”
Penjelasan: Menutupi aurat dan memberi pakaian kepada yang telanjang dapat membantu menjaga masyarakat dari fitnah dan kerusakan moral. Ini adalah bentuk perlindungan yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
8. Mengajarkan Sifat Dermawan
Memberi pakaian mencerminkan sikap dermawan, salah satu sifat yang dicintai Allah.
•Surah Al-Hasyr (59:9):
”…Dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan…”
Penjelasan: Memberi pakaian kepada yang membutuhkan adalah salah satu bentuk sikap dermawan yang diajarkan Islam. Ini menunjukkan pengorbanan untuk membantu sesama.
9. Menghapuskan Ketidakadilan Sosial
Memberi pakaian membantu mengurangi kesenjangan sosial.
•Surah An-Nisa (4:36):
”…Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh…”
Penjelasan: Memberi pakaian kepada yang telanjang mencerminkan upaya menegakkan keadilan sosial dan kepedulian terhadap kelompok yang kurang mampu, sesuai perintah Allah.
10. Menghidupkan Rasa Syukur
Memberi pakaian adalah cara mengungkapkan syukur kepada Allah atas nikmat-Nya.
•Surah Ibrahim (14:7):
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…’”
Penjelasan: Dengan memberi pakaian kepada orang lain, kita menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan, seperti rezeki yang cukup untuk membantu orang lain.
Kelima poin ini menambahkan dimensi spiritual, sosial, dan moral dalam memahami perintah “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” berdasarkan nilai-nilai yang tercermin dalam Al-Qur’an. Ajaran ini mendorong umat Islam untuk menjaga kehormatan, melindungi sesama, serta menguatkan solidaritas dan rasa syukur kepada Allah.
Dalam hadis, konsep “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” (Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang) memiliki landasan yang kuat. Rasulullah ﷺ menekankan pentingnya menolong sesama, termasuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pakaian. Berikut penjelasan berdasarkan hadis:
1. Pahala Memberi Pakaian
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa memberi pakaian kepada seorang muslim yang tidak berpakaian, maka Allah akan memberinya pakaian dari pakaian surga.”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)
•Memberi pakaian adalah amalan besar yang mendatangkan pahala luar biasa, yaitu balasan berupa pakaian dari surga.
•Ini menunjukkan betapa Islam mengajarkan kepedulian terhadap kebutuhan fisik dan material saudara sesama muslim.
2. Sedekah Tidak Terbatas pada Makanan
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Setiap muslim wajib bersedekah… Lalu beliau ditanya, ‘Bagaimana jika dia tidak memiliki sesuatu untuk disedekahkan?’ Beliau menjawab, ‘Dia bekerja dengan tangannya, lalu memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan bersedekah.’ Lalu ditanya lagi, ‘Jika dia tidak mampu?’ Beliau menjawab, ‘Hendaklah dia membantu orang yang membutuhkan.’”
(HR. Bukhari dan Muslim)
•Sedekah tidak hanya berupa makanan, tetapi juga berupa pakaian atau bentuk bantuan lain kepada orang yang membutuhkan.
•Rasulullah ﷺ mendorong umatnya untuk selalu membantu sesama dalam bentuk apa pun yang bermanfaat.
3. Menolong Orang Lain adalah Sebab Kemuliaan di Akhirat
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat.” (HR. Muslim)
•Memberi pakaian kepada orang yang tidak memilikinya dianggap sebagai bentuk menghilangkan kesusahan mereka. Ini akan menjadi sebab kemudahan bagi pemberinya pada hari kiamat.
4. Keutamaan Menutup Aib (Secara Simbolis)
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim)
•Menutup aurat atau memberi pakaian dapat dipahami secara simbolis sebagai tindakan menutupi aib atau kekurangan seseorang.
•Dalam Islam, menjaga kehormatan orang lain adalah salah satu bentuk amal yang sangat dianjurkan.
5. Tidak Membiarkan Saudara Muslim Menderita
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya; dia tidak boleh menzaliminya, menelantarkannya, atau merendahkannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
•Menelantarkan saudara muslim yang membutuhkan, termasuk dalam hal pakaian, adalah bentuk ketidakpedulian yang dilarang dalam Islam.
•Sebaliknya, membantu saudara yang membutuhkan adalah wujud nyata dari persaudaraan Islam.
Berdasarkan hadis-hadis di atas, “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” mencakup beberapa pelajaran:
1.Pahala besar: Memberi pakaian akan dibalas dengan pakaian dari surga.
2.Bentuk sedekah: Memberi pakaian adalah bentuk amal sedekah yang sangat dianjurkan.
3.Kehormatan manusia: Membantu menutup aurat adalah menjaga kehormatan sesama.
4.Menutup aib: Secara simbolis, menutupi kekurangan seseorang.
5.Solidaritas Islam: Tidak membiarkan saudara muslim hidup dalam kesusahan, termasuk kebutuhan pakaian.
Hadis-hadis ini menegaskan pentingnya kepedulian terhadap kebutuhan material dan moral saudara seiman, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.
Dalam hadis-hadis Ahlul Bayt (keluarga suci Nabi Muhammad ﷺ), konsep “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” (Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang) ditekankan sebagai bagian dari ajaran Islam yang mengutamakan kepedulian terhadap sesama, khususnya fakir miskin. Berikut adalah beberapa pandangan Ahlul Bayt terkait memberikan pakaian dan membantu mereka yang membutuhkan:
1. Memberi Pakaian adalah Bagian dari Kebaikan yang Dicintai Allah
Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.) berkata:
“Sebaik-baik manusia di sisi Allah adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain, dan di antara manfaat itu adalah dengan memenuhi kebutuhan mereka, memberi pakaian, dan meringankan beban hidup mereka.”
(Bihar al-Anwar, jilid 74, hal. 379)
•Memberi pakaian kepada yang membutuhkan adalah bagian dari amal yang dicintai Allah.
•Kepedulian terhadap kebutuhan dasar seperti pakaian mencerminkan akhlak seorang mukmin.
2. Balasan Memberi Pakaian di Akhirat
Imam Ali Zainul Abidin (a.s.) dalam risalahnya tentang hak-hak berkata:
“Hak orang miskin yang meminta kepadamu adalah engkau memberinya sesuatu yang dia butuhkan, seperti makanan untuk menghilangkan laparnya, atau pakaian untuk menutupi tubuhnya…”
(Risalat al-Huquq, Hak ke-27)
•Memberi pakaian kepada yang telanjang tidak hanya membantu mereka di dunia, tetapi juga mendatangkan pahala di akhirat.
•Kebutuhan mendasar seperti pakaian tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim terhadap sesamanya.
3. Menutupi Kekurangan Orang Lain
Imam Ali (a.s.) berkata:
“Tutuplah kekurangan saudaramu dengan memberi apa yang dia butuhkan, sebab Allah telah menutupi kekuranganmu dengan rahmat-Nya.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 368)
•Menutup aurat seseorang secara fisik (memberi pakaian) atau simbolis (menutupi aib) adalah bentuk syukur kepada Allah atas nikmat-Nya kepada kita.
4. Sedekah yang Paling Utama: Menolong yang Paling Membutuhkan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.) berkata:”Orang yang memberikan pakaian kepada saudaranya untuk menutupi tubuhnya, maka Allah akan melindunginya dari panas dan dingin di hari kiamat.”
(Wasail al-Shia, jilid 9, hal. 402)
•Balasan bagi orang yang memberi pakaian adalah perlindungan Allah di akhirat.
•Sedekah yang ditujukan untuk kebutuhan mendasar, seperti pakaian, memiliki keutamaan yang sangat besar.
5. Menolong Fakir Miskin adalah Bagian dari Keadilan
Imam Ali (a.s.) berkata:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas orang-orang yang kaya untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin. Jika mereka kelaparan atau tidak memiliki pakaian, itu adalah karena kelalaian orang kaya terhadap hak mereka…”
(Nahjul Balaghah, Khutbah 328)
•Tidak memenuhi kebutuhan seperti makanan dan pakaian bagi orang miskin adalah bentuk ketidakadilan sosial.
•Memberi pakaian kepada yang telanjang bukan hanya amalan sunnah, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial dalam Islam.
Menurut hadis-hadis Ahlul Bayt, memberi pakaian kepada yang telanjang memiliki beberapa makna penting:
1.Amal yang dicintai Allah: Tindakan ini menunjukkan kepedulian sosial dan akhlak mulia.
2.Balasan di akhirat: Pemberi pakaian akan dilindungi oleh Allah di hari kiamat.
3.Simbol syukur kepada Allah: Memberi pakaian adalah cara menutupi kekurangan orang lain sebagaimana Allah menutupi kekurangan kita.
4.Keadilan sosial: Menolong fakir miskin adalah kewajiban orang kaya untuk menjaga keseimbangan dalam masyarakat.
5.Menjaga kehormatan: Memberi pakaian adalah menjaga martabat manusia, sesuai dengan nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh Ahlul Bayt.
Ahlul Bayt senantiasa menekankan nilai-nilai kepedulian sosial sebagai bagian integral dari keimanan dan ketakwaan seorang muslim.
Para mufasir Al-Qur’an telah memberikan pandangan yang kaya dan mendalam tentang makna “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” (Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang), baik secara literal maupun simbolis. Berikut ini adalah pandangan mufasir terkemuka mengenai konsep ini, yang berasal dari prinsip Al-Qur’an dan nilai-nilai Islam:
1. Tafsir Literal: Menutupi Aurat dan Memenuhi Kebutuhan Dasar
Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang Surah Al-A’raf (7:26):
“Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu…”
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan nikmat Allah berupa pakaian, yang tidak hanya menutupi tubuh tetapi juga menjadi pelindung dan perhiasan manusia. Memberi pakaian kepada mereka yang tidak memilikinya adalah bentuk syukur atas nikmat tersebut.
•Memberi pakaian adalah perintah moral yang mendorong umat Islam untuk membantu mereka yang tidak mampu.
•Ini adalah wujud konkret dari kepedulian terhadap kebutuhan dasar manusia.
2. Tafsir Simbolis: Pakaian Takwa
Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Al-Kabir juga mengupas Surah Al-A’raf (7:26):
Beliau menyebutkan bahwa selain pakaian fisik, ada pakaian spiritual yang lebih penting, yaitu pakaian takwa. Menurut Ar-Razi, memberi pakaian kepada orang “telanjang” juga bisa bermakna memberi bimbingan atau ilmu yang melindungi seseorang dari kebodohan dan dosa.
•Secara simbolis, memberi pakaian dapat berarti menanamkan nilai-nilai ketakwaan pada orang lain.
•Ini adalah cara menutupi “ketelanjangan spiritual” yang disebabkan oleh kelemahan iman.
3. Tafsir tentang Kepedulian Sosial
Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an menjelaskan bahwa konsep memberi pakaian termasuk dalam cakupan sedekah yang diperintahkan Allah dalam banyak ayat, seperti Surah Al-Balad (90:12-16) dan Surah Al-Insan (76:8). Al-Qurthubi menekankan bahwa membantu orang yang telanjang, lapar, atau dalam kesulitan lainnya adalah wujud nyata dari keadilan sosial.
•Memberi pakaian adalah bagian dari tanggung jawab sosial untuk mengentaskan kemiskinan.
•Hal ini juga sejalan dengan perintah Islam untuk melindungi kehormatan dan martabat manusia.
4. Tafsir tentang Menutup Aib
Al-Thabari dalam Tafsir Ath-Thabari menyoroti pentingnya menutup aurat sebagai bagian dari menjaga kehormatan. Dalam konteks simbolis, menutup aurat juga berarti menjaga aib orang lain. Ketelanjangan tidak hanya bersifat fisik tetapi juga mencakup ketelanjangan moral atau sosial.
•Memberi pakaian kepada yang telanjang dapat diartikan sebagai membantu menutupi kekurangan atau aib seseorang.
•Ini adalah bentuk solidaritas yang diajarkan dalam Islam untuk melindungi sesama dari kehinaan.
5. Tafsir tentang Keadilan dan Distribusi Kekayaan
Sayyid Qutb dalam Fi Zilal Al-Qur’an menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia, seperti Surah An-Nisa (4:36). Beliau menekankan bahwa Islam mendorong umatnya untuk menciptakan sistem sosial yang adil, di mana kebutuhan mendasar, seperti pakaian, makanan, dan tempat tinggal, terpenuhi.
•Memberi pakaian kepada yang membutuhkan adalah bentuk nyata dari keadilan sosial yang menjadi inti ajaran Islam.
•Tindakan ini juga mencerminkan empati dan solidaritas dalam masyarakat Islam.
Kesimpulan dari Para Mufasir
Menurut para mufasir, makna “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” dapat dirangkum sebagai berikut:
1.Literal: Perintah untuk memberikan pakaian kepada orang yang membutuhkan, demi menjaga kehormatan dan memenuhi kebutuhan dasar manusia.
2.Simbolis: Menanamkan takwa, ilmu, atau bimbingan moral yang dapat menutupi kelemahan spiritual seseorang.
3.Keadilan Sosial: Memberi pakaian mencerminkan upaya menghapus kesenjangan sosial dan menciptakan masyarakat yang adil.
4.Menutup Aib: Membantu menjaga martabat orang lain, baik secara fisik maupun simbolis, adalah bentuk solidaritas yang diperintahkan dalam Islam.
5.Syukur atas Nikmat Allah: Dengan memberi pakaian, seseorang menunjukkan rasa syukur atas rezeki dan nikmat yang telah Allah berikan.
Pandangan ini menegaskan bahwa konsep memberi pakaian adalah ajaran yang mendalam, mencakup aspek fisik, sosial, dan spiritual, sebagaimana diajarkan dalam Islam.
Dalam tafsir Syiah, konsep “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” (Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang) ditekankan sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan spiritual. Tafsir Syiah, yang banyak dipengaruhi oleh ajaran Ahlul Bayt, menyoroti makna literal dan simbolis dari perintah ini, yang selaras dengan prinsip-prinsip keadilan, empati, dan solidaritas dalam Islam. Berikut adalah penjelasan dari mufasir Syiah:
1. Tafsir Literal: Memberi Pakaian Sebagai Bentuk Sedekah
Allamah Thabathabai dalam Tafsir Al-Mizan menjelaskan bahwa ayat-ayat seperti Surah Al-Insan (76:8) dan Surah Al-Balad (90:12-16) mencakup perintah untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang kekurangan, termasuk memberi pakaian kepada mereka yang telanjang. Beliau menekankan bahwa memberi pakaian kepada yang membutuhkan adalah salah satu bentuk konkret dari amal kebaikan yang diperintahkan Allah.
•Memberi pakaian bukan hanya tindakan kebaikan, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial.
•Ini mencerminkan semangat kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama, sebagaimana dicontohkan oleh Ahlul Bayt.
2. Tafsir Simbolis: Menutupi Kekurangan Spiritual
Allamah Thabathabai juga membahas konsep pakaian dalam Surah Al-A’raf (7:26):
“Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Tetapi pakaian takwa, itulah yang terbaik…”
Menurutnya, memberi pakaian kepada yang telanjang secara simbolis dapat berarti memberikan ilmu, bimbingan, atau nilai-nilai takwa kepada mereka yang “telanjang” secara spiritual atau moral.
•Menutupi aurat spiritual seseorang adalah dengan membantu mereka meningkatkan keimanan dan takwa.
•Ini sejalan dengan ajaran Ahlul Bayt yang menekankan bahwa memperbaiki kondisi ruhani seseorang sama pentingnya dengan membantu kebutuhan fisiknya.
3. Menolong Sesama sebagai Bentuk Ibadah
Menurut Syaikh Muhammad Husain Thabarsi dalam Majma’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, memberikan pakaian kepada yang membutuhkan termasuk dalam amal yang sangat dianjurkan. Ia mengacu pada Surah Al-Baqarah (2:177):
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan adalah beriman kepada Allah… dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin…”
•Memberi pakaian adalah bagian dari kebajikan sejati yang Allah perintahkan dalam Al-Qur’an.
•Tindakan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah.
4. Kewajiban Sosial dalam Pandangan Imam Ali (a.s.)
Dalam khutbah-khutbah Imam Ali (a.s.), seperti yang tercatat dalam Nahjul Balaghah, konsep memberi kepada yang membutuhkan, termasuk pakaian, adalah kewajiban sosial:
“Allah telah mewajibkan orang kaya untuk memenuhi kebutuhan orang miskin. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka itu adalah karena kelalaian orang kaya terhadap kewajiban mereka.”
•Memberi pakaian kepada yang telanjang mencerminkan upaya menegakkan keadilan sosial.
•Dalam pandangan Syiah, tanggung jawab sosial adalah bagian integral dari keimanan.
5. Tafsir tentang Menutup Aib dan Memelihara Kehormatan
Ahlul Bayt sering kali menekankan pentingnya menjaga kehormatan manusia. Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.) berkata:
“Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya. Ia adalah cermin baginya dan tidak akan membiarkannya dalam keadaan hina atau kekurangan.”
(Bihar al-Anwar, jilid 74, hal. 379)
•Memberi pakaian kepada yang telanjang juga berarti menjaga martabat dan kehormatan orang lain.
•Dalam tafsir ini, menutupi aurat seseorang adalah menjaga mereka dari rasa malu dan kehinaan, baik secara fisik maupun simbolis.
6. Kepedulian Terhadap Fakir Miskin dalam Keluarga Nabi
Dalam tafsir Syiah, Surah Al-Insan (76:8) sering dikaitkan dengan Ahlul Bayt:
“Dan mereka memberikan makanan, meskipun mereka menyukainya, kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan…”
Menurut riwayat, ayat ini turun terkait peristiwa ketika Imam Ali (a.s.), Sayyidah Fatimah (a.s.), dan keluarga mereka memberikan makanan dan pakaian kepada fakir miskin meskipun mereka sendiri dalam keadaan membutuhkan.
•Memberi pakaian kepada yang membutuhkan adalah meneladani akhlak mulia Ahlul Bayt.
•Kepedulian terhadap sesama menjadi bagian dari identitas seorang mukmin.
Kesimpulan Menurut Mufasir Syiah
1.Makna Literal: Memberi pakaian adalah wujud sedekah fisik yang diperintahkan untuk menjaga kehormatan dan memenuhi kebutuhan dasar manusia.
2.Makna Simbolis: Menutupi “ketelanjangan” spiritual seseorang dengan ilmu, bimbingan, dan takwa.
3.Keadilan Sosial: Memberi pakaian mencerminkan tanggung jawab sosial untuk menghapus kesenjangan.
4.Menutup Aib: Memberi pakaian juga bermakna melindungi kehormatan dan martabat orang lain.
5.Teladan Ahlul Bayt: Tindakan ini mengikuti akhlak mulia keluarga Nabi yang selalu mendahulukan kebutuhan orang lain.
Tafsir Syiah menempatkan konsep “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” sebagai bagian penting dari amal kebaikan yang melibatkan dimensi fisik, moral, dan spiritual, sebagaimana diajarkan oleh Ahlul Bayt.
Dalam pandangan ahli makrifat dan hakikat, konsep “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” (Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang) memiliki makna yang lebih mendalam dan simbolis. Bagi mereka, tindakan memberi pakaian tidak hanya terbatas pada kebutuhan fisik tetapi juga mencakup dimensi spiritual, moral, dan esoteris yang berhubungan dengan hubungan manusia kepada Allah dan sesamanya. Berikut adalah beberapa penjelasan dari perspektif makrifat dan hakikat:
1. Menutupi “Ketelanjangan Spiritual”
Menurut ahli makrifat, “ketelanjangan” tidak hanya merujuk pada tubuh fisik, tetapi juga pada jiwa yang tidak dihiasi dengan iman, takwa, dan amal shalih. Memberi “pakaian” berarti membantu orang yang terlepas dari nilai-nilai spiritual untuk kembali kepada Allah.
Menutupi ketelanjangan spiritual seseorang adalah memberikan mereka ilmu, bimbingan, dan kesadaran untuk menghiasi diri dengan sifat-sifat yang Allah cintai, seperti sabar, syukur, dan tawakal.
“Dan pakaian takwa, itulah yang terbaik…” (QS. Al-A’raf: 26). Ayat ini menjadi dasar bahwa pakaian terbaik adalah takwa, yang dapat menutupi kekurangan spiritual manusia.
2. Memberikan Cahaya Makrifat
Dalam pandangan tasawuf dan hakikat, orang yang “telanjang” adalah mereka yang belum mendapatkan cahaya makrifat dan pemahaman yang mendalam tentang Allah. Memberi “pakaian” berarti menyampaikan hikmah dan ma’rifah kepada mereka yang masih berada dalam kegelapan.
•Pandangan Sufi:
Menurut Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi, orang yang telanjang adalah jiwa yang terputus dari cinta ilahi. “Berilah pakaian” bermakna menyinari jiwa tersebut dengan cinta, dzikir, dan pengajaran yang menghubungkan mereka kembali kepada Allah.
Memberikan pakaian dalam konteks ini adalah membantu mereka mengenali hakikat diri mereka, sehingga mereka menjadi hamba yang sadar akan Allah.
3. Menutupi Kekurangan dengan Akhlak Mulia
Ahli hakikat melihat bahwa memberi pakaian tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga mencakup menutupi kekurangan orang lain dengan akhlak mulia. Hal ini mencakup menjaga aib orang lain dan memperlakukan mereka dengan kasih sayang.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata:
“Tutuplah kekurangan saudaramu sebagaimana Allah telah menutupi kekuranganmu. Ketelanjangan sejati adalah hilangnya rasa malu kepada Allah.”
Memberi “pakaian” berarti menjadi perantara kasih sayang Allah dengan menjaga kehormatan orang lain dan mengajaknya kepada kebaikan.
4. Pakaian sebagai Perlindungan Ilahi
Dalam hakikat, pakaian sering dimaknai sebagai perlindungan Allah terhadap kelemahan manusia. Orang yang telanjang secara hakiki adalah mereka yang tidak memiliki pelindung dari Allah, baik berupa rahmat, ampunan, atau perlindungan-Nya.
Memberi pakaian berarti menjadi jalan bagi Allah untuk melindungi seseorang dari api neraka, kebodohan, atau kesesatan. Ini dilakukan melalui doa, pengajaran, dan kepedulian terhadap mereka.
Dalam hadits qudsi, Allah berfirman:
“Aku sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku. Aku lapar, tetapi kamu tidak memberi-Ku makan. Aku telanjang, tetapi kamu tidak memberi-Ku pakaian.” (HR. Muslim).
Ahli makrifat memahami ini sebagai ajakan untuk menjadi sarana kasih sayang Allah kepada sesama makhluk.
5. Konsep “Ketelanjangan” sebagai Kehilangan Rasa Malu
Ahli makrifat menafsirkan ketelanjangan sebagai hilangnya sifat haya’ (malu) kepada Allah dan manusia. Dalam konteks ini, memberi pakaian berarti mengembalikan kesadaran rasa malu kepada seseorang sehingga mereka tidak melakukan dosa atau tindakan tercela.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin berkata:”Orang yang telanjang adalah jiwa yang hilang dari haya’, karena haya’ adalah pakaian yang melindungi jiwa dari keburukan.”
Memberikan pakaian berarti mengingatkan seseorang akan pentingnya rasa malu kepada Allah, sehingga mereka terjaga dari dosa dan maksiat.
6. Menjaga Martabat sebagai Pakaian Hakikat
Dalam hakikat, manusia tanpa martabat dianggap “telanjang.” Memberi pakaian berarti menjaga kehormatan dan martabat seseorang dengan membantu mereka bangkit dari keterpurukan, baik fisik, moral, maupun sosial.
Syekh Ibn ’Arabi dalam Futuhat al-Makkiyah menulis:
“Ketelanjangan terbesar adalah ketika seseorang kehilangan kehormatan dirinya. Pakaian hakikat adalah kehormatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka yang bersandar kepada-Nya.”
Menutupi ketelanjangan ini adalah dengan mendukung dan mengangkat seseorang dari keadaan yang merendahkan mereka.
7. Kesadaran Hakikat Diri
Bagi ahli makrifat, manusia yang “telanjang” adalah mereka yang tidak sadar akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah. Memberi pakaian berarti mengingatkan mereka tentang hakikat keberadaan mereka dan tujuan hidup mereka sebagai makhluk yang diciptakan untuk mengabdi kepada Allah.
Memberi pakaian adalah menghidupkan kesadaran ruhani seseorang agar mereka kembali kepada jalan Allah.
Kesimpulan; Dari sudut pandang ahli makrifat dan hakikat, “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” mencakup makna yang sangat luas:
1.Menutupi Kekurangan Spiritual: Memberi bimbingan, ilmu, atau hikmah kepada mereka yang kehilangan nilai-nilai iman dan takwa.
2.Mengembalikan Kehormatan: Menjaga martabat manusia melalui dukungan moral dan sosial.
3.Membantu Mendekat kepada Allah: Menjadi sarana Allah untuk melindungi dan membimbing jiwa yang tersesat.
4.Melindungi Jiwa dengan Akhlak Mulia: Menutupi kekurangan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan.
5.Membangkitkan Kesadaran Hakikat: Mengajarkan mereka untuk sadar akan hubungan mereka dengan Allah.
Ahli makrifat memandang memberi “pakaian” sebagai tugas spiritual yang mendalam untuk menutupi “ketelanjangan” baik secara fisik, emosional, maupun ruhani, dengan tujuan utama mendekatkan manusia kepada Allah.
Dalam perspektif ahli hakikat Syiah, “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” (Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang) memiliki makna yang melampaui dimensi fisik, mencakup aspek spiritual, moral, dan esoteris. Para ahli hakikat Syiah yang berakar pada ajaran Ahlul Bayt (a.s.) memberikan tafsiran mendalam yang berhubungan dengan perjalanan ruhani manusia, hubungan dengan Allah, dan tanggung jawab sosial.
Berikut adalah penjelasan menurut ahli hakikat dalam tradisi Syiah:
1. Menutupi “Ketelanjangan Spiritual” dengan Pakaian Takwa
Ahli hakikat Syiah memandang ketelanjangan sejati adalah ketiadaan takwa dan kesadaran ruhani. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut:
“Dan pakaian takwa itulah yang terbaik.” (QS. Al-A’raf: 26).
Dalam tradisi Ahlul Bayt, pakaian takwa dianggap sebagai pelindung spiritual yang menyelamatkan manusia dari keburukan duniawi dan akhirat. Menutupi ketelanjangan berarti membantu jiwa manusia agar terhiasi dengan sifat-sifat takwa melalui ilmu, bimbingan, dan amal saleh.
Memberikan “pakaian” kepada yang telanjang berarti membimbing orang yang kehilangan arah spiritual menuju kebenaran, sehingga mereka terlindungi dari kesesatan.
2. Menyalurkan Cahaya Makrifat
Ketelanjangan dalam pandangan ahli hakikat Syiah juga berarti ketiadaan cahaya makrifat dalam jiwa seseorang. Dalam ajaran Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.), cahaya ilmu adalah pakaian hakiki yang menutupi kekurangan spiritual seseorang. Imam berkata:
“Orang yang mengenal Tuhannya akan mengenakan pakaian cahaya, yang membedakannya dari kegelapan kebodohan.”
(Bihar al-Anwar, jilid 1, hal. 212)
Memberi pakaian dalam konteks hakikat adalah menyalurkan ilmu dan makrifat, sehingga seseorang dapat mengenal Allah dan memahami tujuan hidupnya.
3. Menutupi Aib dan Kekurangan
Dalam tradisi Syiah, menjaga kehormatan dan menutupi aib orang lain adalah salah satu akhlak utama. Imam Ali Zainal Abidin (a.s.) dalam Risalah al-Huquq menyebutkan bahwa salah satu hak sesama manusia adalah melindungi kehormatannya dan menutupi kekurangannya.
Ahli hakikat Syiah memahami “memberi pakaian” sebagai tindakan menjaga dan menutupi aib saudara seiman, baik secara fisik maupun spiritual. Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.) berkata:
“Allah akan menutupi aib hamba-Nya di akhirat jika ia menutupi aib saudaranya di dunia.”
(Al-Kafi, jilid 2, hal. 355)
Memberi pakaian adalah bentuk cinta kasih dalam menjaga martabat seseorang dan menghindarkan mereka dari kehinaan.
4. Membantu Jiwa Kembali kepada Allah
Ahli hakikat Syiah melihat bahwa manusia yang telanjang adalah mereka yang terlepas dari hubungan dengan Allah. Memberi pakaian berarti membimbing seseorang untuk kembali ke jalan Allah. Dalam perjalanan ruhani, pakaian adalah simbol kedekatan dengan Allah dan perlindungan dari kesesatan.
Imam Ali (a.s.) berkata:
“Pakaian terbaik bagi jiwa adalah ketaatan kepada Allah.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 225)
Memberikan pakaian kepada yang telanjang adalah membantu seseorang untuk menghiasi dirinya dengan amal dan ketaatan yang mendekatkan mereka kepada Allah.
5. Pakaian sebagai Perlindungan Ilahi
Dalam hakikat, pakaian juga melambangkan perlindungan Allah terhadap kelemahan manusia. Ketelanjangan berarti kehilangan perlindungan tersebut. Ahli hakikat Syiah memandang bahwa memberikan pakaian berarti menjadi sarana bagi Allah untuk melindungi manusia dari keburukan, baik di dunia maupun di akhirat.
•Konteks Ahlul Bayt:
Kisah dalam Surah Al-Insan (76:8-9) tentang keluarga Imam Ali (a.s.) yang memberikan makanan dan pakaian kepada fakir miskin menunjukkan bahwa tindakan ini adalah bentuk rahmat Allah yang diwujudkan melalui tangan hamba-hamba-Nya.
•Makna:
Memberi pakaian adalah tindakan yang mencerminkan kasih sayang Allah yang melindungi hamba-Nya dari kehinaan dunia dan siksa akhirat.
6. Menanamkan Kesadaran Ruhani
Ahli hakikat Syiah memahami bahwa manusia yang telanjang adalah mereka yang kehilangan kesadaran ruhani tentang hubungan mereka dengan Allah. Dalam ajaran tasawuf Syiah, memberikan pakaian adalah membangkitkan jiwa agar sadar akan fitrahnya sebagai hamba Allah.
Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.) berkata:”Orang yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya, dan ia akan menghiasi dirinya dengan pakaian ketaatan.”
(Misbah Asy-Syari’ah, Bab 100)
Memberi pakaian berarti menanamkan kesadaran diri yang menghubungkan seseorang dengan Tuhannya, sehingga mereka kembali kepada fitrah ilahi.
7. Menghidupkan Akhlak Mulia
Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, ketelanjangan juga berarti hilangnya akhlak mulia dalam diri seseorang. Memberi pakaian berarti menanamkan sifat-sifat luhur seperti sabar, syukur, keadilan, dan kasih sayang, yang menjadi pakaian ruhani manusia.
Imam Ali (a.s.) berkata:
“Akhlak yang baik adalah pakaian yang memperindah manusia dan mendekatkannya kepada Allah.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 113)
Memberikan pakaian adalah membantu seseorang memperindah dirinya dengan akhlak yang baik, yang menjadi cerminan dari hubungan mereka dengan Allah.
Kesimpulan dalam Pandangan Ahli Hakikat Syiah
1.Pakaian Takwa: Menutupi kekurangan spiritual seseorang dengan takwa dan amal saleh.
2.Cahaya Makrifat: Memberikan bimbingan dan ilmu yang membantu seseorang mengenal Allah.
3.Menutupi Aib: Melindungi kehormatan dan martabat manusia dengan menjaga aibnya.
4.Perlindungan Ilahi: Menjadi sarana rahmat Allah untuk melindungi orang lain dari kehinaan dan keburukan.
5.Kesadaran Ruhani: Menghidupkan kesadaran diri seseorang akan hubungan mereka dengan Allah.
6.Akhlak Mulia: Membantu seseorang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat luhur yang mendekatkan mereka kepada Allah.
Dalam tradisi Syiah, memberi pakaian kepada yang telanjang tidak hanya menjadi bentuk kasih sayang fisik, tetapi juga merupakan tanggung jawab spiritual untuk menolong sesama menuju kesempurnaan dan kedekatan kepada Allah.
Dalam tradisi Syiah, banyak kisah yang menggambarkan makna mendalam dari konsep “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” (Berilah pakaian kepada setiap orang yang telanjang), baik secara fisik, moral, maupun spiritual. Berikut beberapa cerita dan kisah yang relevan berdasarkan ajaran Ahlul Bayt (a.s.):
1. Kisah Imam Ali (a.s.) dan Orang Miskin yang Telanjang
Imam Ali (a.s.), sebagai pemimpin yang terkenal karena keadilan dan kasih sayangnya kepada kaum tertindas, pernah menemukan seorang lelaki miskin yang tidak memiliki pakaian layak. Melihat hal itu, Imam segera memberikan pakaian dari miliknya sendiri, bahkan jika itu berarti beliau sendiri harus berhemat atau merasa tidak nyaman.
Ketika ditanya tentang tindakannya, Imam Ali (a.s.) menjawab:
“Aku khawatir akan ditanya oleh Allah di hari kiamat, mengapa aku memiliki pakaian lebih sedangkan saudaraku dalam keadaan telanjang. Allah mencintai mereka yang mendahulukan kebutuhan orang lain atas dirinya sendiri.”
Kisah ini menunjukkan pentingnya memberi pakaian secara fisik kepada yang membutuhkan, sebagai bentuk kepedulian terhadap kehormatan dan martabat sesama manusia.
2. Kisah Imam Hasan (a.s.) Memberikan Seluruh Pakaiannya
Diriwayatkan bahwa suatu ketika, Imam Hasan (a.s.) melihat seorang pengemis yang hanya memiliki sehelai kain compang-camping untuk menutupi tubuhnya. Imam Hasan, tanpa ragu, memberikan jubahnya yang terbaik kepada orang tersebut.
Ketika para sahabat bertanya mengapa Imam memberikan pakaian itu, beliau menjawab:
“Pakaian ini akan lebih baik di tubuhnya daripada di tubuhku, karena dengan memberikannya, aku dapat menjaga kehormatannya di dunia dan menjaga diriku dari hisab di akhirat.”
Kisah ini mengajarkan pentingnya mendahulukan kebutuhan orang lain dan menjadikan tindakan kedermawanan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.
3. Kisah Imam Sajjad (a.s.) dan Tawanan Perang
Imam Ali Zainal Abidin (a.s.), yang dikenal sebagai Zainul Abidin (perhiasan para ahli ibadah), pernah bertemu dengan seorang tawanan perang yang telanjang karena dirampas hartanya. Imam memberikan salah satu pakaiannya kepada orang tersebut dan berkata:
“Sesungguhnya, pakaian ini adalah hakmu. Pakaian adalah tanda kasih sayang Allah kepada manusia, dan aku ingin menjadi perantara kasih sayang-Nya untukmu.”
Imam Sajjad mengajarkan bahwa pakaian adalah simbol kasih sayang dan rahmat Allah yang harus diteruskan kepada orang-orang yang membutuhkan.
4. Kisah Fatimah Az-Zahra (a.s.) Memberikan Pakaian Pengantinnya
Salah satu kisah yang paling terkenal dalam tradisi Syiah adalah kisah Sayyidah Fatimah Az-Zahra (a.s.) pada malam pernikahannya. Ketika beliau menerima pakaian pengantin baru, seorang perempuan miskin datang meminta bantuan karena tidak memiliki pakaian. Sayyidah Fatimah, tanpa ragu, memberikan pakaian pengantinnya kepada perempuan tersebut.
Ayat ini sering dikaitkan dengan peristiwa tersebut:
“Kamu sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Kisah ini menunjukkan bahwa memberi pakaian tidak hanya berarti memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga menjadi tindakan amal yang penuh keikhlasan dan cinta kepada Allah.
5. Kisah Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.) tentang Pakaian Takwa
Imam Ja’far Ash-Shadiq (a.s.) pernah menceritakan kisah seorang lelaki yang kehilangan harta dan pakaian di tengah perjalanan. Ketika ia meminta bantuan, seseorang memberinya pakaian yang layak. Namun, lelaki itu tidak bersyukur dan malah menggunakan pakaian itu untuk melakukan dosa.
Imam berkata:”Ketelanjangan terbesar bukanlah ketiadaan pakaian fisik, tetapi hilangnya takwa dalam hati. Orang yang menggunakan nikmat Allah untuk maksiat adalah orang yang telanjang secara hakiki.”
Kisah ini mengajarkan bahwa memberi pakaian harus disertai dengan niat untuk membantu orang tersebut menghiasi dirinya dengan takwa, bukan sekadar memenuhi kebutuhan duniawinya.
6. Kisah Keluarga Ahlul Bayt dalam Surah Al-Insan
Surah Al-Insan (76:8-9) diwahyukan setelah peristiwa di mana Imam Ali (a.s.), Sayyidah Fatimah (a.s.), Imam Hasan (a.s.), dan Imam Husain (a.s.) memberikan makanan dan pakaian mereka kepada seorang miskin, anak yatim, dan tawanan, meskipun mereka sendiri sedang berpuasa dan sangat membutuhkan.
Ayat tersebut berbunyi:
“Dan mereka memberikan makanan (dan pakaian), meskipun mereka sangat menyukainya, kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan, seraya berkata: ‘Kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharap ridha Allah. Kami tidak mengharapkan balasan darimu, dan tidak pula (ucapan) terima kasih.’”
Kisah ini menunjukkan keikhlasan dan pengorbanan Ahlul Bayt dalam membantu sesama, bahkan jika itu berarti mereka harus menahan diri dari kenikmatan dunia.
7. Kisah Nabi Ibrahim (a.s.) dan Pakaian Cahaya
Dalam tradisi Syiah, Nabi Ibrahim (a.s.) sering disebut sebagai teladan dalam memberikan pakaian spiritual. Disebutkan bahwa ketika beliau bertemu dengan seseorang yang jauh dari Allah, Nabi Ibrahim memberinya pakaian yang tidak hanya fisik tetapi juga berupa doa dan ajakan kepada jalan kebenaran. Akhirnya, orang itu bertobat dan mengenal Allah.
Kisah ini mengajarkan bahwa memberi pakaian tidak hanya berupa benda fisik, tetapi juga memberikan “pakaian cahaya” berupa bimbingan kepada jalan Allah.
Kesimpulan; Dari berbagai kisah di atas, ahli hakikat Syiah memahami “اكْسُ كُلَّ عُرْيان” dengan makna berikut:
1.Memberikan pakaian fisik untuk menjaga martabat manusia.
2.Memberikan pakaian spiritual berupa takwa, ilmu, dan bimbingan.
3.Menutupi aib dan kekurangan orang lain dengan kasih sayang.
4.Menghidupkan akhlak mulia sebagai pakaian ruhani.
5.Menjadi perantara kasih sayang Allah kepada sesama.
Kisah-kisah ini menegaskan bahwa memberi pakaian adalah amal yang penuh berkah, baik di dunia maupun di akhirat, dan merupakan wujud nyata dari rahmat Allah melalui tangan hamba-hamba-Nya.
Manfaat dari memberi pakaian kepada orang yang membutuhkan, baik dalam konteks fisik maupun spiritual, serta doa yang bisa dipanjatkan untuk memperolehnya.
Manfaat Memberi Pakaian kepada yang Membutuhkan:
1.Menjaga Kehormatan Orang Lain
Memberikan pakaian fisik membantu menjaga martabat seseorang yang tidak mampu menutupi tubuhnya, menghindarkannya dari rasa malu dan kehinaan.
“Pakaian adalah simbol kehormatan manusia, dan memberi pakaian adalah bentuk kasih sayang.”
2.Mendekatkan Diri kepada Allah
Memberi pakaian dengan ikhlas adalah amal saleh yang mendekatkan seseorang kepada Allah. Dalam banyak hadits, tindakan amal yang dilakukan dengan niat yang tulus menjadi sebab seseorang mendapat rahmat Allah.
3.Mendapatkan Balasan Berlipat Ganda
Memberi pakaian kepada orang miskin atau yang membutuhkan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, baik di dunia maupun di akhirat. Allah berjanji akan membalas setiap amal baik dengan kebaikan yang lebih besar.
4.Meningkatkan Rasa Empati dan Kasih Sayang
Tindakan memberi pakaian kepada yang telanjang atau yang membutuhkan meningkatkan rasa empati dan kasih sayang antar sesama, menciptakan solidaritas sosial yang kuat.
5.Menjaga Hubungan Sosial yang Baik
Memberikan pakaian membantu mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan hubungan baik dengan sesama. Hal ini menciptakan masyarakat yang saling peduli dan berbagi.
6.Menutupi Aib Orang Lain
Memberi pakaian bisa menjadi cara untuk menutupi aib orang lain, menjaga kehormatan mereka, dan menghindarkan mereka dari hinaan di depan umum. Ini adalah tindakan yang sangat dihargai dalam ajaran Islam.
7.Menghindarkan Diri dari Siksa Neraka
Memberi pakaian sebagai bentuk kedermawanan adalah salah satu cara untuk menghindarkan diri dari siksa neraka. Dalam banyak riwayat, tindakan memberi kepada orang yang membutuhkan sangat dianjurkan untuk menangguhkan azab.
8.Mendapatkan Cinta Allah
Memberi pakaian kepada orang yang membutuhkan dengan ikhlas adalah bentuk amal yang mendatangkan cinta Allah. Dalam ajaran Ahlul Bayt, tindakan ini dianggap sebagai salah satu cara untuk meraih kasih sayang Ilahi.
9.Pembersih Harta
Salah satu manfaat memberi pakaian adalah sebagai bentuk zakat atau sedekah, yang membersihkan harta dan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seseorang.
10.Membangkitkan Kebaikan dalam Diri
Tindakan memberi pakaian kepada orang lain menumbuhkan rasa syukur dan kesadaran dalam diri kita tentang pentingnya berbagi. Ini mengingatkan kita akan nilai-nilai kemanusiaan dan pentingnya bersyukur atas nikmat Allah.
Doa untuk Memperoleh Manfaat dari Memberi Pakaian:
1.Doa untuk Mendapatkan Keberkahan dalam Harta dan Amal:
اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِينَ يُحِبُّونَ لِإِخْوَانِهِمْ مَا يُحِبُّونَ لِأَنْفُسِهِمْ وَاجْعَلْ أَمْوَالَنَا وَأَجْسَادَنَا فِي سَبِيلِكَ.
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya, dan jadikanlah harta dan tubuh kami di jalan-Mu.”
2.Doa untuk Mendapatkan Rahmat Allah melalui Kedermawanan:
اللّهُمَّ اجْزِني بِمَا قَدَّمْتُ لِعِبَادِكَ خَيْرًا وَاجْعَلْهُ شَفَاعَةً لِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Ya Allah, berikanlah balasan terbaik atas apa yang telah aku berikan kepada hamba-hamba-Mu, dan jadikanlah itu sebagai syafaat bagiku di hari kiamat.”
3.Doa untuk Mendapatkan Pakaian Takwa dan Kebaikan:
اللّهُمَّ كَسَنِي مِّنْ لُبَاسِ التَّقْوَىٰ وَالْبَرِّ وَالصَّلَاحِ.
“Ya Allah, pakaikanlah aku dengan pakaian takwa, kebaikan, dan kesalehan.”
4.Doa untuk Memperoleh Perlindungan dari Allah:
اللّهُمَّ اجْعَلْ لِي فِي حَسَنَاتِي عَمَلًا يَكُونُ شَفَاعَةً لِي فِي يَوْمِ الْحَسَابِ.
“Ya Allah, jadikanlah amal baikku sebagai syafaat bagi diriku di hari perhitungan (kiamat).”
5.Doa untuk Membersihkan Harta dan Meningkatkan Keberkahan:
اللّهُمَّ طَهِّرْ لِي أَمْوَالِي وَأَجْسَادِي وَجَعَلْهَا مِمَّا يُحِبُّهُ رَبِّي.
“Ya Allah, sucikanlah hartaku dan tubuhku, dan jadikanlah itu sebagai sesuatu yang Engkau cintai.”
6.Doa untuk Menjaga Aib Orang Lain:
اللّهُمَّ اكْشِفْ عَنِّي عُيُوبِي وَاجْعَلْ لِي قَلْبًا سَيِّدًا وَطَاعَةً لِرَحْمَتِكَ.
“Ya Allah, tutuplah aibku, berikanlah kepadaku hati yang ikhlas dan taat kepada rahmat-Mu.”
7.Doa untuk Diberikan Kekuatan dalam Memberi:
اللّهُمَّ اجْعَلْنِي فِي مَقَامِ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي سَبِيلِكَ وَيُحْسِنُونَ فِي جَمِيعِ أَعْمَالِهِمْ.
“Ya Allah, jadikan aku termasuk orang yang menafkahkan hartanya di jalan-Mu dan berbuat baik dalam segala amalnya.”
8.Doa untuk Mendapatkan Pengampunan:
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَعَافِنِي وَاجْبُرْنِي.
“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, berilah aku kesehatan, dan perbaikilah kehidupanku.”
9.Doa untuk Meningkatkan Kualitas Diri:
اللّهُمَّ جَمِّلْنِي بِالْإِيمَانِ وَحَسِّنْنِي بِالْتَقْوَىٰ.
“Ya Allah, hiasi aku dengan iman dan sempurnakan aku dengan takwa.”
10.Doa untuk Pahala yang Berlipat Ganda:
اللّهُمَّ اجْزِني عَنْ كُلِّ فِعْلٍ خَيْرًا وَاجْعَلْهُ فِي مِيزَانِ حَسَنَاتِي.
“Ya Allah, balaslah segala amal baikku dengan kebaikan dan masukkanlah itu ke dalam timbangan amal baikku.”
Kesimpulan: Memberikan pakaian kepada yang membutuhkan, baik secara fisik maupun spiritual, memiliki banyak manfaat, seperti mendekatkan diri kepada Allah, menjaga kehormatan orang lain, dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Dengan doa yang tulus dan niat yang baik, seseorang dapat memperoleh keberkahan dalam harta, jiwa, dan amalnya.
Comments (0)
There are no comments yet