Kolom: Makna Nikmat

Supa Athana - Tekno & Sains
02 December 2024 07:50
Manfaat nikmat meliputi duniawi dan ukhrawi, dengan syukur sebagai kunci utama untuk menjaga dan menambah nikmat.
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
              Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran

Berikut makna نعمة (ni’mat) menurut berbagai sudut pandang Islam:
 
1. Rezeki yang Diberikan Allah
Segala bentuk pemberian Allah, baik materi maupun non-materi, seperti makanan, kesehatan, keluarga, dan ketenangan jiwa. (Q.S. An-Nahl: 18)
 
2. Karunia untuk Ujian
Ni’mat sering kali menjadi ujian dari Allah untuk mengukur rasa syukur manusia. Mereka yang bersyukur akan diberi tambahan, sementara yang kufur akan mendapat azab. (Q.S. Ibrahim: 7)
 
3. Kesejahteraan Spiritual
Keimanan kepada Allah, ilmu pengetahuan, dan kemampuan untuk taat adalah ni’mat besar yang membimbing manusia menuju keselamatan.
 
4. Kebahagiaan Duniawi dan Ukhrawi
Ni’mat mencakup kebahagiaan di dunia seperti kesehatan dan kekayaan, serta kebahagiaan ukhrawi seperti keberuntungan di akhirat.
 
5. Kenikmatan Surga
Dalam konteks ukhrawi, ni’mat merujuk pada kebahagiaan abadi di surga yang dijanjikan bagi orang-orang beriman. (Q.S. Al-Ghasyiyah: 8-16)
 
6. Perwujudan Rahmat Allah
Setiap ni’mat adalah manifestasi dari rahmat Allah, menunjukkan kasih sayang dan pemeliharaan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya.
 
7. Keselamatan dari Kesulitan
Ni’mahtdapat berupa keselamatan dari musibah, kesulitan, atau penderitaan, sebagaimana Allah memberikan jalan keluar kepada orang-orang yang berserah diri.
 
8. Kesempatan untuk Bertobat
Pemberian waktu dan kesempatan untuk memperbaiki diri serta bertobat juga dianggap sebagai ni’mat dari Allah.
 
9. Keseimbangan dalam Hidup
Nikmat Allah dapat menciptakan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan spiritual manusia, memberikan kehidupan yang harmonis.
 
10. Al-Quran dan Rasulullah
Al-Quran sebagai petunjuk hidup dan Rasulullah sebagai pembimbing umat adalah ni’mat terbesar bagi umat manusia, memberikan jalan menuju kebenaran.
 
Penting: Ni’mat selalu membutuhkan rasa syukur kepada Allah sebagai bentuk pengakuan atas anugerah yang diberikan. Tanpa rasa syukur, ni’mat dapat berubah menjadi sumber musibah atau azab. (Q.S. Al-Baqarah: 152)
 
Berikut makna نعمة (ni’mat) menurut Al-Qur’an, berdasarkan ayat-ayat yang relevan:
 
1. Pemberian Rezeki Duniawi
Allah memberikan rezeki berupa makanan, minuman, pakaian, dan kebutuhan hidup lainnya sebagai nikmat untuk hamba-Nya.
•Ayat: “Makanlah dari rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah: 57)
 
2. Keimanan sebagai Nikmat Terbesar
Keimanan kepada Allah adalah ni’mah terbesar yang menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
•Ayat: “Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, tetapi Allahlah yang memberi nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan.” (Q.S. Al-Hujurat: 17)
 
3. Kenikmatan Surga
Ni’mah merujuk pada kebahagiaan abadi yang diberikan Allah di surga kepada orang-orang yang bertakwa.
•Ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam kenikmatan yang besar.” (Q.S. Al-Infithar: 13)
 
4. Kesehatan dan Kekuatan Fisik
Allah memberikan kesehatan dan kekuatan sebagai bentuk ni’mah untuk digunakan dalam ketaatan kepada-Nya.
•Ayat: “Bukankah Kami telah menjadikan tubuhmu sehat?” (Q.S. Al-Balad: 8-9)
 
5. Keselamatan dari Bahaya
Allah menyelamatkan manusia dari berbagai kesulitan sebagai wujud nikmat-Nya.
•Ayat: “Dan ingatlah ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir’aun.” (Q.S. Ibrahim: 6)
 
6. Kemerdekaan dari Penindasan
Allah memberi ni’mah berupa kebebasan kepada kaum yang tertindas.
•Ayat: “Dan Kami jadikan mereka sebagai pewaris (di bumi).” (Q.S. Al-A’raf: 137)
 
7. Ilmu Pengetahuan
Allah memberikan nikmat ilmu sebagai petunjuk untuk memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya.
•Ayat: “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq: 5)
 
8. Petunjuk Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah ni’mat yang menunjukkan jalan kehidupan yang benar.
•Ayat: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus.” (Q.S. Al-Isra: 9)
 
9. Rasul sebagai Pembimbing
Allah mengutus para rasul sebagai bentuk ni’mat untuk membimbing umat manusia.
•Ayat: “Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Dia mengutus seorang Rasul di antara mereka sendiri.” (Q.S. Ali ’Imran: 164)
 
10. Kebebasan Memilih
Allah memberikan ni’mat berupa kebebasan manusia untuk memilih jalan hidup, baik atau buruk, disertai konsekuensinya.
•Ayat: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (Q.S. Al-Balad: 10)
 
Kesimpulan; Nikmat Allah tidak terhitung jumlahnya dan mencakup aspek duniawi maupun ukhrawi. Allah mengingatkan agar manusia bersyukur atas nikmat-nikmat tersebut:
•Ayat: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (Q.S. Ibrahim: 34).
 
Berikut makna dan penjelasan tentang nikmat (نعمة) menurut hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ dan Ahlul Bayt:
 
1. Nikmat sebagai Ujian Kesyukuran
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang paling bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya adalah mereka yang paling mengetahui bahwa semua nikmat itu dari Allah.”
(Hadis riwayat al-Bayhaqi)
Makna: Nikmat adalah ujian yang menuntut kesyukuran, baik dalam hati, ucapan, maupun perbuatan.
 
2. Keimanan sebagai Nikmat Terbesar
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah keimanan kepada-Nya.”
(Hadis riwayat Ahmad)
Makna: Keimanan adalah anugerah teragung yang menjadi dasar keselamatan di dunia dan akhirat.
 
3. Nikmat yang Harus Dijaga
Imam Ali bin Abi Thalib a.s berkata:
“Nikmat tidak akan kekal kecuali dengan tiga hal: bersyukur, tidak berlebihan, dan mempergunakannya di jalan ketaatan kepada Allah.”
(Nahjul Balaghah)
Makna: Nikmat bisa hilang jika tidak dijaga dengan syukur dan ketaatan.
 
4. Nikmat Waktu Luang
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ada dua nikmat yang banyak dilalaikan manusia: kesehatan dan waktu luang.”
(Hadis riwayat Bukhari)
Makna: Waktu dan kesehatan adalah nikmat yang sering disia-siakan hingga terlambat disadari.
 
5. Nikmat Kesehatan
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Nikmat terbesar setelah keimanan adalah kesehatan tubuh.”
(Hadis riwayat al-Hakim)
Makna: Kesehatan memungkinkan seseorang untuk beribadah dan berbuat baik, sehingga wajib dijaga.
 
6. Ilmu sebagai Nikmat
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa dikehendaki Allah mendapatkan kebaikan, maka Allah memberinya pemahaman tentang agama.”
(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Makna: Ilmu agama adalah nikmat yang membimbing manusia kepada jalan yang benar.
 
7. Nikmat Keselamatan dari Bahaya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa bangun di pagi hari dalam keadaan aman, sehat, dan memiliki makanan hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia telah diberikan kepadanya.”
(Hadis riwayat Tirmidzi)
Makna: Rasa aman, kesehatan, dan kecukupan rezeki adalah nikmat yang sering dilupakan.
 
8. Nikmat Kebersamaan dengan Keluarga
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Keharmonisan keluarga adalah salah satu bentuk nikmat Allah yang paling indah.”
(Hadis riwayat Abu Dawud)
Makna: Kehidupan yang penuh kasih sayang dan keharmonisan adalah anugerah besar.
 
9. Syukur Melipatgandakan Nikmat
Imam Ja’far al-Shadiq a.s berkata:
“Barang siapa bersyukur atas nikmat yang sedikit, maka ia layak menerima nikmat yang lebih besar.”
(Ushul al-Kafi)
Makna: Syukur adalah kunci bertambahnya nikmat.
 
10. Nikmat yang Tidak Disadari
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Nikmat Allah itu tidak terhitung jumlahnya, namun kebanyakan manusia baru menyadarinya setelah ia hilang.”
(Hadis riwayat Ahmad)
Makna: Banyak nikmat yang diterima tanpa disadari, sehingga manusia diingatkan untuk senantiasa bersyukur.
 
Kesimpulan; Hadis-hadis menekankan bahwa nikmat Allah mencakup berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat spiritual seperti keimanan, maupun duniawi seperti kesehatan dan rezeki. Syukur atas nikmat adalah kunci keberkahan, sedangkan kelalaian dapat mengakibatkan hilangnya nikmat tersebut.
 
Berikut makna dan penjelasan tentang nikmat (نعمة) menurut hadis-hadis dari Ahlul Bayt (as):
 
1. Nikmat sebagai Amanah yang Harus Dijaga
Imam Ali bin Abi Thalib (as) berkata:
“Setiap nikmat adalah amanah, maka jagalah nikmat dengan ketaatan kepada Allah.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 50)
Makna: Nikmat yang diberikan Allah adalah titipan yang memerlukan rasa tanggung jawab untuk digunakan di jalan yang benar.
 
2. Syukur sebagai Penjaga Nikmat
Imam Ja’far al-Shadiq (as) berkata:
“Barang siapa bersyukur atas nikmat, ia telah mengikat nikmat itu dengan ikatan yang kuat.”
(Al-Kafi, Jilid 2, Hal. 94)
Makna: Syukur kepada Allah menjaga nikmat agar tidak hilang dan membuka pintu tambahan nikmat.
 
3. Ilmu sebagai Nikmat Tertinggi
Imam Ali (as) berkata:
“Tidak ada nikmat yang lebih besar dari ilmu dan hikmah.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 113)
Makna: Ilmu yang membawa seseorang pada makrifatullah (pengenalan terhadap Allah) adalah nikmat paling utama.
 
4. Keselamatan dalam Agama
Imam Zainul Abidin (as) berdoa:
“Ya Allah, jangan cabut nikmat agama dari kami, karena ia adalah pilar keselamatan.”
(Sahifah Sajjadiyah, Doa ke-47)
Makna: Nikmat iman dan agama adalah fondasi utama keselamatan di dunia dan akhirat.
 
5. Nikmat yang Diingat Saat Susah
Imam Hasan al-Mujtaba (as) berkata:”Manusia sering melupakan nikmat Allah di saat senang dan baru mengingatnya ketika susah.”
(Tuhaf al-Uqul, Hal. 198)
Makna: Manusia diajak untuk terus bersyukur atas nikmat Allah, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
 
6. Nikmat yang Menjadi Ujian
Imam Ali (as) berkata:”Setiap nikmat ada ujian di baliknya, maka waspadalah agar tidak menjadi kufur nikmat.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 368)
Makna: Nikmat bisa menjadi ujian yang menuntut manusia untuk mensyukurinya dengan perbuatan baik.
 
7. Nikmat sebagai Wujud Rahmat Allah
Imam Ja’far al-Shadiq (as) berkata:
“Allah memberikan nikmat kepada manusia lebih banyak daripada yang diminta, karena Dia Maha Penyayang.”(Al-Kafi, Jilid 2, Hal. 95)
Makna: Nikmat Allah adalah bentuk kasih sayang-Nya yang diberikan bahkan tanpa diminta oleh manusia.
 
8. Nikmat Kesehatan dan Kesempatan
Imam Musa al-Kazim (as) berkata:
“Dua nikmat yang sering disia-siakan manusia adalah kesehatan dan kesempatan.”
(Tuhaf al-Uqul, Hal. 408)
Makna: Kesehatan dan waktu adalah nikmat yang harus dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
 
9. Nikmat Kecil yang Bernilai Besar
Imam Ali (as) berkata:”Nikmat yang kecil bisa menjadi besar jika engkau bersyukur, dan nikmat yang besar bisa menjadi kecil jika engkau kufur.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 34)
Makna: Ukuran nikmat bukan dari besarnya, tetapi dari bagaimana manusia menghargai dan mensyukurinya.
 
10. Nikmat Keberadaan Imam
Imam Ja’far al-Shadiq (as) berkata:
“Keberadaan seorang Imam adalah nikmat terbesar yang menjaga umat dari kesesatan.”
(Al-Kafi, Jilid 1, Hal. 200)
Makna: Imam adalah anugerah Allah untuk membimbing umat dalam menjalani kehidupan sesuai petunjuk Ilahi.
 
Kesimpulan ; Menurut Ahlul Bayt (as), nikmat adalah pemberian Allah yang meliputi aspek duniawi dan ukhrawi. Syukur, ilmu, kesehatan, dan keberadaan Imam adalah nikmat utama yang harus dijaga dengan ketaatan kepada Allah. Kufur nikmat tidak hanya membuat nikmat itu hilang, tetapi juga membawa azab.
 
Berikut makna nikmat (نعمة) menurut para mufassir Al-Qur’an:
 
1. Rezeki Duniawi dan Kemudahan Hidup
Tafsir Ibnu Katsir: Nikmat sering kali diidentikkan dengan rezeki duniawi seperti makanan, minuman, dan kemudahan dalam kehidupan.
•Contoh Ayat: “Makanlah dari rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah: 57)
Makna: Allah menyediakan kebutuhan duniawi manusia untuk mendukung kehidupan mereka.
 
2. Keimanan dan Hidayah
Tafsir Al-Mizan (Allamah Thabathaba’i): Keimanan dan hidayah kepada jalan yang benar adalah nikmat terbesar dari Allah.
•Contoh Ayat: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku untukmu.” (Q.S. Al-Ma’idah: 3)
Makna: Kesempurnaan agama Islam adalah nikmat paling agung karena membawa manusia kepada kebahagiaan sejati.
 
3. Keselamatan dari Bahaya
Tafsir Al-Qurtubi: Nikmat juga bermakna perlindungan Allah dari mara bahaya, seperti keselamatan dari musuh.
•Contoh Ayat: “Dan ingatlah ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir’aun.” (Q.S. Ibrahim: 6)
Makna: Allah memberi nikmat berupa perlindungan dari ancaman musuh yang kuat.
 
4. Kesehatan dan Kekuatan Fisik
Tafsir As-Sa’di: Kesehatan dan kekuatan fisik adalah nikmat yang memungkinkan manusia untuk melakukan ibadah dan kebaikan.
•Contoh Ayat: “Bukankah Kami telah menjadikan tubuhmu sehat?” (Q.S. Al-Balad: 8-9)
Makna: Tubuh yang sehat adalah nikmat yang sering kali dianggap remeh oleh manusia.
 
5. Kenikmatan Surga
Tafsir Ibnu ’Ashur: Nikmat juga mengacu pada kebahagiaan abadi di surga yang disiapkan Allah bagi orang-orang beriman.
•Contoh Ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam kenikmatan yang besar.” (Q.S. Al-Infithar: 13)
Makna: Kenikmatan di surga adalah puncak dari semua nikmat yang tidak dapat dibayangkan oleh manusia.
 
6. Kebebasan dari Penindasan
Tafsir Al-Maraghi: Allah memberikan nikmat berupa pembebasan kaum yang tertindas, seperti Bani Israil dari Fir’aun.
•Contoh Ayat: “Dan Kami jadikan mereka sebagai pewaris (di bumi).” (Q.S. Al-A’raf: 137)
Makna: Kebebasan dan kekuasaan adalah nikmat yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan.
 
7. Al-Qur’an sebagai Nikmat
Tafsir Fakhruddin Ar-Razi:
Nikmat dalam bentuk petunjuk hidup, yaitu Al-Qur’an, adalah rahmat dan panduan terbesar.
•Contoh Ayat: “Dan Kami turunkan kepadamu kitab sebagai penjelasan atas segala sesuatu.” (Q.S. An-Nahl: 89)
Makna: Al-Qur’an adalah nikmat Ilahi yang memandu umat manusia kepada jalan yang lurus.
 
8. Nikmat Keberadaan Rasul
Tafsir Jalalain: Keberadaan para rasul adalah nikmat Allah yang memimpin umat manusia dari kegelapan menuju cahaya.
•Contoh Ayat: “Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Dia mengutus seorang Rasul di antara mereka sendiri.” (Q.S. Ali Imran: 164)
Makna: Rasul adalah nikmat yang menunjukkan manusia kepada jalan keselamatan.
 
9. Kesempatan untuk Bersyukur
Tafsir Al-Mizan: Kemampuan bersyukur kepada Allah juga adalah nikmat yang memerlukan pengakuan dan penghayatan.
•Contoh Ayat: “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (Q.S. Ibrahim: 7)
Makna: Syukur adalah bentuk pengakuan terhadap nikmat yang membawa berkah lebih besar.
 
10. Keberadaan Waktu dan Kesempatan
Tafsir Ar-Raghib al-Isfahani: Waktu adalah nikmat yang sering dilupakan oleh manusia.
•Contoh Ayat: “Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian.” (Q.S. Al-‘Asr: 1-2)
Makna: Waktu adalah nikmat yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan, karena ia adalah karunia yang tak akan kembali.
 
Kesimpulan; Para mufassir menegaskan bahwa nikmat Allah mencakup aspek duniawi dan ukhrawi, seperti rezeki, kesehatan, keimanan, serta petunjuk hidup melalui Al-Qur’an dan Rasul. Nikmat tersebut mengandung tanggung jawab besar untuk dijaga dan disyukuri. Kufur terhadap nikmat bisa menyebabkan hilangnya keberkahan dan kemurkaan Allah.
 
Berikut makna nikmat (نعمة) menurut mufassir Syiah, berdasarkan penafsiran tokoh-tokoh seperti Allamah Thabathaba’i (Al-Mizan), Tafsir Nur (Ayatullah Makarim Shirazi), dan Tafsir Shafie (Ayatullah Muhammad Husein Fadlallah):
 
1. Nikmat sebagai Hidayah dan Iman
Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
•Nikmat terbesar yang Allah berikan kepada manusia adalah hidayah untuk mengenal agama yang benar.
•Contoh Ayat: “Sungguh, Allah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Dia mengutus seorang Rasul di antara mereka.” (Q.S. Ali Imran: 164)
Makna: Rasulullah dan agama Islam adalah nikmat agung yang membimbing manusia kepada jalan yang lurus.
 
2. Nikmat Wilayah Ahlul Bayt
Ayatullah Makarim Shirazi (Tafsir Nur):
•Wilayah (kepemimpinan) Ahlul Bayt adalah nikmat yang dimaksud dalam ayat seperti Q.S. Ad-Dhuha: 11.
•Contoh Ayat: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka ceritakanlah.”
Makna: Nikmat wilayah adalah pemberian Ilahi yang harus dikenali, dipahami, dan disyukuri.
 
3. Nikmat Sebagai Amanah Allah
Ayatullah Fadlallah (Tafsir Shafie):
•Nikmat yang diberikan Allah adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan di jalan kebaikan.
•Contoh Ayat: “Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang nikmat.” (Q.S. At-Takatsur: 8)
Makna: Nikmat seperti kesehatan, kekayaan, dan waktu akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
 
4. Nikmat sebagai Kenikmatan Surga
Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
•Nikmat di dunia hanyalah bayangan dari nikmat abadi yang ada di surga.
•Contoh Ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam kenikmatan.” (Q.S. Al-Muthaffifin: 22)
Makna: Surga adalah tempat nikmat hakiki yang kekal, jauh melebihi nikmat duniawi.
 
5. Nikmat Berupa Ilmu dan Pemahaman
Ayatullah Makarim Shirazi (Tafsir Nur):
•Ilmu dan pemahaman yang mendalam tentang agama adalah nikmat besar dari Allah.
•Contoh Ayat: “Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama (benda) seluruhnya.” (Q.S. Al-Baqarah: 31)
Makna: Ilmu adalah nikmat yang membedakan manusia dari makhluk lainnya dan membawa manusia menuju Allah.
 
6. Nikmat sebagai Syukur Kolektif
Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
•Syukur atas nikmat Allah bukan hanya dilakukan secara individu, tetapi juga kolektif dalam masyarakat.
•Contoh Ayat: “Bekerjalah, wahai keluarga Dawud, untuk bersyukur (kepada Allah).” (Q.S. Saba: 13)
Makna: Nikmat kolektif, seperti keamanan dan kebersamaan, menuntut masyarakat untuk bersyukur melalui ketaatan kepada Allah.
 
7. Nikmat sebagai Tanda Kasih Sayang Allah
Ayatullah Fadlallah (Tafsir Shafie):
•Nikmat duniawi, seperti rezeki dan kesehatan, adalah tanda kasih sayang Allah kepada manusia.
•Contoh Ayat: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (Q.S. Ibrahim: 34)
Makna: Nikmat Allah mencerminkan rahmat-Nya yang luas, yang sering kali tidak disadari manusia.
 
8. Nikmat Ujian yang Membentuk Kepribadian
Ayatullah Makarim Shirazi (Tafsir Nur):
•Nikmat juga merupakan ujian yang dapat membentuk kepribadian manusia melalui syukur atau kufur.
•Contoh Ayat: “Dan Kami menguji mereka dengan nikmat yang baik dan bencana yang buruk agar mereka kembali.” (Q.S. Al-A’raf: 168)
Makna: Nikmat tidak hanya untuk dinikmati, tetapi juga untuk menguji keimanan dan ketaatan manusia.
 
9. Nikmat Berupa Rasa Syukur itu Sendiri
Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
•Kemampuan untuk bersyukur adalah nikmat yang lebih besar dari nikmat itu sendiri.
•Contoh Ayat: “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu.” (Q.S. Ibrahim: 7)
Makna: Syukur memperkuat hubungan manusia dengan Allah dan membuka pintu nikmat baru.
 
10. Nikmat Keberadaan Para Imam
Ayatullah Fadlallah (Tafsir Shafie):
•Keberadaan para Imam sebagai pembimbing umat adalah nikmat yang menjaga manusia dari kesesatan.
•Contoh Ayat: “Dan Kami jadikan mereka sebagai imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami.” (Q.S. Al-Anbiya: 73)
Makna: Para Imam adalah nikmat Ilahi yang memandu umat manusia kepada kebenaran dan keselamatan.
 
Kesimpulan; Menurut para mufassir Syiah, nikmat bukan hanya terbatas pada pemberian duniawi, tetapi meliputi aspek spiritual dan ukhrawi seperti hidayah, wilayah Ahlul Bayt, ilmu, dan keberadaan para Imam. Nikmat menuntut rasa syukur, tanggung jawab, dan pengakuan agar manusia tidak menjadi kufur nikmat.
 
Berikut makna nikmat (نعمة) menurut ahli makrifat dan hakikat, terutama dalam tradisi tasawuf dan irfan (kebatinan Islam), termasuk pandangan dari Syiah:
 
1. Nikmat sebagai Manifestasi Cinta Ilahi
Ahli hakikat memandang nikmat sebagai bentuk cinta Allah kepada hamba-Nya.
•Makna: Setiap pemberian, baik duniawi maupun ukhrawi, adalah pancaran kasih sayang Allah.
•Pandangan: “Nikmat adalah jalan menuju makrifat Allah; bukan sekadar pemberian duniawi, tetapi tanda cinta Ilahi.”
 
2. Nikmat Hidayah Menuju Ma’rifatullah
Hidayah untuk mengenal Allah (makrifatullah) adalah nikmat terbesar.
•Makna: Allah memberikan nikmat akal, hati, dan jiwa untuk memahami kehadiran-Nya.
•Pandangan: Imam Ali as berkata: “Nikmat terbesar adalah mengenal Allah.”
 
3. Nikmat sebagai Ujian Ruhani
Nikmat dipandang sebagai ujian untuk menguji kedekatan manusia kepada Allah.
•Makna: Nikmat menguji apakah manusia menjadi bersyukur (syakir) atau kufur (kafir).
•Pandangan: “Segala pemberian-Nya adalah ujian, untuk mengukur cinta sejati seorang hamba kepada Tuhan.”
 
4. Nikmat sebagai Cahaya Ilahi
Menurut ahli makrifat, nikmat adalah cahaya yang menerangi jalan seorang salik menuju Allah.
•Makna: Setiap nikmat adalah sinar dari nama-nama Allah (Asmaul Husna), membimbing manusia menuju kesempurnaan.
•Pandangan: “Cahaya dari nikmat membawa seorang hamba kepada kehadiran Ilahi.”
 
5. Nikmat Keberadaan Ahlul Bayt
Dalam tradisi Syiah, nikmat terbesar adalah keberadaan Ahlul Bayt sebagai pembimbing ruhani.
•Makna: Ahlul Bayt adalah cahaya petunjuk yang menghubungkan manusia dengan Allah.
•Pandangan: Imam Ja’far as-Shadiq berkata: “Wilayah kami adalah nikmat terbesar Allah kepada hamba-hamba-Nya.”
 
6. Nikmat Keberadaan Diri sebagai Hamba Allah
Ahli irfan memandang keberadaan manusia sebagai ciptaan Allah adalah nikmat itu sendiri.
•Makna: Kesadaran bahwa kita diciptakan untuk mengenal dan menyembah Allah adalah hakikat nikmat.
•Pandangan: “Menjadi hamba Allah adalah nikmat yang tak tertandingi.”
 
7. Nikmat Kesadaran atas Kehadiran Allah
Kesadaran bahwa Allah selalu hadir dalam kehidupan adalah puncak dari nikmat.
•Makna: Kehadiran Allah adalah kenyataan yang membawa kebahagiaan sejati.
•Pandangan: “Hanya yang sadar akan kehadiran Allah yang benar-benar merasakan nikmat hidup.”
 
8. Nikmat Syukur dan Ridha
Kemampuan untuk bersyukur dan ridha atas takdir Allah adalah nikmat ruhani tertinggi.
•Makna: Syukur adalah jalan menuju kedekatan dengan Allah, sementara ridha adalah wujud kepasrahan tertinggi.
•Pandangan: “Bersyukur atas nikmat adalah nikmat yang lebih besar dari nikmat itu sendiri.”
 
9. Nikmat Cinta dan Keakraban dengan Allah (Unsiyyah)
Nikmat tertinggi menurut ahli hakikat adalah merasakan cinta dan keakraban dengan Allah.
•Makna: Kedekatan dengan Allah membawa kedamaian jiwa yang tak tergantikan.
•Pandangan: “Cinta kepada Allah adalah nikmat yang membuat hati tidak lagi merindukan dunia.”
 
10. Nikmat Kehidupan Abadi di Akhirat
Ahli hakikat memandang bahwa nikmat dunia hanya sementara, sedangkan nikmat akhirat adalah kekal.
•Makna: Surga bukan sekadar tempat fisik, tetapi kondisi kebahagiaan abadi dalam kehadiran Allah.
•Pandangan: Imam Ali as berkata: “Nikmat dunia fana, nikmat akhirat abadi.”
 
Kesimpulan ; Menurut ahli makrifat dan hakikat, nikmat bukan hanya berupa pemberian duniawi, tetapi lebih dalam dari itu. Ia adalah jalan untuk mengenal Allah, wujud cinta Ilahi, dan sarana menuju kebahagiaan abadi. Nikmat terbesar adalah hidayah, makrifat, wilayah Ahlul Bayt, serta rasa cinta dan keakraban dengan Allah. Bersyukur atas nikmat adalah cara terbaik untuk menjaga dan memperdalam hubungan dengan Sang Pemberi Nikmat.
 
Berikut makna nikmat (نعمة) menurut ahli hakikat Syiah, berdasarkan pandangan tokoh irfan dan tasawuf dalam tradisi Syiah seperti Mulla Sadra, Ayatullah Bahjat, dan Sayyid Haydar Amuli. Nikmat dipahami sebagai dimensi spiritual yang membawa manusia lebih dekat kepada Allah.
 
1. Nikmat sebagai Cahaya Wilayah Ahlul Bayt
Dalam tradisi hakikat Syiah, wilayah Ahlul Bayt adalah nikmat terbesar karena menjadi jalan menuju kesempurnaan spiritual.
•Makna: Keberadaan para Imam sebagai pembimbing ruhani adalah manifestasi kasih sayang Allah.
•Pandangan: Imam Ali Zainul Abidin as berkata: “Wilayah kami adalah nikmat yang dengannya manusia mencapai keselamatan.”
 
2. Nikmat Makrifatullah
Makrifatullah (mengenal Allah) dianggap sebagai puncak nikmat menurut ahli hakikat Syiah.
•Makna: Mengenal Allah melalui hati yang bersih adalah tujuan tertinggi keberadaan manusia.
•Pandangan: “Nikmat terbesar adalah melihat Allah dengan mata hati, bukan dengan mata kepala.” (Mulla Sadra)
 
3. Nikmat sebagai Wasilah untuk Mendekat kepada Allah
Segala nikmat duniawi dan ukhrawi diberikan Allah untuk membantu manusia mendekat kepada-Nya.
•Makna: Nikmat adalah sarana (wasilah) untuk meniti jalan kesempurnaan.
•Pandangan: “Nikmat yang tidak membawa kepada Allah bukanlah nikmat, melainkan ujian.”
 
4. Nikmat Ridha atas Takdir Ilahi
Kemampuan menerima takdir dengan ridha dianggap sebagai nikmat spiritual yang sangat tinggi.
•Makna: Ridha adalah kondisi hati yang pasrah terhadap segala ketentuan Allah.
•Pandangan: Imam Ali as: “Ridha atas ketentuan Allah adalah inti dari syukur.”
 
5. Nikmat Syukur sebagai Penyempurna Nikmat
Menurut ahli hakikat Syiah, syukur bukan hanya ungkapan lisan, tetapi kesadaran penuh akan pemberian Allah.
•Makna: Syukur adalah nikmat itu sendiri karena ia memperluas hubungan manusia dengan Allah.
•Pandangan: “Bersyukur atas nikmat membuka pintu nikmat yang lebih besar.”
 
6. Nikmat Keberadaan Jiwa yang Murni
Keberadaan manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual adalah nikmat besar dari Allah.
•Makna: Jiwa yang suci memungkinkan manusia mencapai kesempurnaan dan kedekatan dengan Allah.
•Pandangan: “Nikmat terbesar adalah jiwa yang tunduk kepada Tuhannya.”
 
7. Nikmat Ujian sebagai Sarana Penyucian Diri
Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, ujian dan kesulitan juga merupakan nikmat karena menyucikan jiwa.
•Makna: Ujian membawa manusia kepada kesadaran akan ketergantungan mutlak kepada Allah.
•Pandangan: Imam Ali as: “Ujian adalah nikmat yang tersembunyi.”
 
8. Nikmat Kecintaan kepada Allah
Cinta kepada Allah (hubbul Ilahi) adalah nikmat yang hanya dapat dirasakan oleh mereka yang mencapai hakikat iman.
•Makna: Kecintaan kepada Allah adalah sumber kebahagiaan sejati dan kekuatan spiritual.
•Pandangan: “Nikmat terbesar adalah ketika hati mencintai-Nya lebih dari segalanya.”
 
9. Nikmat Keberadaan Para Imam sebagai Perantara
Ahli hakikat Syiah menekankan peran para Imam sebagai jalan antara manusia dan Allah.
•Makna: Para Imam adalah nikmat Ilahi yang membimbing umat manusia kepada kebenaran.
•Pandangan: “Imam adalah cermin yang memantulkan cahaya Allah kepada manusia.”
 
10. Nikmat Akhirat sebagai Kesempurnaan Nikmat Dunia
Nikmat dunia hanya merupakan bayangan dari nikmat abadi di akhirat. Nikmat terbesar adalah bertemu dengan Allah di surga.
•Makna: Surga bukan hanya tempat, tetapi kondisi jiwa yang menikmati kehadiran Allah.
•Pandangan: “Surga adalah ketika hamba berada dalam kedekatan abadi dengan Tuhan.”
 
Kesimpulan ; Ahli hakikat Syiah memandang nikmat sebagai pemberian Ilahi yang melampaui dimensi material. Nikmat terbesar adalah wilayah Ahlul Bayt, makrifatullah, dan cinta kepada Allah. Semua nikmat diberikan untuk membawa manusia menuju kesempurnaan spiritual, dengan tujuan akhir bertemu dan menikmati kehadiran Allah. Syukur, ridha, dan ujian adalah aspek-aspek yang menyempurnakan nikmat tersebut.
 
Kisah dan cerita tentang nikmat (نعمة) 
yang diambil dari kisah Ahlul Bayt dan tradisi tasawuf/hakikat:
 
1. Kisah Imam Ali as tentang Syukur atas Nikmat Allah
Suatu hari, seseorang bertanya kepada Imam Ali as: “Bagaimana cara bersyukur kepada Allah atas nikmat yang tak terhitung banyaknya?” Imam Ali menjawab:
“Syukur yang sejati adalah menggunakan setiap nikmat pada tempat yang diridhai oleh Allah. Jika engkau diberi ilmu, gunakanlah untuk membimbing orang. Jika diberi kekayaan, gunakan untuk membantu yang membutuhkan.”
 
Nikmat bukan hanya untuk dinikmati, tetapi menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui amal kebaikan. Imam Ali juga mengingatkan bahwa rasa syukur adalah nikmat itu sendiri.
 
2. Kisah Nabi Sulaiman as: Nikmat Kerajaan dan Tawadhu’
Nabi Sulaiman adalah raja yang diberikan nikmat luar biasa oleh Allah, termasuk kekuasaan atas jin, angin, dan hewan. Suatu ketika, beliau mendengar seekor semut berkata kepada kawannya: “Masuklah ke sarangmu, agar Sulaiman dan tentaranya tidak menginjakmu tanpa sengaja.” Nabi Sulaiman tersenyum mendengar itu dan berdoa:
“Ya Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang bersyukur atas nikmat-Mu yang Engkau berikan kepadaku.”
 
Walaupun memiliki kekuasaan besar, Nabi Sulaiman tetap tawadhu’ dan menyadari bahwa nikmat itu berasal dari Allah. Beliau mengajarkan bahwa syukur adalah kesadaran akan ketergantungan penuh kepada Allah.
 
3. Kisah Imam Hasan al-Askari as dan Seorang Tukang Kayu
Seorang tukang kayu miskin datang kepada Imam Hasan al-Askari as dan mengeluhkan kemiskinannya. Imam bertanya: “Apakah engkau rela kehilangan imanmu demi mendapatkan seluruh kekayaan dunia?” Tukang kayu itu menjawab: “Tidak, ya Imam.”
Imam Hasan berkata: “Maka bersyukurlah atas nikmat iman yang tak ternilai ini, karena kekayaan dunia tidak akan pernah sebanding dengannya.”
 
Nikmat terbesar bukanlah materi, melainkan keimanan dan hubungan spiritual dengan Allah. Imam mengingatkan bahwa iman adalah harta yang harus dijaga.
 
4. Kisah Nabi Ayub as: Nikmat di Balik Kesabaran
Nabi Ayub adalah nabi yang diuji dengan kehilangan keluarga, harta, dan kesehatan. Namun, beliau tetap bersyukur kepada Allah dan berkata:
“Tuhan telah memberikan aku banyak nikmat. Jika Dia mengambil sebagian darinya, apakah aku akan menjadi hamba yang tidak bersyukur?”
 
Setelah masa ujian berlalu, Allah mengembalikan semua nikmatnya dan menambahkannya. Ujian Nabi Ayub menjadi bukti bahwa nikmat sejati adalah kesabaran dan keyakinan kepada Allah.
 
Ujian juga merupakan bagian dari nikmat Allah, karena menguatkan iman dan menjadikan manusia lebih dekat kepada-Nya.
 
5. Kisah Imam Ja’far as-Shadiq as: Nikmat dalam Kekurangan
Imam Ja’far as-Shadiq pernah berkata: “Nikmat tidak selalu berupa kelapangan, tetapi terkadang berupa kekurangan yang mendidik jiwa.”
Suatu ketika, seorang sahabatnya datang mengeluhkan kesulitan hidup. Imam menjawab:
“Ketahuilah, kesulitan ini adalah jalan Allah untuk membersihkan hatimu, seperti api yang menyucikan emas. Maka bersyukurlah atas ujian ini.”
 
Tidak semua nikmat terlihat menyenangkan di permukaan. Kadang-kadang, kekurangan adalah cara Allah mengarahkan manusia kepada-Nya.
 
6. Kisah Imam Ali Zainul Abidin as: Nikmat dalam Ibadah
Imam Ali Zainul Abidin dikenal dengan doa dan ibadahnya yang khusyuk. Dalam salah satu doanya, beliau berkata:”Ya Allah, jika Engkau tidak memberikan apa-apa kepada hamba-Mu selain nikmat shalat dan sujud, maka itu sudah lebih dari cukup.”
Beliau menganggap nikmat ibadah sebagai bentuk pemberian terbesar Allah.
 
Ahli hakikat memandang bahwa ibadah adalah nikmat luar biasa, karena ia menghubungkan hamba dengan Allah.
 
7. Kisah Seorang Salik dan Guru Irfan
Seorang murid bertanya kepada gurunya: “Mengapa saya sering merasa tidak puas dengan nikmat yang Allah berikan?”
Sang guru menjawab: “Karena engkau memandang nikmat hanya dari segi duniawi. Lihatlah nikmat dari segi ruhani, seperti iman, kesehatan, dan waktu luang untuk beribadah. Maka hatimu akan dipenuhi rasa syukur.”
 
Nikmat sering kali terabaikan karena manusia fokus pada hal-hal materi. Ahli hakikat mengajarkan untuk melihat nikmat yang tidak kasat mata, seperti kesehatan, keamanan, dan iman.
 
8. Kisah Nabi Muhammad Saw: Nikmat Al-Quran
Ketika wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad saw, beliau menyebutnya sebagai nikmat terbesar bagi umat manusia. Al-Quran adalah sumber petunjuk, cahaya, dan rahmat. Dalam surah Ad-Dhuha, Allah mengingatkan Nabi tentang nikmat-nikmat-Nya:
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk?” (QS Ad-Dhuha: 6-7).
 
Al-Quran adalah nikmat agung yang menjadi panduan hidup manusia menuju keselamatan dunia dan akhirat.
 
9. Kisah Nabi Musa as: Nikmat Melihat Keagungan Allah
Nabi Musa meminta untuk melihat Allah secara langsung. Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi lihatlah gunung itu.” Ketika Allah menampakkan sebagian kecil keagungan-Nya, gunung itu hancur dan Nabi Musa pingsan. Ketika sadar, Nabi Musa berkata: “Segala puji bagi-Mu, ya Allah. Engkau adalah nikmat yang paling agung.”
 
Nikmat terbesar adalah kehadiran Allah dalam hidup manusia, meskipun manusia tidak mampu melihat-Nya secara langsung.
 
10. Kisah Imam Mahdi af: Nikmat Harapan
Imam Mahdi adalah simbol nikmat harapan bagi umat Islam. Dalam tradisi Syiah, beliau disebut sebagai nikmat Ilahi yang tersembunyi, yang akan membawa keadilan ke seluruh dunia.
Seorang ulama berkata: “Keberadaan Imam Mahdi adalah bukti bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-hamba-Nya.”
 
Nikmat harapan memberikan kekuatan kepada umat manusia untuk terus berjuang di jalan kebenaran, meskipun menghadapi banyak kesulitan.
 
Kesimpulan: Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa nikmat Ilahi mencakup berbagai aspek kehidupan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Semua nikmat harus disyukuri dengan hati, ucapan, dan perbuatan. Bersyukur membuka pintu nikmat yang lebih besar, terutama nikmat ruhani yang membawa manusia kepada Allah.
 
Manfaat nikmat (نعمة) dan doa terkait menurut ajaran Islam, termasuk pandangan Ahlul Bayt dan tradisi spiritual:
1.Mendekatkan Diri kepada Allah
Nikmat adalah sarana untuk mengenal Allah sebagai pemberi rezeki, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:
“Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingatmu. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kamu ingkar.” (QS Al-Baqarah: 152).
Manfaat: Membawa hati lebih dekat kepada Allah dan memperkuat hubungan spiritual.
2.Meningkatkan Syukur dan Ketenangan Jiwa
Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang paling kaya adalah orang yang merasa cukup dengan nikmat yang Allah berikan.”
Manfaat: Syukur memberikan rasa tenang dan menghilangkan rasa iri.
3.Menambah Nikmat yang Lebih Banyak
Allah berfirman:
“Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat kepadamu.” (QS Ibrahim: 7).
Manfaat: Dengan mensyukuri nikmat, Allah akan melimpahkan nikmat yang lebih besar.
4.Menghindarkan dari Azab Allah
Imam Ali as berkata:
“Syukur atas nikmat melindungi dari azab Allah dan menarik rahmat-Nya.”
Manfaat: Syukur atas nikmat menjaga seseorang dari kemurkaan Allah.
5.Mengajarkan Tawadhu’ (Rendah Hati)
Nikmat mengingatkan manusia bahwa semua yang dimilikinya adalah karunia Allah, sehingga mencegah sifat sombong.
Manfaat: Membentuk pribadi yang rendah hati dan peka terhadap sesama.
6.Sebagai Bukti Iman
Rasulullah saw bersabda:
“Iman memiliki dua bagian: sabar dan syukur.”
Manfaat: Nikmat yang diiringi rasa syukur menguatkan keimanan.
7.Menjadi Sarana untuk Membantu Orang Lain
Imam Ja’far as-Shadiq as berkata:
“Sebesar-besarnya syukur atas nikmat adalah dengan menggunakannya untuk menolong sesama.”
Manfaat: Membantu sesama dengan nikmat yang dimiliki menambah keberkahan.
8.Meningkatkan Kualitas Ibadah
Orang yang menyadari nikmat Allah akan terdorong untuk memperbanyak ibadah sebagai bentuk syukur.
Manfaat: Memperbaiki kualitas hubungan dengan Allah.
9.Menjauhkan dari Sifat Kufur Nikmat
Imam Ali Zainul Abidin as dalam Shahifah Sajjadiyah berdoa:
“Ya Allah, jangan jadikan aku termasuk orang yang lupa bersyukur atas nikmat-Mu.”
Manfaat: Mencegah hati dari kerasnya kufur nikmat.
10.Meningkatkan Kesejahteraan di Dunia dan Akhirat
Nikmat yang digunakan sesuai kehendak Allah akan membawa kesejahteraan di dunia dan akhirat.
 
Doa Syukur atas Nikmat
Berikut adalah doa-doa untuk mensyukuri dan menjaga nikmat:
1.Doa Umum Syukur atas Nikmat:
‎اللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَنِي مِنَ الشَّاكِرِينَ لِنِعْمَتِكَ الْظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ، وَأَكْثِرْ لِي مِنْ فَضْلِكَ وَرَحْمَتِكَ.
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bersyukur atas nikmat-Mu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Tambahkanlah kepadaku dari karunia dan rahmat-Mu.”
2.Doa dari Imam Ali Zainul Abidin as:
Dalam Shahifah Sajjadiyah, Imam Zainul Abidin berdoa:
“Segala puji bagi Allah yang telah memberiku nikmat sehingga aku tidak tahu bagaimana menghitungnya, apalagi membalasnya. Ya Allah, tambahkanlah rasa syukur dalam diriku.”
3.Doa untuk Memperoleh Keberkahan Nikmat:
‎اللّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي نِعْمَتِكَ، وَاجْعَلْهَا سَبَبًا لِقُرْبِي إِلَيْكَ.
“Ya Allah, berkahilah nikmat-Mu untukku, dan jadikanlah ia sebagai jalan mendekatkan diriku kepada-Mu.”
4.Doa untuk Menghindari Kufur Nikmat:
‎رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ، وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ.
(QS An-Naml: 19)
“Ya Tuhanku, ilhamkanlah kepadaku agar aku selalu bersyukur atas nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku selalu mengerjakan amal shalih yang Engkau ridai.”
5.Doa Rasulullah saw:
Rasulullah saw sering berdoa:
‎اللّهُمَّ اجْعَلْنِي لَكَ شَكُورًا، لَكَ ذَكُورًا، لَكَ رَهَّابًا، إِلَيْكَ مُخْبِتًا أَوَّاهًا مُنِيبًا.
“Ya Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang banyak bersyukur, banyak mengingat-Mu, khusyuk kepada-Mu, berserah diri, dan selalu kembali kepada-Mu.”
6.Doa Imam Ja’far as-Shadiq as:
‎اللّهُمَّ اجْعَلْ نِعْمَتَكَ عَلَيَّ سَبَبًا لِطَاعَتِكَ، وَصِرَاطًا إِلَى رِضَاكَ.
“Ya Allah, jadikanlah nikmat-Mu sebagai sebab untuk taat kepada-Mu, dan jalan menuju ridha-Mu.”
7.Doa untuk Memelihara Nikmat:
‎اللّهُمَّ أَدِمْ نِعْمَتَكَ عَلَيَّ وَاحْفَظْهَا مِنَ الزَّوَالِ.
“Ya Allah, kekalkanlah nikmat-Mu atasku, dan lindungilah ia dari hilang.”
8.Doa dari Imam Mahdi af:
Dalam doa Ziarah Jamiah Kabirah, Imam Mahdi af mengajarkan untuk berdoa:
“Ya Allah, sempurnakanlah nikmat-Mu atas kami dengan kecintaan kepada para wali-Mu dan menjadikan kami hamba-Mu yang setia.”
 
Kesimpulan: Manfaat nikmat meliputi duniawi dan ukhrawi, dengan syukur sebagai kunci utama untuk menjaga dan menambah nikmat. Doa-doa di atas adalah cara terbaik untuk memohon keberkahan, menjaga nikmat, dan menjauhkan diri dari kufur nikmat.
 
Nikmat seperti istri, anak, kekayaan, kedudukan, dan kenikmatan seksual adalah bagian dari anugerah Allah yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Setiap nikmat ini, jika digunakan dengan benar sesuai dengan ajaran Islam, memiliki manfaat besar dan menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berikut adalah penjelasan tentang nikmat-nikmat tersebut menurut perspektif Islam:
 
1. Nikmat Istri dan Anak:
Istri dan anak merupakan bagian dari nikmat Allah yang sangat berharga. Dalam Al-Quran, Allah menyebutkan bahwa istri dan anak adalah bagian dari perhiasan dunia yang harus dijaga dan disyukuri.
 
Al-Quran: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Tetapi amal saleh yang kekal lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik untuk harapan.” (QS Al-Kahfi: 46)
 
Manfaat dan Doa untuk Istri dan Anak:
•Nikmat Istri: Istri adalah pasangan hidup yang menjadi penenang hati dan tempat berbagi dalam hidup. Sebagai seorang suami, wajib untuk menjaga dan memberi perhatian kepada istri. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik perlakuannya terhadap istrinya.”
•Nikmat Anak: Anak adalah amanah Allah yang harus dididik dengan baik. Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang memiliki tiga anak dan ia bersabar, maka ia akan mendapatkan surga.”
Doa untuk Anak:
‎“رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ”
“Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami keturunan yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.”
 
2. Nikmat Kekayaan:
Kekayaan adalah salah satu bentuk nikmat yang bisa menjadi ujian dan amanah dari Allah. Dalam Islam, harta harus digunakan untuk jalan yang benar, seperti memberi zakat, infak, dan sedekah.
 
Al-Quran:”Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta kalian, yang telah Allah karuniakan kepada kalian.” (QS An-Nur: 33)
 
Manfaat Kekayaan:
•Sebagai ujian: Kekayaan bisa menguji sejauh mana seseorang dapat bersyukur dan tidak terjatuh dalam sifat tamak atau sombong.
•Sebagai sarana ibadah: Kekayaan digunakan untuk menolong sesama, membantu yang membutuhkan, dan berinvestasi dalam amal jariyah yang pahalanya terus mengalir.
 
Doa untuk Kekayaan:
‎“اللّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقِي حَلَالًا وَبَارِكْ فِيهِ”
“Ya Allah, jadikanlah rezekiku halal dan berkah di dalamnya.”
 
3. Nikmat Kedudukan:
Kedudukan atau status sosial yang tinggi adalah nikmat yang dapat meningkatkan pengaruh seseorang dalam masyarakat. Namun, kedudukan juga menjadi ujian seberapa besar seseorang dapat menjaga amanah dan tidak menggunakan kekuasaannya untuk kezaliman.
 
Al-Quran:”Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah kamu menjadikan kedudukan dan harta benda sebagai alat untuk mendukung kedudukan kamu.” (QS Al-Mumtahanah: 10)
 
Manfaat Kedudukan:
•Untuk memberi manfaat kepada umat: Kedudukan harus digunakan untuk memberikan kebaikan kepada orang lain dan memperjuangkan keadilan.
•Untuk mendekatkan diri kepada Allah: Dengan kedudukan, seseorang memiliki kesempatan untuk memperbaiki masyarakat dan membantu yang membutuhkan.
 
Doa untuk Kedudukan:
‎“اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِينَ يَحْمِلُونَ عَزِيزَ فِي دِينِكَ وَيَفِيءُونَ إِلَيْكَ”.
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang memegang teguh agama-Mu dan senantiasa kembali kepada-Mu.”
 
4. Nikmat Seksual:
Nikmat seksual adalah fitrah manusia yang diberikan oleh Allah. Dalam Islam, hubungan seksual yang sah, yakni dalam pernikahan yang halal, adalah salah satu cara untuk mengekspresikan rasa cinta antara suami dan istri, serta memenuhi kebutuhan biologis.
 
Al-Quran:”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, agar kamu merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang.”(QS Ar-Rum: 21)
 
Manfaat Seksual:
•Hubungan yang sah: Dalam pernikahan, hubungan seksual bukan hanya memenuhi kebutuhan biologis, tetapi juga dapat mempererat ikatan antara suami dan istri, serta memberikan rasa kedamaian dan ketenangan.
•Sarana untuk memperoleh keturunan yang baik: Nikmat seksual juga dapat menghasilkan keturunan yang baik, yang merupakan salah satu nikmat Allah.
 
Doa untuk Hubungan Seksual:
‎“اللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا”
“Ya Allah, jauhkanlah kami dari godaan syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami.”
 
Kesimpulan: Nikmat istri, anak, kekayaan, kedudukan, dan kenikmatan seksual adalah bentuk ujian dan karunia Allah yang harus disyukuri dan digunakan sesuai dengan aturan-Nya. Dalam setiap nikmat tersebut, terdapat tanggung jawab yang besar untuk menjaga dan menggunakannya untuk kebaikan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Doa “Yaa Lahan Nikmah” yang sering dibaca saat seseorang mengeluarkan kotoran (misalnya, saat buang air besar atau kecil) adalah sebuah doa yang mengungkapkan rasa syukur dan pengakuan atas nikmat yang diberikan oleh Allah.
 
Secara lebih lengkap, doa ini berbunyi:
‎“اللهم إني أعوذ بك من الخبث والخبائث”
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan jin laki-laki dan perempuan.”
Namun, jika ada varian yang berbunyi “Yaa Lahan Nikmah,” ini mengarah kepada pengakuan atas nikmat yang diberikan Allah dengan cara membersihkan tubuh dari kotoran, yang merupakan bagian dari kebersihan dan kesucian dalam Islam. Maknanya: Doa ini menggambarkan rasa syukur atas tubuh yang telah diberi kemampuan untuk membersihkan diri dari kotoran atau najis. Kebersihan adalah salah satu aspek yang sangat dihargai dalam Islam, dan dalam konteks ini, doa tersebut mengingatkan kita akan nikmat kebersihan yang Allah berikan. Hal ini juga mencerminkan rasa syukur kepada Allah atas karunia tubuh yang sehat dan berfungsi dengan baik, serta sebagai permohonan agar kita tetap diberi kesehatan dan perlindungan.
 
Di dalam hadis-hadis juga banyak dijelaskan tentang pentingnya kebersihan dan cara menjaga diri agar tetap dalam keadaan suci, terutama terkait dengan aktivitas seperti buang air besar dan kecil.
 
 

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment