
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Nur Muwaalah (نور الموالاة) adalah konsep penting dalam Islam, terutama dalam pandangan spiritual dan esoteris. Dalam bahasa Arab, “Nur” berarti cahaya, sementara “Muwaalah” berasal dari kata wilayah yang mengacu pada hubungan cinta, kesetiaan, dan kepemimpinan terhadap Allah, Rasul-Nya, dan para Imam yang ditunjuk. Berikut adalah 10 makna utama Nur Muwaalah:
1.Cahaya Tauhid
Nur Muwaalah melambangkan cahaya tauhid, yakni keyakinan murni kepada keesaan Allah yang menuntun manusia kepada hubungan yang benar dengan Tuhan.
2.Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya
Muwaalah mencakup rasa cinta yang tulus kepada Allah dan Rasulullah sebagai jalan menuju kedekatan dengan-Nya.
3.Kepatuhan kepada Wilayah Imam
Dalam perspektif Syiah, Nur Muwaalah merujuk pada kesetiaan kepada para Imam Ahlul Bait sebagai pemimpin spiritual dan penjaga wahyu Ilahi.
4.Pembersihan Hati
Cahaya ini adalah alat untuk membersihkan hati dari kegelapan dosa, iri, dan kebencian, menggantinya dengan sifat-sifat mulia.
5.Panduan Rohani
Nur Muwaalah menjadi cahaya yang membimbing manusia di jalan kebenaran, menjauhkan dari kesesatan.
6.Hubungan dengan Alam Malakut
Cahaya ini memperkuat hubungan seorang hamba dengan dunia spiritual (alam malakut), menghubungkannya dengan rahmat Allah.
7.Kesinambungan Risalah dan Imamah
Nur Muwaalah adalah simbol kesinambungan risalah melalui para Imam, yang membawa manusia pada pemahaman mendalam tentang wahyu.
8.Penyatuan dengan Cahaya Ilahi
Melalui Nur Muwaalah, seorang mukmin dapat mendekat kepada Allah dan mencapai maqam penyatuan dalam ketaatan kepada-Nya.
9.Simbol Kesempurnaan Iman
Cinta dan kesetiaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan para Imam merupakan tanda kesempurnaan iman seorang mukmin.
10.Pembawa Keselamatan di Akhirat
Nur ini diyakini sebagai syafaat dan pembimbing di akhirat, yang menerangi jalan seorang hamba menuju surga.
Nur Muwaalah bukan hanya konsep teologis, tetapi juga pengalaman batin yang menghubungkan manusia dengan cahaya spiritual dari Allah melalui perantara para Nabi dan Imam Ahlul Bait.
Konsep Nur Muwaalah tidak disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an, tetapi elemen-elemen yang terkait dengan cahaya, kesetiaan kepada Allah, Rasul, dan kepemimpinan Ilahi (wilayah) memiliki landasan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Berikut adalah beberapa ayat yang mendukung makna Nur Muwaalah dalam perspektif spiritual dan teologis:
1. Cahaya Allah (Nur Allah)
•“Allah adalah cahaya (pemberi cahaya) bagi langit dan bumi…”
(QS. An-Nur: 35)
Ayat ini menggambarkan Allah sebagai sumber cahaya yang menerangi hati manusia dan memberikan petunjuk kepada mereka yang mendekat kepada-Nya.
2. Kepemimpinan dan Kesetiaan kepada Allah, Rasul, dan Orang Beriman
•“Sesungguhnya wali (pemimpin) kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman yang mendirikan salat dan menunaikan zakat seraya mereka ruku’.”
(QS. Al-Ma’idah: 55)
Ayat ini sering dikaitkan dengan wilayah, yakni kepemimpinan dan kesetiaan kepada Allah, Rasulullah, dan Imam sebagai perwujudan Nur Muwaalah.
3. Cahaya Petunjuk bagi Orang Beriman
•“Dan apakah orang yang mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang berada dalam gelap gulita yang tidak dapat keluar darinya?”
(QS. Al-An’am: 122)
Ayat ini menggambarkan petunjuk Ilahi sebagai “cahaya” yang membimbing orang-orang beriman dari kegelapan menuju cahaya kehidupan spiritual.
4. Kewajiban Taat kepada Allah dan Rasul
•“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah, taatlah kamu kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kamu…”
(QS. An-Nisa: 59)
Kesetiaan kepada ulil amri (pemimpin yang ditunjuk oleh Allah) termasuk dalam konsep Muwaalah, yang menjadi bagian dari cahaya keimanan.
5. Kesempurnaan Agama melalui Wilayah
•”…Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…”
(QS. Al-Ma’idah: 3)
Banyak tafsir Syiah mengaitkan ayat ini dengan peristiwa Ghadir Khum, di mana Rasulullah mengangkat Imam Ali sebagai pemimpin setelahnya. Hal ini dipandang sebagai puncak wilayah dan kesempurnaan iman.
6. Cahaya Iman di Hari Kiamat
•“Pada hari ketika kamu melihat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka…”
(QS. Al-Hadid: 12)
Cahaya ini melambangkan iman yang diterangi oleh Muwaalah dan ketaatan kepada Allah serta Rasul-Nya.
7. Ikatan Spiritual dengan Rasul dan Orang Beriman
•“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, salat, dan zakat, mereka itu akan mendapat pahala di sisi Tuhan mereka; tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(QS. Al-Baqarah: 277)
Amal dan kesetiaan ini adalah manifestasi dari cahaya spiritual yang memperkuat hubungan seorang mukmin dengan Allah.
Konsep Nur Muwaalah dalam Al-Qur’an ditekankan melalui elemen nur (cahaya), wilayah (kepemimpinan), iman, dan ketaatan. Cahaya ini adalah manifestasi petunjuk Ilahi yang hanya bisa dicapai melalui cinta dan kesetiaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan penerus kepemimpinan Ilahi.
Konsep Nur Muwaalah juga memiliki dukungan kuat dalam hadis, terutama dalam tradisi Islam yang menekankan pentingnya cinta, kesetiaan, dan kepatuhan kepada Allah, Rasul-Nya, dan Ahlul Bait. Berikut adalah beberapa hadis yang relevan:
1. Hadis Ghadir Khum
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya (mawla), maka Ali adalah pemimpinnya (mawla). Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya, dan musuhilah orang yang memusuhinya.”
(Sunan Tirmidzi, Musnad Ahmad)
•Hadis ini menegaskan konsep wilayah dan kesetiaan kepada Imam Ali sebagai bagian dari Muwaalah, yang merupakan wujud cahaya iman.
2. Hadis Nur Ahlul Bait
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan keluargaku (Ahlul Bait) di antara kalian adalah seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang menaikinya akan selamat, dan barang siapa yang meninggalkannya akan tenggelam.”
(Sunan Tirmidzi, Musnad Ahmad)
•Ahlul Bait diibaratkan sebagai cahaya keselamatan bagi umat, yang terkait dengan Nur Muwaalah sebagai sarana untuk mencapai petunjuk dan keselamatan.
3. Hadis Tentang Cahaya Keimanan
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Iman adalah cahaya yang Allah letakkan di hati hamba-Nya.”
(Musnad Ahmad, Sahih Muslim)
•Cahaya iman ini adalah manifestasi dari Muwaalah, yang diperoleh melalui cinta dan ketaatan kepada Allah dan wali-Nya.
4. Hadis Tentang Wilayah dan Kesempurnaan Iman
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seseorang beriman hingga aku lebih ia cintai daripada dirinya sendiri, dan keluargaku lebih ia cintai daripada keluarganya.”
(Sahih Bukhari, Sahih Muslim)
•Kesetiaan kepada Rasulullah dan keluarganya adalah bagian integral dari Nur Muwaalah.
5. Hadis Tentang Cahaya Rasulullah
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Aku adalah cahaya pertama yang diciptakan oleh Allah.”
(Mustadrak al-Hakim, Kanz al-Ummal)
•Cahaya Nabi Muhammad adalah asal dari segala petunjuk, yang merupakan inti dari Nur Muwaalah.
6. Hadis Tentang Ahlul Bait sebagai Cahaya Petunjuk
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang berat (tsaqalain): Kitab Allah dan Ahlul Baitku. Selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat.”
(Sahih Muslim, Musnad Ahmad)
•Hadis ini menunjukkan bahwa Muwaalah kepada Ahlul Bait adalah jalan menuju cahaya petunjuk Ilahi.
7. Hadis Tentang Keutamaan Ali sebagai Nur Wilayah
Rasulullah ﷺ bersabda kepada Imam Ali:
“Engkau adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagian darimu. Engkau adalah cahaya bagi orang-orang beriman.”
(Sunan Tirmidzi, Musnad Ahmad)
•Imam Ali dipandang sebagai manifestasi wilayah dan Nur Muwaalah yang membimbing umat kepada Allah.
8. Hadis tentang Syafaat sebagai Cahaya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Cahaya orang-orang beriman di hari kiamat adalah hasil dari kecintaan mereka kepada kami, Ahlul Bait.”
(Tafsir al-Burhan, Bihar al-Anwar)
•Hadis ini menegaskan bahwa Muwaalah kepada Ahlul Bait adalah sumber cahaya yang membawa keselamatan di akhirat.
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa Nur Muwaalah adalah konsep yang terwujud dalam cinta, kepatuhan, dan hubungan spiritual dengan Allah, Rasulullah, dan Ahlul Bait. Cahaya ini memandu manusia di dunia dan akhirat, menjauhkan dari kegelapan kesesatan, dan mendekatkan mereka kepada Allah.
Dalam tradisi hadis Ahlul Bait, konsep Nur Muwaalah (cahaya kesetiaan kepada Allah, Rasul, dan Imam yang ditunjuk) memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Banyak riwayat dari para Imam Ahlul Bait yang menjelaskan hubungan antara cahaya, kesetiaan (wilayah), dan petunjuk Ilahi. Berikut adalah beberapa hadis Ahlul Bait yang relevan:
1. Cahaya Penciptaan Ahlul Bait
Imam Ja’far ash-Shadiq (as) berkata:
“Kami adalah cahaya yang diciptakan Allah sebelum penciptaan dunia. Kami berada di sisi-Nya, memuji dan mensucikan-Nya, dan melalui kami, makhluk-makhluk lain mendapat petunjuk.”
(Bihar al-Anwar, jil. 25, hlm. 1)
•Hadis ini menunjukkan bahwa Ahlul Bait adalah manifestasi dari cahaya Ilahi yang membawa petunjuk kepada umat manusia, yang menjadi inti dari Nur Muwaalah.
2. Keselamatan melalui Wilayah Ahlul Bait
Imam Ali (as) bersabda:
“Wilayah kami adalah perjanjian Allah yang telah Dia ambil dari seluruh makhluk-Nya. Hanya mereka yang berpegang teguh pada wilayah kami yang akan selamat di hari kiamat.”
(Bihar al-Anwar, jil. 68, hlm. 119)
•Wilayah Ahlul Bait merupakan jalan keselamatan dan penerangan bagi manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat.
3. Cahaya di Hari Kiamat
Imam Muhammad al-Baqir (as) berkata:
“Pada hari kiamat, cahaya orang-orang yang mencintai kami akan bersinar di hadapan mereka. Cahaya itu adalah bukti kesetiaan mereka kepada wilayah kami.”
(Tafsir Nur ats-Tsaqalayn, jil. 5, hlm. 580)
•Nur Muwaalah akan menjadi panduan dan penerang bagi para pengikut Ahlul Bait di akhirat.
4. Wilayah sebagai Dasar Iman
Imam Ali Ridha (as) bersabda:
“Keimanan tidak akan sempurna kecuali dengan cinta kepada kami (Ahlul Bait) dan pelepasan diri dari musuh-musuh kami. Cinta itu adalah cahaya yang menerangi hati dan menyelamatkan manusia dari kegelapan.”
(Bihar al-Anwar, jil. 27, hlm. 59)
•Kesetiaan kepada Ahlul Bait bukan hanya ikatan lahiriah, tetapi cahaya batiniah yang membimbing manusia kepada kebenaran.
5. Ahlul Bait sebagai Perahu Keselamatan
Imam Ash-Shadiq (as) berkata:
“Kami adalah perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang menaiki perahu ini akan selamat, dan barang siapa yang meninggalkannya akan tenggelam.”
(Bihar al-Anwar, jil. 26, hlm. 108)
•Hadis ini menekankan bahwa Nur Muwaalah kepada Ahlul Bait adalah jalan keselamatan dari kehancuran rohani.
6. Cahaya Cinta Ahlul Bait di Hari Kiamat
Imam Ali (as) berkata:
“Pada hari kiamat, setiap orang akan dipanggil dengan nama pemimpin mereka. Barang siapa yang menjadikan kami pemimpin mereka, maka cahaya mereka akan bersinar terang, menunjukkan jalan mereka ke surga.”
(Al-Amali, Syaikh Shaduq, hlm. 174)
•Kesetiaan kepada wilayah Ahlul Bait menjadi sumber cahaya di akhirat, memisahkan orang-orang yang beriman dari kegelapan.
7. Cahaya dalam Amalan dan Iman
Imam Ja’far ash-Shadiq (as) berkata:
“Wilayah kami adalah cahaya yang Allah letakkan dalam hati para pengikut kami. Dengan cahaya itu, mereka mampu melihat kebenaran dan membedakannya dari kebatilan.”
(Bihar al-Anwar, jil. 27, hlm. 63)
•Wilayah Ahlul Bait memberikan pencerahan rohani yang membimbing manusia untuk tetap teguh di jalan Allah.
8. Wilayah Sebagai Nikmat yang Sempurna
Imam Ali (as) berkata:
“Ketika Allah berfirman ‘Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu’ (QS. Al-Ma’idah: 3), itu adalah karena wilayah kami. Barang siapa yang menerima wilayah kami, dia telah menerima kesempurnaan agama dan nikmat-Nya.”
(Bihar al-Anwar, jil. 37, hlm. 221)
•Wilayah adalah nikmat terbesar yang menjadi inti dari cahaya iman dan kesempurnaan agama.
Kesimpulan
Hadis-hadis Ahlul Bait menegaskan bahwa Nur Muwaalah adalah cahaya spiritual yang berasal dari cinta dan kesetiaan kepada Ahlul Bait, yang merupakan manifestasi cahaya Ilahi. Cahaya ini tidak hanya membimbing manusia di dunia, tetapi juga menjadi syafaat dan keselamatan di akhirat. Wilayah kepada Ahlul Bait adalah kunci untuk mencapai kesempurnaan iman dan kedekatan kepada Allah.
Nur Muwaalah sebagai konsep yang terkait dengan cahaya spiritual dan kesetiaan (wilayah) kepada Allah, Rasul, dan Ahlul Bait banyak dijelaskan oleh para mufassir, baik klasik maupun kontemporer. Berikut ini adalah pandangan beberapa mufassir terkemuka tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar konsep ini:
1. Al-Thabarsi (Tafsir Majma’ al-Bayan)
Dalam tafsirnya mengenai QS. Al-Ma’idah: 55:
“Sesungguhnya wali kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan salat dan menunaikan zakat seraya mereka ruku’.”
Al-Thabarsi menjelaskan bahwa ayat ini merujuk kepada Imam Ali (as) yang memberikan cincinnya kepada seorang peminta-minta ketika sedang rukuk. Dia menekankan bahwa wilayah (kepemimpinan) yang dimaksud adalah manifestasi cahaya Ilahi yang harus diikuti oleh orang-orang beriman. Nur Muwaalah adalah cahaya yang berasal dari pengakuan dan kesetiaan kepada Imam yang ditunjuk Allah.
2. Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan)
Allamah Thabathaba’i dalam tafsirnya pada QS. An-Nur: 35:
“Allah adalah cahaya bagi langit dan bumi…”
Menafsirkan bahwa cahaya Allah ini adalah petunjuk yang terwujud melalui para Nabi dan Imam. Beliau menulis bahwa Nur Muwaalah adalah cahaya yang diberikan kepada orang-orang beriman melalui ketaatan kepada para pemimpin Ilahi. Cahaya ini menerangi hati, menghilangkan kegelapan kebodohan, dan membawa manusia kepada kedekatan kepada Allah.
3. Imam Fakhruddin Ar-Razi (Tafsir Al-Kabir)
Dalam penjelasannya tentang QS. Al-An’am: 122:
“Dan apakah orang yang mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia…”
Ar-Razi menyatakan bahwa “cahaya” yang dimaksud adalah petunjuk Ilahi, yang diwujudkan melalui ketaatan kepada Allah, Rasul, dan wali-wali-Nya. Dia menghubungkan cahaya ini dengan wilayah sebagai dasar kesempurnaan iman dan sumber keselamatan.
4. Syaikh Muhammad Husain Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan)
Dalam tafsir QS. Al-Hadid: 12:
“Pada hari ketika kamu melihat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, cahaya mereka memancar di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka…”
Allamah Thabathaba’i menjelaskan bahwa cahaya ini adalah hasil dari iman dan amal yang diterangi oleh wilayah Ahlul Bait. Cahaya ini tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga merupakan tanda kesetiaan kepada para pemimpin Ilahi, yang menghubungkan manusia dengan rahmat Allah.
5. Al-Qummi (Tafsir Al-Qummi)
Dalam tafsir QS. An-Nur: 35, Al-Qummi menulis bahwa Nur Allah di ayat ini adalah Rasulullah ﷺ dan mishbah (pelita) adalah Imam Ali (as). Dia menegaskan bahwa wilayah Imam adalah “cahaya” yang diberikan oleh Allah untuk membimbing umat manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya petunjuk.
6. Tafsir Ruh al-Ma’ani oleh Al-Alusi
Dalam tafsir QS. Al-Ma’idah: 55, Al-Alusi juga mengaitkan wilayah dengan kepemimpinan spiritual yang membawa umat kepada cahaya petunjuk. Dia menekankan pentingnya kesetiaan kepada wali-wali Allah sebagai manifestasi cahaya iman, meskipun tidak secara eksplisit menekankan pandangan Syiah.
7. Mulla Sadra (Tafsir Asfaar)
Mulla Sadra menafsirkan QS. An-Nur: 35 dengan pendekatan filosofis dan mistis. Menurutnya, cahaya Allah adalah manifestasi tertinggi dari hakikat kebenaran, yang diturunkan melalui Nabi dan Imam. Nur Muwaalah adalah perwujudan hubungan eksistensial antara makhluk dan Sang Pencipta melalui wali-wali-Nya.
8. Ayatullah Makarim Shirazi (Tafsir Nemuneh)
Dalam tafsir QS. Al-Hadid: 12, Ayatullah Shirazi menulis bahwa nur (cahaya) yang disebutkan adalah hasil dari iman dan cinta kepada Allah serta wilayah Rasul dan Ahlul Bait. Ia menjelaskan bahwa kesetiaan ini adalah syarat mutlak untuk mendapatkan cahaya di dunia dan akhirat.
Kesimpulan
Para mufassir sepakat bahwa Nur Muwaalah adalah cahaya spiritual yang diperoleh melalui:
1.Kesetiaan kepada Allah, Rasul, dan Ahlul Bait.
2.Petunjuk Ilahi yang membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya.
3.Iman dan amal yang terhubung dengan wilayah para Imam.
Konsep ini tidak hanya teologis, tetapi juga berfungsi sebagai panduan praktis untuk kehidupan spiritual yang lebih dekat kepada Allah.
Dalam pandangan ahli makrifat dan hakikat, Nur Muwaalah adalah salah satu konsep spiritual yang mendalam, mengacu pada cahaya batin yang berasal dari kesetiaan (wilayah) kepada Allah, Rasul-Nya, dan para Imam suci. Dalam dimensi ini, Nur Muwaalah tidak hanya dipahami secara intelektual, tetapi juga sebagai pengalaman langsung melalui pencerahan hati dan jiwa. Berikut adalah beberapa penjelasan menurut para ahli makrifat dan hakikat:
1. Cahaya Kesetiaan sebagai Inti Ma’rifatullah
Ahli makrifat seperti Ibn Arabi dan para ulama tasawuf yang mendalami konsep wilayah menyatakan bahwa Nur Muwaalah adalah “cahaya yang menghubungkan makhluk dengan Sang Pencipta.”
•Mereka percaya bahwa kesetiaan kepada wali-wali Allah (Ahlul Bait) adalah sarana untuk mengenal Allah (ma’rifatullah). Cahaya ini merupakan emanasi langsung dari Nur Muhammadi (cahaya Nabi Muhammad ﷺ) yang menerangi hati manusia.
•Ibn Arabi dalam Futuhat al-Makkiyah menyebutkan bahwa wilayah adalah hubungan spiritual yang menyambungkan manusia dengan hakikat ilahi, menjadikan hati mereka seperti cermin yang memantulkan cahaya kebenaran.
2. Nur Wilayah dalam Hakikat Tauhid
Para ahli hakikat, seperti Mulla Sadra, menyatakan bahwa Nur Muwaalah adalah dimensi metafisik yang berasal dari hakikat wilayah. Menurutnya:
•Wilayah Ahlul Bait adalah perpanjangan dari Cahaya Allah: Cahaya ini tidak hanya menerangi jiwa, tetapi juga membimbing manusia untuk mencapai kesempurnaan spiritual.
•Dalam Hikmah Al-Muta’aliyah, Mulla Sadra menulis bahwa “Wilayah adalah realitas tertinggi yang mencerminkan sifat Allah dalam bentuk kasih sayang dan bimbingan kepada makhluk-Nya.”
•Cahaya ini adalah energi rohani yang membersihkan jiwa dari kegelapan hawa nafsu dan memperkenalkan manusia kepada hakikat Ilahi.
3. Cahaya Cinta dan Kesetiaan (Mahabbah dan Wilayah)
Menurut ahli tasawuf seperti Jalaluddin Rumi, cahaya wilayah adalah energi cinta (mahabbah) yang mengalir dari Allah melalui Rasulullah ﷺ dan Ahlul Bait.
•Dalam Masnawi, Rumi menulis bahwa cinta kepada wali-wali Allah adalah seperti pelita yang menyalakan hati manusia. Cinta ini membimbing manusia melewati kegelapan dunia dan menyambungkannya dengan cahaya Ilahi.
“Cinta adalah api, tetapi api ini adalah cahaya. Cinta kepada wali-wali Allah adalah cahaya yang memandu menuju keabadian.”
4. Pengalaman Langsung Nur Muwaalah
Ahli hakikat seperti Sayyid Haydar Amuli menekankan bahwa Nur Muwaalah bukan hanya konsep intelektual, tetapi pengalaman langsung (dzauq).
•Cahaya ini hanya dapat dirasakan oleh hati yang telah dibersihkan melalui zikir, wilayah, dan ketaatan kepada Ahlul Bait.
•Sayyid Haydar menulis bahwa Nur Muwaalah adalah pintu masuk menuju haqq al-yaqin (keyakinan hakiki), di mana seseorang tidak hanya mengenal Allah, tetapi juga menjadi saksi kehadiran-Nya.
5. Wilayah sebagai Jalur Pencapaian Kesempurnaan (Insan Kamil)
Para ahli hakikat seperti Shaykh al-Isfahani dalam karya-karyanya menjelaskan bahwa wilayah adalah jalur untuk mencapai insan kamil (manusia sempurna).
•Wilayah para Imam adalah sumber cahaya yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk mengenal hakikat dirinya dan menuju kepada Allah.
•Dalam pandangan ini, Nur Muwaalah adalah energi Ilahi yang menuntun manusia dari nasut (dimensi duniawi) menuju lahut (dimensi Ilahi).
6. Nur Muhammadi dan Wilayah Ahlul Bait
Ahli makrifat sering kali menghubungkan Nur Muwaalah dengan Nur Muhammadi, yang diyakini sebagai cahaya pertama yang diciptakan oleh Allah.
•Cahaya ini kemudian ditransmisikan ke Imam Ali (as) dan keturunannya (Ahlul Bait). Dalam perjalanan makrifat, kesetiaan kepada Ahlul Bait adalah jalan untuk terhubung dengan Nur Muhammadi, yang merupakan sarana utama untuk mengenal Allah.
•Para sufi Syiah seperti Allamah Bahrul Ulum menulis bahwa Nur Muwaalah adalah sumber semua kebijaksanaan spiritual dan pencerahan batin.
7. Nur Muwaalah dalam Dzikir dan Kesucian Jiwa
Ahli hakikat menekankan pentingnya dzikir dan kesucian jiwa untuk mendapatkan Nur Muwaalah. Mereka mengatakan bahwa:
•Kesetiaan kepada wali-wali Allah tidak akan memberikan manfaat tanpa usaha membersihkan jiwa dari kotoran duniawi.
•Cahaya wilayah hanya dapat memancar di hati yang ikhlas dan siap untuk menerima hakikat spiritual.
Kesimpulan
Menurut ahli makrifat dan hakikat:
1.Nur Muwaalah adalah cahaya batin yang diperoleh melalui kesetiaan kepada Allah, Rasulullah, dan Ahlul Bait.
2.Cahaya ini adalah alat untuk mengenal Allah secara mendalam dan menjadi saksi atas kehadiran-Nya.
3.Kesetiaan ini adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan manusia (insan kamil).
4.Cahaya wilayah merupakan energi spiritual yang membimbing seseorang dari kegelapan menuju cahaya Ilahi.
Dengan kata lain, Nur Muwaalah adalah kunci utama dalam perjalanan makrifat untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui wilayah Ahlul Bait.
Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, Nur Muwaalah adalah inti spiritual dari kesetiaan (wilayah) kepada Allah, Rasulullah ﷺ, dan Ahlul Bait. Konsep ini mendalam karena tidak hanya dipahami sebagai suatu kewajiban keagamaan, tetapi juga sebagai haqiqah (realitas batiniah) yang membuka jalan menuju ma’rifatullah (pengenalan kepada Allah) dan kesempurnaan spiritual. Berikut adalah penjelasan konsep ini menurut para ahli hakikat Syiah:
1. Cahaya Wilayah sebagai Realitas Eksistensial
Ahli hakikat Syiah seperti Sayyid Haydar Amuli (salah satu tokoh filsafat dan irfan Syiah) menegaskan bahwa wilayah adalah pusat spiritual dalam agama Islam. Dalam karyanya, ia menyebut:
•Nur Muwaalah adalah realitas eksistensial yang berasal dari Nur Muhammadi (cahaya Nabi Muhammad ﷺ).
•Cahaya ini diteruskan melalui Imam Ali (as) dan Ahlul Bait sebagai manifestasi konkret dari wilayah.
•Amuli menulis, “Wilayah adalah hakikat yang menghubungkan makhluk dengan Allah. Nur ini membimbing manusia untuk mengenal Tuhan dan memahami tujuan penciptaan.”
2. Nur Muwaalah dalam Konsep Wilayah Kamilah
Dalam pemikiran Syiah, wilayah dianggap sebagai manifestasi kesempurnaan ilahi melalui para Imam suci. Allamah Thabathaba’i dalam tafsir irfani menegaskan:
•Wilayah para Imam bukan hanya kepemimpinan politik atau hukum, tetapi merupakan jalan menuju pencerahan spiritual.
•Nur Muwaalah adalah pancaran dari wilayah ini, yang mengarahkan hati manusia kepada Allah.
“Hati yang menerima wilayah akan memantulkan cahaya Allah sebagaimana cermin memantulkan cahaya matahari.”
3. Wilayah sebagai Jalur kepada Ma’rifatullah
Para ahli irfan seperti Mulla Sadra menegaskan bahwa:
•Wilayah para Imam adalah jalan mutlak menuju ma’rifatullah (pengenalan kepada Allah).
•Dalam karyanya, Asfar Arba’ah, ia menulis bahwa wilayah adalah “kunci” yang membuka hijab-hijab batin dan memungkinkan manusia menyaksikan hakikat Ilahi.
•“Nur Muwaalah adalah cahaya yang membersihkan kegelapan nafsu, membimbing manusia dari nasut (dimensi duniawi) ke lahut (dimensi ilahi).”
4. Cahaya Wilayah dalam Perspektif Nur Muhammadi
Ahli hakikat Syiah percaya bahwa semua cahaya spiritual berasal dari Nur Muhammadi (cahaya Nabi Muhammad ﷺ) yang merupakan ciptaan pertama Allah.
•Imam Ali (as) dan Ahlul Bait adalah perpanjangan langsung dari Nur Muhammadi.
•Menurut Sayyid Muhammad Husayn Tehrani, seorang sufi Syiah kontemporer, Nur Muwaalah adalah bentuk manifestasi Nur Muhammadi di hati mereka yang beriman dan menerima kepemimpinan Ahlul Bait.
“Cahaya ini membawa manusia menuju pengenalan kepada Allah yang hakiki, membersihkan hati dari segala kotoran duniawi.”
5. Nur Wilayah di Hari Kiamat
Ahli hakikat Syiah juga menghubungkan Nur Muwaalah dengan akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Hadid: 12:
“Pada hari ketika kamu melihat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, cahaya mereka memancar di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka…”
•Para ulama Syiah seperti Ayatullah Makarim Shirazi dalam Tafsir Nemuneh menegaskan bahwa cahaya ini adalah hasil dari kesetiaan kepada wilayah Ahlul Bait di dunia.
•Ahli hakikat menjelaskan bahwa Nur Muwaalah akan menjadi sumber penyelamatan di hari kiamat, di mana hanya mereka yang mengikuti wilayah yang akan memiliki cahaya tersebut.
6. Manifestasi Nur dalam Kehidupan Praktis
Ahli hakikat seperti Sayyid Bahrul Ulum menekankan bahwa Nur Muwaalah tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis:
•Cahaya ini muncul dalam bentuk amal perbuatan yang ikhlas, hati yang bersih, dan hubungan yang erat dengan Allah melalui ketaatan kepada Ahlul Bait.
•“Wilayah adalah jalan hidup, dan Nur Muwaalah adalah cahayanya yang memandu manusia dari kegelapan dunia menuju terang petunjuk Ilahi.”
7. Cahaya Wilayah dan Insan Kamil
Dalam filsafat Syiah, wilayah adalah dasar dari konsep Insan Kamil (manusia sempurna).
•Menurut Shaykh al-Isfahani, Nur Muwaalah adalah energi spiritual yang mengangkat manusia dari sifat kebinatangan menuju kesempurnaan rohani.
•Cahaya ini membersihkan hati dan membangun kesempurnaan akhlak, yang merupakan ciri utama Insan Kamil.
8. Peran Dzikir dan Kesucian dalam Memperoleh Nur Muwaalah
Ahli hakikat menegaskan bahwa Nur Muwaalah hanya dapat diraih oleh mereka yang menjaga kesucian jiwa dan selalu berdzikir:
•Imam Ali (as) berkata: “Hati yang bersih adalah tempat cahaya Allah memancar.”
•Para ulama irfan menjelaskan bahwa dzikir kepada Allah dan kecintaan kepada Ahlul Bait adalah alat utama untuk mengaktifkan cahaya wilayah dalam hati manusia.
Kesimpulan
Menurut ahli hakikat Syiah:
1.Nur Muwaalah adalah manifestasi spiritual dari wilayah Ahlul Bait, yang bersumber dari Nur Muhammadi.
2.Cahaya ini merupakan jalur utama untuk mengenal Allah (ma’rifatullah).
3.Wilayah adalah hakikat keberadaan yang menghubungkan manusia dengan Allah dan memandu mereka menuju kesempurnaan spiritual (insan kamil).
4.Nur Muwaalah adalah energi spiritual yang hanya dapat diperoleh melalui kesetiaan, cinta, dzikir, dan ketaatan kepada Ahlul Bait.
Cahaya ini adalah rahmat Ilahi yang memungkinkan manusia berjalan di jalan yang lurus, bebas dari kegelapan duniawi, dan mencapai kebahagiaan di dunia serta akhirat.
Berikut adalah beberapa cerita dan kisah yang berhubungan dengan Nur Muwaalah, yang mencerminkan cahaya kesetiaan kepada Allah, Rasulullah ﷺ, dan Ahlul Bait dalam tradisi Syiah. Kisah-kisah ini tidak hanya menggambarkan pentingnya wilayah (kesetiaan) tetapi juga menunjukkan bagaimana cahaya ini terwujud dalam kehidupan para tokoh yang mencintai dan menaati Ahlul Bait.
1. Kisah Rasulullah ﷺ dan Imam Ali (as): Cahaya Pertama
Dalam riwayat yang diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ, disebutkan bahwa:
“Allah menciptakan cahayaku sebelum menciptakan langit dan bumi. Cahaya itu diletakkan di hadapan Arsy Allah, dan darinya Allah menciptakan cahaya Ali bin Abi Thalib.”
Kisahnya:
Sebelum penciptaan dunia, Allah menciptakan cahaya Nabi Muhammad ﷺ dan Imam Ali (as) dari satu esensi. Cahaya ini adalah inti dari seluruh petunjuk yang diberikan kepada manusia. Ketika Allah memutuskan untuk menciptakan makhluk, Ia membagi cahaya ini ke dalam dua bagian:
1.Bagian pertama menjadi Nur Muhammadi, yang memancarkan rahmat dan petunjuk.
2.Bagian kedua menjadi Nur Muwaalah, yang mewujud dalam Imam Ali (as) sebagai sumber hidayah dan wilayah.
Maknanya:
Kisah ini menunjukkan bahwa Nur Muwaalah adalah cahaya yang telah ada sebelum penciptaan dunia, menjadikan wilayah Ahlul Bait sebagai esensi spiritual yang menjadi dasar penciptaan dan bimbingan manusia.
2. Kisah Peminta-Minta dan Imam Ali (as): Perwujudan Wilayah
Peristiwa Rukuk (QS. Al-Ma’idah: 55):
Dalam sebuah riwayat terkenal, seorang peminta-minta memasuki masjid saat Imam Ali (as) sedang sholat. Peminta-minta itu memohon bantuan, tetapi tidak ada yang memberikan sesuatu. Imam Ali (as), yang sedang rukuk, mengulurkan cincin dari jarinya untuk diberikan kepada peminta-minta tersebut.
Peristiwa ini menjadi sebab turunnya ayat:
“Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman yang mendirikan salat dan menunaikan zakat seraya mereka rukuk.” (QS. Al-Ma’idah: 55)
Maknanya:
Tindakan Imam Ali (as) menunjukkan bahwa Nur Muwaalah tidak hanya bersifat metafisik, tetapi juga terlihat dalam amal perbuatan yang penuh kasih dan perhatian terhadap sesama. Cahaya wilayahnya terpancar dalam kedermawanan dan kesetiaan kepada Allah.
3. Kisah Salim bin Qais: Kesetiaan kepada Cahaya Wilayah
Salim bin Qais adalah salah satu sahabat setia Imam Ali (as). Dalam salah satu riwayat, ia menceritakan sebuah peristiwa di mana Imam Ali berkata kepadanya:
“Wahai Salim, sesungguhnya orang-orang yang mencintai kami akan melihat cahaya wilayah kami di dalam hati mereka, yang akan memandu mereka di dunia dan di akhirat.”
Kisahnya:
Salim pernah menghadapi situasi sulit di mana ia dikepung oleh orang-orang yang membenci Ahlul Bait. Dalam kondisi tersebut, ia bermunajat kepada Allah, memohon kekuatan melalui kecintaannya kepada Imam Ali (as). Salim kemudian merasa hatinya dipenuhi cahaya, dan ia menemukan jalan keluar dari kesulitannya.
Maknanya:
Kisah ini menggambarkan bagaimana Nur Muwaalah menjadi sumber kekuatan spiritual bagi mereka yang setia kepada Ahlul Bait, bahkan dalam keadaan sulit sekalipun.
4. Kisah Asiyah binti Muzahim: Cahaya Kesetiaan di Tengah Kegelapan
Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun, dikenal sebagai salah satu wanita paling mulia dalam Islam. Meski hidup dalam lingkungan kekafiran, ia tetap beriman kepada Allah dan mencintai para wali-Nya. Dalam tradisi Syiah, ia sering dipuji karena kesetiaannya kepada cahaya wilayah.
Kisahnya:
Ketika Asiyah disiksa oleh Fir’aun karena keimanannya, ia bermunajat:
“Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga…” (QS. At-Tahrim: 11).
Menurut riwayat, Allah menunjukkan kepadanya cahaya Nabi Muhammad ﷺ dan Imam Ali (as) sebagai tanda penerimaan imannya. Cahaya tersebut menguatkan hatinya sehingga ia tidak merasakan penderitaan duniawi.
Maknanya:
Kisah Asiyah menunjukkan bahwa Nur Muwaalah tidak terbatas pada kehidupan duniawi tetapi juga merupakan kekuatan spiritual yang menghubungkan manusia dengan Allah dalam situasi paling sulit.
5. Kisah Syahid Karbala: Cahaya Wilayah yang Kekal
Kisah Imam Husain (as):
Dalam peristiwa Karbala, Imam Husain (as) berdiri sebagai simbol cahaya wilayah yang menentang kegelapan tirani. Sebelum wafat, Imam Husain berkata kepada para pengikutnya:
“Aku tidak bangkit untuk membuat kerusakan, tetapi untuk menegakkan agama kakekku dan menyebarkan cahaya petunjuk.”
Kisah Al-Qamah:
Setelah tragedi Karbala, Al-Qamah bin Qais, salah satu pecinta Ahlul Bait, bermimpi bertemu Imam Husain (as). Dalam mimpinya, Imam berkata:
“Wahai Al-Qamah, kecintaanmu kepada kami akan menjadi cahaya yang memandumu di padang mahsyar.”
Maknanya:
Perjuangan Imam Husain di Karbala dan kesetiaan para pengikutnya menunjukkan bahwa Nur Muwaalah adalah cahaya yang tidak akan padam, meski dalam keadaan pengorbanan terbesar.
6. Kisah Zurarah bin A’yun: Nur Wilayah di Hari Kiamat
Zurarah bin A’yun, salah satu sahabat setia Imam Ja’far Ash-Shadiq (as), bertanya kepada Imam:
“Bagaimana kami akan mengenali Anda di hari kiamat?”
Imam menjawab:
“Di hari kiamat, kami akan berada di hadapan Arsy Allah. Cahaya wilayah kami akan menerangi jalan orang-orang yang mencintai kami. Mereka akan mengenali kami sebagaimana mereka mengenali matahari di siang hari.”
Maknanya:
Kisah ini menunjukkan bahwa Nur Muwaalah adalah pemandu di dunia dan akhirat, yang memisahkan orang-orang yang setia kepada Ahlul Bait dari mereka yang menolak wilayah.
Kesimpulan
Kisah-kisah ini mengajarkan bahwa:
1.Nur Muwaalah adalah cahaya spiritual yang berasal dari wilayah Ahlul Bait.
2.Cahaya ini hadir dalam kehidupan sehari-hari melalui amal perbuatan, cinta, dan kesetiaan kepada mereka.
3.Di akhirat, Nur Muwaalah akan menjadi penentu keselamatan dan pemandu di jalan menuju Allah.
Melalui kisah-kisah ini, kita memahami bahwa cahaya wilayah adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang bermakna, baik di dunia maupun akhirat.
Berikut adalah 10 manfaat dari Nur Muwaalah (cahaya kesetiaan kepada wilayah Allah, Rasul-Nya, dan Ahlul Bait), beserta doa yang dapat diamalkan untuk memohon cahaya ini.
Manfaat Nur Muwaalah
1.Mendekatkan diri kepada Allah
•Cahaya ini memurnikan hati sehingga manusia dapat mengenal Allah (ma’rifatullah) secara lebih mendalam.
•Manfaat: Menumbuhkan rasa cinta dan hubungan yang erat dengan Allah.
2.Petunjuk dalam kehidupan
•Nur Muwaalah adalah cahaya yang memandu seseorang melalui berbagai kegelapan duniawi, baik dalam persoalan spiritual maupun kehidupan sehari-hari.
•Manfaat: Memberikan ketenangan hati dalam menghadapi keputusan sulit.
3.Pembersihan jiwa dari dosa
•Cahaya wilayah membantu membersihkan hati dari kotoran nafsu dan kesalahan.
•Manfaat: Membawa manusia menuju kesucian dan kedamaian batin.
4.Keberkahan dalam amal perbuatan
•Orang yang memiliki Nur Muwaalah akan diberkahi dalam amal ibadah dan kehidupannya.
•Manfaat: Ibadah diterima, rezeki melimpah, dan hubungan sosial harmonis.
5.Keselamatan di dunia dan akhirat
•Di hari kiamat, cahaya wilayah akan menjadi penerang bagi mereka yang setia kepada Ahlul Bait.
•Manfaat: Mendapatkan syafaat Rasulullah ﷺ dan Ahlul Bait.
6.Menguatkan keimanan
•Cahaya ini mengokohkan iman, menjadikan seseorang teguh dalam menghadapi ujian dan godaan dunia.
•Manfaat: Memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam menjalankan agama.
7.Mendapatkan hikmah dan kebijaksanaan
•Nur Muwaalah membuka hati dan akal untuk memahami rahasia-rahasia Ilahi.
•Manfaat: Memperoleh kebijaksanaan dalam berbicara, bertindak, dan memimpin.
8.Ketenangan jiwa dan pikiran
•Cahaya wilayah memberikan rasa tenteram meskipun berada dalam kesulitan atau penderitaan.
•Manfaat: Hidup dengan kedamaian hati dan jauh dari stres.
9.Menarik rahmat dan ampunan Allah
•Kesetiaan kepada Ahlul Bait adalah jalan untuk mendapatkan rahmat dan maghfirah dari Allah.
•Manfaat: Mendapatkan kasih sayang Allah di dunia dan akhirat.
10.Peningkatan derajat spiritual
•Orang yang hidup dengan Nur Muwaalah akan naik derajatnya secara spiritual, mendekati kesempurnaan insan kamil.
•Manfaat: Dihormati di dunia dan di akhirat.
Doa Memohon Nur Muwaalah
1.Doa Nabi Muhammad ﷺ (Cahaya di hati):
“Ya Allah, berikanlah cahaya di hatiku, cahaya dalam pandanganku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, dan jadikanlah aku penuh dengan cahaya.”
(Allahumma aj’al fi qalbi nuran, wa fi basari nuran, wa fi sam’i nuran, wa ’an yamini nuran, wa ‘an yasari nuran, wa amami nuran, wa khalfi nuran, waj’alni nuran.)
2.Doa memohon cahaya wilayah Ahlul Bait:
“Ya Allah, masukkanlah cahaya wilayah Ahlul Bait ke dalam hatiku, dan bimbinglah aku dengan cahaya mereka menuju jalan-Mu yang lurus.”
(Allahumma adkhil nur wilayah Ahlil Bait fi qalbi, wahdini bihi ila siratika al-mustaqim.)
3.Doa Imam Ali Zainal Abidin (as):
“Wahai Tuhan yang menghidupkan hati-hati dengan cahaya iman, hidupkanlah hatiku dengan cahaya wilayah para wali-Mu.”
(Ya man ahya al-quluba binuri al-iman, ahyi qalbi binuri wilayati awliya’ik.)
4.Dzikir Cahaya:
Baca secara rutin:
“Ya Nur, Ya Wahhab, Ya Hadi.”
(Wahai Cahaya, Wahai Yang Maha Memberi, Wahai Yang Maha Memberi Petunjuk.)
5.Doa di waktu malam:
Sebelum tidur, bacalah:
“Ya Allah, jadikanlah cahaya wilayah menyinari hatiku, sehingga aku berjalan di atas jalan yang Engkau ridai.”
6.Doa untuk keselamatan dunia dan akhirat:
“Ya Allah, dengan cahaya wilayah, selamatkanlah aku dari kegelapan dunia dan akhirat, dan masukkan aku ke dalam rahmat-Mu.”
7.Amalan pendek:
Baca setelah sholat:
“Ya Allah, tambahkanlah cahaya wilayah dalam hidupku.”
8.Doa Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Ya Allah, berikan aku cahaya-Mu yang Engkau berikan kepada wali-wali pilihan-Mu, dan penuhi hatiku dengan cinta kepada mereka.”
9.Doa khusus Ahlul Bait:
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk mereka yang dicahayai dengan wilayah Ahlul Bait, dan selamatkan kami dari kegelapan kufur dan nifaq.”
10.Doa di hari kiamat:
*“Ya Allah, limpahkanlah cahaya wilayah-Mu kepadaku di hari di mana tidak ada cahaya kecuali cahaya dari-Mu.”
Kesimpulan
Manfaat Nur Muwaalah berhubungan langsung dengan kemajuan spiritual dan keselamatan seseorang, baik di dunia maupun akhirat. Dengan doa-doa ini, kita memohon kepada Allah agar cahaya kesetiaan kepada wilayah menjadi penuntun dalam hidup kita dan di hari kiamat.
Comments (0)
There are no comments yet