Kolom: Makna Islam

Supa Athana - Tekno & Sains
26 October 2024 12:00
Islam sebagai Jalan Kehidupan (Al-Baqarah: 208)
Penuls: Muhmmad Taufiq Ali Yahya
            Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
 
Berikut makna dari Islam, yang dapat memberikan gambaran luas tentang agama ini dari berbagai sudut pandang:
 
1.Kepatuhan
Islam berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Seorang Muslim dengan ikhlas mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya.
2.Perdamaian
Islam berasal dari kata salaam, yang berarti damai. Seorang Muslim diharapkan membawa perdamaian dalam hidupnya dan bagi orang lain.
3.Tauhid
Tauhid adalah konsep keesaan Allah. Islam menegaskan bahwa hanya ada satu Tuhan yang layak disembah, yaitu Allah, dan Dia tidak memiliki sekutu.
4.Rahmat untuk Alam Semesta
Islam dikenal sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, sesuai dengan ajaran bahwa Nabi Muhammad adalah rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).
5.Keadilan
Islam menekankan pentingnya keadilan dalam semua aspek kehidupan, mulai dari hukum hingga hubungan sosial.
6.Kesederhanaan
Ajaran Islam mendorong umatnya untuk hidup sederhana, tidak berlebihan, dan menghindari sifat boros.
7.Persaudaraan
Islam menekankan persaudaraan dan kesatuan umat, tanpa memandang ras, suku, atau kebangsaan.
8.Amal Kebaikan
Islam mengajarkan untuk selalu berbuat baik, baik kepada sesama manusia maupun kepada lingkungan sekitar.
9.Akhlak Mulia
Ajaran Islam sangat memperhatikan pembentukan karakter dan akhlak yang baik, seperti jujur, sabar, dan rendah hati.
10.Ibadah Sebagai Pengabdian
Segala bentuk ibadah dalam Islam seperti shalat, puasa, zakat, dan haji bertujuan sebagai bentuk pengabdian dan kedekatan kepada Allah.
 
Makna-makna ini menunjukkan bahwa Islam bukan hanya agama, tetapi juga panduan untuk menjalani kehidupan yang penuh kedamaian, keadilan, dan kasih sayang.
 
Islam dalam Al-Qur’an dijelaskan melalui beberapa konsep utama yang membentuk ajaran dan panduan hidup bagi umat manusia. Berikut adalah beberapa aspek penting Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
 
1.Islam sebagai Jalan Kehidupan (Al-Baqarah: 208)
Al-Qur’an mengajarkan agar umat Islam memasuki Islam secara keseluruhan (kaffah), mengikuti ajaran-ajaran dan aturan yang ditetapkan Allah dalam segala aspek kehidupan.
2.Ketundukan dan Ketaatan kepada Allah (Ali ’Imran: 19)
Ayat ini menyatakan bahwa agama di sisi Allah adalah Islam, yang berarti tunduk dan patuh pada Allah tanpa keraguan, serta mengakui dan mengesakan-Nya.
3.Tauhid (Al-Ikhlas: 1-4)
Islam mengajarkan Tauhid, atau keyakinan kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa. Surah Al-Ikhlas menegaskan keesaan Allah dan menolak segala bentuk penyekutuan.
4.Rahmat dan Keadilan (An-Nisa: 135)
Islam memerintahkan umatnya untuk berlaku adil dan menjunjung tinggi keadilan. Ayat ini mengajak untuk menegakkan keadilan meskipun terhadap diri sendiri atau keluarga.
5.Islam sebagai Rahmat bagi Seluruh Alam (Al-Anbiya: 107)
Al-Qur’an menggambarkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, karena ajarannya membawa kebaikan, kedamaian, dan kesejahteraan.
6.Amal Saleh dan Ibadah (Al-Baqarah: 177)
Al-Qur’an menjelaskan bahwa bukan sekadar arah shalat yang penting, tetapi amalan baik yang menunjukkan keimanan, seperti berzakat, bersabar, dan menepati janji.
7.Kehidupan yang Seimbang (Al-Qashash: 77)
Islam mendorong keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Ayat ini mengajak manusia untuk mencari kebahagiaan akhirat tanpa melupakan dunia.
8.Persaudaraan dan Kesatuan (Al-Hujurat: 10)
Islam mengajarkan persaudaraan antar-Muslim, serta mendukung perdamaian dan persatuan dalam komunitas umat Islam.
9.Petunjuk Hidup yang Lurus (Al-Fatihah: 6-7)
Dalam Al-Fatihah, umat Islam berdoa agar diberikan petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu Islam sebagai agama yang benar.
10.Pemberian Pilihan (Al-Kahfi: 29)
Al-Qur’an juga menyatakan bahwa manusia diberi pilihan untuk beriman atau ingkar. Allah menginginkan umatnya untuk beriman atas dasar kesadaran dan pilihan, bukan keterpaksaan.
 
Melalui ayat-ayat ini, Al-Qur’an menggambarkan Islam sebagai agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan membawa kedamaian, keadilan, dan rahmat bagi umat manusia dan seluruh makhluk.
 
Menurut para mufassir (ahli tafsir), makna dan konsep Islam dijelaskan dalam berbagai tafsir Al-Qur’an berdasarkan pemahaman mereka akan ayat-ayat serta hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah pandangan beberapa mufassir terkenal mengenai Islam:
 
1.Ibnu Katsir
Menurut Ibnu Katsir, Islam berarti “ketundukan” dan “ketaatan” kepada Allah. Dalam tafsirnya, ia menjelaskan bahwa Islam melibatkan pengakuan terhadap keesaan Allah (Tauhid) dan melaksanakan amal perbuatan sesuai dengan perintah-Nya. Ia juga menyebut Islam sebagai agama rahmat yang membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia.
2.Al-Tabari
Al-Tabari menjelaskan Islam sebagai agama yang disempurnakan oleh Allah sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada umat manusia. Menurutnya, Islam mencakup perintah, larangan, dan petunjuk yang membawa manusia kepada kehidupan yang damai dan sejahtera. Al-Tabari juga menekankan konsep ikhlas dalam beribadah, sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah.
3.Al-Qurtubi
Al-Qurtubi dalam tafsirnya menekankan bahwa Islam adalah jalan hidup yang lurus dan rahmat bagi seluruh alam. Ia menyoroti pentingnya keadilan dan akhlak yang baik dalam Islam, serta mengaitkannya dengan misi Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa kedamaian dan keadilan bagi semua makhluk.
4.Fakhruddin Al-Razi
Al-Razi menguraikan Islam sebagai agama yang mengandung ajaran untuk mengenal Allah dengan benar dan mengesakan-Nya. Baginya, Islam adalah jalan menuju pencerahan spiritual dan rasional. Al-Razi juga memandang ajaran Islam sebagai sistem yang mengatur hubungan manusia dengan Allah serta dengan sesama manusia.
5.Sayyid Qutb
Dalam Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, Sayyid Qutb menggambarkan Islam sebagai “sistem kehidupan total” yang meliputi politik, sosial, dan ekonomi. Baginya, Islam bukan hanya agama dalam pengertian ibadah, tetapi panduan hidup yang sempurna bagi umat manusia. Qutb menekankan pentingnya keadilan sosial dan kebebasan manusia dari perbudakan selain kepada Allah.
6.Buya Hamka (Indonesia)
Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menyebut Islam sebagai agama yang mengedepankan kemanusiaan dan cinta kasih. Menurut Hamka, Islam mengajarkan pengabdian kepada Allah dengan hati yang ikhlas, sehingga umat Islam mampu menjalankan kehidupan yang baik, adil, dan harmonis.
 
Para mufassir ini sepakat bahwa Islam bukan sekadar sistem ritual keagamaan, tetapi merupakan jalan hidup yang mencakup semua aspek kehidupan. Mereka menggambarkan Islam sebagai agama yang sempurna yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan alam semesta.
 
Dalam pandangan mufassir Syiah, Islam memiliki makna yang kaya dan mencakup nilai-nilai spiritual, sosial, dan moral yang mendalam. 
 
Beberapa mufassir terkemuka dalam tradisi Syiah, seperti Allamah Thabathabai, Ayatullah Murtadha Muthahhari, dan Muhammad Baqir al-Sadr, memberikan pandangan yang mencerminkan pemahaman mereka yang mendalam terhadap teks Al-Qur’an dan warisan Ahlul Bait. Berikut adalah beberapa pemikiran utama mereka:
 
1.Allamah Thabathabai (Penulis Tafsir Al-Mizan)
Dalam tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai memandang Islam sebagai agama yang mencakup aspek keimanan, penyerahan diri kepada Allah, dan ketaatan. Ia menekankan bahwa Islam bukan hanya ritual atau aturan hukum, tetapi sebuah jalan untuk mencapai makrifat (pengetahuan spiritual) dan kedekatan dengan Allah. Menurutnya, makna Islam yang hakiki dapat ditemukan melalui kebersihan hati dan pengamalan ajaran dengan ikhlas.
2.Ayatullah Murtadha Muthahhari ; Dalam berbagai karyanya menegaskan bahwa Islam adalah agama yang berlandaskan akal dan wahyu. Ia melihat Islam sebagai agama yang mampu menjawab tantangan zaman dengan prinsip-prinsip yang abadi dan fleksibel. Islam, baginya, adalah jalan menuju keadilan sosial dan spiritual yang bisa dicapai melalui pendidikan moral dan intelektual. Ia juga menekankan pentingnya memahami esensi Tauhid, sebagai dasar untuk mencapai kemanusiaan yang sejati.
3.Muhammad Baqir al-Sadr
Dalam karyanya, al-Sadr ; menekankan bahwa Islam adalah sistem hidup yang holistik, mencakup segala aspek kehidupan, dari akidah hingga tata kelola masyarakat. Menurutnya, Islam adalah agama yang menekankan pentingnya keadilan, serta bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari eksploitasi. Al-Sadr juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang adil dan bijaksana, yang diyakini dijaga melalui Ahlul Bait as sebagai pewaris sah Nabi Muhammad.
4.Allamah Sayyid Muhammad Husayn Husayni Tehrani
Husayni Tehrani melihat Islam sebagai jalan spiritual yang mendalam. Dalam Tafsir Nur, ia menggambarkan Islam sebagai agama yang memandu manusia kepada kebahagiaan hakiki melalui kedekatan dengan Allah. Ia menekankan pentingnya kesucian hati, akhlak yang baik, dan cinta pada Ahlul Bait sebagai sarana untuk memahami Islam secara mendalam.
5.Ayatullah Sayyid Kamal al-Haydari
Al-Haydari menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang menuntut umatnya untuk menjalani kehidupan dengan keikhlasan dan ketundukan sepenuhnya kepada Allah. Menurutnya, Islam mengandung panduan moral dan etis yang dapat membawa manusia kepada kehidupan yang mulia. Dalam pandangan al-Haydari, cinta dan kesetiaan kepada Ahlul Bait sangat penting untuk memahami Islam secara utuh.
6.Al-Khomeini
Al-Khomeini, sebagai seorang mufassir dan pemimpin spiritual, menekankan bahwa Islam tidak hanya menekankan aspek ritual dan individual tetapi juga sosial dan politik. Menurutnya, Islam adalah agama yang memberikan landasan bagi terbentuknya masyarakat yang adil. Ia juga menekankan peran kepemimpinan ilahiah, yang dalam pandangan Syiah diwujudkan dalam konsep Imamah.
 
Kesimpulan ; Para mufassir Syiah melihat Islam sebagai agama yang menggabungkan antara aspek spiritual dan sosial, mengajarkan keadilan dan persatuan, serta mengutamakan kecintaan dan penghormatan pada Ahlul Bait. Pandangan-pandangan mereka menunjukkan bahwa Islam adalah sistem yang sempurna untuk kehidupan, yang mencakup aspek akidah, akhlak, serta pedoman untuk membentuk masyarakat yang ideal.
 
7.Allamah Sayyid Muhammad Husayn Tabatabai
Selain dalam tafsirnya Al-Mizan, Tabatabai juga banyak menjelaskan Islam dalam karyanya yang lebih filosofis, seperti Nihayah al-Hikmah. Ia menekankan bahwa Islam adalah jalan untuk mencapai “kesempurnaan manusia.” Menurutnya, Islam mengajarkan bahwa manusia dapat mencapai pencerahan rohani melalui penyerahan diri kepada Allah dan pengamalan akhlak mulia.
8.Ayatullah Jawadi Amuli
Dalam pandangan Jawadi Amuli, Islam adalah sistem ilahi yang dirancang untuk membimbing manusia menuju kehidupan yang sempurna. Amuli menekankan bahwa Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan. Ia melihat konsep Tauhid sebagai landasan utama, dengan implikasi praktis dalam berbagai aspek kehidupan seperti keadilan sosial, pengelolaan sumber daya, dan tanggung jawab moral.
9.Sayyid Muhammad Baqir al-Hakim ; Al-Hakim dalam tafsir dan karya-karyanya yang lain menggarisbawahi pentingnya Islam sebagai agama yang berpusat pada kepemimpinan dan kecintaan kepada Ahlul Bait. Menurutnya, Islam Syiah menekankan pentingnya pemimpin spiritual yang memiliki pengetahuan mendalam, untuk memastikan kebenaran dan kesempurnaan agama terjaga dalam masyarakat.
10.Ayatullah Sayyid Muhammad Husayni Beheshti
Beheshti, seorang ulama dan pemikir Syiah, melihat Islam sebagai panduan bagi terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Ia menekankan bahwa Islam menawarkan solusi atas masalah sosial dan ekonomi melalui konsep keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Islam, menurut Beheshti, bukan hanya agama individu tetapi juga pembentuk tatanan masyarakat yang damai dan produktif.
11.Sayyid Muhammad Taqi al-Modarresi
Al-Modarresi, seorang mufassir kontemporer, menekankan bahwa Islam adalah jalan hidup yang harmonis yang didasarkan pada keadilan, kasih sayang, dan kebijaksanaan. 
 
Dalam pandangannya, Islam bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dalam kehidupan pribadi dan sosial, serta menyatukan manusia dalam nilai-nilai moral yang universal. Ia juga menekankan pentingnya memahami Al-Qur’an sebagai kitab hidup yang sesuai untuk semua zaman.
 
Kesimpulan ; Para mufassir Syiah ini menguraikan Islam sebagai agama yang melampaui ritual dan aspek hukum, melainkan juga sebagai panduan spiritual, sosial, dan politik yang komprehensif. Mereka menekankan aspek keadilan, kepemimpinan, kesejahteraan sosial, dan pentingnya hubungan dengan Ahlul Bait untuk memahami Islam secara mendalam. Islam dilihat sebagai jalan hidup yang menyeluruh, membentuk manusia yang adil, berakhlak, dan dekat dengan Allah.
 
Dalam pandangan ahli makrifat dan hakikat, Islam dipandang sebagai jalan spiritual yang lebih dalam daripada sekadar praktik ritual atau hukum lahiriah. Ahli makrifat (gnosis) dan hakikat melihat Islam sebagai sarana untuk mencapai kedekatan yang hakiki dengan Allah melalui pengenalan diri, kesucian hati, dan kesadaran batin. Berikut adalah beberapa perspektif mereka tentang makna Islam:
 
1.Islam sebagai Penyerahan Diri yang Sempurna
Para ahli makrifat menekankan bahwa Islam adalah penyerahan diri yang total kepada Allah, tidak hanya dalam tindakan lahiriah, tetapi juga dalam hati dan pikiran. Bagi mereka, iman yang sejati terwujud ketika seorang Muslim menyerahkan seluruh keberadaannya kepada Allah, bebas dari ego, keinginan duniawi, dan keterikatan. Ini tercermin dalam konsep “fana” (peleburan diri) dalam kehendak Allah.
2.Islam sebagai Jalan Menuju Makrifat (Pengenalan Diri)
Salah satu prinsip utama dalam tasawuf dan ilmu hakikat adalah bahwa “barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.” 
 
Para ahli makrifat menekankan bahwa Islam adalah perjalanan spiritual untuk mengenal diri sendiri, yang pada akhirnya mengarah pada pengenalan kepada Allah. Mereka menganggap pengenalan terhadap aspek-aspek batiniah sebagai kunci untuk mencapai kesadaran ilahi.
3.Tauhid dalam Makna Batin (Wahdatul Wujud)
Konsep Tauhid (Keesaan Allah) dalam pandangan ahli hakikat tidak hanya berarti mengesakan Allah sebagai Tuhan, tetapi juga melihat bahwa segala sesuatu berasal dari dan kembali kepada-Nya. 
 
Ibn Arabi, seorang ahli makrifat terkenal, mengembangkan konsep “Wahdatul Wujud” (kesatuan eksistensi), yang menyatakan bahwa semua yang ada adalah manifestasi dari Allah. Dengan pemahaman ini, seorang Muslim akan melihat kehadiran Allah dalam segala sesuatu, dan hidup dengan kesadaran akan keesaan tersebut.
4.Islam sebagai Jalan Cinta (Mahabbah)
Dalam pandangan para sufi dan ahli makrifat, Islam adalah jalan cinta yang mendalam kepada Allah. Cinta ilahi atau mahabbah menjadi inti dari perjalanan spiritual, di mana seorang hamba tidak hanya takut kepada Allah atau berharap pahala, tetapi mencintai-Nya dengan sepenuh hati. Rumi, seorang penyair sufi terkenal, menggambarkan Islam sebagai perjalanan cinta yang menghubungkan hamba dengan Sang Pencipta melalui kasih sayang dan kerinduan yang mendalam.
5.Kesucian Hati (Tazkiyatun Nafs)
Ahli hakikat dan makrifat menekankan bahwa Islam adalah jalan untuk menyucikan hati dari segala penyakit batin, seperti iri, sombong, dan cinta dunia. 
 
Proses penyucian diri ini dikenal sebagai tazkiyatun nafs, yang bertujuan untuk membuat hati layak menerima cahaya ilahi. 
 
Kesucian hati menjadi syarat untuk mencapai hakikat dan makrifat, sehingga seseorang dapat memahami Islam dalam dimensi yang lebih dalam.
6.Islam sebagai Pengalaman Spiritual Langsung
Bagi ahli makrifat, Islam bukan sekadar teori atau ajaran, tetapi pengalaman spiritual yang langsung. Mereka meyakini bahwa melalui dzikir, kontemplasi, dan ibadah yang ikhlas, seseorang dapat mencapai pengalaman langsung dari kehadiran dan cinta Allah. Pengalaman ini memberikan pemahaman mendalam yang melampaui pengetahuan rasional.
7.Islam sebagai Kesatuan Lahir dan Batin
Islam, menurut ahli hakikat, adalah kesatuan antara aspek lahiriah dan batiniah. Ritual-ritual seperti shalat, puasa, dan zakat dipandang sebagai sarana untuk mencapai kesucian batin, bukan semata-mata tindakan fisik. Setiap ibadah lahiriah harus disertai dengan niat yang tulus dan hati yang bersih agar memiliki nilai spiritual yang sejati.
8.Islam sebagai Jalan Kebijaksanaan (Hikmah)
Dalam pandangan ahli makrifat, Islam adalah jalan kebijaksanaan yang mendalam, yang mencakup pemahaman mengenai alam semesta, manusia, dan Allah. Dengan makrifat yang tinggi, seseorang dapat melihat kebijaksanaan ilahi dalam segala sesuatu. Al-Ghazali, seorang ulama tasawuf, menekankan bahwa hikmah adalah buah dari penyucian jiwa dan makrifat, yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang ikhlas dalam menjalankan Islam.
9.Islam sebagai Jalan Kebebasan dari Kehendak Diri
Dalam ilmu hakikat, kebebasan hakiki adalah kebebasan dari segala kehendak selain kehendak Allah. 
 
Ahli makrifat menekankan bahwa Islam sejati berarti membebaskan diri dari ego dan hasrat duniawi, sehingga seseorang benar-benar hanya hidup untuk mengabdi kepada Allah. Ini adalah bentuk penyerahan yang sempurna, di mana kehendak manusia lebur dalam kehendak Ilahi.
10.Islam sebagai Jalan Kedamaian Batin
Para ahli hakikat meyakini bahwa Islam adalah jalan untuk mencapai kedamaian batin, yang hanya bisa dicapai ketika hati manusia sepenuhnya bergantung kepada Allah. Kedamaian ini datang ketika seorang Muslim hidup dalam keridhaan dan menerima setiap ketentuan Allah dengan lapang hati.
 
Secara keseluruhan, menurut pandangan ahli makrifat dan hakikat, Islam adalah jalan untuk mencapai kesempurnaan manusia melalui penyerahan diri, cinta, dan kedekatan yang tulus kepada Allah. Mereka memandang bahwa Islam bukan hanya hukum dan ritual, tetapi juga perjalanan batin yang mendalam untuk mencapai kebahagiaan sejati dan persatuan dengan kehendak Ilahi.
 
Dalam tradisi Syiah, para ahli makrifat dan hakikat, khususnya dalam lingkup tasawuf dan irfan (mistisisme), memandang Islam sebagai jalan spiritual yang mengarah pada kedekatan yang mendalam dengan Allah dan kesadaran batin yang sejati. Islam dipandang tidak hanya sebagai praktik lahiriah, tetapi juga sebagai jalan menuju makrifat, atau pengenalan hakiki akan Allah. Berikut adalah beberapa pandangan dari ahli makrifat dan hakikat dalam tradisi Syiah:
 
1.Tauhid dalam Makna Batin (Kesatuan Eksistensial)
Ahli makrifat Syiah seperti Mulla Sadra dan Ibn Arabi dalam pandangan mereka tentang wahdatul wujud (kesatuan eksistensial) menyatakan bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari keesaan Allah. Konsep ini bukan hanya soal keesaan secara teologis tetapi sebagai realitas eksistensial, di mana alam semesta merupakan “pantulan” dari wujud-Nya. Para sufi Syiah berusaha untuk mengenal Allah dengan memahami bahwa seluruh keberadaan adalah satu kesatuan di bawah Tuhan yang Maha Esa.
2.Peran Imamah dalam Pencapaian Makrifat
Dalam pandangan irfani (mistis) Syiah, para Imam Ahlul Bait dianggap sebagai perantara yang penting untuk mencapai makrifat. Menurut ahli makrifat Syiah, seperti Ayatullah Hasan Zadeh Amuli, para Imam memiliki cahaya ilahi yang dapat membimbing umat menuju Allah. Para Imam dianggap memiliki posisi spiritual yang dapat menghubungkan seorang hamba dengan Tuhan, sehingga mencintai dan mengikuti mereka dianggap sebagai bagian esensial dalam mencapai kedekatan dengan Allah.
3.Islam sebagai Jalan Cinta dan Pengorbanan (Mahabbah dan Wala)
Bagi ahli hakikat Syiah, seperti Rumi dan Hafez yang banyak dipengaruhi oleh tradisi Syiah, Islam adalah agama cinta (mahabbah). Dalam pandangan ini, cinta kepada Allah adalah jalan utama menuju makrifat, dan cinta ini juga mencakup kecintaan kepada Ahlul Bait. 
 
Wala (kesetiaan) kepada para Imam adalah bentuk pengabdian yang dianggap membuka pintu makrifat yang lebih dalam, memungkinkan seorang Muslim untuk merasakan kedekatan dengan Tuhan melalui kesetiaan pada keluarga Nabi.
4.Islam sebagai Pembersihan Jiwa (Tazkiyah) dan Penyempurnaan Diri (Takamul Nafs)
Para ahli makrifat dan hakikat Syiah menekankan proses tazkiyah (pembersihan jiwa) dan takamul nafs (penyempurnaan jiwa) sebagai inti dari Islam. Menurut mereka, seperti Ayatullah Muhammad Husayn Tabatabai dalam Al-Mizan, pembersihan jiwa dari sifat-sifat buruk adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meraih pemahaman yang sejati. Mereka percaya bahwa makrifat hanya dapat dicapai melalui disiplin spiritual dan pemurnian hati dari ego dan keinginan duniawi.
5.Hakikat Ibadah sebagai Jalan Pencarian Tuhan
Ahli makrifat Syiah memandang ibadah bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai jalan untuk merasakan kehadiran Allah. Menurut mereka, ibadah yang dilakukan dengan hati yang ikhlas akan membawa hamba kepada “hakikat ibadah,” di mana dia merasakan kehadiran Allah di setiap aktivitasnya. Ayatullah Bahjat, seorang ulama irfan terkemuka, mengajarkan bahwa shalat dan ibadah lainnya adalah sarana untuk memasuki dimensi spiritual yang lebih dalam dan untuk mencapai keintiman dengan Tuhan.
6.Islam sebagai Jalan Ilmu dan Hikmah
Para ahli makrifat Syiah juga menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dalam memahami Islam. Mulla Sadra, seorang filsuf dan ahli irfan Syiah, menekankan bahwa ilmu bukan hanya pengetahuan rasional tetapi juga ilmu batiniah yang membuka jalan menuju makrifat. Menurutnya, Islam mendorong pencarian ilmu yang melibatkan aspek intelektual dan spiritual, di mana kebijaksanaan (hikmah) adalah hasil dari pemahaman yang mendalam tentang keberadaan dan Tuhan.
7.Tauhid Eksistensial dalam Praktik Kehidupan Sehari-hari
Bagi ahli makrifat Syiah, praktik tauhid tidak hanya terbatas pada konsep teologis, tetapi juga diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka meyakini bahwa seseorang harus menghayati keesaan Allah dalam segala aspek hidupnya, dengan memurnikan niat dan menjalankan amal dengan kesadaran akan kehadiran-Nya. 
 
Para sufi Syiah, seperti yang dijelaskan oleh Ayatullah Qadhi Tabatabai, percaya bahwa makrifat harus tercermin dalam perilaku sehari-hari sebagai manifestasi dari iman yang mendalam.
8.Islam sebagai Jalan Kebebasan dari Ego dan Kehendak Diri ; Para ahli makrifat Syiah, seperti Imam Khomeini dalam karya-karyanya tentang irfan, mengajarkan bahwa Islam sejati berarti kebebasan dari ego dan kehendak diri, sehingga seseorang benar-benar hidup untuk mengabdi kepada Allah. Jalan menuju hakikat menuntut seorang Muslim untuk meleburkan kehendaknya dalam kehendak Allah dan meninggalkan segala bentuk keterikatan duniawi.
9.Islam sebagai Proses Kontemplasi dan Penyadaran (Muraqabah dan Muhasabah)
Praktik muraqabah (kontemplasi) dan muhasabah (introspeksi) adalah bagian dari jalan spiritual Islam menurut ahli makrifat Syiah. Melalui kontemplasi, seseorang terus memantau hatinya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh kesadaran. Muhasabah, atau introspeksi, mengharuskan seseorang untuk mengevaluasi tindakannya setiap hari untuk memastikan bahwa setiap perbuatan didorong oleh niat yang ikhlas.
10.Islam sebagai Kesempurnaan Hakikat Manusia
Dalam pandangan ahli makrifat Syiah, Islam adalah jalan menuju kesempurnaan hakikat manusia. Menurut mereka, seperti yang dinyatakan oleh Sayyid Haydar Amuli, manusia diciptakan dengan potensi untuk mencapai derajat kedekatan tertinggi dengan Allah. Islam adalah sarana untuk mengaktualisasikan potensi tersebut melalui penyerahan diri yang sempurna, sehingga seseorang dapat mencapai maqam (tingkatan spiritual) tertinggi sebagai khalifah Allah di bumi.
 
Secara keseluruhan, ahli makrifat dan hakikat Syiah melihat Islam sebagai jalan yang membawa manusia pada kedekatan batin dengan Allah melalui pengenalan, cinta, dan penyucian diri. Mereka memandang Islam sebagai cara untuk mencapai makna hidup yang lebih tinggi dan memahami keberadaan dalam perspektif ilahi, serta memperdalam hubungan dengan Allah melalui kecintaan dan kepatuhan kepada Ahlul Bait sebagai jalan menuju makrifat sejati.
 
Menjadi Muslim
Untuk menjadi seorang Muslim atau menganut agama Islam, seseorang harus memenuhi beberapa syarat utama yang mencakup keyakinan dan pengucapan tertentu. Berikut ini adalah syarat-syarat dasar untuk memeluk Islam:
 
1.Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat
Kalimat syahadat adalah pernyataan yang harus diikrarkan dengan keyakinan penuh. Dua kalimat syahadat tersebut adalah:
•“Ashhadu an laa ilaaha illallah” (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah).
•“Wa ashhadu anna Muhammadar Rasulullah” (Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Dengan mengucapkan syahadat, seseorang secara resmi memasuki agama Islam.
2.Meyakini Rukun Iman
Seorang Muslim harus meyakini enam rukun iman, yaitu:
•Iman kepada Allah.
•Iman kepada malaikat.
•Iman kepada kitab-kitab Allah.
•Iman kepada para rasul.
•Iman kepada hari kiamat.
•Iman kepada takdir, baik dan buruknya.
Keyakinan terhadap rukun iman adalah dasar dari keimanan seorang Muslim.
3.Berjanji Menjalankan Rukun Islam
Seorang Muslim juga diharapkan berkomitmen untuk melaksanakan lima rukun Islam, yaitu:
•Syahadat (ikrar dua kalimat syahadat).
•Shalat lima waktu.
•Puasa di bulan Ramadan.
•Zakat bagi yang mampu.
•Haji bagi yang mampu.
Rukun Islam merupakan praktik ibadah yang menjadi dasar kehidupan seorang Muslim.
4.Ikhlas dan Yakin
Seseorang yang ingin menjadi Muslim harus menerima ajaran Islam dengan ikhlas dan tanpa paksaan. Keislaman yang sah harus didasari atas keyakinan penuh dan bukan karena tekanan dari pihak lain.
5.Mengimani Keesaan Allah dan Kenabian Muhammad
Seorang Muslim harus mengimani bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah dan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir serta rasul yang membawa ajaran Islam.
6.Tidak Mengingkari Ajaran Dasar Islam
Setelah masuk Islam, seorang Muslim perlu menerima ajaran-ajaran dasar Islam dan tidak menolak prinsip-prinsip pokok dalam agama ini.
 
Dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, seseorang dianggap sah menjadi Muslim. Selanjutnya, keislaman perlu dipelihara dengan mempelajari ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
 
Hakikat syahadatain
 (dua kalimat syahadat) merupakan inti dari keimanan dalam Islam dan menjadi pintu masuk bagi seseorang untuk menjadi Muslim. Syahadatain terdiri dari dua pernyataan dasar, yaitu pengakuan bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah” (La ilaha illallah) dan “Muhammad adalah utusan Allah” (Muhammadur Rasulullah). Berikut adalah penjelasan mendalam tentang hakikat syahadatain:
 
1. Pengakuan Ketuhanan Allah (Tauhid)
•La ilaha illallah menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, dan semua bentuk ketergantungan serta penghambaan hanya ditujukan kepada-Nya. Pernyataan ini menggambarkan tauhid atau keesaan Allah, menolak segala bentuk kemusyrikan, dan menyatakan bahwa segala sesuatu di alam semesta ada di bawah kekuasaan-Nya.
•Hakikat tauhid ini adalah bahwa seorang Muslim harus mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Pengasih. Dengan menyatakan kalimat ini, seseorang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah dan mengarahkan seluruh hidupnya sesuai dengan kehendak-Nya.
 
2. Pengakuan Kenabian Muhammad (Risalah)
•Muhammadur Rasulullah mengandung makna bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang terakhir, dan membawa risalah yang sempurna sebagai panduan hidup bagi umat manusia. Pengakuan ini juga berarti bahwa semua ajaran, sunnah, dan tuntunan Nabi Muhammad wajib diikuti sebagai cara hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.
•Dengan menerima kenabian Muhammad, seorang Muslim juga menerima Al-Qur’an sebagai wahyu terakhir dan menyakini bahwa ajaran Islam sudah disempurnakan melalui Nabi Muhammad. Hakikat pernyataan ini adalah bahwa seorang Muslim harus menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan dan mematuhi ajaran yang beliau sampaikan.
 
3. Pernyataan Ikhlas dan Pengabdian
•Hakikat syahadatain juga mencakup keikhlasan hati dalam menerima kebenaran Islam dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup. Kedua kalimat ini harus diikrarkan dengan keyakinan penuh tanpa ada keraguan, karena Islam memerlukan ketundukan total kepada Allah secara tulus.
•Syahadatain bukan hanya pernyataan verbal, tetapi juga membutuhkan keikhlasan dalam hati. Ini berarti seorang Muslim berjanji untuk menjauhkan diri dari kemusyrikan dan perbuatan dosa, serta menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
 
4. Komitmen untuk Mengikuti Ajaran Islam Secara Menyeluruh
•Dengan mengikrarkan syahadatain, seorang Muslim berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Syahadatain menjadi dasar dari seluruh rukun Islam lainnya, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji, serta menjadi panduan dalam seluruh aspek kehidupan.
•Hakikat syahadatain menuntut seorang Muslim untuk hidup dengan prinsip Islam dalam berbagai aspek, mulai dari ibadah hingga etika dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
 
5. Syahadat sebagai Jalan Menuju Kesempurnaan Spiritual
•Dalam tasawuf dan ajaran makrifat, syahadatain dilihat sebagai jalan untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan penyucian jiwa. Dengan mengikrarkan syahadatain secara mendalam, seorang Muslim diharapkan dapat mengikis ego dan keinginan duniawi, sehingga mencapai kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan.
•Mengucapkan syahadatain dengan sepenuh hati diharapkan bisa membawa seseorang pada peningkatan spiritual dan pengabdian yang tulus kepada Allah.
 
6. Tanggung Jawab Sosial dan Etis
•Mengikrarkan syahadatain berarti bahwa seorang Muslim memiliki tanggung jawab moral dan etis untuk menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan nilai-nilai luhur lainnya. Seorang Muslim yang beriman harus mengutamakan akhlak dan nilai-nilai kemanusiaan, karena ini merupakan perwujudan dari keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
 
Kesimpulan ; Hakikat syahadatain bukan sekadar pernyataan iman, tetapi merupakan komitmen menyeluruh untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. 
 
Dengan memahami dan mengamalkan syahadatain, seorang Muslim tidak hanya mengukuhkan keyakinan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga berkomitmen untuk hidup dalam ketaatan dan menjalankan ajaran Islam dengan sepenuh hati.
 
Dalam pandangan Syiah, syahadatain (dua kalimat syahadat) memiliki makna yang sama pentingnya seperti dalam pandangan Sunni, yakni sebagai dasar utama keimanan. Namun, dalam tradisi Syiah terdapat beberapa penekanan tambahan terkait dengan konsep kepemimpinan spiritual. Berikut adalah pemahaman Syiah tentang syahadatain:
 
1. Makna Dasar Syahadatain
•Syahadatain dalam Syiah tetap terdiri dari dua kalimat utama:
•Ashhadu an la ilaha illallah (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah).
•Wa ashhadu anna Muhammadar Rasulullah (Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
•Kedua kalimat ini merupakan pengakuan akan keesaan Allah dan kenabian Muhammad, yang menjadi syarat mutlak bagi seseorang untuk menjadi Muslim.
 
2. Penambahan Syahadat Ketiga (Wilayah)
•Dalam tradisi Syiah, selain syahadatain, sering kali ditambahkan pernyataan ketiga yang berbunyi: Ashhadu anna Aliyyan Waliyullah (Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah). Syahadat ketiga ini tidak wajib diucapkan saat seseorang masuk Islam, tetapi sering menjadi bagian dari ungkapan iman bagi kaum Syiah.
•Pernyataan ini mencerminkan kepercayaan Syiah bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu Nabi Muhammad, adalah pemimpin yang ditunjuk oleh Allah setelah Nabi Muhammad. Ali dianggap sebagai pemimpin spiritual pertama dalam garis Imamah (kepemimpinan) yang berlanjut hingga para Imam Syiah lainnya.
 
3. Keyakinan terhadap Konsep Imamah
•Syiah meyakini bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad, kepemimpinan umat Islam harus diteruskan oleh para Imam yang berasal dari keluarga Nabi (Ahlul Bait). Para Imam ini dianggap memiliki pengetahuan khusus dan bimbingan spiritual untuk menuntun umat Islam. Keyakinan terhadap Imamah merupakan perbedaan utama dengan pandangan Sunni.
•Dalam syahadat ketiga, konsep wilayah atau kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sebagai Imam pertama ditegaskan, dan ini dipandang sebagai bagian penting dari akidah Syiah.
 
4. Keimanan kepada Ahlul Bait as
•Syahadatain dalam pandangan Syiah mencakup komitmen terhadap kecintaan dan kepatuhan kepada Ahlul Bait (keluarga Nabi), yang meliputi Imam Ali, Fatimah, Hasan, Husain, as dan para Imam as dari keturunan mereka. Ahlul Bait dianggap memiliki kedudukan tinggi dalam agama dan menjadi teladan spiritual yang harus diikuti.
•Keimanan kepada Ahlul Bait dianggap sebagai bagian dari iman kepada Nabi Muhammad karena merekalah yang mewarisi ilmu dan hikmah beliau.
 
5. Pengamalan Syahadatain dalam Kehidupan
•Dalam praktik Syiah, pengucapan syahadatain diikuti dengan komitmen untuk menjalankan ajaran Islam sebagaimana diajarkan oleh Nabi dan para Imam. Prinsip ini meliputi ibadah, hukum Islam, serta etika yang diajarkan oleh Ahlul Bait as
•Dengan mengucapkan syahadatain, seorang Muslim Syiah berkomitmen untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan meneladani Nabi serta para Imam dalam seluruh aspek kehidupan.
 
6. Syahadatain sebagai Jalan menuju Kesadaran Spiritual
•Dalam tasawuf Syiah dan ajaran makrifat, syahadatain dipandang sebagai pintu menuju kesadaran akan kehadiran Allah. Selain pengakuan verbal, syahadatain harus dihayati dengan penuh keikhlasan dan mendalam, sehingga seseorang mampu menghilangkan ego dan mengarahkan seluruh hidupnya kepada Allah.
•Mengucapkan syahadatain dengan pemahaman mendalam dianggap sebagai langkah pertama untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan mengikuti jalan spiritual yang dituntun oleh para Imam as
 
Kesimpulan ; Secara keseluruhan, syahadatain dalam tradisi Syiah menegaskan keimanan kepada keesaan Allah dan kenabian Muhammad, serta memperkuat komitmen kepada Ahlul Bait as dan konsep kepemimpinan spiritual yang berlanjut melalui para Imam. 
 
Bagi Syiah, syahadatain bukan hanya pengakuan lisan, tetapi juga merupakan jalan menuju kehidupan yang penuh dengan ketundukan, cinta, dan kepatuhan kepada Allah serta penerimaan terhadap bimbingan Ahlul Bait as dalam menjalani kehidupan beragama.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment