Presiden China Xi Jinping (Foto: DW News)
JAKARTA -- Sebuah lembaga bernama "People Court" mengeluarkan surat penangkapan simbolis ke Presiden Chin Xi Jinping. Ini terkait sejumlah tudingan seperti "kejahatan agresi" terhadap Taiwan, "kejahatan kemanusiaan" di Tibet dan tuduhan "genosida" ke warga Uighur di Xijiang.
Surat penangkapan pertama kali dikeluarkan 12 Juli lalu, sebagaimana dikutip dari Radio Free Asia (RFA), Selasa (23/7/2024). People Court sendiri disebut sebagai sebuah pengadilan warga dunia yang didedikasikan untuk hak asasi manusia universal dan berbasis di Den Haag, Belanda.
Mengeluarkan surat perintah penangkapan pada tanggal 12 Juli setelah empat hari sidang, yang mencakup kesaksian para saksi ahli dan laporan korban," muat laman itu.
Disebut anggota peradilan itu antara lain mantan duta besar AS untuk masalah kejahatan perang, Stephen Rapp. Lalu pensiunan hakim yang bertugas di Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan (Afsel), Zak Yacoob dan pengacara konstitusi dan pengacara serta aktivis hak asasi manusia di Sri Lanka, Bhavani Fonseka.
Para ahli dan saksi merinci pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di Tibet dan Xinjiang, termasuk pengawasan yang mengganggu, penindasan, penyiksaan dan pembatasan kebebasan berekspresi dan bergerak, serta apa yang mereka gambarkan sebagai upaya untuk menghapus identitas budaya dan agama mereka yang berbeda," klaim laporan itu.
"Beberapa saksi adalah orang-orang yang selamat dari kamp penahanan massal di Xinjiang, tempat terjadinya penyiksaan dan sterilisasi paksa terhadap perempuan Uighur," tambahnya.
Sebenarnya badan ini tidak resmi dan tidak memiliki kewenangan hukum. Proses persidangannya hanya menyoroti penderitaan pihak-pihak yang dirugikan dan memberikan model penuntutan di pengadilan internasional atau nasional berdasarkan prinsip yurisdiksi universal.
Baca juga:
Tersingkir dari Euro 2024, Pelatih Timnas Italia Lempar Kesalahan ke Inter
"Pengadilan mengatakan pihaknya mendapatkan dasar hukum yang cukup untuk penangkapan Xi atas tuduhan yang diajukan terhadapnya dan meminta komunitas internasional untuk mendukung keputusan tersebut, meskipun tidak jelas bagaimana reaksi pemerintah," muat RFA lagi.
"Temuan inti pengadilan ini sangat penting, mengungkap sejauh mana pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara Tiongkok," ujar sebuah organisasi berita nirlaba yang menyoroti masalah supremasi hukum di seluruh dunia, JURIST.
Belum ada konfirmasi dari China sejauh ini soal pemberitaan tersebut. Namun perlu diketahui bagi China, Taiwan sampai Xinjiang merupakan bagian dari negaranya yang tidak boleh memisahkan diri.
Sebelumnya di 2023, mengutip Associated Press (AP) People Court juga mengadili Presiden Rusia Vladimir Putin atas tuduhan "kejahatan agresi" atas invasinya ke Ukraina. Pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum namun jaksa mengatakan mereka akan mengajukan bukti bahwa Putin melakukan kejahatan agresi yang memicu perang dahsyat menewaskan ribuan orang dan menyebabkan kota-kota hancur.
"Ini adalah kejahatan yang masuk dalam sejarah buruk. Ini adalah kejahatan yang menuntut akuntabilitas," kata seorang pengacara Kanada yang bertindak sebagai salah satu jaksa penuntut di pengadilan, Drew White.
People Court ini merupakan inisiatif dari kelompok hak asasi manusia Cinema for Peace, Pusat Kebebasan Sipil Ukraina dan Ben Ferencz. Sosok Ferencz adalah pengacara berusia 102 tahun yang merupakan jaksa terakhir yang masih hidup dari persidangan para pemimpin senior Nazi di Nuremburg pasca Perang Dunia II (PD 2). (*)
Comments (0)
There are no comments yet