Kemenkes Bunyikan Alarm Waspada untuk Kasus Penyakit Ini
Nyamuk Aedes aegypt
JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyebutkan interval puncak peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) awalnya setiap 10 tahun sekali kian pendek jadi 5 tahun bahkan 3 tahun, karena perubahan cuaca yang semakin tidak menentu.
Menurutnya, DBD pertama ditemukan pada 1968 di Indonesia dan dahulu peningkatan kasusnya setiap 10 tahun sekali, bersamaan dengan terjadinya El Nino.
"Kalau di Jakarta itu tidak ada (intervalnya), setiap tahun pasti ada kasus demam berdarah. Jadi inilah yang saya kira perlu diwaspadai," ujar Imran dalam ASEAN Dengue Day 2024 yang disiarkan di Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) puncak musim kemarau adalah Juli dan Agustus.
Oleh karena itu perlu waspada karena nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit itu menggigit 2,5 kali lebih sering saat suhu meningkat.
"Apalagi nanti yang kami khawatirkan kalau hujannya seperti sekarang di Batam. Hujan sebentar cukup deras pada pagi hari, kemudian 3 hari atau seminggu nggak ada hujan lagi. Maka genangan-genangan air ini yang akan menjadi breeding places," jelasnya.
Baca juga:
Lewat Pompanisasi, Jokowi Dorong Petani di Bantaeng Panen 3 Kali Setahun
Dia menambahkan, perubahan iklim tidak dapat dicegah, namun yang terpenting adalah cara menghadapinya. "Setiap ada puncak kasus itu, ada intervensi sehingga kasusnya turun. Kemudian, kasus naik lagi, yang menandakan bahwa cara intervensi yang lama tidak lagi optimal. Oleh karena itu dia menilai perlunya upaya-upaya inovatif dalam mengatasi DBD," terang dia.
Selain melakukan upaya pemberantasan nyamuk, menurutnya, pemerintah daerah (pemda) juga perlu melakukan evaluasi mulai dari ketepatan aktivitasnya, frekuensinya, sasarannya, bahkan sebersih apa tempat mereka dari jentik nyamuk guna memastikan efektivitas upaya-upaya tersebut.
Imran juga mengungkapkan nyamuk adalah binatang paling ganas, karena menjadi binatang pembunuh nomor satu di dunia.
Hal tersebut tidak seperti pemikiran orang bahwa binatang seperti ular atau harimau yang paling banyak membunuh manusia.
"Nyamuk itu ternyata setiap tahun membunuh sekitar 1 juta orang di dunia," katanya.
Di Indonesia, angka kematian akibat DBD sejauh ini atau minggu ke-25 tahun 2024 adalah 869 kasus, sedangkan total kematian pada 2023 adalah 894 kasus. Adapun untuk kasus DBD, sejauh ini terdapat 146 ribu kasus pada 2024 dan pada 2023 terdapat sekitar 114 ribu kasus. (*)
Comments (0)
There are no comments yet