Makna; Tidak ada Syafaat untuk Kafir & Pembenci Ahlulbayt (QS 74 ; 48)

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Makna QS Al-Muddatsir (74): 48
Makna QS Al-Muddatsir (74): 48
فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at.”
Makna Zahir (Lahiriah):
1. Penolakan Mutlak atas Syafa’at bagi Pendosa Ingkar; Ayat ini menunjukkan bahwa pada hari kiamat, tidak semua orang akan mendapatkan manfaat dari syafa’at, khususnya orang-orang kafir dan durhaka yang keras kepala.
2. Syafa’at Terbatas pada Izin Allah; Syafa’at hanya berlaku bagi mereka yang diizinkan oleh Allah untuk menerima, sebagaimana ditegaskan dalam ayat-ayat lain (misalnya QS 2:255), dan ayat ini menunjukkan kondisi di mana izin itu dicabut.
Makna Batin (Spiritual-Makrifat):
3. Kondisi Hati yang Tertutup dari Cahaya Ilahi; Orang yang tidak berguna baginya syafa’at adalah orang yang telah mematikan potensi rohaninya, menolak kebenaran dalam batinnya, sehingga tidak ada jalan masuk cahaya syafa’at.
4. Penyingkapan Hakikat Diri di Hari Kiamat; Hari Kiamat adalah hari ketika hakikat seseorang menjadi nyata. Orang yang menolak rahmat Allah di dunia, tidak akan dapat menampung syafa’at di akhirat.
5. Terputusnya Tali Cinta dengan Ahlul Bayt (as) ; Menurut sebagian arifin dari kalangan Syiah, ayat ini merujuk kepada mereka yang memusuhi Ahlul Bayt (as) dan menolak wilayah mereka. Syafa’at Rasulullah (saw) dan para imam tidak akan menyentuh hati yang membenci kebenaran.
Makna Etis-Ruhani:
6. Penyesalan Tanpa Taubat Tidak Bermanfaat; Orang-orang yang hanya menyesal di akhirat, tapi tidak pernah bertobat di dunia, tidak akan mendapat syafa’at karena mereka tidak memenuhi syarat rahmat.
7. Syafa’at Bukan Tiket Otomatis Surga ; Ayat ini mengajarkan bahwa amal dan keikhlasan tetap diperlukan. Mengandalkan syafa’at tanpa usaha dan keimanan adalah bentuk penipuan diri.
Makna Kontekstual-Sosial:
8. Kritik atas Kepercayaan Buta kepada Para Pemuka ; Sebagian kaum musyrik merasa aman karena merasa “didukung” oleh para tokoh. Ayat ini membantah anggapan bahwa tokoh-tokoh itu bisa menyelamatkan tanpa amal.
Makna Teologis:
9. Syafa’at Adalah Manifestasi Kehendak Ilahi; Tidak semua syafa’at diterima, karena itu bergantung pada kehendak Allah, bukan pada usaha manusia semata atau hubungan sosial.
Makna Perjalanan Jiwa:
10. Pembersihan Jiwa Adalah Kunci Syafa’at; Orang yang jiwanya belum disucikan, walau dikelilingi para pemberi syafa’at, tidak bisa “dihubungkan” dengan mereka karena frekuensi spiritualnya rusak.
Makna QS Al-Muddatsir (74): 48 “فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ”
yang berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an lainnya (bukan hanya tafsir atau makna filsafati), agar kita memahami kapan syafa’at bermanfaat dan kapan tidak menurut logika Al-Qur’an itu sendiri:
🌑 1. Syafa’at Tidak Berlaku Bagi Orang Kafir dan Durhaka; QS Al-Muddatsir (74): 48 menjelaskan bahwa syafa’at tidak bermanfaat bagi mereka yang ingkar. Ini ditegaskan pula dalam: QS Al-Baqarah (2): 48:”Dan jagalah dirimu dari (azab) pada hari (ketika) seseorang tidak dapat menggantikan orang lain sedikit pun, dan tidak diterima syafa’at, tidak pula tebusan, dan mereka tidak akan ditolong.”
🌑 2. Syafa’at Harus Seizin Allah
Syafa’at hanya berlaku jika Allah izinkan, bukan otomatis. QS Al-Baqarah (2): 255 – Ayat Kursi
“Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa izin-Nya?”
🌑 3. Orang Zalim Tidak Diberi Syafa’at; Syafa’at tidak akan diberikan kepada orang zalim, yaitu mereka yang menolak kebenaran.
QS Al-Anbiya (21): 28:”Mereka (para malaikat) tidak memberi syafa’at kecuali kepada orang yang diridhai Allah…”
🌑 4. Syafa’at Tidak Berguna bagi Orang yang Mempersekutukan Allah:”Orang musyrik tertolak dari rahmat dan syafa’at. QS Ghafir (40): 18 ; “Tidak ada seorang pun yang dapat menjadi sahabat karib atau pemberi syafa’at bagi orang-orang zalim.”
🌑 5. Syafa’at Berlaku bagi Orang Bertakwa:”Sebaliknya, syafa’at berlaku untuk orang-orang yang beriman dan bertakwa. QS Maryam (19): 87:”Mereka tidak akan memiliki syafa’at, kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pengasih.”
🌑 6. Syafa’at Ditolak pada Hari Kiamat bagi Banyak Orang: “Ada kondisi di hari kiamat di mana semua bentuk bantuan (syafa’at, harta, anak, status) menjadi tidak berguna: QS Al-Syu‘arā (26): 88-89; Hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.”
🌑 7. Para Pemberi Syafa’at Tak Bisa Menolong Tanpa Izin
Bahkan para malaikat dan nabi tidak bisa membantu siapa pun tanpa izin Allah. QS An-Najm (53): 26
“Dan berapa banyak malaikat di langit, syafa’at mereka tidak berguna sedikit pun, kecuali setelah Allah mengizinkan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia ridai.”
🌑 8. Penolakan Syafa’at Adalah Bentuk Kehakiman Allah
Penolakan syafa’at bagi kelompok tertentu adalah manifestasi keadilan ilahi. QS Al-Mutaffifin (83): 34-36; (Orang-orang beriman menertawakan orang kafir di akhirat karena dahulu merekalah yang ditertawakan.)
🌑 9. Syafa’at Tidak Berlaku Bagi yang Mendustakan Kebenaran
Orang yang menolak peringatan dari Allah di dunia, tidak akan diberi syafa’at. QS Al-Muddatsir (74): 49-51 (lanjutan ayat); “Mereka lari dari peringatan seperti keledai liar yang lari dari singa.”
🌑 10. Syafa’at Berlaku bagi Mereka yang Bertobat dan Beriman
Jalan agar seseorang layak mendapatkan syafa’at adalah bertobat, beriman, dan beramal saleh. QS Taha (20): 109
“Pada hari itu, syafa’at tidak berguna kecuali bagi orang yang telah Allah izinkan dan yang Dia ridai ucapannya.”
🔍 Kesimpulan Qurani: Syafa’at bukan jalan pintas. Hanya mereka yang beriman, bertobat, dan diridhai Allah yang mendapatkannya. Ayat 74:48 menjadi peringatan keras bagi orang yang menolak kebenaran dan mengandalkan pertolongan tanpa amal dan iman.
📜 Makna QS 74:48 Menurut Hadis
1. Syafa’at Terbatas: Bukan untuk Semua; Rasulullah (saw) bersabda:
“Syafa’atku tidak akan sampai kepada orang yang meremehkan shalat.”(HR. Thabrani, al-Mu‘jam al-Kabīr)🔸 Makna: Syafa’at tidak berlaku bagi pelanggar besar agama yang tidak pernah bertobat.
2. Syafa’at Tidak untuk Musuh Ahlul Bayt; Imam Shadiq (as) berkata:”Demi Allah, syafa’at kami tidak akan sampai kepada orang yang meremehkan shalat, dan tidak pula kepada orang yang memusuhi kami Ahlul Bayt.”(al-Kāfi, Jilid 3, hal. 270)🔸 Makna: Cinta dan pengakuan wilayah Ahlul Bayt adalah syarat dasar syafa’at.
3. Syafa’at untuk yang Menjaga Tauhid; Rasulullah (saw) bersabda:
“Syafa’atku untuk umatku yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.”(HR. Ahmad, al-Musnad)🔸 Makna: Orang musyrik tertolak dari syafa’at.
4. Orang yang Meremehkan Dosa Besar Tidak Akan Mendapat Syafa’at; Imam Ali (as) bersabda:
“Janganlah kalian tertipu dengan harapan syafa’at, padahal kalian terus dalam kemaksiatan. Tidak ada syafa’at bagi orang yang terus-menerus dalam pembangkangan.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 132)
🔸 Makna: Syafa’at harus disertai usaha dan taubat.
5. Syafa’at Adalah Rahmat yang Disyaratkan oleh Amal; Rasulullah (saw) bersabda: “Amalku tidak akan menyelamatkanku kecuali jika Allah menyelimuti aku dengan rahmat-Nya.”(HR. Bukhari)🔸 Makna: Bahkan Nabi sendiri tunduk pada aturan Allah—rahmat dan syafa’at tidak otomatis.
6. Syafa’at untuk yang Mencintai Ahlul Bayt;?Rasulullah (saw) bersabda kepada Fatimah (as):
“Wahai Fatimah, beramallah. Demi Allah, aku tidak bisa menolongmu dari azab Allah jika engkau tidak beramal.”(HR. Muslim)🔸 Makna: Nasab tidak cukup, amal tetap wajib.
7. Syafa’at untuk Orang Beriman yang Berdosa, Bukan Kafir Rasulullah (saw) bersabda:
“Syafa’atku untuk umatku yang berdosa.”(HR. Abu Dawud)
🔸 Makna: Syafa’at berlaku untuk mukmin yang berdosa, bukan kafir.
8. Syafa’at Hanya Diberikan kepada yang Dicintai Allah
Imam Ridha (as) berkata:”Tidak akan mendapat syafa’at kami, kecuali orang yang dicintai oleh Allah.”(Bihar al-Anwar, 8/36)
🔸 Makna: Cinta Allah adalah syarat dasar, dan itu diraih lewat iman dan amal saleh.
9. Syafa’at Tidak untuk Munafik
Rasulullah (saw) bersabda:
“Akan datang kaum pada hari kiamat, mereka memanggilku, ‘Wahai Muhammad’, tetapi aku katakan: ‘Aku tidak mengenal kalian.’”(HR. Bukhari dan Muslim)
🔸 Makna: Orang munafik tidak dikenali oleh Nabi dan tidak mendapat syafa’at.
10. Syafa’at Tertolak karena Dosa Menggunung; Imam Shadiq (as) berkata:”Jika dosa seorang mukmin menutupi cahaya imannya, maka ia tidak akan mendapat syafa’at hingga ia dibersihkan melalui azab.”
(Bihar al-Anwar, Jilid 8)
🔸 Makna: Syafa’at bukan penghapus semua dosa otomatis; kadang perlu proses penyucian.
✅ Kesimpulan Hadis-hadis
Ayat QS 74:48 dikuatkan oleh banyak hadis: Syafa’at adalah rahmat besar, tapi tidak tanpa syarat. Syaratnya meliputi:
• Tauhid
• Cinta Ahlul Bayt
• Taubat
• Tidak meremehkan dosa
• Ikhlas dalam amal
💠 Makna QS 74:48 menurut Hadis Ahlul Bayt (as)
1. Syafa’at Kami Tidak untuk Musuh Kami; Imam Shadiq (as) berkata:
“Syafa’at kami tidak akan sampai kepada orang yang menganggap ringan shalat, atau kepada orang yang memusuhi kami Ahlul Bayt.”
📚 Al-Kāfi, Jilid 3, hal. 270
🔹 Makna: Syafa’at hanya untuk pecinta dan pengikut sejati Ahlul Bayt, bukan yang menentang mereka.
2. Syafa’at Tidak untuk Orang yang Sengaja Bermaksiat; Imam Ali (as) berkata:”Jangan tertipu dengan harapan syafa’at, padahal kamu terus dalam maksiat. Syafa’at tidak diberikan kepada orang yang keras kepala dalam kemaksiatan.”
📚 Nahjul Balaghah, Hikmah 132
🔹 Makna: Syafa’at bukan untuk yang membangkang tanpa tobat.
3. Syafa’at Tidak untuk Orang Munafik; Imam Baqir (as) berkata:
“Syafa’at kami tidak akan mencakup orang munafik dan musyrik.”
📚 Bihar al-Anwar, Jilid 8
🔹 Makna: Keikhlasan dalam iman adalah syarat utama syafa’at.
4. Syafa’at untuk yang Bertobat dan Takwa ; Imam Shadiq (as) berkata: “Syafa’at kami akan menjangkau setiap orang dari kalian yang menjaga agamanya dan bertakwa kepada Allah.”
📚 Wasā’il al-Shī‘ah, Jilid 15
🔹 Makna: Takwa dan menjaga agama membuka jalan ke syafa’at.
5. Syafa’at Tidak untuk Pendosa yang Menyepelekan Dosa
Imam Musa al-Kazim (as) berkata:
“Barang siapa menggampangkan dosa dan berkata ‘Akan ada syafa’at,’ maka dia telah salah memahami agama.”📚 Tuhaf al-‘Uqul 🔹 Makna: Berharap syafa’at sambil tetap maksiat adalah tipuan setan.
6. Syafa’at untuk Pencinta dan Pengikut ; Imam Ridha (as) berkata:
“Barang siapa mencintai kami Ahlul Bayt dan mengikuti jalan kami, maka kami akan memberikan syafa’at padanya.” 📚 ‘Uyūn Akhbār al-Ridhā, Jilid 1 🔹 Makna: Cinta dan ittiba’ (mengikuti jalan mereka) adalah tiket syafa’at.
7. Syafa’at Harus Disertai Amal
Imam Ali (as) berkata kepada putrinya Fatimah (as):”Beramallah wahai Fatimah! Karena aku tidak bisa menjaminmu tanpa amal.”
📚 Bihar al-Anwar, Jilid 43
🔹 Makna: Nasab dan kedekatan tidak menjamin tanpa amal.
8. Syafa’at Tidak untuk Penipu Agama; Imam Baqir (as) berkata:
“Jangan tertipu bahwa kalian adalah Syi’ah kami, padahal amal kalian tidak mencerminkan kami. Syafa’at kami hanya untuk yang jujur dalam mengikuti kami.” 📚 Al-Kāfi, Jilid 8
🔹 Makna: Mengaku Syiah tidak cukup—amal adalah buktinya.
9. Syafa’at untuk yang Mencintai Husain (as) dan Menangis Karena-Nya; Imam Shadiq (as) berkata:
“Tidaklah seseorang menangis untuk Husain (as), kecuali Allah akan menjadikannya layak menerima syafa’at kami.” 📚 Kāmil al-Ziyārāt
🔹 Makna: Cinta dan empati atas duka Ahlul Bayt memperkuat ikatan dengan syafa’at mereka.
10. Syafa’at untuk yang Benar-benar Menjaga Wilayah
Imam Baqir (as) berkata: “Syafa’at kami akan sampai kepada siapa pun yang menjaga wilayah kami dengan tulus dan tidak mencemarinya dengan keburukan.”📚 Bihar al-Anwar, Jilid 23 🔹 Makna: Wilayah (loyalitas kepada Ahlul Bayt) bukan hanya identitas, tapi harus dijaga dengan amal dan adab.
✅ Kesimpulan dari Ahlul Bayt (as):
Syafa’at adalah hak Ahlul Bayt (as), tapi mereka tidak
memberikannya sembarangan
Syafa’at adalah bentuk rahmat yang terikat pada syarat-syarat ilahi:
• Cinta sejati pada Ahlul Bayt
• Takwa dan amal saleh
• Tobat dan ikhlas
• Tidak meremehkan dosa
• Tidak bermuka dua atau munafik
📘 Makna QS 74:48 Menurut Mufasir
1. Ayat tentang Kerasnya Hari Kiamat🔹 Mufasir: Allamah Thabathaba’i (Tafsir al-Mīzān)
Ayat ini menggambarkan bahwa pada hari kiamat, tak ada syafa’at yang bisa menolong kaum kafir dan pendosa berat yang mengingkari peringatan Allah. Syafa’at ada, tapi tidak bermanfaat bagi mereka yang tidak mempersiapkan diri di dunia.
🟢 Makna: Ayat ini bukan menolak syafa’at secara mutlak, tetapi menjelaskan siapa yang tak layak menerimanya.
2. Penolakan terhadap Syafa’at Ilusi🔹 Mufasir: Fakhruddin al-Razi (Tafsir al-Kabīr) Orang kafir dulu merasa syafa’at berhala, dewa, atau tokoh leluhur bisa menyelamatkan mereka. Ayat ini membantah khurafat syafa’at tanpa dasar.
🟢 Makna: Syafa’at yang dibayangkan oleh kaum jahiliyah tidak berguna di akhirat.
3. Konsep Syafa’at Bersyarat
🔹 Mufasir: Thabarsi (Majma‘ al-Bayan) ; Syafa’at dalam Islam ada, tapi dibatasi oleh izin Allah (QS 2:255, 20:109). Ayat ini menolak syafa’at tanpa izin Allah, bukan menolak konsep syafa’at itu sendiri.🟢 Makna: Hanya syafa’at yang Allah izinkan yang bermanfaat.
4. Makna Batin: Putusnya Harapan Duniawi🔹 Mufasir: Syaikh al-Qummi (Tafsir al-Qummi, riwayat Ahlul Bayt) Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang yang terlalu mengandalkan orang lain untuk keselamatan mereka akan kecewa di akhirat. 🟢 Makna: Tauhid eksistensial; hanya Allah sumber keselamatan.
5. Tolak Syafa’at Berdasarkan Nasab🔹 Mufasir: Syekh Subhani
Ayat ini adalah pukulan bagi yang merasa cukup dengan status, seperti nasab Quraisy, tanpa amal saleh.🟢 Makna: Kekerabatan, status sosial atau keilmuan tidak otomatis mendatangkan syafa’at.
6. Syafa’at Ditolak karena Hati Tertutup🔹 Mufasir: Imam Khomeni (Tafsir ruhani, Adab al-Shalat)
Syafa’at adalah cahaya nurani, tapi ia tidak masuk ke hati yang gelap karena maksiat dan keingkaran.
🟢 Makna: Syafa’at adalah hasil keterbukaan rohani, bukan ritual kosong.
7. Tingkat Syafa’at Bertingkat sesuai Maqam🔹 Mufasir: Allamah Thabathaba’i Ada tingkatan manusia:
• Mukmin → dapat syafa’at
• Munafik/kafir → tidak dapat syafa’at sama sekali
🟢 Makna: Ayat ini membahas mereka yang benar-benar tertutup dari rahmat.
8. Makna Makrifat: Syafa’at Hanya Milik yang Menyaksikan Tauhid
🔹 Mufasir: Mulla Sadra (Tafsir al-Qur’an al-Karīm) Orang yang menyaksikan realitas tauhid akan terbuka bagi syafa’at, karena mereka bagian dari sistem rahmat.
🟢 Makna: Ayat ini mengacu kepada orang yang tertutup dari makrifat dan tidak bisa dijangkau oleh cahaya syafa’at.
9. Syafa’at Ditolak karena Ingkar Dakwah 🔹 Mufasir: Thabarsi & Thabathaba’i Ayat ini muncul setelah penjelasan tentang orang yang berpaling dari dakwah Nabi (QS 74:49–51). 🟢 Makna: Karena mereka menolak peringatan, mereka kehilangan hak atas syafa’at.
10. Simbolik: Penghentian Jalur Rahmat🔹 Mufasir Hakikat: Syaikh Rajab Ali Khayyat; Syafa’at adalah jalur energi rahmat dari Allah melalui ruh-ruh suci (Nabi & Imam). Orang yang hidupnya penuh kezaliman menutup jalur itu sendiri.🟢 Makna: Ayat ini adalah peringatan bahwa penolakan terhadap syafa’at adalah akibat dari batin yang mati.
✅ Kesimpulan Mufasir:
Ayat ini tidak menolak konsep syafa’at secara mutlak, tetapi:
• Menolak syafa’at batil (berhala, status, ilusi)
• Menegaskan syafa’at harus disertai iman, amal, dan izin Allah
• Mengingatkan bahwa orang yang keras kepala dan enggan menerima kebenaran akan kehilangan hak syafa’at
💠 Makna QS 74:48 Menurut Mufasir Syiah
1. Ayat ini tidak menolak syafa’at secara mutlak🔹 Allāmah Thabathabā’ī dalam Tafsīr al-Mīzān: “Syafa’at secara prinsip adalah haq (benar) menurut Al-Qur’an, tetapi tidak berlaku untuk semua orang. Ayat ini berbicara tentang golongan tertentu yang tertutup dari rahmat Allah karena keingkaran mereka terhadap peringatan.”📚 al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān, Jilid 20, hlm. 115
2. Golongan yang tidak mendapat syafa’at adalah mereka yang mengingkari kebenaran
🔹 Thabarsī dalam Majma‘ al-Bayān: “Ayat ini turun tentang kaum musyrik dan orang-orang yang berpaling dari peringatan Allah. Syafa’at tidak memberi manfaat bagi mereka yang dengan sadar dan keras kepala menolak risalah.”
3. Syafa’at berlaku hanya atas izin Allah🔹 Dalam tafsir Syiah, ayat ini dibandingkan dengan QS 2:255 (“…kecuali dengan izin-Nya”). Mufasir menegaskan bahwa syafa’at berlaku, tapi terikat pada sistem keadilan dan izin Allah. Yang dimaksud dalam QS 74:48 adalah syafa’at tanpa izin, yang sia-sia.
4. Penolakan terhadap syafa’at berhala dan tokoh khayalan
🔹 Mufasir seperti Fayd al-Kāshānī menyebut: “Kaum musyrik mengira bahwa berhala, atau nenek moyang mereka, bisa memberi syafa’at. Ayat ini membatalkan harapan palsu itu.”📚 Tafsīr al-Ṣāfī, surat al-Muddatsir
5. Konteks ayat adalah penyesalan orang kafir di akhirat🔹 Mufasir Syiah menjelaskan: Ayat ini berada dalam konteks kejadian Hari Kiamat, di mana orang-orang kafir menyesal, tetapi sudah terlambat. Saat itu, segala pintu syafa’at tertutup untuk mereka.
6. Syafa’at tidak berlaku jika tidak ada hubungan ruhani dengan para pemberi syafa’at
🔹 Allāmah Thabathabā’ī menafsirkan: “Syafa’at adalah keterhubungan wujud antara yang syafaat-menerima dan yang syafaat-memberi. Bila jiwa seseorang tertutup oleh maksiat dan keingkaran, maka hubungan itu tidak terjadi — maka tidak ada manfaat dari syafa’at bagi mereka.”
7. Penolakan terhadap sikap menggantungkan diri pada syafa’at tanpa amal🔹 Mufasir menekankan bahwa: “Syafa’at bukan pengganti amal, tapi bentuk rahmat tambahan bagi yang memang menjaga hubungan dengan Allah dan para wali-Nya.
8. Ayat ini bentuk “tegasnya peringatan” bagi umat🔹 Ayat ini seperti tamparan keras dari Allah kepada yang meremehkan risalah dan menunda tobat. Mereka sadar akan kebenaran di akhirat, tapi sudah terlambat — syafa’at tidak akan menyentuh mereka.
9. Tafsir ruhani: Ayat ini menyentuh tentang “mati rasa hati”🔹 Dalam tafsir sufi-Syiah, seperti karya Imam Khomeini, ayat ini berarti: “Mereka tidak bisa menerima syafa’at karena mereka telah mematikan batin mereka sendiri. Ruh mereka tertutup dari rahmat, maka syafa’at tidak masuk ke dalam wujud mereka.”
10. Syafa’at adalah sistem keadilan dan kasih sayang ilahi 🔹 Ayat ini mengingatkan bahwa: Syafa’at bukan kontrak sosial, tapi bagian dari sistem tauhid. Ia berlaku bagi yang membuka diri kepada Allah dan para wali, bukan bagi mereka yang dengan sadar menutup diri.
✅ Kesimpulan dari Mufasir Syiah:
• Syafa’at adalah haq dan diterima dalam Islam.
• QS 74:48 bukan menolak syafa’at, tapi menjelaskan golongan tertentu tidak akan merasakannya.
• Golongan itu: kafir, munafik, yang ingkar terhadap peringatan, dan yang tertutup dari rahmat.
• Syafa’at hanya bermanfaat bila dibarengi iman, amal, dan keterhubungan batin dengan pemberi syafa’at.
💠 Makna QS 74:48 Menurut Ahli Makrifat & Hakikat
1. Syafa’at adalah Nur Ilahi, bukan sekadar pertolongan verbal
🔹 Makna: Syafa’at bukan hanya doa atau permohonan, tapi cahaya rahmat yang hanya bisa menyentuh jiwa yang masih hidup dalam makna tauhid. Orang yang sudah mati batinnya, tak bisa lagi menerima cahaya ini. 📿 “Syafa’at itu pancaran cahaya ruhani. Bila hati dipenuhi kegelapan, maka cahaya itu tak bisa masuk.”Imam Khomeini, Adabus Shalat
2. Mereka tidak mendapat syafa’at karena memutus hubungan dengan Ahlul Bayt 🔹 Makna: Syafa’at datang lewat wilayah ruhani para ma’shūmīn (as). Siapa yang memutus cinta kepada mereka, memutus saluran rahmat.
📿 “Hubungan dengan Imam adalah hubungan eksistensial. Siapa yang berpaling, ruhnya tak menerima syafa’at.”— Sayyid Haidar Amuli, Jāmi‘ al-Asrār
3. Syafa’at tidak bermanfaat bagi ruh yang menolak tauhid dalam eksistensi 🔹 Makna: Orang yang melihat dunia sebagai asal, bukan Allah sebagai Wujud Hakiki, menyembah makhluk dalam hati. Ruh seperti itu tertutup dari limpahan rahmat. “Syafa’at bukan diberikan pada tubuh, tapi pada ruh yang mengenal Tuhannya.”
4. Syafa’at hanya bekerja pada ruh yang terbuka kepada rahmat Allah
🔹 Makna: Syafa’at bagaikan hujan rahmat. Tapi tanah hati yang kering dan keras tidak menumbuhkan apa-apa. “Bila ruh penuh kebencian dan maksiat, tidak ada tempat untuk syafa’at hinggap.”
5. Mereka tidak mendapat syafa’at karena “tidak mengenal Allah” (ma‘rifatullah)🔹 Makna: Dalam doa-doa ma‘rifat, disebut: “اللهم عرفني نفسك…” — karena tanpa mengenal Allah, manusia akan binasa meski ada syafa’at.
📿 “Syafa’at bukan berlaku untuk siapa yang kenal Nabi, tapi siapa yang kenal Allah melalui Nabi.”
6. Syafa’at hanya menyentuh ruh yang tunduk dan fakir secara hakiki🔹 Makna: Orang yang menyombongkan amal, merasa mampu, menolak kehambaan, tidak dapat diselamatkan oleh syafa’at.
“Hanya yang merasa tidak punya apa-apa kecuali Allah, yang bisa diberi.”
7. Penolakan syafa’at adalah penampakan keadilan tajalli di akhirat🔹 Makna: Dunia adalah tempat kasih sayang, akhirat adalah tempat tajalli asma Allah secara hakiki. Siapa yang tidak memantaskan diri menerima syafa’at di dunia, maka di akhirat tidak akan ada keadilan batin untuknya.”Di akhirat tak ada topeng. Ruh hanya akan menerima pantulan sesuai kadar makrifatnya.”
8. Syafa’at tidak berlaku jika hijab antara manusia dan Tuhan sangat tebal🔹 Makna: Hijab bukan hanya dosa, tapi kesibukan dengan selain Allah (ghayrullah). Siapa yang dikuasai ghayrullah, ia telah menutup ruhnya sendiri.Hijab adalah kegelapan yang memantulkan rahmat menjadi siksa.” Imam Khomeini, Mi‘rāj as-Sālikīn
9. Mereka tidak menerima syafa’at karena menolak cahaya Muhammad dan Ali🔹 Makna: Syafa’at itu berasal dari Nur Muhammadi dan Nur Alawi. Siapa yang tidak membuka diri kepada mereka, telah menolak kebenaran eksistensial, meski secara lahiriah Muslim. 📿 “Cinta kepada Wali adalah tempat singgah cahaya syafa’at.”Syaikh Rajab Ali Khayyath
10. Syafa’at tak bisa masuk kepada ruh yang tidak menyaksikan kesatuan (wahdah)🔹 Makna: Di tingkat tertinggi, syafa’at adalah pembimbingan menuju fana dan baqa’. Orang yang hanya melihat dunia berbilang dan tidak menyaksikan keesaan Tuhan, tidak bisa disapa oleh syafa’at yang bersifat sir (rahasia batin). Syafa’at adalah pancaran wahdaniyyah Allah lewat para Wali. Bagi yang tidak mengenal satu, tak bisa disatukan.”
🌟 Kesimpulan Ahli Makrifat:
• Syafa’at adalah rahmat eksistensial, bukan sekadar permohonan formal.
• Ia hanya masuk ke ruh yang:
• Tunduk,
• Terhubung dengan Ahlul Bayt,
• Terbuka kepada rahmat Allah,
• Bebas dari ghayrullah,
• Hidup dalam makrifatullah.
• QS 74:48 menjelaskan bahwa syafa’at tidak bisa menyelamatkan siapa pun yang mematikan rohnya sendiri dengan ingkar, maksiat, dan hijab batin.
💠 Makna QS 74:48 Menurut Ahli Hakikat Syiah
1. Syafa’at adalah hubungan ruhani, bukan formalitas lisan
🔹 Ahli hakikat Syiah menafsirkan bahwa syafa’at bukan sekadar “doa” dari makhluk untuk makhluk, tapi pembukaan saluran rahmat melalui keterhubungan ruh dengan cahaya wilayah Ahlul Bayt (‘a). Mereka tidak mendapatkan syafa’at karena ruh mereka tidak lagi terhubung secara wujudi dengan para Waliullah.”
2. Ayat ini menolak “syafa’at semu” dari yang tidak punya hakikat syafa’at🔹 Dalam hakikat, tidak semua yang disebut “syāfiʿīn” (pemberi syafa’at) adalah pemilik hakiki syafa’at. Yang dimaksud di sini bisa saja berhala, tokoh palsu, atau syafa’at angan-angan.”Yang tiada nur wilayah tak dapat memberi syafa’at — dan yang berharap kepada selain Nur itu, akan tertipu.”
3. Syafa’at hanya untuk ruh yang ‘mau diasah dan dibuka’ untuk Nur Ilahi🔹 Hakikat syafa’at adalah pembukaan hijab, bukan pengangkatan derajat secara paksa. Ruh yang tertutup dari nur wilayah — karena maksiat batin — tidak bisa diangkat, sebab menolak dibuka. “Syafa’at adalah pancaran cahaya wilayah. Siapa yang memalingkan wajahnya dari nur ini, tertutup darinya.”
4. Syafa’at adalah waridat dari nur al-wilāyah (cahaya wilayah), bukan hadiah tanpa sebab
🔹 Bagi ahli hakikat, syafa’at bukan kontrak “siapa yang mengenal, akan dibantu”. Tapi ia adalah hasil dari keterbukaan batin kepada Wilayah al-Kubra, yakni Nur Muhammad dan Ali. “Tak bermanfaat syafa’at bagi mereka yang tak punya maqām penerima. Mereka telah menutup wadah hatinya sendiri.”
5. Penolakan syafa’at adalah tajallī keadilan hakiki🔹 Bagi mereka, QS 74:48 bukan sekadar pemberitahuan, tetapi adalah manifestasi asma’ Allah sebagai al-ʿAdl (Yang Maha Adil). Syafa’at tidak diberikan pada yang tak memiliki kelayakan ontologis (wujudi). “Allah tidak mengharamkan syafa’at, mereka sendiri yang mengharamkan diri mereka darinya.”
6. Orang-orang ini menolak syafa’at karena menolak hakikat wilayah🔹 Para arif Syiah mengajarkan bahwa wilayah Ahlul Bayt adalah poros penyambung ruh makhluk kepada Tuhan. Mereka yang memutuskannya, tak bisa masuk dalam sistem rahmat.
“Mereka tidak ingin Wali, dan tidak ingin dituntun. Maka tak ada jalan untuk mereka kepada Nurullah.”
7. Syafa’at hanya berguna bagi ruh yang pernah merindukan Allah
🔹 Ahli hakikat meyakini bahwa kerinduan kepada Allah adalah bekal utama yang menjadikan seseorang layak menerima syafa’at. Jika ruh itu tidak pernah punya rindu Ilahi — maka tak ada pintu bagi syafa’at.”Syafa’at hanya datang kepada yang pernah ingin kembali, bukan yang sombong dengan keberadaannya.”
8. Ruh yang larut dalam ghayrullah (selain Allah) tak bisa disentuh oleh cahaya syafa’at 🔹 Orang-orang yang disifati dalam ayat ini adalah mereka yang penuh dengan ghayrullah, yakni segala bentuk keterikatan kepada dunia, ego, makhluk, dan nafsu. “Bagaimana cahaya Nur Muhammad bisa menembus dinding kecintaan kepada dunia?”
9. Syafa’at adalah bantuan dari “jalan ruh” kepada ruh yang sejalan🔹 Dalam pandangan hakikat, syafa’at bukan hanya pemberian, tapi aliran ruh kepada ruh. Bila dua ruh tidak selaras, tidak sefrekuensi, maka syafa’at itu tidak akan menembus.”Siapa yang tidak mengenal Imamnya dalam batin, ruhnya asing bagi ruh Imam — dan tidak bisa disentuh oleh rahmat beliau.”
10. Syafa’at adalah limpahan wilayah ruhani yang tak bisa dipaksakan🔹 Ayat ini menunjukkan bahwa syafa’at tidak bisa diberikan kepada yang menolak dengan sadar dan batin. Ini bukan karena Allah tidak mau memberi, tapi karena ruh itu menutup jalannya sendiri. “Allah Maha Pemurah. Tapi siapa yang menutup wadahnya dengan najis nafsu, tak akan bisa menerima susu rahmat.”
✅ Kesimpulan Ahli Hakikat Syiah:
• Syafa’at adalah hubungan ruhani ontologis, bukan sekadar permohonan lisan.
• QS 74:48 menunjukkan penutupan saluran ruhani karena:
• Menolak wilayah,
• Hidup dalam ghayrullah,
• Sombong secara ruhani,
• Tidak mengenal Allah dan para wali-Nya,
• Tidak punya kerinduan untuk kembali kepada Tuhan.
Kisah-kisah ini menggambarkan bagaimana seseorang dapat terhalang dari syafa’at, bukan karena syafa’at tidak ada, tetapi karena jiwanya menolak dan menutup diri dari cahaya wilayah dan rahmat Allah.
🕯️ Kisah 1: Arif Buta dan Pemuda Pecinta Dunia; Seorang arif buta dikenal di Kufah sebagai pencinta Imam Ali (as). Ia sering berdoa sambil menangis: “Ya Ali, aku tak melihat dunia, tetapi aku melihatmu dalam batinku. Maka ambillah aku dalam cahaya wilayahmu.” Suatu hari datang seorang pemuda kaya, lalu bertanya,”Syekh, aku ingin engkau mendoakan agar aku termasuk orang yang mendapat syafa’at Amirul Mukminin.”Sang arif buta terdiam. Ia berkata:”Aku mencium wewangian dunia di hatimu. Selama itu belum keluar dari dadamu, aku khawatir syafa’at hanya akan menjadi angan di bibirmu, tapi ditolak oleh jiwamu sendiri.”Beberapa tahun kemudian, pemuda itu mati. Dalam mimpi, seseorang bertanya kepada arif itu: “Apakah dia mendapat syafa’at?”
Arif itu menjawab:
“Tidak. Bukan karena Ali tak mau memberi. Tapi karena hatinya dipenuhi cinta selain Ali dan Allah. Maka syafa’at pun tidak masuk.”
📝 Makna: Ruh yang dipenuhi ghayrullah (selain Allah) tidak bisa menerima nur syafa’at, meski syafa’at itu terus mengalir.
🔥 Kisah 2: Si Hafidz yang Menolak Hakikat; Seorang hafidz Al-Qur’an wafat dan banyak orang memujinya. Tapi malam itu, seorang sahabatnya bermimpi melihatnya dalam kesulitan. Ia bertanya dalam mimpi:
“Bukankah kau hafal seluruh Qur’an?” Ia menjawab:
“Benar, tapi aku membaca huruf-huruf-Nya, bukan makna-Nya. Aku tahu nama para Imam, tapi aku tidak percaya mereka sebagai jalan menuju Allah. Aku hanya berpegang pada diriku dan amalanku.”
“Lalu syafa’at?” Ia menangis:
“Aku menolaknya dalam keyakinan. Maka ia pun menolakku dalam kenyataan.”📝 Makna: Orang yang secara batin menolak wilayah Ahlul Bayt dan merasa cukup dengan dirinya, tidak akan mendapat cahaya syafa’at — karena hatinya tertutup.
🌑 Kisah 3: Ruqyah di Hari Kiamat
Seorang lelaki dibangkitkan di Mahsyar dengan penuh rasa takut. Ia mencari Imam Husain (as), sambil berkata, Ya Aba Abdillah, aku pernah menangisimu! Tolonglah aku…”Namun ruhnya dikelilingi kegelapan. Imam Husain (as) melihatnya, dan berkata:”Engkau menangis, tapi engkau tidak pernah menjadikan tangisanmu itu ikatan cinta. Kau menyebut namaku, tapi hatimu tidak mencintaiku karena Allah. Kau berharap syafa’at, tapi kau tetap berjalan dalam hawa nafsumu.”Tangisan lelaki itu tak berguna. Suara berkata:
“فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ”
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari para pemberi syafa’at.”📝 Makna: Bukan sekadar amalan lahiriah atau emosi yang menjadi sebab syafa’at, tetapi ketulusan ruhani yang mencinta karena Allah, tunduk kepada kebenaran wilayah.
✨ Pelajaran dari Kisah-Kisah Ini:
1. Syafa’at tidak diberikan kepada siapa pun yang menolak hakikatnya, meski secara lisan menginginkannya.
2. Syafa’at adalah hubungan ruhani yang menuntut pembukaan batin kepada wilayah, tauhid, dan cinta sejati.
3. Ayat 74:48 bukan menolak adanya syafa’at, tapi menegaskan bahwa ruh yang tertutup, tidak akan menerima cahaya rahmat itu.
🌊 Kisah 4: Lelaki yang Meminjam Nama Ahlul Bayt; Seorang lelaki wafat dan berkata dalam hisabnya: “Aku selalu menyebut nama Muhammad, Ali, dan Fatimah. Aku bahkan punya cincin bermata ‘Ya Ali’.” Malaikat menjawab:”Ya, kau menyebut nama mereka, tapi tidak mencintai mereka sebagai hujjah Allah. Kau memakai nama mereka untuk keuntungan, bukan untuk takwa.”Kemudian ruh itu dibawa ke arah yang penuh kesengsaraan. Ia memohon:”Syafa’at!”Tapi datang suara:”Syafa’at tak akan menyentuhmu, sebab kau hanya meminjam nama mereka, bukan mencintai mereka karena Allah.”
🌪️ Kisah 5: Sang Guru yang Tak Tunduk; Seorang guru ilmu kalam sangat cerdas, menulis banyak kitab dan diakui banyak murid. Tapi ia wafat dengan wajah gelap. Muridnya bermimpi bertanya:”Apa yang terjadi?”Ia berkata:”Aku mendebat kebenaran wilayah karena ego ilmuku. Aku mengenal Ali, tapi tidak tunduk pada Ali. Maka syafa’atnya tidak sampai padaku.” 📝 Makna: Ilmu tanpa taslim (ketundukan) menjadikan hati tertutup dari cahaya syafa’at.
🌧️ Kisah 6: Hamba yang Menunggu di Ambang Surga
Seorang hamba sederhana wafat dan menanti di gerbang surga. Ia berkata,Ya Allah, aku tak layak masuk. Tapi aku mencintai Ali karena Engkau, dan selalu menangis saat menyebut Husain.” Datang suara:”Masuklah. Cinta tulusmu kepada wali-wali-Ku membuka pintu syafa’at.”Syafa’at bukan karena amalanmu, tapi karena ruhmu tidak pernah menolak Nur-Ku.”
📝 Makna: Ruh yang cinta karena Allah, meski amalannya sedikit, tetap terhubung dengan cahaya syafa’at.
🕸️ Kisah 7: Orang Zuhud Palsu
Seorang zahid wafat dan berkata,
“Aku berpuasa, shalat malam, menjauhi dunia.”Datang suara dari dalam dirinya:”Ya, tapi engkau menjauhi dunia karena takut bukan karena cinta. Engkau tidak mengenal Allah, dan tidak mencintai wali-Nya.”Syafa’at tidak akan masuk ke dalam ruh yang merasa cukup dengan dirinya.”
🩸 Kisah 8: Si Penjual Darah
Dalam riwayat maknawi, seorang penjual darah berkata:Aku menolong orang miskin, menyumbang untuk majelis, dan menangis saat Asyura.”
Tapi Imam Husain (as) berkata:
“Engkau menyumbang karena ingin dipuji. Engkau menangis untuk membebaskan rasa bersalahmu, bukan karena cinta.”Syafa’at datang pada yang tulus, bukan yang bersandiwara dengan nur-Ku.”
💀 Kisah 9: Penguasa Agama
Seorang tokoh agama yang terkenal wafat. Tapi ruhnya gelap. Ia bertanya, “Kenapa aku tidak mendapat syafa’at?”Jawaban datang:”Kau membangun agama dengan memadamkan cahaya wilayah. Kau takut menyebut nama para Imam karena dunia. Maka Aku pun membiarkanmu di dunia itu — sendiri.”
🌠 Kisah 10: Si Anak Cinta
Seorang anak muda bodoh, tapi tulus, wafat. Ia berkata, Aku bodoh, tapi aku sering berkata: ‘Ya Mahdi, datanglah. Aku rindu pada-Mu.’”
Di Mahsyar, ia digandeng Imam Mahdi (aj). Orang bertanya,
“Dia siapa?”Beliau menjawab:
“Dia tak tahu banyak hal. Tapi ia tidak pernah menolak cinta-Ku. Itulah kunci syafa’at.”
🔑 Rangkuman Pelajaran dari 10 Kisah: Pelajaran Ruhani
1 Syafa’at adalah hasil keterhubungan ruh dengan cahaya wilayah.
2 Sebutan lahiriah tanpa cinta batin tidak berguna.
3 Ego, kesombongan, dan ketakutan dunia bisa menutup pintu syafa’at.
4 Syafa’at ditolak oleh ruh yang menolak wali secara batin.
5 Ruh tulus walau amalannya sedikit, tetap mendapat pancaran syafa’at.
6 Syafa’at datang bukan karena amal, tapi karena hubungan ruhani.
7 Ruh yang merasa cukup dengan dirinya tak bisa menerima cahaya.
8 Syafa’at bukan upah, tapi resonansi ruh yang terbuka pada Nurullah.
9 Pembohongan agama demi dunia memadamkan jalur syafa’at.
10 Cinta tulus kepada Imam, meski tanpa ilmu, adalah jalan ruh menuju syafa’at.
Manfaat memahami makna QS al-Muddatsir (74):48:
“فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ”
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari para pemberi syafa’at”menurut ahli hakikat, beserta doa-doanya agar kita tidak termasuk golongan yang tertolak dari syafa’at.
🌟 1. Membersihkan Niat dalam Ibadah ; Manfaat: Menyadari bahwa amal tanpa ketulusan tidak menjamin syafa’at, mendorong hati untuk ikhlas dalam semua amal.
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنَ الرِّيَاءِ، وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُخْلِصِينَ فِي عِبَادَتِكَ.
Ya Allah, sucikan hatiku dari riya’, dan jadikan aku termasuk orang-orang yang tulus dalam ibadah kepada-Mu.”
💔 2. Menjauhi Ketergantungan pada Amal Semata
Manfaat: Mengajarkan bahwa amal tanpa kecintaan kepada wali Allah tak cukup. يَا رَبِّ، لَا تَكِلْنِي إِلَى عَمَلِي، وَاجْعَلْنِي مِمَّنْ تَنَالُهُمُ الشَّفَاعَةُ بِرَحْمَتِكَ.
Wahai Rabb-ku, jangan serahkan aku kepada amalku sendiri, dan jadikan aku dari golongan yang mendapat syafa’at dengan rahmat-Mu.”
🕯️ 3. Meningkatkan Rasa Butuh kepada Wilayah; Manfaat: Menumbuhkan ketergantungan batin kepada Imam Ahlul Bayt sebagai jalan syafa’at. اللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى وِلَايَةِ أَوْلِيَائِكَ، وَلَا تَجْعَلْ فِي صَدْرِي مَيْلًا إِلَى غَيْرِهِمْ.
Ya Allah, teguhkan hatiku atas wilayah wali-wali-Mu, dan jangan jadikan di dalam dadaku kecenderungan kepada selain mereka.”
🔥 4. Menyadarkan Bahaya Penyimpangan Batin; Manfaat: Memahami bahwa penolakan syafa’at terjadi karena batin yang menolak kebenaran. يَا نُورَ النُّورِ، اكْشِفْ ظُلُمَاتِ قَلْبِي، وَلَا تَجْعَلْ فِيهِ رَدًّا لِنُورِكَ وَشَفَاعَتِكَ.
“Wahai Cahaya segala cahaya, singkaplah kegelapan hatiku, dan jangan jadikan di dalamnya penolakan terhadap cahaya dan syafa’at-Mu.”
🌌 5. Membangun Hubungan Ruhani yang Mendalam; Manfaat: Mendorong pencarian hubungan ruhani yang sejati dengan para Imam, bukan sekadar formalitas.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِمَّنْ عَرَفَ حَقَّ أَوْلِيَائِكَ، وَاتَّصَلَتْ رُوحُهُ بِوِلاَيَتِهِمْ.
Ya Allah, jadikan aku termasuk orang yang mengenal hak wali-wali-Mu dan ruhnya tersambung dengan wilayah mereka.”
🧭 6. Menyaring Amal dari Nafsu dan Ambisi; Manfaat: Menghindarkan amal dari motivasi duniawi yang tersembunyi dalam jiwa. يَا مَنْ يَعْلَمُ خَفَايَا النُّفُوسِ، طَهِّرْ عَمَلِي مِمَّا يُفْسِدُهُ مِنْ حُبِّ الدُّنْيَا وَالسُّمْعَةِ.
Wahai Dzat yang mengetahui rahasia jiwa, bersihkan amalanku dari cinta dunia dan pamrih pujian.”
🪬 7. Memupuk Tawadhu’ dan Rasa Tak Layak; Manfaat: Menyadarkan bahwa syafa’at adalah rahmat, bukan hak. اللَّهُمَّ لَا أَسْتَحِقُّ شَفَاعَةَ أَحَدٍ، وَلَكِنْ أَرْجُوكَ أَنْ تَجْعَلَنِي أَهْلًا لِرَحْمَتِكَ.
“Ya Allah, aku tidak pantas mendapat syafa’at siapa pun, tapi aku memohon agar Engkau menjadikanku layak untuk rahmat-Mu.”
☄️ 8. Menghidupkan Cinta Sejati kepada Ahlul Bayt; Manfaat: Menjadikan cinta kepada Imam sebagai jalan keselamatan ruh.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّ أَهْلِ بَيْتِ نَبِيِّكَ فِي قَلْبِي أَعْظَمَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سِوَاكَ.
Ya Allah, jadikan cinta kepada Ahlul Bayt Nabi-Mu di hatiku lebih agung daripada segala sesuatu selain-Mu.”
📿 9. Mendorong Tangisan yang Membuka Ruh; Manfaat: Menjadikan tangisan untuk Ahlul Bayt bukan sekadar emosional, tapi jalan pembukaan batin.
يَا بَاكِيَ الْبَاكِينَ، اجْعَلْ دَمْعَتِي عَلَى الْحُسَيْنِ نُورًا لِرُوحِي، وَسَبَبًا لِقُرْبِ شَفَاعَتِهِ.
Wahai Dzat yang menerima tangisan para perindu, jadikan tangisku atas Husain cahaya bagi ruhku dan sebab kedekatan pada syafa’atnya.”
🕊️ 10. Menumbuhkan Harapan dan Ketakutan yang Seimbang
Manfaat: Memurnikan harapan akan syafa’at sambil takut akan penolakan karena dosa dan kerasnya hati.
اللَّهُمَّ اجْمَعْ لِي بَيْنَ رَجَائِكَ وَخَوْفِكَ، وَاجْعَلْنِي مِمَّنْ تَقْبَلُهُمُ الشَّفَاعَةُ وَلَا تُرَدُّهُمْ.
Ya Allah, himpunkan dalam diriku harapan dan rasa takut kepada-Mu, dan jadikan aku termasuk orang yang diterima oleh syafa’at dan tidak ditolak darinya.”
🧭 Penutup: Syafa’at bukan sekadar hak istimewa. Ia adalah cahaya yang hanya bisa menyinari hati yang bersih, cinta, dan tunduk.
Munajat Qurani
Suatu hari, Imam Ali bin Abi tholib sedang bermunajat kepada Allah swt di Masjid Kufah. Hari itu beliau berdoa dengan doa yang sangat indah. Semua permintaannya selaras dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Inilah untaian doa-doa indah beliau,
1), Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna kecuali seorang yang datang dengan hati yang bersih”
“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Asy-Syuara’ 88-89)
2), Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, kesalamatan di hari ketika orang dzolim menggigit jarinya seraya berkata Andai dahulu aku mengambil jalan bersama Rasul.”
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul.”(Al-Furqon 27)
3), Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika orang-orang berdosa dikenali tanda-tandanya kemudian direnggut ubun-ubun dan kakinya”
“Orang-orang yang berdosa itu diketahui dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.”(Ar-Rahman 41)
4), Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika seorang ayah tidak bisa menolong anaknya. Dan anak tak bisa menolong ayahnya. Sungguh janji Allah pastilah benar.
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhan-mu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sungguh, janji Allah pasti benar.” (Luqman 33)
5), Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.”
“(yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.” (Ghofir 52)
6), Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika seseorang tidak mampu menolong yang lain. Dan di hari itu, kekuasaan hanya milik Allah swt.”
“(Yaitu) pada hari (ketika) seseorang sama sekali tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”(Al-Infithor 19)
7), Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika seorang lari dari saudara, ibu, bapak, istri serta anak-anaknya. Setiap mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.”
“Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.” (Abasa 34-37)
8),Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, keselamatan di hari ketika orang yang berdosa ingin menebus (dirinya) dari azab dengan anak-anaknya, istrinya, saudaranya dan keluarga yang melindunginya (di dunia) dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya. Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.”
“Pada hari itu, orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan keluarga yang melindunginya (di dunia), dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya. Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.” (Al-Ma’arij 11-16)
Comments (0)
There are no comments yet