
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Berikut makna “tawakkaltu ‘alallah” (تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ) dalam Islam:
1.Bersandar kepada Allah - Menyerahkan segala urusan dan hasil kepada Allah, dengan keyakinan penuh bahwa Allah-lah yang menentukan takdir.
2.Percaya pada kehendak Allah - Mengakui bahwa hanya Allah yang memiliki kuasa atas segala sesuatu, dan percaya bahwa semua yang terjadi ada dalam perencanaan-Nya.
3.Meminta perlindungan Allah - Tawakkal mengandung arti mengandalkan Allah sebagai pelindung dari segala marabahaya.
4.Melepaskan kekhawatiran - Dengan bertawakkal, seseorang akan tenang dan terbebas dari kecemasan karena yakin bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhannya.
5.Menyerahkan hasil ikhtiar - Setelah berusaha semaksimal mungkin, seorang hamba menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah.
6.Percaya pada kebijaksanaan Allah - Meyakini bahwa apa pun hasilnya, Allah lebih tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya.
7.Bersabar dan ridha - Tawakkal melatih hati untuk bersabar atas ujian atau cobaan, serta menerima apa yang Allah tetapkan dengan ikhlas.
8.Mengutamakan Allah dalam setiap keputusan - Dalam segala tindakan dan keputusan, tawakkal berarti mendahulukan Allah di atas segalanya.
9.Tidak bergantung pada makhluk - Tawakkal membuat seseorang hanya menggantungkan harapan pada Allah, bukan pada manusia atau materi.
10.Memperkuat iman - Dengan bertawakkal, iman seorang hamba semakin kokoh, karena tawakkal adalah bentuk penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah.
Tawakkal adalah tindakan ikhlas yang menyatukan usaha manusia dengan kepasrahan kepada Allah, sebuah akhlak mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Dalam Al-Qur’an konsep tawakkal
banyak disinggung sebagai sikap yang harus dimiliki oleh orang-orang beriman. Berikut adalah beberapa ayat yang menjelaskan makna tawakkal menurut Al-Qur’an:
1.Al-Imran (3): 159
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.”
Ayat ini menekankan pentingnya tawakkal setelah mengambil keputusan atau melakukan ikhtiar. Tawakkal di sini berarti menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada Allah.
2.At-Talaq (65): 3
“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mencukupi kebutuhan orang yang bertawakkal, yang berarti memberikan kepastian dan jaminan dari Allah atas rezeki dan perlindungan bagi mereka yang bersandar kepada-Nya.
3.Al-Maidah (5): 23
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
Ayat ini menegaskan bahwa tawakkal adalah bagian dari keimanan yang sejati. Orang yang beriman akan bersandar dan berharap hanya kepada Allah.
4.Ibrahim (14): 11
“Dan mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah, padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami…”
Ayat ini menyiratkan bahwa tawakkal adalah bagian dari rasa syukur atas petunjuk Allah, serta penyerahan diri kepada Allah karena Dia yang memberi kita jalan dan arah yang benar.
5.An-Nahl (16): 42
“…dan hanya kepada Tuhanmu bertawakkallah.”
Di sini, Allah memerintahkan agar seorang mukmin menyerahkan segala urusan kepada-Nya, karena hanya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui.
6.Yusuf (12): 67
“…keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah; kepada-Nyalah aku bertawakkal dan hendaknya kepada-Nyalah orang-orang yang bertawakkal berserah diri.”
Ayat ini mengajarkan bahwa semua keputusan dan hasil ada di tangan Allah. Karena itu, tawakkal berarti menyadari bahwa kita tidak memiliki kuasa penuh atas hidup kita.
7.Al-Anfal (8): 2
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka… dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.”
Ayat ini menggambarkan sifat orang beriman, yaitu takut kepada Allah dan menyerahkan seluruh urusan mereka kepada-Nya.
8.Hud (11): 88
“Dan aku tidak bermaksud kecuali mendatangkan perbaikan selama aku masih mampu. Dan keberhasilanku hanyalah dengan pertolongan Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.”
Di sini, Nabi Syu’aib menunjukkan bahwa tawakkal adalah sikap menyerahkan keberhasilan kepada Allah setelah melakukan segala usaha.
9.An-Nisa (4): 81
“…dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindung.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah adalah satu-satunya pelindung yang cukup bagi mereka yang bertawakkal kepada-Nya, terutama dalam menghadapi segala tantangan hidup.
10.Al-Furqan (25): 58
“Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup kekal, yang tidak mati.”
Ayat ini mengingatkan bahwa Allah adalah satu-satunya tempat bersandar yang abadi, yang tidak terpengaruh oleh kelemahan atau kefanaan, berbeda dari makhluk-Nya.
Secara keseluruhan, Al-Qur’an mengajarkan bahwa tawakkal adalah bagian dari iman, yaitu tindakan berserah diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan keyakinan bahwa semua keputusan dan takdir ada dalam kekuasaan-Nya.
Dalam hadis, konsep tawakkal atau berserah diri kepada Allah juga banyak dibahas oleh Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah beberapa hadis yang menggambarkan makna tawakkal:
1.Usaha dan Tawakkal
Rasulullah SAW bersabda:
“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki seperti burung yang pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hadis ini mengajarkan bahwa tawakkal harus disertai dengan usaha. Burung tetap harus terbang mencari makan, namun Allah yang memberi rezeki kepadanya. Jadi, tawakkal bukan berarti meninggalkan ikhtiar, tetapi berusaha dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
2.Tawakkal dan Usaha yang Seimbang
Dalam sebuah hadis, seorang sahabat bertanya kepada Nabi:
“Ya Rasulullah, apakah aku harus menambatkan untaku dan bertawakkal, ataukah aku harus melepaskannya dan bertawakkal?”
Nabi menjawab, “Tambatkan untamu, dan bertawakkallah kepada Allah.”
(HR. Tirmidzi)
Di sini, Nabi mengajarkan bahwa tawakkal adalah perpaduan antara usaha dan penyerahan kepada Allah. Kita harus melakukan tindakan yang logis dan bijaksana, lalu berserah diri pada Allah untuk hasilnya.
3.Tawakkal Sebagai Bagian dari Keimanan
Rasulullah SAW bersabda:
“Di antara umatku akan masuk surga tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak bertathayyur (menganggap sial sesuatu), dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang benar-benar bertawakkal dan hanya bergantung kepada Allah akan mendapatkan kemuliaan, yakni masuk surga tanpa hisab. Tawakkal merupakan tanda keimanan yang kuat.
4.Berharap Hanya kepada Allah
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang membuat Allah ridha, walaupun manusia membencinya, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya. Dan barang siapa yang menggantungkan hatinya kepada manusia, Allah akan menyerahkannya kepada manusia.”
(HR. Tirmidzi)
Hadis ini mengajarkan agar kita tidak menggantungkan harapan pada manusia, tetapi hanya kepada Allah. Tawakkal artinya mengandalkan Allah sebagai satu-satunya tempat bersandar yang benar.
5.Kekuatan Tawakkal dalam Menghadapi Ujian
Rasulullah SAW bersabda:
“Betapa mengagumkan keadaan orang beriman. Sesungguhnya setiap keadaan baginya adalah baik, dan itu tidak terjadi kecuali bagi orang beriman. Jika dia mendapat kesenangan, dia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar, maka itu juga baik baginya.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menggambarkan bahwa tawakkal membuat seorang mukmin bersyukur dalam nikmat dan bersabar dalam musibah, karena ia tahu bahwa semua datang dari Allah.
6.Meninggalkan Kesedihan Berlebihan Melalui Tawakkal
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika kamu memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, jika seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, mereka tidak akan mampu kecuali dengan apa yang telah Allah tetapkan untukmu…”
(HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa kita harus menggantungkan harapan kita sepenuhnya kepada Allah. Tawakkal mengajarkan bahwa kita tidak perlu khawatir berlebihan terhadap sesuatu yang belum terjadi.
7.Allah Menjadi Cukup bagi Orang yang Bertawakkal
Rasulullah SAW bersabda:
“Allah berfirman: Barang siapa yang bergantung kepada-Ku, maka Aku akan mencukupinya.”
(HR. Ahmad)
Dalam hadis ini, Allah menjanjikan kecukupan bagi mereka yang bertawakkal kepada-Nya, menegaskan bahwa Allah adalah pelindung dan penjamin bagi hamba-hamba yang mengandalkan-Nya.
8.Tawakkal adalah Perlindungan dari Gangguan Makhluk
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman:
“Wahai anak Adam, beribadahlah kepada-Ku. Aku akan memenuhi hatimu dengan kekayaan dan memenuhi tanganmu dengan rezeki. Jika kamu tidak melakukannya, Aku akan penuhi tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutupi kefakiranmu.”
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Tawakkal berarti mempercayakan urusan rezeki dan kekayaan kepada Allah dengan beribadah dan menaati-Nya, tanpa terjebak dalam kecemasan duniawi.
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa tawakkal adalah mengandalkan Allah dengan penuh keimanan setelah usaha, meninggalkan rasa takut dan gelisah, serta menyadari bahwa hanya Allah yang Maha Mengatur.
Dalam ajaran Islam, baik Sunni maupun Syiah, konsep tawakkal atau berserah diri kepada Allah sangat penting dan diakui sebagai bentuk keimanan yang mendalam. Hadis-hadis dari Ahlul Bait (keluarga Nabi Muhammad SAW) dalam tradisi Syiah juga menekankan nilai tawakkal dengan mengajarkan sikap menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha.
Berikut beberapa hadis tentang tawakkal dari perspektif Syiah:
1.Imam Ali Zainal Abidin as. tentang Tawakkal
Imam Ali Zainal Abidin, cucu dari Imam Ali bin Abi Thalib as., berkata:
“Tawakkal kepada Allah adalah pintu utama keimanan, cara menuju kebebasan dari segala bentuk syirik, dan kepastian dalam menjalani hidup.”
(Bihar al-Anwar, jilid 68, halaman 145)
Hadis ini menunjukkan bahwa tawakkal adalah landasan iman yang murni. Dengan tawakkal, seseorang membebaskan dirinya dari ketergantungan pada makhluk dan hanya bergantung kepada Allah.
2.Imam Ali bin Abi Thalib as. tentang Ketergantungan pada Allah
Imam Ali as. berkata:
“Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, kesulitan akan terasa ringan, sebab dia telah mengandalkan pertolongan dari Allah.”
(Nahjul Balaghah, hikmah 315)
Di sini, Imam Ali mengajarkan bahwa tawakkal dapat meringankan beban hidup. Dengan bertawakkal, seseorang yakin bahwa Allah akan memberikan kemudahan dalam menghadapi tantangan.
3.Imam Ja’far ash-Shadiq as. tentang Tawakkal sebagai Sumber Ketenangan
Imam Ja’far ash-Shadiq, salah satu Imam besar dalam Syiah, berkata:
“Orang yang bertawakkal kepada Allah akan merasa kaya tanpa kekayaan materi, kuat tanpa kekuatan fisik, dan terhormat tanpa penghormatan dari orang lain.”
(Al-Kafi, jilid 2, halaman 65)
Hadis ini menjelaskan bahwa tawakkal adalah sumber ketenangan hati dan kekuatan jiwa. Tawakkal kepada Allah membuat seseorang merasa cukup dan kuat karena sepenuhnya percaya kepada Allah.
4.Imam Muhammad al-Baqir as. tentang Kekuatan Tawakkal
Imam Muhammad al-Baqir as. berkata:
“Barang siapa yang ingin menjadi orang yang paling kuat, hendaklah ia bertawakkal kepada Allah.”
(Al-Kafi, jilid 2, halaman 59)
Ini menunjukkan bahwa tawakkal adalah kekuatan sejati. Dengan bersandar pada Allah, seseorang merasa aman dan tidak takut menghadapi rintangan karena keyakinan bahwa Allah akan mencukupinya.
5.Imam Musa al-Kazim as. tentang Tawakkal dalam Menghadapi Ujian
Imam Musa al-Kazim as. berkata:
“Apabila kamu menghadapi kesulitan, bertawakkallah kepada Allah. Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkanmu kecuali Allah.”
(Al-Kafi, jilid 2, halaman 52)
Di sini, Imam Musa al-Kazim mengingatkan bahwa saat menghadapi kesulitan, seseorang harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Tawakkal berarti mengakui bahwa hanya Allah yang mampu memberi jalan keluar.
6.Imam Ali ar-Ridha as. tentang Keutamaan Tawakkal
Imam Ali ar-Ridha as. berkata:
“Tawakkal adalah ketergantungan hati kepada Allah, serta merasa cukup dengan apa yang ada di tangan-Nya dan tidak berharap kepada manusia.”
(Al-Kafi, jilid 2, halaman 65)
Imam Ali ar-Ridha as. menjelaskan bahwa tawakkal berarti bergantung kepada Allah dan merasa cukup dengan apa yang telah Allah tetapkan, tanpa menggantungkan harapan kepada makhluk.
7.Imam Hasan al-Askari as. tentang Tawakkal dan Doa
Imam Hasan al-Askari as. berkata:
“Barang siapa yang berdoa dan bertawakkal kepada Allah, ia tidak akan kecewa.”
(Bihar al-Anwar, jilid 78, halaman 245)
Di sini, tawakkal disandingkan dengan doa. Imam Hasan al-Askari as. menegaskan bahwa Allah tidak akan mengecewakan hamba yang berserah diri dan berdoa kepada-Nya dengan sepenuh hati.
8.Imam Ali bin Abi Thalib as. tentang Tawakkal sebagai Bagian dari Iman
Imam Ali as. berkata:
“Iman memiliki empat pilar: tawakkal kepada Allah, berserah diri kepada ketetapan-Nya, bersabar atas ujian-Nya, dan bersyukur atas nikmat-Nya.”
(Nahjul Balaghah, hikmah 31)
Dalam ajaran ini, tawakkal adalah salah satu pilar utama dari keimanan. Tawakkal menandakan bahwa seseorang menerima ketetapan Allah dengan ikhlas.
Hadis-hadis dari Ahlul Bait ini menekankan bahwa tawakkal adalah sikap yang memberikan kekuatan, ketenangan, dan kebebasan dari ketergantungan pada makhluk. Tawakkal kepada Allah melibatkan keyakinan penuh pada kehendak-Nya serta rasa cukup dengan pemberian-Nya.
Para mufassir (ahli tafsir) menafsirkan konsep tawakkal dalam Al-Qur’an sebagai salah satu aspek iman yang mendalam. Mereka mengaitkan tawakkal dengan penyerahan diri kepada Allah, yang harus disertai usaha (ikhtiar) serta keyakinan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan atas segala sesuatu. Berikut adalah beberapa penjelasan dari para mufassir terkenal mengenai tawakkal:
1.Ibnu Katsir
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tawakkal adalah penyerahan sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan ikhtiar. Misalnya, dalam tafsir ayat “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS. Al-Maidah: 23), Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tawakkal merupakan sifat yang menunjukkan keimanan sejati. Orang yang bertawakkal percaya bahwa semua takdir adalah dari Allah, dan hal ini membuatnya berserah diri dengan penuh kepasrahan setelah usaha.
2.Al-Qurtubi
Al-Qurtubi dalam Tafsir al-Qurtubi menjelaskan bahwa tawakkal merupakan perpaduan antara usaha manusia dan penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Dia menjelaskan ayat “Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya” (QS. At-Talaq: 3), dengan menekankan bahwa tawakkal bukanlah meninggalkan usaha, melainkan meyakini bahwa hasil akhir dari usaha kita sepenuhnya berada di tangan Allah. Orang yang bertawakkal percaya bahwa Allah adalah satu-satunya penjamin bagi hamba-Nya.
3.Ar-Razi
Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir al-Kabir menjelaskan bahwa tawakkal adalah kondisi hati yang murni bergantung pada Allah. Menurut Ar-Razi, orang yang bertawakkal adalah orang yang melihat Allah sebagai satu-satunya pelindung dan penolong sejati. Dalam menafsirkan ayat “kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah” (QS. Ali Imran: 159), Ar-Razi menyebutkan bahwa tawakkal mengajarkan manusia untuk tidak bergantung pada makhluk atau sarana duniawi, meskipun manusia harus tetap berikhtiar. Ia mengajarkan bahwa tawakkal adalah keyakinan bahwa Allah memiliki kuasa penuh atas hasil ikhtiar kita.
4.Sayyid Qutb
Dalam tafsirnya, Fi Zilalil Quran, Sayyid Qutb menjelaskan tawakkal sebagai salah satu manifestasi dari tauhid yang sempurna. Menurutnya, tawakkal menuntut keimanan penuh pada kekuasaan Allah tanpa mengabaikan usaha. Ia menafsirkan ayat-ayat tentang tawakkal sebagai dorongan bagi umat Islam untuk mengandalkan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan pengharapan, karena Allah adalah sebaik-baik penolong bagi hamba-Nya. Dalam menafsirkan QS. Al-Anfal: 2, ia menekankan bahwa tawakkal menumbuhkan ketenangan dan keteguhan jiwa bagi orang beriman.
5.Al-Baidhawi
Al-Baidhawi, dalam Tafsir al-Baidhawi, menjelaskan bahwa tawakkal merupakan tanda kebijaksanaan dan iman. Menurutnya, tawakkal harus disertai dengan ikhtiar karena Allah memerintahkan manusia untuk berusaha dan bertawakkal kepada-Nya dalam segala urusan. Ia menafsirkan ayat “dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal” (QS. Al-Anfal: 2), dengan menyatakan bahwa orang yang bertawakkal hanya mencari keridhaan Allah dalam setiap perbuatannya, dan tawakkal membantunya menghadapi setiap tantangan dengan keberanian dan ketenangan.
6.Ibn Ajibah
Ibn Ajibah dalam Al-Bahr al-Madid menjelaskan bahwa tawakkal adalah keadaan batin yang membuat seseorang merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah, baik ketika lapang maupun sempit. Dia menafsirkan QS. At-Talaq: 3 dengan mengatakan bahwa tawakkal adalah ketenangan hati dalam menyandarkan hasil ikhtiar kepada Allah, karena setiap hasil ada dalam kekuasaan Allah semata. Menurutnya, tawakkal adalah bentuk pengabdian yang mendalam, yang memberikan kekuatan mental dan spiritual.
7.Ibnu Ashur
Dalam Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, Ibnu Ashur memaknai tawakkal sebagai bentuk penyerahan dan kepercayaan kepada Allah setelah melakukan usaha yang optimal. Dia menekankan bahwa tawakkal bukan berarti mengabaikan sarana atau sebab, tetapi yakin bahwa hanya Allah yang menentukan hasil. Saat menafsirkan QS. Ali Imran: 159, Ibnu Ashur menjelaskan bahwa tawakkal adalah perilaku yang membedakan orang beriman dari yang lainnya, yaitu meyakini bahwa Allah akan memberikan apa yang terbaik meskipun itu di luar rencana manusia.
Secara keseluruhan, para mufassir menekankan bahwa tawakkal adalah keyakinan mendalam pada kehendak Allah setelah usaha. Tawakkal mengajarkan kita untuk tetap bersandar kepada Allah dalam segala urusan dan menerima setiap ketetapan-Nya dengan lapang hati, karena Dia adalah Maha Pengatur yang terbaik.
Para mufassir Syiah, seperti mufassir dari berbagai aliran Islam, memahami tawakkal sebagai konsep yang mendalam tentang penyerahan diri dan kepercayaan penuh kepada Allah setelah melakukan usaha. Dalam pandangan mereka, tawakkal bukan hanya pasrah tanpa tindakan, tetapi sebuah keseimbangan antara ikhtiar dan iman yang kuat pada ketentuan Allah. Berikut adalah beberapa tafsiran dari mufassir terkenal dalam tradisi Syiah mengenai konsep tawakkal:
1.Allamah Thabathaba’i (Tafsir al-Mizan)
Dalam karya tafsirnya yang terkenal, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Allamah Thabathaba’i menekankan bahwa tawakkal adalah salah satu inti dari tauhid, yaitu kepercayaan bahwa Allah adalah satu-satunya sumber kekuatan dan pengatur segala urusan. Menurutnya, tawakkal adalah sikap berserah diri setelah seseorang melakukan usaha yang maksimal, dengan keyakinan penuh bahwa hanya Allah yang memiliki kuasa atas hasil akhirnya. Menafsirkan ayat-ayat tentang tawakkal, seperti QS. Al-Maidah: 23 dan QS. Ali Imran: 159, ia menjelaskan bahwa tawakkal adalah ekspresi dari keimanan yang murni, di mana seorang hamba percaya bahwa Allah akan memilih yang terbaik untuknya.
2.Mullah Sadra (Tafsir al-Asfar)
Mullah Sadra, seorang filsuf dan mufassir Syiah, membahas konsep tawakkal dalam karyanya Asfar Arba’ah dengan pendekatan filsafat dan spiritualitas. Menurutnya, tawakkal adalah kondisi di mana seorang mukmin melepaskan ketergantungannya pada dunia material dan sepenuhnya bersandar pada Allah. Dalam pandangan Mullah Sadra, tawakkal bukan hanya kepercayaan atau harapan, tetapi pencapaian spiritual yang mendekatkan hamba kepada Allah dengan menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari kehendak Ilahi. Ia menekankan bahwa seseorang yang bertawakkal akan merasakan kedamaian jiwa karena hatinya tidak lagi bergantung pada makhluk atau sarana duniawi.
3.Ayatullah Jawadi Amuli
Ayatullah Jawadi Amuli, seorang ulama kontemporer Syiah, dalam tafsirnya Tafsir Tasnim, menjelaskan bahwa tawakkal adalah keyakinan penuh terhadap kekuasaan Allah di semua aspek kehidupan, baik yang besar maupun yang kecil. Ia mengatakan bahwa tawakkal harus disertai dengan ikhtiar dan usaha, karena itulah bentuk ketaatan kepada Allah yang telah menciptakan alam ini dengan hukum-hukum tertentu. Menafsirkan QS. At-Talaq: 3, ia menyatakan bahwa tawakkal adalah bentuk kepercayaan bahwa Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya dan bahwa Dia tidak akan pernah mengecewakan mereka yang bersandar pada-Nya.
4.Ayatullah Muhammad Husein Tabatabai (Tafsir al-Mizan)
Menurut Allamah Tabataba’i, tawakkal adalah bagian dari perjalanan menuju kesempurnaan spiritual. Dalam Al-Mizan, dia menekankan bahwa tawakkal mengajarkan manusia untuk memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini, termasuk rezeki dan nasib, adalah dalam kekuasaan Allah. Menafsirkan ayat-ayat tawakkal, dia menyatakan bahwa tawakkal membebaskan hati dari kecemasan terhadap hasil usaha, karena seorang mukmin sejati percaya bahwa Allah akan memberikan apa yang terbaik.
5.Al-Fayd al-Kashani (Tafsir al-Safi)
Dalam Tafsir al-Safi, Al-Fayd al-Kashani menafsirkan tawakkal sebagai bentuk kesabaran yang penuh keikhlasan. Dia menyatakan bahwa tawakkal adalah kondisi hati di mana seseorang menerima keputusan Allah dengan lapang dada setelah melakukan ikhtiar. Menafsirkan QS. Ali Imran: 159, ia menjelaskan bahwa tawakkal adalah sikap yang menunjukkan kedalaman iman seorang hamba, yang meyakini bahwa semua ketetapan Allah adalah bagian dari hikmah-Nya.
6.Ayatullah Murtadha Mutahhari
Dalam berbagai ceramah dan tulisannya, Murtadha Mutahhari menekankan bahwa tawakkal tidak berarti menyerah tanpa tindakan, tetapi melibatkan usaha maksimal yang disertai dengan penyerahan hati kepada Allah. Ia menjelaskan bahwa tawakkal adalah bagian dari perjalanan spiritual seorang mukmin menuju kesempurnaan, di mana seseorang melepaskan ketergantungan dari dunia dan sepenuhnya bersandar kepada Allah. Menurut Mutahhari, seorang yang bertawakkal akan menghadapi hidup dengan tenang karena percaya bahwa Allah adalah penjamin segala urusannya.
7.Allamah Sayyid Kamal Faqih Imani (Tafsir Nur al-Qur’an)
Dalam Tafsir Nur al-Qur’an, Sayyid Kamal Faqih Imani menekankan bahwa tawakkal bukan hanya teori, tetapi praktik yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjelaskan bahwa tawakkal adalah sikap menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah berikhtiar. Menafsirkan ayat-ayat tawakkal seperti QS. Al-Anfal: 2, ia menyatakan bahwa tawakkal adalah bagian dari cinta dan kepasrahan kepada Allah yang membuat seorang mukmin mampu menghadapi hidup dengan ketenangan dan kepercayaan penuh.
Secara keseluruhan, para mufassir Syiah melihat tawakkal sebagai konsep yang melibatkan hati, pikiran, dan tindakan. Tawakkal berarti percaya penuh kepada Allah, tetapi tetap melakukan ikhtiar sebagai bentuk ketaatan. Mereka menekankan bahwa tawakkal memberikan kekuatan spiritual yang mendalam, sehingga seseorang dapat menghadapi setiap ujian hidup dengan sabar, ikhlas, dan tenang karena yakin bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung.
Dalam pandangan para ahli makrifat (pengetahuan batin) dan hakikat (kebenaran tertinggi dalam spiritualitas Islam), tawakkal (berserah diri kepada Allah) adalah pengalaman yang melampaui sekadar kepercayaan intelektual. Bagi mereka, tawakkal adalah kondisi hati yang sepenuhnya terhubung dan berserah kepada kehendak Allah. Konsep ini dalam tasawuf dan irfan (mistisisme Islam) berfokus pada penyadaran dan penyerahan diri yang total, di mana seorang hamba melihat Allah sebagai satu-satunya Wujud yang patut diandalkan. Berikut adalah pandangan beberapa tokoh utama dalam makrifat dan hakikat mengenai tawakkal:
1.Ibnu Arabi
Ibnu Arabi, seorang sufi besar dan filsuf dari Andalusia, memandang tawakkal sebagai tahap penting dalam perjalanan menuju Allah. Dalam Futuhat al-Makkiyah, ia menulis bahwa tawakkal adalah “pasrah pada kehendak Tuhan dengan melepaskan segala ikatan dari dunia.” Baginya, tawakkal bukan berarti menghentikan usaha, tetapi berarti menyerahkan hasil dari usaha tersebut sepenuhnya kepada Allah dengan kesadaran bahwa kita tidak memiliki kuasa atas hasilnya. Tawakkal, dalam pandangan Ibnu Arabi, adalah salah satu bentuk tauhid yang tinggi, karena seorang mukmin yang bertawakkal menyadari bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari kehendak Allah.
2.Al-Ghazali
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa tawakkal adalah bentuk tertinggi dari rasa percaya seorang hamba kepada Allah. Menurutnya, tawakkal melibatkan keyakinan penuh bahwa Allah mengetahui dan mengatur segala kebutuhan manusia dengan cara yang terbaik, sehingga tidak ada kekhawatiran atau ketergantungan pada selain Allah. Dalam pandangan Al-Ghazali, tawakkal membebaskan hati dari kecemasan dan ketakutan karena seorang hamba telah meletakkan harapannya sepenuhnya pada Allah. Ia menekankan bahwa seseorang yang mencapai tawakkal sejati akan selalu merasa damai, karena percaya bahwa apa pun yang terjadi adalah bagian dari rencana Allah yang sempurna.
3.Rumi
Jalaluddin Rumi, penyair dan sufi besar, memandang tawakkal sebagai cinta dan kepercayaan total kepada Allah. Dalam Mathnawi, Rumi menggambarkan tawakkal sebagai keadaan di mana seorang pecinta Allah menyerahkan segala urusannya tanpa mempertanyakan, sebagaimana bayi yang sepenuhnya bergantung pada ibunya tanpa keraguan. Rumi mengajarkan bahwa seorang yang bertawakkal harus menerima ketetapan Allah dengan hati yang terbuka, bahkan jika ketetapan itu tampak berat. Tawakkal dalam pandangan Rumi adalah sikap menerima dan merangkul kehendak Ilahi dengan cinta, tanpa protes atau keraguan.
4.Sayyid Haydar Amuli
Dalam karya-karya mistisnya, Sayyid Haydar Amuli, seorang sufi dan filsuf Syiah, menjelaskan bahwa tawakkal adalah penyerahan total hati kepada Allah setelah seseorang menyadari bahwa dirinya tidak memiliki kekuasaan apa pun tanpa izin Allah. Menurutnya, tawakkal adalah bagian dari realisasi tauhid, di mana seorang mukmin memahami bahwa hanya Allah yang mengatur semua aspek kehidupan. Baginya, tawakkal tidak hanya berarti yakin pada perlindungan Allah, tetapi juga menyadari bahwa segala kesulitan dan ujian adalah bentuk kasih sayang-Nya.
5.Imam Khomeini
Imam Khomeini, seorang ulama dan arif dari Iran, dalam tulisan-tulisan tasawufnya menyatakan bahwa tawakkal adalah sikap hati yang bersandar hanya kepada Allah. Dalam buku Adab as-Salat, dia menekankan bahwa tawakkal adalah penyerahan total pada ketetapan Allah, tanpa ketergantungan pada makhluk atau dunia. Imam Khomeini menjelaskan bahwa tawakkal melibatkan kesadaran bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Seorang yang bertawakkal sejati, menurut Khomeini, tidak akan merasa terganggu oleh cobaan hidup, karena ia yakin bahwa setiap kejadian adalah bagian dari hikmah Ilahi.
6.Syekh Abdul Qadir al-Jilani
Dalam ajaran-ajarannya, Syekh Abdul Qadir al-Jilani, seorang sufi terkenal, menggambarkan tawakkal sebagai bagian dari kepasrahan tertinggi seorang hamba kepada Allah. Baginya, tawakkal adalah pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya pelindung dan pengatur kehidupan. Dalam Al-Ghunyah, ia menyatakan bahwa tawakkal sejati adalah ketika seorang hamba melepaskan segala ketergantungan pada usaha sendiri dan mengandalkan sepenuhnya pada rahmat dan kuasa Allah. Menurut al-Jilani, tawakkal memberikan kebebasan batin, karena seorang hamba tidak lagi dibebani oleh kecemasan atau rasa takut.
7.Imam Ali Zainal Abidin as. (Doa dalam Sahifah Sajjadiyah)
Dalam Sahifah Sajjadiyah, kumpulan doa-doa dari Imam Ali Zainal Abidin as., konsep tawakkal sering diungkapkan sebagai ketenangan hati dalam menghadapi takdir. Dalam doanya, ia sering berdoa agar diberikan kekuatan untuk bertawakkal kepada Allah, menyerahkan segala urusan kepada-Nya, dan menerima setiap keputusan dengan ikhlas. Imam Zainal Abidin as. menggambarkan tawakkal sebagai sikap seorang hamba yang yakin bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya, melindungi dan mencukupi kebutuhannya.
Secara umum, para ahli makrifat dan hakikat memandang tawakkal sebagai puncak dari perjalanan spiritual dan pengabdian kepada Allah. Mereka menekankan bahwa tawakkal bukan berarti berhenti dari usaha, tetapi menyerahkan hasil dari usaha itu sepenuhnya kepada Allah dengan hati yang lapang. Para ahli ini juga menekankan bahwa tawakkal membawa seseorang kepada kedamaian batin yang sejati, karena mereka yang bertawakkal sejati akan menghilangkan segala kecemasan dan ketergantungan kepada dunia, dan hanya menyandarkan hidup kepada Allah sebagai Wujud yang Maha Esa.
Para ahli hakikat dalam tradisi Syiah melihat tawakkal sebagai puncak penyerahan diri yang mendalam kepada Allah dan aspek penting dalam perjalanan spiritual untuk mengenal Allah (makrifat). Bagi mereka, tawakkal adalah hasil dari kesadaran yang tinggi tentang sifat-sifat Allah, khususnya sifat-Nya yang Maha Kuasa, Maha Bijaksana, dan Maha Penyayang. Berikut ini adalah pandangan beberapa ahli hakikat dalam Syiah mengenai konsep tawakkal:
1.Mulla Sadra (Sadr al-Din al-Shirazi)
Mulla Sadra, seorang filsuf besar Syiah dan ahli hakikat, dalam karyanya Asfar Arba’ah menafsirkan tawakkal sebagai tahap penyatuan kehendak manusia dengan kehendak Allah. Dalam pandangannya, tawakkal adalah kondisi di mana seorang mukmin tidak lagi merasa bahwa dirinya memiliki kekuasaan atau kehendak independen, melainkan meyakini bahwa setiap peristiwa dalam hidupnya adalah refleksi dari kehendak Ilahi. Tawakkal, bagi Mulla Sadra, bukan sekadar sikap pasrah, tetapi pengetahuan batin yang mendalam bahwa Allah adalah pengatur segala sesuatu dan hanya Dia yang layak diandalkan. Melalui tawakkal, seseorang mencapai ketenangan karena menyadari bahwa hidupnya sepenuhnya ada dalam lindungan Allah.
2.Sayyid Haydar Amuli
Sayyid Haydar Amuli, seorang ahli tasawuf Syiah, menekankan bahwa tawakkal adalah bagian dari perjalanan spiritual menuju hakikat tauhid. Dalam ajarannya, ia menjelaskan bahwa tawakkal adalah bentuk ibadah batin yang memungkinkan seseorang untuk melihat Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan. Bagi Amuli, seorang yang mencapai hakikat tawakkal akan terbebas dari ketergantungan pada dunia dan merasakan kebahagiaan karena menyerahkan segalanya kepada Allah. Ia menekankan bahwa tawakkal sejati berarti menerima ketetapan Ilahi dengan ridha, tanpa mempertanyakan atau berkeluh kesah, karena seorang hamba sejati menyadari bahwa Allah mengetahui apa yang terbaik baginya.
3.Allamah Thabathaba’i
Allamah Thabathaba’i dalam karya tafsirnya Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an menyampaikan bahwa tawakkal adalah pengakuan penuh atas keesaan Allah dalam urusan manusia. Ia menafsirkan tawakkal sebagai bentuk ikatan batin yang kuat kepada Allah, di mana seorang hamba mengakui bahwa setiap kebaikan atau ujian yang datang adalah dari Allah. Dalam tafsir ayat-ayat yang membahas tawakkal, seperti QS. At-Talaq: 3, Allamah Thabathaba’i menekankan bahwa tawakkal adalah sumber kekuatan batin yang membantu seorang mukmin menghadapi berbagai tantangan hidup dengan tenang. Ia menjelaskan bahwa tawakkal melatih seseorang untuk meninggalkan ego dan menggantungkan diri hanya pada Allah sebagai satu-satunya penolong.
4.Imam Khomeini
Imam Khomeini dalam buku Adab as-Salat membahas tawakkal sebagai puncak dari keimanan dan keyakinan kepada Allah. Baginya, tawakkal bukan berarti meninggalkan usaha, tetapi berarti mengarahkan hati sepenuhnya kepada Allah setelah berikhtiar. Ia menjelaskan bahwa tawakkal mengajarkan manusia untuk tidak terikat pada hasil duniawi, sehingga hati tetap tenang apa pun hasilnya. Dalam pandangan Imam Khomeini, tawakkal yang sempurna adalah ketika seseorang menyadari bahwa segala sesuatu, baik atau buruk, berasal dari Allah, dan bahwa apa pun yang diberikan oleh Allah adalah untuk kebaikan hamba-Nya. Ia menekankan bahwa tawakkal adalah salah satu bentuk kesempurnaan iman yang memberikan ketenangan jiwa dan keyakinan yang teguh kepada Allah.
5.Ayatullah Jawadi Amuli
Dalam tafsir dan ajaran tasawufnya, Ayatullah Jawadi Amuli melihat tawakkal sebagai tahapan penting dalam hubungan seorang hamba dengan Allah. Dalam Tafsir Tasnim, ia menjelaskan bahwa tawakkal adalah pengosongan hati dari segala ketergantungan selain kepada Allah, sebuah kondisi di mana seorang mukmin menyerahkan urusannya dengan penuh kepasrahan. Menurut Amuli, seseorang yang bertawakkal sepenuhnya kepada Allah tidak lagi gelisah atau takut akan kehilangan sesuatu, karena ia yakin bahwa segala kebutuhan hidupnya akan dicukupi oleh Allah. Baginya, tawakkal adalah bentuk kepercayaan penuh pada kasih sayang dan kebijaksanaan Allah.
6.Imam Ali Zainal Abidin as.
Imam Ali Zainal Abidin as. dalam Sahifah Sajjadiyah, kumpulan doa-doa beliau, menggambarkan tawakkal sebagai kondisi hati yang ridha terhadap apa pun yang Allah tetapkan. Dalam doa-doanya, beliau sering berdoa agar diberikan kekuatan untuk bertawakkal kepada Allah dalam segala keadaan dan meminta keteguhan hati untuk menerima segala keputusan-Nya. Tawakkal, bagi Imam Ali Zainal Abidin as., adalah bukti iman yang sejati dan sebuah bentuk cinta yang mendalam kepada Allah. Ia mengajarkan bahwa tawakkal membuat seseorang menerima segala ujian dengan ketenangan dan keyakinan penuh bahwa Allah adalah sebaik-baik pelindung.
Secara keseluruhan, para ahli hakikat dalam tradisi Syiah memandang tawakkal sebagai penyerahan hati yang utuh kepada Allah, yang bukan hanya sekadar pengetahuan atau kepercayaan, tetapi sebagai pengalaman batin yang mendalam. Bagi mereka, tawakkal adalah pengakuan sepenuhnya atas kedaulatan Allah dalam hidup seseorang, serta kesadaran bahwa setiap aspek kehidupan diatur oleh hikmah dan kasih sayang-Nya. Tawakkal dalam perspektif ini adalah sumber ketenangan, keyakinan, dan cinta yang menuntun seorang mukmin untuk hidup dalam keseimbangan antara ikhtiar dan penyerahan diri, dengan meyakini bahwa segala sesuatu dalam hidup adalah bagian dari rencana Allah yang sempurna.
Kisah inspiratif mengenai tawakkal dari sejarah Islam yang menggambarkan bagaimana tokoh-tokoh besar menghadapi ujian hidup dengan sepenuh hati berserah kepada Allah, menunjukkan kekuatan keimanan dan tawakkal mereka:
1. Kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Api Raja Namrud
Salah satu kisah tawakkal yang terkenal adalah kisah Nabi Ibrahim a.s. ketika dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namrud. Setelah Nabi Ibrahim berdakwah menyeru kaumnya untuk menyembah Allah dan meninggalkan berhala, Raja Namrud memerintahkan agar Nabi Ibrahim dihukum dengan dilemparkan ke dalam api yang sangat besar. Ketika para malaikat menawarkan bantuan untuk menyelamatkannya, Nabi Ibrahim menolak, mengatakan bahwa cukuplah Allah sebagai penolongnya. Dengan sepenuh hati ia bertawakkal kepada Allah. Atas kehendak Allah, api yang seharusnya membakar justru menjadi dingin dan aman bagi Nabi Ibrahim (QS. Al-Anbiya: 69). Kisah ini menunjukkan bahwa tawakkal yang sejati akan mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah, bahkan dalam keadaan yang paling berbahaya sekalipun.
2. Kisah Nabi Musa a.s. di Laut Merah
Ketika Nabi Musa a.s. membawa Bani Israel keluar dari Mesir untuk menghindari kekejaman Firaun, mereka sampai di tepi Laut Merah dan tidak dapat melarikan diri, sementara Firaun dan pasukannya semakin mendekat. Dalam situasi yang tampak tanpa harapan, sebagian pengikut Nabi Musa mulai merasa cemas dan putus asa. Namun, Nabi Musa dengan penuh kepercayaan berkata, “Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku” (QS. Ash-Shu’ara: 62). Kemudian Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut, dan laut pun terbelah, menciptakan jalan bagi Bani Israel untuk menyeberang dengan selamat. Kisah ini menunjukkan bagaimana tawakkal dan keyakinan penuh kepada Allah dapat membawa solusi yang tak terduga dan menyelamatkan dari situasi yang tampak mustahil.
3. Kisah Nabi Muhammad saw. di Gua Tsur
Saat peristiwa hijrah, ketika Nabi Muhammad saw. dan Abu Bakar ra. dikejar oleh kaum Quraisy yang ingin membunuh beliau, mereka bersembunyi di Gua Tsur. Pada saat itu, musuh sudah sangat dekat dan bahkan berada di depan gua. Abu Bakar merasa cemas, tetapi Nabi Muhammad saw. dengan tenang berkata, “Janganlah engkau bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. At-Taubah: 40). Dengan tawakkal penuh, beliau mempercayakan keselamatannya kepada Allah. Allah kemudian menutupi gua dengan sarang laba-laba dan sarang burung merpati, sehingga kaum Quraisy berpikir tidak ada yang masuk ke dalam gua tersebut. Kisah ini menunjukkan bahwa dengan tawakkal kepada Allah, perlindungan dan pertolongan-Nya akan datang bahkan dalam keadaan yang sangat genting.
4. Kisah Nabi Yusuf a.s. dan Fitnah serta Ujian Hidupnya
Nabi Yusuf a.s. adalah contoh lain dari tawakkal dalam menghadapi ujian hidup. Setelah difitnah oleh saudara-saudaranya dan dijual sebagai budak, Nabi Yusuf harus menghadapi berbagai ujian, termasuk fitnah dari istri majikannya yang menyebabkan ia dipenjara meskipun tidak bersalah. Namun, Nabi Yusuf tidak pernah kehilangan kepercayaannya kepada Allah. Ketika berada dalam penjara, ia tetap beribadah dan berdakwah kepada sesama tahanan. Akhirnya, Allah memberikan balasan atas tawakkal dan kesabarannya dengan menjadikannya sebagai penguasa Mesir. Dari kisah Nabi Yusuf, kita belajar bahwa tawakkal dan kesabaran dalam menghadapi fitnah serta ujian hidup pada akhirnya akan mendapatkan balasan yang baik dari Allah.
5. Kisah Maryam a.s. dalam Kelahiran Nabi Isa a.s.
Ketika Maryam a.s. hamil tanpa pernah disentuh oleh seorang pria pun, ia mengalami tekanan berat dan pengucilan dari masyarakat. Saat melahirkan Nabi Isa a.s., Maryam berada dalam kondisi sendirian di bawah pohon kurma tanpa bantuan siapa pun. Allah memerintahkan Maryam untuk bertawakkal kepada-Nya dan menggoyangkan pohon kurma untuk mendapatkan buah kurma segar sebagai makanan. Dengan penuh kepasrahan kepada Allah, Maryam menggoyangkan pohon tersebut, dan Allah menyediakan makanan serta air untuknya. Kisah Maryam menunjukkan bahwa tawakkal akan mendatangkan bantuan Allah bahkan dalam situasi paling sulit dan penuh cobaan.
6. Kisah Ummu Salamah setelah Kehilangan Suaminya
Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad saw., mengalami kesedihan mendalam ketika suaminya meninggal. Rasulullah saw. menyarankannya untuk membaca doa, “Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantilah dengan sesuatu yang lebih baik darinya.” Meskipun Ummu Salamah tidak bisa membayangkan siapa yang lebih baik dari suaminya, ia bertawakkal kepada Allah. Tak lama kemudian, Allah mengabulkan doanya, dan Rasulullah saw. sendiri melamarnya, menjadi pengganti suaminya. Kisah ini menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah, khususnya di masa-masa sulit, akan mendatangkan hikmah yang lebih baik yang mungkin tidak disangka-sangka.
7. Kisah Imam Ali a.s. dalam Pertempuran Khandaq
Dalam pertempuran Khandaq (Parit), pasukan Muslim berhadapan dengan seorang pejuang Quraisy yang tangguh bernama Amr bin Abd Wudd. Imam Ali a.s., yang masih muda, dengan penuh tawakkal kepada Allah, berani maju untuk melawannya. Meskipun menghadapi musuh yang jauh lebih berpengalaman dan kuat, Imam Ali a.s. bertawakkal sepenuhnya kepada Allah dan dengan keberanian luar biasa berhasil mengalahkan Amr. Kisah ini menggambarkan bagaimana tawakkal memberikan kekuatan dan keberanian dalam menghadapi musuh yang tampaknya mustahil untuk dikalahkan.
8. Kisah Imam Ja’far Shadiq a.s. dalam Menghadapi Kesulitan Hidup
Imam Ja’far Shadiq a.s., seorang Imam dalam tradisi Syiah, pernah diuji dengan kesulitan hidup dan cobaan yang sangat berat. Beliau pernah berkata bahwa seorang mukmin yang bertawakkal tidak akan merasa putus asa, meskipun ujian yang dihadapi sangat berat. Imam Ja’far Shadiq a.s. selalu menasihati para pengikutnya untuk bertawakkal kepada Allah dan tidak terikat pada urusan duniawi, karena dunia ini hanyalah sementara. Dalam kehidupan sehari-hari, ia menjadi teladan dalam tawakkal dengan selalu tenang dan berserah diri pada Allah dalam menghadapi berbagai ujian.
Kisah-kisah ini memberikan pelajaran penting bahwa tawakkal adalah sumber kekuatan batin yang luar biasa. Dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan melakukan usaha yang terbaik, seorang mukmin akan mendapatkan ketenangan, perlindungan, dan bantuan dari Allah di saat-saat yang paling sulit. Tawakkal mengajarkan kita bahwa di balik setiap ujian, ada rencana dan hikmah dari Allah yang mungkin tidak kita pahami, namun akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat bagi mereka yang benar-benar berserah diri.
Tentu, berikut adalah tiga kisah tambahan yang menginspirasi mengenai tawakkal kepada Allah:
9. Kisah Asiyah, Istri Firaun
Asiyah, istri Firaun, adalah salah satu wanita yang sangat beriman meskipun berada dalam lingkungan yang penuh dengan kekufuran. Firaun, suaminya, mengaku sebagai Tuhan dan menentang keras siapa pun yang beriman kepada Allah. Namun, Asiyah tetap teguh dengan keimanannya dan bertawakkal kepada Allah. Ketika Firaun mengetahui iman Asiyah kepada Allah, ia menyiksa dan mengancamnya dengan kematian. Dalam menghadapi penyiksaan tersebut, Asiyah tidak pernah ragu dan tetap berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Dia berdoa, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga…” (QS. At-Tahrim: 11). Dengan tawakkal yang kuat, Asiyah tetap teguh sampai akhir, dan Allah menjanjikan tempat yang istimewa baginya di surga sebagai balasan atas keteguhan imannya.
10. Kisah Nabi Ayub a.s. dalam Menjalani Ujian Penyakit
Nabi Ayub a.s. dikenal sebagai seorang nabi yang sangat sabar dan memiliki tawakkal yang kuat kepada Allah, bahkan ketika diuji dengan penyakit yang sangat parah. Nabi Ayub adalah orang yang kaya dan dihormati, tetapi Allah mengujinya dengan mengambil semua kekayaannya, anak-anaknya, dan kesehatannya. Dalam kondisi yang menyakitkan ini, banyak orang yang menjauhinya, dan ia hidup dalam penderitaan fisik yang lama. Namun, Nabi Ayub tidak pernah mengeluh atau menyalahkan takdir Allah. Dengan sabar dan penuh tawakkal, ia hanya berdoa kepada Allah dan tetap yakin bahwa Allah akan memberikannya yang terbaik. Setelah bertahun-tahun bersabar dan bertawakkal, Allah akhirnya menyembuhkannya, mengembalikan kekayaannya, serta memberinya anak-anak sebagai balasan atas kesabarannya. Kisah ini mengajarkan bahwa tawakkal dan kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup akan mendatangkan rahmat dan pertolongan dari Allah.
11. Kisah Ibunda Nabi Musa a.s. yang Menaruhnya di Sungai Nil
Saat Nabi Musa a.s. masih bayi, Firaun memerintahkan agar semua bayi laki-laki Bani Israel dibunuh. Ibunda Nabi Musa sangat khawatir akan keselamatan putranya. Namun, Allah mengilhaminya untuk menaruh bayi Musa di dalam peti dan melepaskannya di Sungai Nil. Meskipun ini adalah tindakan yang penuh risiko, ibunda Nabi Musa bertawakkal sepenuhnya kepada Allah dan percaya bahwa Allah akan melindungi putranya. Dengan pertolongan Allah, peti yang membawa bayi Musa hanyut hingga tiba di istana Firaun dan ditemukan oleh keluarga kerajaan. Firaun, yang berniat membunuh setiap bayi Bani Israel, justru membesarkan Musa sebagai putranya sendiri. Kisah ini menunjukkan bahwa tawakkal dapat membawa solusi yang tak terduga, bahkan dalam situasi yang tampaknya tanpa harapan. Tawakkal ibunda Musa akhirnya membawa Nabi Musa tumbuh di lingkungan yang aman untuk kelak menjadi nabi yang membebaskan kaumnya.
Kisah-kisah ini menambah bukti bahwa tawakkal adalah kunci yang mendatangkan keajaiban, solusi, dan bantuan Allah dalam berbagai situasi. Tawakkal memberi kita kekuatan untuk menghadapi ketidakpastian dengan tenang dan percaya penuh pada rencana terbaik yang Allah tetapkan.
Tawakkal, atau penyerahan diri kepada Allah setelah berusaha, memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah lima manfaat utama dari tawakkal:
1. Ketenangan dan Ketenangan Hati
Tawakkal memberikan rasa tenang dan damai dalam hati. Dengan berserah kepada Allah dan yakin bahwa Dia adalah sebaik-baik pelindung, seseorang tidak perlu merasa cemas atau khawatir tentang masa depan. Keyakinan ini membantu mengurangi stres dan kecemasan, menjadikan hidup lebih bahagia dan seimbang.
2. Meningkatkan Keberanian dan Keteguhan
Tawakkal membuat seseorang menjadi lebih berani dalam menghadapi tantangan dan cobaan hidup. Dengan keyakinan bahwa Allah selalu bersama mereka, seseorang akan lebih mudah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan, meskipun situasi tampak sulit atau berbahaya. Tawakkal memberikan kekuatan untuk tetap teguh dan tidak menyerah.
3. Mendapatkan Pertolongan dan Berkah dari Allah
Allah menjanjikan pertolongan kepada mereka yang bertawakkal kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa Dia akan memberikan jalan keluar bagi orang-orang yang bertawakkal dan memberikan rezeki dari arah yang tidak terduga. Tawakkal yang tulus akan menarik rahmat dan berkah dari Allah dalam bentuk petunjuk, perlindungan, dan bantuan dalam menghadapi berbagai kesulitan.
4. Mendorong Usaha dan Kerja Keras
Tawakkal tidak berarti menyerah pada usaha. Sebaliknya, tawakkal mendorong seseorang untuk berusaha dengan sebaik-baiknya sambil tetap menyerahkan hasilnya kepada Allah. Hal ini mengajarkan nilai kerja keras, disiplin, dan komitmen, sehingga seseorang akan terus berusaha untuk mencapai tujuannya, sambil yakin bahwa hasil akhir ada di tangan Allah.
5. Meningkatkan Iman dan Hubungan dengan Allah
Tawakkal adalah bentuk nyata dari iman kepada Allah. Dengan meningkatkan tawakkal, seseorang juga meningkatkan hubungan spiritualnya dengan Allah. Ketika seseorang merasa bahwa Allah adalah satu-satunya tempat bergantung, hal ini memperdalam rasa cinta dan kedekatan kepada-Nya. Tawakkal menjadikan seseorang lebih bersyukur, sabar, dan berfokus pada kebaikan dalam hidup.
Melalui tawakkal, kita belajar bahwa kehidupan ini adalah ujian yang harus dihadapi dengan sikap positif dan kepercayaan yang kuat kepada Allah. Dengan memahami dan menerapkan tawakkal, kita akan merasakan manfaatnya secara spiritual, emosional, dan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Doa tawakkal yang dapat dibaca untuk memperkuat rasa penyerahan diri kepada Allah dan memohon pertolongan-Nya:
1. Doa Penyerahan Diri kepada Allah (Tawakkal Umum)
“حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ”
“Hasbiyallāhu lā ilāha illā huwa, ‘alayhi tawakkaltu wa huwa rabbul-‘arshil-‘azhīm.”
“Cukuplah Allah bagiku; tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (QS. At-Taubah: 129)
2. Doa Tawakkal Saat Menghadapi Kesulitan
“اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ”
“Allāhumma rahmataka arjū, falā takilnī ilā nafsī tharfaẗa ‘aynin, wa aṣliḥ lī sha’nī kullahū, lā ilāha illā ant.”
“Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau biarkan aku mengandalkan diriku sendiri walaupun sekejap mata, dan perbaikilah seluruh urusanku. Tiada Tuhan selain Engkau.” (HR. Abu Dawud)
3. Doa Saat Merasa Takut atau Khawatir
“اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ”
“Allāhumma ikfinī biḥalālika ‘an ḥarāmika, wa aghninī bifaḍlika ‘amman siwāk.”
“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu dan jauhkan aku dari yang haram, serta berilah aku kekayaan dengan karunia-Mu, dan janganlah Engkau membuatku bergantung kepada selain-Mu.”
4. Doa Tawakkal untuk Memulai Aktivitas atau Usaha
“بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ”
“Bismillāh, tawakkaltu ‘alallāh, wa lā ḥawla wa lā quwwata illā billāh.”
“Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan selain dengan (pertolongan) Allah.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
5. Doa Nabi Musa Ketika Menghadapi Ujian Berat
“رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ”
“Rabbi innī limā anzalta ilayya min khayrin faqīr.”
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qasas: 24)
Doa-doa ini dapat dibaca ketika menghadapi kesulitan, kekhawatiran, atau ketika hendak memulai suatu usaha, untuk memperkuat tawakkal kepada Allah dan memohon perlindungan serta bimbingan-Nya dalam setiap langkah kehidupan.
Berikut adalah beberapa doa tawakkal dari Ahlul Bayt yang diajarkan oleh para Imam dari keturunan Nabi Muhammad saw. Doa-doa ini mencerminkan ketulusan dan kepasrahan mereka yang mendalam kepada Allah:
1. Doa Tawakkal dari Imam Ali Zainal Abidin a.s.
Dalam Sahifah Sajjadiyah, kumpulan doa-doa dari Imam Ali Zainal Abidin (cucu dari Nabi Muhammad saw.), terdapat doa yang mengajarkan penyerahan diri yang penuh kepada Allah:
“يَا مَنْ تَوَحَّدَ بِالْبَقَاءِ وَقَهَرَ عِبَادَهُ بِالْمَوْتِ… أَمَرْتَ بِالْحُرْصِ عَلَى الدُّنْيَا وَنَهَيْتَ عَنِ الزُّهْدِ فِي الْآخِرَةِ”
“Wahai Tuhan yang tetap abadi, dan yang menguasai hamba-Nya dengan kematian… Engkau memerintahkan kami agar berhati-hati di dunia dan menghindari sikap acuh terhadap akhirat.”
Doa ini mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, dengan menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini sementara dan akhirnya kembali kepada Allah.
2. Doa Imam Ali a.s. dalam Situasi Sulit
Imam Ali a.s., yang terkenal akan keberanian dan tawakkalnya, berdoa kepada Allah dalam situasi sulit dengan penyerahan diri penuh:
“إِلَهِي كَفَانِي عِزّاً أَنْ أَكُونَ لَكَ عَبْداً، وَكَفَانِي فَخْراً أَنْ تَكُونَ لِي رَبّاً”
“Tuhanku, cukup bagiku kemuliaan bahwa aku adalah hamba-Mu, dan cukup bagiku kebanggaan bahwa Engkau adalah Tuhanku.”
Doa ini menegaskan bahwa merasa bangga sebagai hamba Allah sudah cukup menjadi sumber ketenangan dan keyakinan. Ini mencerminkan sikap tawakkal Imam Ali bahwa segala urusan hidup diserahkan sepenuhnya kepada Allah.
3. Doa Imam Ja’far Shadiq a.s. untuk Menjaga Hati dan Pikiran
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengajarkan doa ini kepada para pengikutnya untuk menjaga hati dan pikiran agar selalu tawakkal kepada Allah:
“اللَّهُمَّ اجْعَلْ قَلْبِي مُتَوَكِّلًا عَلَيْكَ وَرَاضِيًا بِقَضَائِكَ وَقَانِعًا بِعَطَائِكَ”
“Ya Allah, jadikanlah hatiku bertawakkal kepada-Mu, ridha atas ketetapan-Mu, dan puas dengan pemberian-Mu.”
Doa ini menunjukkan ketulusan seorang hamba yang ingin menyerahkan hati dan pikiran sepenuhnya kepada kehendak Allah, menerima dengan ridha segala ketetapan-Nya.
4. Doa Imam Hasan al-Askari a.s. untuk Tawakkal dan Perlindungan
Dalam salah satu doanya, Imam Hasan al-Askari a.s. memohon tawakkal kepada Allah serta perlindungan dari kejahatan:
“يَا مَنْ بِيَدِهِ مَقَالِيدُ كُلِّ شَيْءٍ، أَسْتَعِيذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي وَتَوَكَّلْتُ عَلَيْكَ”
“Wahai yang di tangan-Nya tergenggam kunci segala sesuatu, aku memohon perlindungan-Mu dari keburukan diriku sendiri dan bertawakkal kepada-Mu.”
Doa ini menekankan bahwa hanya Allah yang memiliki kendali penuh atas segala hal, dan kita membutuhkan perlindungan-Nya dari segala keburukan, terutama dari diri sendiri.
5. Doa Imam Ali Zainal Abidin a.s. dalam Memohon Kesabaran dan Tawakkal
Dalam doanya yang lain, Imam Ali Zainal Abidin a.s. berdoa agar Allah memberikan kesabaran dan memperkuat tawakkal:
“اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ صَبْرَ الشَّاكِرِينَ لَكَ، وَعَزْمَ الْخَائِفِينَ مِنْكَ، وَيَقِينَ الْمُتَوَكِّلِينَ عَلَيْكَ”
“Ya Allah, aku memohon kesabaran dari orang-orang yang bersyukur kepada-Mu, tekad dari orang-orang yang takut kepada-Mu, dan keyakinan dari orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu.”
Doa ini mencakup permohonan akan kesabaran, keberanian, dan keyakinan yang mantap dalam tawakkal kepada Allah.
Doa-doa ini memberikan pelajaran berharga tentang tawakkal dari para Imam Ahlul Bayt yang menjadi panutan dalam menghadapi ujian hidup dengan penuh kepasrahan kepada Allah. Mereka mengajarkan bahwa tawakkal tidak hanya memberi ketenangan, tetapi juga menjadikan kita lebih dekat dengan Allah dan lebih kuat dalam menghadapi tantangan.
Comments (0)
There are no comments yet