Makna : Akhir Ayat; QS 11:88 ﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾ (Surah Hūd: 88)

Supa Athana - Entertainment
17 May 2025 10:49
Ikhlas menjadi kunci utama dalam setiap langkah dakwah dan reformasi.
Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Makna : Akhir Ayat; QS 11:88
﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ 
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ 
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
(Surah Hūd: 88)
1. Niat Ikhlas untuk Perbaikan
‎“إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ”
Maknanya: Aku tidak menginginkan apa pun selain mengupayakan perbaikan (islah).
→ Ikhlas menjadi kunci utama dalam setiap langkah dakwah dan reformasi.
2. Keterbatasan Daya Manusia
‎“مَا اسْتَطَعْتُ”
Maknanya: Perbaikan itu dilakukan sebatas kemampuan.
→ Kesadaran bahwa manusia hanya mampu berbuat sejauh daya dan ikhtiarnya.
3. Ketergantungan Mutlak pada Allah
‎“وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ”
Maknanya: Segala keberhasilan (taufiq) hanya datang dari Allah.
→ Tanpa izin dan pertolongan-Nya, tidak ada usaha yang berhasil.
4. Tauhid dalam Tawakkal
‎“عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ”
Maknanya: Kepada-Nya aku bersandar dan menggantungkan hasil.
→ Menunjukkan makna tauhid amali: hanya Allah tempat bergantung.
5. Kembali kepada Allah dalam Segala Hal
‎“وَإِلَيْهِ أُنِيبُ”
Maknanya: Dan hanya kepada-Nya aku kembali (ruju‘/taubat).
→ Ketaatan bukan hanya dalam amal luar, tapi juga kembalinya hati.
6. Dakwah Harus Dilandasi Perbaikan, Bukan Kepentingan
→ Nabi Syu‘aib menjelaskan bahwa misi dakwahnya bukan kekuasaan atau materi, melainkan pembenahan sosial dan spiritual.
7. Taufiq Tidak Bisa Dibeli atau Direkayasa
→ Taufiq adalah karunia ilahi yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya karena niat dan kesungguhan.
8. Perbaikan Harus Sesuai Kadar Kemampuan
→ Islam tidak menuntut hasil di luar kemampuan manusia, tapi menilai kesungguhan dan niatnya.
9. Inabah (kembali kepada Allah) adalah Jalan Para Nabi
→ Inabah adalah sikap spiritual yang menunjukkan hubungan batin yang dalam dengan Allah.
10. Hikmah Para Ahlul Bait dan Arifin: Mereka berkata: Barang siapa niatnya hanya untuk islah (perbaikan), maka Allah akan memperbaiki hatinya terlebih dahulu.” Islah luar harus dimulai dari islah batin.
 
Makna ayat ; إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ…
(QS Hūd: 88) berdasarkan konteks dan pendekatan Al-Qur’an :
1. Dakwah Harus Berdasarkan Tujuan Perbaikan (Islah)
‎﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ﴾; Dalam Al-Qur’an, para nabi diutus untuk memperbaiki kerusakan moral, sosial, dan akidah umat. (Lihat QS Al-A‘rāf: 85)
2. Niat dan Keikhlasan adalah Kunci; Allah sering menekankan pentingnya niat yang benar, bukan mencari keuntungan pribadi (QS Al-Insān: 9 - “Kami beri makan karena wajah Allah”).
3. Perubahan Harus Dimulai Sebatas Kemampuan
‎﴿مَا اسْتَطَعْتُ﴾ ; Sejalan dengan QS Al-Baqarah: 286: “Lā yukallifullāhu nafsan illā wus‘ahā” (Allah tidak membebani di luar kemampuan).
4. Segala Keberhasilan adalah dari Allah (Taufiq)
‎﴿وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ﴾ ;Sama maknanya dengan QS Al-Kahf: 24: “Kecuali jika Allah menghendaki”. Hidayah dan keberhasilan datang dari-Nya.
5. Tawakal adalah Syarat Keberhasilan dalam Misi Ilahi
‎﴿عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ﴾ ; QS Ali ‘Imrān: 159–160 menunjukkan bahwa tawakal kepada Allah akan menguatkan hati dan hasil perjuangan.
6. Inabah (Kembali kepada Allah) adalah Jalan Orang Beriman
‎﴿وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾ ; QS Az-Zumar: 54: “Kembalilah kepada Tuhanmu sebelum datang azab”. Inabah adalah sikap hati yang aktif kembali kepada Allah.
7. Perbaikan Bukan Sekadar Seruan, Tapi Tindakan Aktif
→ QS Al-Mā’idah: 2: “Tolong-menolonglah dalam kebaikan dan takwa” — menunjukkan pentingnya aksi kolektif islah.
8. Misi Para Nabi Selalu Menentang Kerusakan (Fasād) ;QS Al-Baqarah: 11–12: “Janganlah kamu membuat kerusakan di bumi”. Islah adalah kebalikan dari fasād, yang dibenci Allah.
9. Kegagalan Perbaikan Bukan Kegagalan Misi ; QS Ash-Shu‘arā: 217–220: Allah memerintahkan Nabi untuk terus berdakwah, meskipun hasilnya tidak langsung terlihat — karena keberhasilan hakiki adalah ketaatan dan usaha.
10. Allah Menegaskan: Orang yang Mengislah Akan Dibalas; 
QS Al-A‘rāf: 170: “Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengislah.” ; Juga QS An-Nisā: 114, bahwa pembicaraan rahasia pun tidak baik kecuali untuk sedekah, ma‘ruf, dan ishlāh.
 
Makna ayat ; إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ…
(QS Hūd: 88) berdasarkan hadis-hadis Nabi (saw):
1. Niat Perbaikan Harus Ikhlas
Hadis Nabi (saw): إنما الأعمال بالنيات
وإنما لكل امرئ مانوى»
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”
→ Sejalan dengan “إن أريد إلا الإصلاح” – niat islah harus murni karena Allah.
2. Perubahan Harus Dimulai dari Diri Sendiri; Imam Ali (as):
«مَن نَصَبَ نَفْسَهُ لِلنّاسِ إماماً، 
فَليَبدأْ بِتَعليمِ نَفْسِه»
“Barang siapa menjadikan dirinya pemimpin bagi manusia, hendaknya ia mulai dengan memperbaiki dirinya.” Islah sosial harus dimulai dari islah personal.
3. Keberhasilan (Taufiq) Datang dari Allah; Imam Ja‘far al-Shadiq (as):ما من عبدٍ إلا وله مَلَكٌ يأخذ بناصيته، فإذا تواضع لله رفعه، وإذا تكبر قصمه الله، وما توفيق إلا بالله» Taufiq adalah bentuk rahmat ilahi untuk orang yang rendah hati dan tunduk kepada-Nya.
4. Tawakal adalah Kekuatan Orang Beriman; Nabi (saw):
‎«لو توكلتم على الله حق توكله، 
‎لرزقكم كما يرزق الطير»
“Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki seperti burung…”
5. Inabah adalah Tanda Kembali kepada Allah; Nabi (saw):
‎«طُوبَى لِمَنْ أَخْلَصَ لِلَّهِ إِنَابَتَهُ»
“Berbahagialah orang yang mengikhlaskan inabahnya kepada Allah.”
6. Islah adalah Tujuan Utama Dakwah ; Nabi (saw):
‎«إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق»
→ Tujuan risalah adalah perbaikan akhlak manusia secara menyeluruh.
7. Orang yang Mengislah Dicintai Allah; Imam Ali (as):
‎«أَفْضَلُ النَّاسِ مَنْ أَصْلَحَ بَيْنَ النَّاسِ»
“Manusia terbaik adalah yang memperbaiki hubungan di antara manusia.”
8. Orang yang Mengislah akan Diberi Cahaya di Hari Kiamat
Nabi (saw): كلُّ سُلامى من الناس عليه صدقة… وتُصلِحُ بينَ اثنينِ صدقة»
→ Islah dianggap sebagai bentuk sedekah dan amal kebaikan yang bercahaya di akhirat.
9. Orang yang Menginginkan Dunia dan Jabatan Tidak Akan Dapat Taufiq; Imam Ja‘far al-Shadiq (as):
«من أراد بعمله الناس وكل إلى الناس، 
ومن أراد الله كان الله له»
→ Yang mencari pujian manusia akan kehilangan taufiq.
10. Allah Membalas Setiap Usaha Islah, Meski Tak Dihargai Manusia
Nabi (saw): من أصلح ما بينه وبين الله، أصلح الله ما بينه وبين الناس»
“Barang siapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan perbaiki urusannya dengan manusia.”
 
Makna ayat ; إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ 
مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ 
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾ (QS Hūd: 88) menurut hadis-hadis Ahlul Bayt (as) — baik dari segi makna lahiriah maupun batiniah:
1. Islah (perbaikan) adalah tujuan utama risalah para imam
Imam Ali (as):
إنّما أنا رجل منكم، 
إلا أنّي آمرُكم بطاعة الله، 
وأنهاكم عن معصيته، 
وأعينُكم على الإصلاح ما استطعت»
→ Beliau menyatakan dirinya sebagai pelayan umat dalam upaya perbaikan, bukan penguasa yang mencari keuntungan. Sejalan dengan QS Hūd: 88.
2. Setiap amal harus diniatkan untuk islah, bukan riya’
Imam Ja‘far al-Shadiq (as):
‎«ما من عبدٍ إلا ونيته خيرٌ من عمله»
→ Niat untuk islah lebih berharga daripada amal tanpa keikhlasan. Maka islah harus menjadi tujuan batin dari amal.
3. Taufiq adalah cahaya yang ditanam Allah dalam hati
Imam Musa al-Kazim (as):
«التوفيقُ من الله نورٌ يُلقيه في قلب العبد، يعرف به الخير فيتبعه، 
ويعرف الشر فيجتنبه»
→ Taufiq bukan sekadar bantuan lahir, tapi ilham batin untuk membedakan jalan yang benar dan salah.
4. Tawakal adalah ketenangan jiwa seorang arif; Imam Ali (as):
‎«التوكلُ على الله نجاةٌ من كل سوء»
→ Seseorang yang bergantung penuh kepada Allah akan diselamatkan dari kesia-siaan dan kebingungan dalam usaha islah.
5. Inabah adalah kunci rahasia pengampunan dan penyempurnaan amal
Imam Zainal Abidin (as):
‎«اللهم ارزقني إنابة المخلصين»
→ Dalam doa beliau, inabah bukan sekadar kembali, tapi kembali dengan penuh cinta dan kesadaran batin.
6. Imam adalah puncak dari gerakan islah umat
Imam al-Baqir (as): إنّما الإمامُ قَيمٌ 
‎على الناس، يَصلُحُ ما فسدَ منهم»
→ Imam diutus untuk melakukan ishlāh pada segala bentuk kerusakan umat, baik lahir maupun batin.
7. Orang yang mengislah dijaga dari fitnah dan api neraka
Imam Ja‘far al-Shadiq (as):
‎«من أصلحَ بينَ اثنين كتب الله له بكل كلمة يكلّم بها ملكًا يسبّح له إلى يوم القيامة»
→ Islah sesama manusia memiliki pahala yang kekal dan spiritual.
8. Orang yang mengaku ingin islah tapi tamak pada dunia adalah pendusta ; Imam Ali (as):
‎«كم من مريدٍ للإصلاح مفسدٌ!»
→ Tidak semua yang mengaku melakukan perbaikan benar-benar ikhlas — ada yang merusak atas nama islah.
9. Islah dimulai dari memperbaiki batin (nafs); Imam Ali (as):
‎«مَن أصلحَ سريرتهُ أصلح الله علانيته»
→ Seseorang yang memperbaiki hatinya, maka Allah akan memperbaiki lahiriahnya.
10. Kebesaran seseorang bukan pada hasil, tapi pada ketergantungan kepada Allah dalam usaha islah; Imam Ali (as):
‎«كن لما لا ترجُو أرجى منك لما ترجُو؛ 
‎فإنّ موسى ذهب يقتبسُ نارًا فرجع نبيًّا»
→ Kadang, hasil islah datang dari arah tak disangka, selama kita menggantungkan semua pada Allah.
 
Makna ayat;  
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ 
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ 
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
(QS Hūd: 88) menurut para mufasir klasik dan kontemporer, khususnya dari kalangan Ahlul Bayt (Syiah) dan ulama besar tafsir:
1. Tujuan Nabi Syuaib adalah perbaikan total masyarakat
Tafsīr al-Mīzān (Allāmah Ṭabāṭabā’ī): Makna “الإصلاح” mencakup perbaikan keyakinan, moral, dan sistem ekonomi. Beliau menafsirkan islah bukan sekadar individual, tapi mencakup tatanan sosial umat.
2. Islah adalah tugas universal para nabi; Tafsīr al-Tibyān (al-Ṭūsī):
Semua nabi menyeru kepada tauhid dan perbaikan (islah), serta menolak kerusakan (fasād). Ini adalah ciri misi kerasulan sejati.
‎3. “مَا اسْتَطَعْتُ” menunjukkan batas tanggung jawab syar‘i
Tafsīr Majma‘ al-Bayān (al-Ṭabrisī):
Maknanya: Nabi Syuaib menyatakan bahwa ia berusaha sekuat tenaga sesuai kemampuannya — menunjukkan prinsip taklīf hanya pada yang sanggup (dalam syariat dan akal).
4. Taufiq adalah sinkronisasi antara kehendak manusia dan iradah Allah; Tafsīr al-Mīzān:
Taufiq bukan hanya bantuan lahiriah, tapi harmoni antara ikhtiar manusia dan izin Allah. Tanpa taufiq, usaha manusia tak berbuah.
5. Tawakal bukan pasif, tapi keteguhan dalam bergerak
Tafsīr Nūr al-Thaqalayn (Hadis Ahlul Bayt): Tawakal dalam ayat ini adalah setelah usaha maksimal. Nabi Syuaib mengajarkan bahwa perbaikan harus dengan usaha dan pasrah total pada hasilnya.
6. Inabah adalah kembali secara ruhani dan akhlaki; Tafsīr al-Ṣāfī (al-Faydh al-Kāshānī):
“Inabah” adalah bentuk rujuk batin yang tinggi, bukan sekadar tobat lahir. Ia menyebutnya sebagai maqam ruhani orang arif.
7. Islah tidak tergantung diterima atau ditolak masyarakat
Tafsīr al-Amthal (al-Ṭabārsī kontemporer): Yang penting adalah kejujuran dalam misi islah, meskipun masyarakat menolak. Ini menegaskan bahwa nabi dan pejuang kebenaran tidak terikat oleh hasil duniawi.
8. Ayat ini menjadi pedoman da‘i dan pemimpin umat
Tafsīr Namūnah (al-Makārim al-Shirāzī): Ayat ini adalah “manifesto akhlak seorang pemimpin rabbānī”. Pemimpin sejati bukan pengejar jabatan, tapi pengabdi dalam perbaikan umat.
9. Islah bersumber dari hati yang ikhlas ; Tafsīr Rawh al-Ma‘ānī (al-Ālūsī): Ia menekankan bahwa islah tidak bisa lahir dari niat duniawi. Hanya hati yang bersih dari ambisi dan ria yang mampu menciptakan islah sejati.
10. Ayat ini cerminan adab seorang nabi terhadap umatnya 
Al-Ṭabāṭabā’ī (al-Mīzān): Ayat ini menampilkan kerendahan hati dan adab Nabi Syuaib — beliau menyampaikan dakwahnya bukan dengan paksaan, tapi penuh kelembutan, hujjah, dan tawakal.
 
Makna ayat QS Hūd: 88
‎﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
menurut mufasir Syiah, khususnya dari tafsir-tafsir utama seperti al-Mīzān, Majma‘ al-Bayān, al-Ṣāfī, dan Tafsīr Namūnah:
1. Islah mencakup perbaikan lahir dan batin umat;(Tafsīr al-Mīzān – Allāmah Ṭabāṭabā’ī): Allāmah menafsirkan al-islāḥ sebagai penyelarasan tatanan sosial dan spiritual sesuai kehendak Allah. Bukan hanya memperbaiki ekonomi atau hukum, tapi juga akhlak, niat, dan ibadah masyarakat.
2. Ikhlas dalam niat islah adalah kunci utama diterimanya amal
(Tafsīr al-Ṣāfī – al-Faydh al-Kāshānī): Ia menjelaskan bahwa kalimat “إن أريد إلا الإصلاح” menunjukkan ikhlas mutlak — bahwa misi seorang nabi bukan untuk keuntungan duniawi, tapi untuk Allah semata.
3. Taufiq adalah gabungan kehendak hamba dengan iradah Allah:(al-Mīzān): Taufiq menurut Allāmah adalah “ittihād bayna irādat al-‘abd wa irādat Allāh” – kehendak manusia yang selaras dengan kehendak Tuhan. Tanpa taufiq, usaha islah tidak akan berhasil.
‎4. “ما استطعت” menunjukkan kesadaran nabi akan keterbatasan dirinya;(Majma‘ al-Bayān – al-Ṭabrisī): Menekankan bahwa para nabi tidak mengklaim bisa menyelamatkan umat sendirian. Mereka hanya menyampaikan dengan kemampuan maksimal, sisanya diserahkan kepada Allah.
5. Tawakal adalah penyerahan jiwa kepada hikmah Allah;(Tafsīr Namūnah – al-Makārim al-Shirāzī):
Menjelaskan bahwa ‘tawakal’ bukanlah pasrah tanpa usaha, tapi bersandar penuh pada hikmah Allah setelah menyempurnakan semua ikhtiar.
6. Inabah adalah maqam ruhani yang lebih tinggi dari sekadar tobat
(Tafsīr al-Ṣāfī):”Inabah” dalam ayat ini bukan sekadar penyesalan, tapi rujū‘ ma‘a al-ḥubb – kembali kepada Allah dengan cinta dan kerinduan. Itu adalah sifat para arifin.
7. Ayat ini adalah adab berdakwah: tidak memaksakan, hanya mengarahkan; (al-Mīzān):
Nabi Syuaib menunjukkan bahwa seorang dai sejati tidak pernah merasa dirinya lebih tinggi dari umat. Ia hanya menasihati, dan menyerahkan hasil kepada Allah.
8. Islah tidak terbatas pada kondisi umat tertentu; (Tafsīr Namūnah):
Ayat ini bersifat universal dan bisa dijadikan prinsip oleh siapa pun yang ingin melakukan perbaikan, selama niatnya murni dan strateginya hikmah.
9. Islah adalah tugas setiap pemimpin, bukan sekadar para nabi; (al-Makārim al-Shirāzī):
Ayat ini dijadikan sebagai manifesto akhlak seorang pemimpin ilahi. Ia mengingatkan bahwa siapa pun yang memimpin masyarakat harus menjadikan islah sebagai niat dasar.
10. Keterkaitan tiga maqam: islah – tawakal – inabah; (al-Mīzān & al-Ṣāfī): Ketiga unsur dalam ayat ini menunjukkan jalan spiritual lengkap:
•Islah → usaha lahir.
•Tawakal → berserah batin.
•Inabah → rindu dan kembali ke asal (Allah).
 
Makna batin dan hakikat dari ayat mulia: إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ 
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ 
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾ QS Hūd: 88)
menurut ahli makrifat dan hakikat dari kalangan arifin;
1. Islah adalah penyelarasan batin manusia dengan cahaya fitrah
Ahli makrifat menafsirkan “islah” bukan sekadar memperbaiki lahiriah, tapi menyelaraskan batin (qalb) agar sejajar dengan nur Allah yang telah ditiupkan ke dalam ruh.
‎2. “ما استطعت” adalah pengakuan fana hamba dalam tajalli qudrah Allah ; Seorang arif seperti Ibn ‘Arabi atau al-Kāshānī menafsirkan ini sebagai fana dalam kehendak Allah. Bahwa hamba tak memiliki daya kecuali yang Allah izinkan tampak darinya.
3. Taufiq adalah jamal Allah yang memancar melalui kehendakNya dalam hati orang shalih
Dalam Irfan, tawfiq bukan sekadar keberhasilan, tetapi nur rabbānī yang menerangi jalan batin seorang salik agar selamat dari keinginan nafsu dan tipu daya amal.
4. Tawakal adalah lebur kehendak pribadi dalam kehendak Ilahi (taslim mutlak) ; Bagi kaum arifin, tawakal bukan hanya sikap mental, tetapi maqām spiritual, di mana salik tidak lagi mengandalkan kekuatan dirinya, hanya menyaksikan perbuatan Allah semata.
5. Inabah adalah al-rujū‘ ilā al-asl (kembali ke asal cahaya ruh)
Dalam pandangan ahli hakikat seperti Imam Khomeini dan ‘Allāmah Ṭabāṭabā’ī (yang juga seorang arif), inabah adalah gerakan ruh dari keterikatan duniawi menuju sumber nurani – Allah.
6. Islah sejati dimulai dari tazkiyah al-nafs; Para arif menyatakan bahwa tak mungkin seseorang bisa mengislah orang lain kecuali telah menyucikan nafs-nya. Maka ayat ini juga adalah seruan ke dalam (bāṭin), bukan hanya keluar (zāhir).
7. Kalimah ini adalah suara batin para awliya yang tersembunyi dalam amal-amal mereka
Menurut Sayyid Ḥaydar Amulī, para wali Allah tidak pernah menampakkan amal mereka. Kalimat ini adalah rahasia dari niat batin para wali yang tak pernah tampak dalam kata-kata biasa.
8. Ayat ini adalah lisan tauhid amal dan fana kehendak
Ahli makrifat menafsirkan seluruh kalimat ini sebagai bentuk tauhid af‘ālī — bahwa semua perbuatan hanya berjalan dalam wujud karena Allah-lah yang mentaufiqkan.
9. Perjalanan ruhani terdiri dari tiga maqam dalam ayat ini: amal (islah), fana (tawakal), baqa (inabah)
•Islah → usaha syar‘i.
•Tawakal → kehancuran ego.
•Inabah → kembali kepada sumber wujud.
Ini adalah perjalanan ruhani menuju Allah, dari khalq menuju ḥaqq.
10. Kalimat ini adalah dzikir batin para wali ketika beramal, bukan untuk orang awam; Dalam teks Irfaniyah seperti “Miṣbāḥ al-Shāri‘ah”, dijelaskan bahwa kalimat ini adalah niyāhah sirriyyah – ratapan rahasia seorang wali yang sedang memperbaiki umat tapi tahu bahwa hanya Allah yang mampu menggerakkan hati manusia.
 
Makna batin dan hakikat ayat QS Hūd: 88; إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ 
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ 
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
menurut ahli hakikat Syiah, khususnya dari tradisi irfan (tasawuf falsafi dan akhlaki Syiah):
1. Islah adalah tajalli nur Allah dalam alam batin hamba; Menurut Allamah Thabathaba’i dan Sayyid Haidar Amuli, islah yang sejati bukan sekadar perbaikan sosial, tetapi manifestasi nur Ilahi yang menghidupkan hati manusia dan menyeimbangkan zahir-batin.
‎2. “ما استطعت” adalah pengakuan ‘ubudiyyah dan fana irādah
Ahli hakikat seperti Imam Khomeini mengajarkan bahwa pengakuan “semampuku” adalah bentuk kehinaan jiwa (tadhallul) di hadapan Allah: hamba tidak mampu islah kecuali dengan izin-Nya. Ini maqam fana al-irādah (lebur kehendak).
3. Taufiq adalah bentuk kehadiran Ilahi dalam jiwa yang musyahadah
Menurut arif Syiah, taufiq adalah bantuan Ilahi yang tidak terlihat, namun dirasakan oleh qalb yang suci. Ia adalah pancaran jamal dan jalal Allah dalam langkah hamba-Nya.
4. Tawakkul adalah taslim batin dan ketenangan ruhani
Imam Khomeini menyebut tawakal sebagai “maqam penyerahan batin dalam kesadaran tauhid.” Bukan diam, tapi bergerak dalam keikhlasan sempurna bahwa segala akibat adalah milik-Nya.
5. Inabah adalah maqam rujū‘ ilā al-ḥaqq (kembali ke asal nurani)
Sayyid Haidar Amuli menyebut inabah sebagai langkah awal sulūk yang sejati — rujukan batin kepada Allah setelah fana dari dunia. Ini permulaan jalan hakikat.
6. Ayat ini adalah ucapan orang yang telah lebur dalam cahaya tauhid amal; Para arif Syiah memaknai ucapan Nabi Syu‘aib ini sebagai kalam yang muncul dari seorang yang telah lebur dalam tauhid af‘ālī — meyakini bahwa semua amal hakikatnya adalah milik Allah.
7. Islah bukan hanya dakwah lahiriah, tetapi penyucian nafs dari kegelapan; Menurut tradisi arifin seperti dalam Misbah al-Shari’ah, islah sejati adalah memerangi nafsu sendiri, karena tidak mungkin seseorang mengubah orang lain sebelum menyinari batinnya.
8. Kalimat ini adalah dzikir maqam arifin yang menyaksikan amal bukan dari dirinya
Ahli hakikat menyebut ayat ini sebagai dzikr al-fuqara’ — dzikir batin orang-orang yang telah menyaksikan bahwa setiap perbaikan datangnya dari Allah, bukan dari ego atau metode.
9. Tiga maqam ruhani dalam satu ayat:
•Islah = maqam amal syar‘i
•Tawakal = maqam fana
•Inabah = maqam baqa dan cinta
Ini menunjukkan perjalanan ruhani yang sempurna dari syariat ke hakikat.
10. Ayat ini adalah suara para wali yang menyembunyikan maqam mereka; Para wali dari Ahlul Bayt dan pewaris ruhani mereka, seperti Imam Ali (as), sering menyembunyikan kedudukan mereka dengan kalimat seperti ini: seolah mereka biasa, padahal batin mereka dipenuhi nur islah rabbani.
 
Kisah dan cerita yang menggambarkan makna batin dari ayat:         إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ 
وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ 
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾QS Hūd: 88) 
‏ menurut para ahli hakikat Syiah, 
‏dalam nuansa suluk, makrifat, dan islah batin:
1. Imam Ali (as) dan pengemis Yahudi yang dibela ; Ketika seorang Yahudi buta ditelantarkan oleh kaum Muslim, Imam Ali memerintahkan agar ia dipelihara dari baitul mal. Ketika ditanya kenapa, beliau menjawab, “Ia dahulu bekerja untuk Islam saat sehat, apakah kini kalian tinggalkan dia dalam lemah?”
Makna: Islah bukan soal akidah orang lain, tapi menyambung rahmat Allah dalam tindakan.
2. Imam Hasan (as) dan anak kecil yang makan dengan anjing
Seorang anak terlihat memberi makan rotinya kepada anjing. Ketika ditanya kenapa, ia menjawab, “Aku malu makan sendiri sedang ia lapar.” Imam Hasan menangis dan membeli kebun tempat anak itu tinggal, lalu memerdekakan si anak.
Makna: Islah batin muncul dari nur yang bersinar dalam hati yang jernih.
3. Imam Sajjad (as) dan pembunuh ayahnya ; Seorang penjaga tawanan dari Karbala mengenalnya dan mencaci Bani Hasyim. Imam Sajjad hanya menjawab dengan lembut dan memberinya air. Penjaga itu menangis dan masuk Islam.
Makna: Islah tidak dilakukan dengan kekuatan, tapi dengan kasih sayang dan tawfiq dari Allah.
4. Sayyidah Zainab (as) dan khutbah di Kufah; Dalam kondisi sebagai tawanan, beliau berdiri dan menyampaikan khutbah yang menghidupkan nur kebenaran di hati orang Kufah. Padahal beliau dalam kesedihan dan luka. Makna: Islah adalah pancaran dari hati yang kembali pada Allah, bukan dari kekuatan duniawi.
5. Hurr ibn Yazid – dari tentara ke pecinta; Hurr adalah salah satu pemimpin pasukan Yazid, tapi ketika ia melihat nur dalam wajah Husain (as), ia menyerah dan berkata, “Aku lebih memilih neraka bersama Husain daripada surga bersama Yazid.” Makna: Islah sejati datang setelah inabah (kembali) yang tulus kepada Allah.
6. Seorang arif menolak uang raja
Dikisahkan seorang raja menawarkan uang kepada seorang arif Syiah. Ia menolaknya dengan lembut, dan berkata, “Jika engkau memberi karena Allah, Allah akan memberiku tanpa perantara. Jika karena dirimu, aku tak memerlukannya.” Makna: Islah diri adalah dengan membersihkan hati dari ketergantungan selain Allah.
7. Muqanna’ – si sufi yang menolak tampil; Seorang salik Syiah menyembunyikan semua kebaikannya. Ketika ditanya mengapa tak tampil di hadapan orang, ia berkata, “Amalku belum tentu dari Allah, bagaimana aku berani menampakkannya?” Makna: Islah bukan memperbaiki tampilan orang lain, tapi menyucikan cermin batin diri sendiri.
8. Seorang tukang roti dan Imam al-Kazhim (as); Tukang roti miskin selalu memuji Allah sambil membuat roti. Imam al-Kazhim mendatanginya dan memberinya kabar: “Karena zikirmu, Allah mengangkat derajatmu. Jangan tinggalkan dzikirmu.” Makna: Islah bisa dilakukan bahkan oleh orang biasa, jika hatinya penuh inabah.
9. Salik yang mencuci kaki ibunya
Seorang murid tarekat terlihat setiap hari mencuci kaki ibunya. Ketika ditanya gurunya kenapa, ia menjawab: “Aku ingin menapaki maqam islah dari rumah.” Makna: Islah sejati dimulai dari adab dan kasih, bukan dari mimbar dan suara keras.
10. Seorang alim yang menangisi ketidaktahuannya; Seorang ulama besar berkata di akhir hayatnya, “Semua ilmuku tak bisa memperbaiki satu jiwa pun, jika bukan karena Allah. Maka hari ini aku kembali kepada-Nya dengan malu.”
Makna: Islah adalah hasil tawfiq, bukan hasil ilmu semata. Maka inabah adalah pintu utamanya.
 
Manfaat dari mengamalkan ayat:
‎﴿إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾
(QS Hūd: 88), menurut ahli hakikat Syiah, beserta doa pendek (munajat) yang sesuai dengan maknanya:
1. Menyucikan niat dalam segala perbuatan (ikhlas)
اللهم اجعل إصلاحي خالصًا لوجهك، 
لا رياء فيه ولا سمعة.
“Ya Allah, jadikanlah setiap perbaikanku murni untuk-Mu, tanpa riya dan pamrih.”
2. Menghilangkan rasa sombong dalam amal
إلهي، ما استطعتُ إلا بضعفي، 
وما قدرتُ إلا بتوفيقك
“Wahai Tuhanku, tiadalah aku mampu kecuali karena kelemahanku, dan tiadalah aku kuasa kecuali karena taufiq-Mu.”
3. Mendapatkan taufiq untuk kebaikan
اللهم ارزقني توفيق الطاعة، 
وبُعد المعصية، وحُسن النية.
“Ya Allah, limpahkan aku taufiq untuk taat, jauh dari maksiat, dan baik dalam niat.”
4. Menguatkan semangat memperbaiki diri dan sekitar
ربِّ اجعلني من المصلحين في الأرض، واهدني إلى سبيل النور.
“Ya Rabb, jadikanlah aku termasuk orang yang memperbaiki di bumi, dan tunjukilah aku jalan cahaya.”
5. Menanamkan tawakal sejati dalam jiwa
عليك توكلتُ يا كريم، 
فارزقني يقينًا لا يتزعزع.
“Kepada-Mu aku bertawakal, wahai Yang Maha Pemurah, maka karuniakanlah aku keyakinan yang tak tergoyahkan.”
6. Menumbuhkan rasa rendah hati di hadapan Allah
يا رب، لا حول لي ولا قوة إلا بك، 
فكن لي معينًا في كل حال.
“Wahai Tuhanku, tiada daya dan upaya bagiku kecuali dengan-Mu, maka jadilah Penolongku dalam segala keadaan.”
7. Menjadi pribadi yang membawa perbaikan dan kedamaian
اللهم اجعلني مفتاحًا للخير، 
مغلاقًا للشر، لسانًا للحق.
“Ya Allah, jadikan aku kunci bagi kebaikan, penutup bagi keburukan, dan lisan bagi kebenaran.”
8. Meningkatkan kesadaran akan kelemahan diri
إني عبدك الضعيف، لا أريد إلا وجهك، فسدِّد خطاي.
“Aku hanyalah hamba-Mu yang lemah, aku tidak menginginkan kecuali wajah-Mu, maka arahkanlah langkahku.”
9. Menumbuhkan sikap kembali (inabah) yang terus-menerus
وإليك أُنيب يا رحيم، فاقبلني بعين رضاك، واهدني إليك.
“Kepada-Mu aku kembali, wahai Maha Penyayang, maka terimalah aku dengan pandangan ridha-Mu, dan bimbing aku menuju-Mu.”
10. Menggapai maqam ruhani islah, tawakal, dan inabah
اللهم اجعلني من أهل التوكل 
والإنابة والإصلاح، واحشرني مع الصالحين.
“Ya Allah, jadikan aku termasuk golongan orang yang bertawakal, kembali kepada-Mu, dan memperbaiki diri, serta kumpulkan aku bersama orang-orang saleh.”
 
Munajat Para Pencapai Makrifat 
 
 Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. 
Ya Allah, limpahkanlah sholawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad. 
 
Tuhanku, kelu lidah, untuk mencapai pujian-Mu yang layak dengan keagungan- Mu. Lesu akal untuk menyerap hakikat keindahan-Mu. Letih pandangan untuk menatap kebesaran wajah-Mu. Tidak Kau berikan pada segenap makhluk jalan untuk mencapai makrifat-Mu selain makrifat yang lemah.
 
Tuhanku, jadikan kami di antara mereka yang tertanam dalam hatinya yang seluruh kalbunya dirasuki gelora cinta-Mu. Mereka berlindung pada sarang tafakkur, mereka merumput pada padang taqorrub dan mukasyafah (dengan usaha dapat melihat karunia-Mu dengan mata hati). Mereka mereguk pancaran mata air mahabbah dengan gelas mulathofah, (merasakan nikmatnya bercinta pada Allah) mereka menempuh jalan-jalan kesucian.
 
Tirai telah tersingkap dari bashiroh (matahati) mereka, kegelapan syak telah tersingkir dari aqidah mereka. Sudah hilang guncangan keraguan dari kalbu dan nurani mereka karena kebenaran makrifat. 
 
Lega dada mereka menjulang himmah (keinginan) mereka untuk meraih kebahagiaan dalam kesederhanaan, lezat minumannya dalam istana mu’amalah. Indah nuraninya dalam majlis kerinduan. Sejuk hatinya dalam tempat ketakutan. Tenteram jiwanya saat kembali ke Robbul Arbâb, yakin arwahnya untuk meraih bahagia dan keberhasilan. 
 
Bahagia hatinya dalam memandang kekasihnya, tetaplah keteguhannya dalam mencapai cita dan dambanya. Beruntung dagangannya dalam menjual dunia untuk akhiratnya.
Tuhanku, Alangkah lezatnya getar ilham dalam hati karena mengingat-Mu. Alangkah manisnya perjalanan menuju-Mu, dalam jalan-jalan kegaiban karena kenangan pada-Mu. Betapa sedapnya rasa cinta-Mu. Betapa nikmatnya minuman qurbah-Mu. 
 
Jangan Engkau campakkan dan jangan Engkau jauhi kami. Jadikan kami yang paling istimewa, di antara pengenal-Mu, yang paling saleh di antara hamba-Mu, yang paling tulus di antara orang yang mentaati- Mu, yang paling ikhlas dalam mengabdi-Mu. Wahai Yang Maha besar. Wahai Yang Mahaagung. Wahai Yang Maha Pemurah Wahai Penberi rahmat dan karunia Wahai Yang Paling Pengasih dari segala yang mengasihi, Ya Arhamar Rôhimîn. 

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment