Makna “Maling Teriak Maling” (Bagian Terakhir)

Supa Athana - Entertainment
10 April 2025 10:42
Tuduhan lahir bukan Karena orang lain salah, tapi karena batin tak sanggup menerima cermin.

“Maling teriak maling” menurut hakikat, adalah nafs yang belum takluk, ego yang belum fana, dan cahaya yang belum diizinkan masuk ke ruang jiwanya.”

Makna “maling teriak maling” menurut ahli hakikat Syiah—yakni para arif billah dari jalur Ahlul Bayt yang mencapai maqam ma‘rifah dan menyaksikan batin kebenaran melalui cahaya taufiq, tajalli, dan fana’ fillah.

Ungkapan ini—dalam dunia hakikat—bukan sekadar sindiran sosial, tapi fenomena ruhani yang berakar pada dominasi nafs, ego, dan hijab batin. Berikut adalah makna-makna mendalamnya menurut para ahli hakikat Syiah:

  1. Cermin Nafsu yang Tak Tersucikan (Imam Khomeini, qs)

              “Selama nafs belum takluk, ia akan menampakkan dosanya dalam bentuk orang lain. Ia melihat dirinya sebagai korban, dan yang lain sebagai pelaku.”

— Misbah al-Hidayah

Makna hakikat:

“Maling teriak maling” adalah tanda bahwa seseorang belum fana dari egonya. Ia masih hidup dalam dunia bayangan dan terhalang dari tajalli kebenaran.

  1. Penolakan terhadap Nur Penyingkap (Allamah Thabathaba’i, qs)

              “Hati yang takut dibuka akan melawan cahaya. Maka ia akan mencari kesalahan di luar, agar tak perlu melihat dalam.”

— al-Mīzān, bagian isyari nafs

Makna hakikat:

Orang yang menuduh untuk menutupi dosa sedang menolak tajalli Allah dalam dirinya, karena cahaya Allah membuka bukan hanya yang tampak, tapi yang tersembunyi.

  1. Tajalli Dosa dalam Wujud Lain (Sayyid Haidar Amuli, qs)

              “Kerap kali seseorang melihat keburukan pada orang lain, padahal itu adalah pancaran batinnya yang sedang ditampakkan Allah untuk disadari.”

— Tafsir Muhith al-A‘zham

Makna hakikat:

Tuduhan itu mungkin bukan kezaliman eksternal, tapi proyeksi internal yang Allah tampakkan agar ia sadar. Namun jika ia menolak, maka ia menjadi zalim terhadap cermin kebenaran.

  1. Hijab Ego dan Fitnah Kebaikan Palsu (Syekh Rajab Ali Khayyat)

              “Orang yang belum mengalahkan dirinya akan memakai kebaikan lahir untuk menutupi kegelapan batin. Maka ia lebih berbahaya dari pendosa terbuka.”

Makna hakikat:

“Maling teriak maling” terjadi saat kebaikan palsu dipakai untuk menyerang, bukan untuk menyembuhkan. Ini adalah hijab akbar dalam suluk ruhani.

  1. Syirik Tersembunyi dalam Penilaian (Imam Ja‘far al-Shadiq as)

              “Siapa yang menyucikan dirinya atas orang lain, maka dia telah mempersekutukan Allah dalam penilaian.”

— Misykat al-Anwar, bab batin

Makna hakikat:

Menuduh sambil menyucikan diri sendiri adalah bentuk pengakuan batin bahwa ‘aku-lah kebenaran’, dan itu adalah syirik khafi.

  1. Penjaga Ego yang Menyerang Nur (Syekh Bahai)

              “Orang yang menyerang karena takut dibuka, telah menjadikan dirinya musuh cahaya.”

Makna hakikat:

Ia bukan hanya berbuat zalim pada manusia, tapi pada cahaya Allah yang sedang datang menyucikannya. Ia menutup diri dengan senjata tuduhan.

  1. Takut Tajalli, Maka Menuduh (Hasan Zadeh Amuli)

              “Tajalli cahaya membuat nafs ketakutan. Maka ia akan membungkam cermin, bukan membersihkan wajah.”

Makna hakikat:

Daripada bertobat, nafs memilih menyerang yang membongkar. Maka teriakannya bukan karena benar, tapi karena takut terbuka.

معنی ضرب المثل " تخم مرغ دزد شترمرغ دزد می شود " - دانشچی

Kesimpulan Ahli Hakikat Syiah:

              “Maling teriak maling adalah jeritan nafs yang belum tersucikan, yang menolak tajalli Ilahi dan membalik cahaya jadi fitnah. Ia adalah perang terakhir ego sebelum ia mati dalam fana’.”

  1. “Maling” itu Nafsu, dan “Teriak” itu Tipu Daya

Imam Ali (as) bersabda:

              “Nafsu adalah pencuri yang paling lihai. Ia mencuri amalanmu dan memberimu rasa puas diri.”

— Ghurar al-Hikam

Makna hakikat:

Dalam batin, nafs mencuri cahaya amal lalu menjerit paling keras agar tak terlihat bahwa ia pelakunya. Maka “teriakan” adalah topeng tipu daya, bukan tanda kebenaran.

  1. Refleksi Qalb yang Belum Tersingkap

Sayyid Ibn Thawus dalam kitab Iqbal al-A‘mal menulis:

              “Orang yang melihat aib pada selain dirinya, belum disingkap hijab qalb-nya.”

Makna hakikat:

Ia menuduh orang lain karena belum mengenal makna batin dosa: bahwa semua kesalahan makhluk hanyalah refleksi cahaya yang terhalangi. Maka tuduhannya adalah bentuk ghaflah batin.

  1. Menggigit Cermin, Bukan Membersihkan Wajah

Dikutip dari perumpamaan irfani oleh Syekh Mahmud Shabistari (meski dari tradisi awal, ia mempengaruhi irfan Syiah):

              “Orang jahil menggigit cermin karena wajahnya tampak buruk di dalamnya.”

Makna hakikat:

“Maling teriak maling” dalam hakikat adalah perlawanan terhadap cermin tajalli. Ia melihat dosa—tapi bukan untuk disucikan, melainkan untuk dilawan. Maka ia hancurkan cerminnya.

  1. Tanda ‘Istidraj’ Ruhani

Allamah Tabataba’i menyebut:

              “Sebagian orang Allah biarkan dalam ilusi kesucian. Itu istidraj—kenikmatan yang memperdaya.”

— Tafsir al-Mizan

Makna hakikat:

Ia merasakan diri benar, karena merasa mampu menilai. Tapi sebenarnya ia dibiarkan makin dalam dalam kesombongan ruhani. Maka tuduhannya bukan dakwah—tapi penyesatan.

  1. Dinding Hijab dari Cahaya Iblisiyah

Syekh Rajab Ali Khayyat berkata:

              “Iblis tak takut pada ibadah, tapi takut kalau kau ikhlas. Maka ia akan meniupkan fitnah agar kau merasa paling bersih.”

Makna hakikat:

Iblis membisikkan teriakan palsu—agar kau merasa menang melawan orang lain, padahal sedang kalah dari cermin dirimu sendiri.

  1. Hukum Balik Cermin: Dosa yang Mengintai

Dalam suluk ruhani, para arif berkata:

              “Apa yang kamu tuduh pada orang lain tanpa ilmu, akan dibalikkan padamu di hadapan Haqq.”

Makna hakikat:

Teriakan palsu akan menjadi saksi dosa di Hari Kasyf, karena itu bukan suara kebenaran, tapi pantulan batinmu sendiri.

Kesimpulan Ahli Hakikat Syiah:

              “Teriakan terhadap dosa orang lain adalah gema dosa sendiri yang belum diproses. Siapa yang menuduh sebelum menyucikan diri, sedang menampar wajahnya di balik cermin nur.”

Cerita dan kisah yang menggambarkan makna batin dari ungkapan “maling teriak maling” menurut perspektif hakikat dan makrifat Syiah. Setiap kisah menyingkap satu sisi ego manusia yang menutupi aib dengan cara menyerang cermin kebenaran.

  1. Iblis Menuduh Adam Durhaka

Saat Iblis enggan sujud pada Adam, ia berkata: “Aku lebih baik dari dia.”

Namun setelah diusir, ia berkata:

“Karena Engkau menyesatkanku, aku akan menyesatkan mereka semua.”(QS. Al-A’raf: 12-16)

Makna:

Iblis menolak mengakui kesalahannya, malah menuduh Adam sebagai penyebab. Inilah “maling teriak maling” pertama dalam sejarah makhluk.

  1. Orang Munafik Zaman Nabi Menuduh Nabi Berbohong

Dalam sejarah, Abdullah bin Ubay menuduh Nabi sebagai penyebab kekacauan. Padahal dialah yang menebar fitnah.

Makna:

Orang munafik berteriak paling keras soal keadilan dan iman, padahal merekalah sumber racun. Ego menyamar dalam topeng keadilan.

  1. Saudaranya Nabi Yusuf Menuduh Yusuf Pencuri

Ketika Yusuf menahan saudara mereka (Bunyamin), mereka berkata:

              “Kalau dia mencuri, sungguh saudaranya dahulu juga mencuri.”(QS. Yusuf: 77)

Padahal mereka sendiri yang dulu melempar Yusuf ke sumur.

Makna:

Mereka menuduh Yusuf untuk menutupi kejahatan masa lalu mereka. Mereka maling, tapi justru menuduh Yusuf.

  1. Orang yang Merusak Masjid, Lalu Menuduh Pengurusnya

Dalam kisah para wali, ada seorang yang diam-diam mencoret dinding masjid. Ketika pengurus masjid protes, ia malah berteriak:

              “Lihat! Ini gara-gara kalian tidak jaga kebersihan!”

Makna:

Pelaku merasa aman karena berteriak paling awal dan paling keras. Tapi hatinya tahu, ia berteriak untuk mengubur kebenaran.

  1. Kisah Sufi yang Menangis karena “Dosa Orang Lain”

Seorang murid menangis tersedu-sedu dan berkata:

              “Saya menangis karena orang-orang banyak yang munafik.”

Sang guru berkata:

“Kau bukan menangis karena mereka. Kau menangis karena dirimu kau lihat di dalam mereka.”

Makna:

Yang dituduh hanyalah cermin dari jiwanya sendiri. Ia sebenarnya takut mengakui bahwa yang ia benci adalah dirinya.

  1. Orang Kaya yang Menuduh Orang Miskin Tamak

Dalam kisah hikmah, seorang kaya menuduh fakir yang datang minta sedekah sebagai “pemalas dan tamak.”

Namun setelah wafat, ruhnya ditanya:”Kenapa kau tidak bersyukur atas nikmat?”

Ia menjawab: “Karena aku sibuk menghina orang lain.”

Baca juga:
Presiden Iran Ebrahim Raisi Tewas Dalam Kecelakaan Helikopter, Pemimpin dan Tokoh Dunia Nyatakan Berduka

Makna:

Yang merasa “paling berhak” biasanya menyimpan ketamakan terselubung, lalu menuduh orang lain mencerminkan kelemahan yang ia miliki.

  1. Kisah Ulama Zahiri yang Menuduh Ahli Makrifat Sesat

Ada seorang ahli fiqih yang selalu mencaci para sufi dan arif billah. Ia berkata:”Mereka jauh dari sunnah!”

Namun suatu malam ia bermimpi ditanya:

“Apakah kau tahu isi hati mereka? Atau hanya isi buku?”

Ia menangis:

              “Aku hanya menuduh karena aku iri akan kedekatan mereka pada Tuhan.”

  1. Kisah Lelaki yang Menuduh Istrinya Selingkuh karena Ia Sendiri Berzina

Dalam kisah moral klasik, seorang lelaki sangat keras menuduh istrinya tidak setia, padahal ia sendiri diam-diam berzina. Ketika ia wafat, ruhnya dihukum bukan hanya karena perzinahan, tapi karena fitnah terhadap cermin hidupnya.

Makna:

Rasa bersalah yang tidak tersalurkan menjadi tuduhan untuk membungkam nurani.

  1. Kisah Syeikh yang Dituduh Sesat oleh Muridnya Sendiri

Satu murid sufi tidak tahan disingkap aibnya oleh gurunya. Ia lalu keluar dan berkata:

              “Syeikh itu menyimpang dari jalan!”

Beberapa tahun kemudian, ia kembali dan menangis:

              “Aku hanya lari dari kebenaran yang beliau tunjukkan.”

  1. Kisah Cermin dalam Jalan Makrifat

Seorang arif bermimpi ia melihat wajah yang buruk dalam cermin. Ia menghancurkan cermin itu. Dalam mimpinya, terdengar suara:

              “Engkau membenci pantulan, bukan wajahmu.”

Ia pun bangun dan bertobat.

Makna:

Tuduhan lahir bukan karena orang lain salah, tapi karena batin tak sanggup menerima cermin.

              “Terkadang teriakan paling keras tentang dosa orang lain adalah bisikan paling lirih dari dosa diri yang belum selesai.”

— Arif billah Syiah

Manfaat spiritual memahami makna “maling teriak maling” menurut ahli hakikat Syiah, beserta doa-doa pendek yang selaras untuk menyucikan diri dari penyakit tersebut:

Manfaat Makrifat “Maling Teriak Maling”

  1. Membuka hijab batin

              Menyadari bahwa tuduhan palsu sering berasal dari ego sendiri membuka pintu tajalli (penyingkapan).

  1. Melatih kejujuran terhadap diri sendiri

              Kita belajar untuk tidak memproyeksikan kesalahan kepada orang lain, melainkan berani mengakui kekurangan dalam diri.

  1. Membersihkan nafs dari riya dan ujub

              Ego yang menyerang orang lain adalah cermin ujub (bangga diri). Makrifat ini menghancurkannya.

  1. Menjadi lebih pemaaf dan penuh rahmat

              Karena melihat bahwa kejahatan orang lain mungkin pantulan dirimu, maka hatimu menjadi lebih welas asih.

  1. Mencegah dosa ghibah dan fitnah

              Kesadaran batin ini membuat lidah lebih terjaga, dan hati lebih khusyuk.

  1. Mendekatkan kepada maqam tawadhu dan fana’

              Merasa diri tidak lebih baik dari siapa pun adalah langkah awal fana’ dalam Allah.

Doa-doa Pendek untuk Menyucikan Diri dari Nafsu Menuduh:

  1. Doa Permohonan Penyingkapan Aib Diri

‎اللَّهُمَّ أَرِنِي قُبْحَ نَفْسِي، وَلَا تَجْعَلْنِي مِرْآةً لِعُيُوبِ غَيْرِي

              “Ya Allah, perlihatkan padaku keburukan diriku, dan jangan jadikan aku cermin bagi aib orang lain.”

  1. Doa Penjagaan Lisan dan Niat

‎اللَّهُمَّ احْفَظْ لِسَانِي مِنَ الزُّورِ، وَنِيَّتِي مِنَ الرِّيَاءِ

              “Ya Allah, jagalah lisanku dari dusta dan niatku dari riya.”

  1. Doa dari Imam Zainal Abidin (as) dalam Sahifah Sajjadiyyah

‎اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي أَشَدَّ النَّاسِ تَوَاضُعًا لَكَ، وَأَقْلَّهُمْ اسْتِعْلَاءً عَلَى عِبَادِكَ

              “Ya Allah, jadikan aku orang yang paling tawadhu kepada-Mu, dan paling sedikit merasa lebih tinggi dari hamba-hamba-Mu.”

(Sahifah Sajjadiyyah, Doa ke-20)

  1. Dzikir Batin: “هُوَ ظَالِمِي قَبْلَ أَنْ أَكُونَ قَاضِيًا”

              “Ia (nafs) menzalimiku sebelum aku menjadi hakim atas siapa pun.”

Ulangi dalam hati saat ingin menilai orang lain — agar ruhani kembali ke kesadaran asal.

  1. Munajat Suci Pembersih Diri

‎اَللّٰهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِمَّا لَا يُرْضِيكَ، وَهَبْ لِي نَفْسًا تَخْشَاكَ وَلَا تَفْتَرِي

              “Ya Allah, sucikan hatiku dari yang tidak Engkau ridai, dan karuniakan aku nafs yang takut pada-Mu, bukan menuduh sesama.”

  1. Mematahkan ilusi kesucian diri

              Banyak orang merasa “lebih benar” justru karena belum dibukakan hakikat dirinya. Makrifat ini menghancurkan tabir ujub batin.

  1. Meningkatkan muraqabah (kesadaran terus-menerus pada Allah)

              Dengan sadar bahwa dosa orang lain bisa jadi cerminan dosamu, maka kau terus melihat ke dalam — bukan keluar.

  1. Menghadirkan khusyuk dan khauf dalam ibadah

              Ibadah menjadi lebih tulus karena kita sadar, kita bukan lebih suci dari orang yang kita nilai.

  1. Menundukkan ego penghakiman (hubb al-manzilah)

              Nafsu suka menghakimi agar tampak mulia. Makrifat ini mengubur ambisi untuk tampil suci di mata manusia.

  1. Menumbuhkan cinta sejati kepada makhluk karena Allah

              Saat melihat kekurangan orang lain sebagai ladang rahmat dan ujian bagi kita, kita belajar mencintai tanpa syarat.

  1. Membuka pintu tobat yang tulus

              Menyadari bahwa kita sering “berteriak untuk menutupi” menjadikan tobat kita lebih jujur dan dalam.

  1. Mendekatkan pada Nur Muhammad dan wali-wali Allah

              Karena Nur mereka tidak menuduh, tapi membimbing. Semakin kita menyingkirkan kecenderungan menuduh, semakin dekat kita dengan jalur wilāyah.

  1. Doa Penolak Hasad dan Penilaian Negatif

‎اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ كُلِّ نَظْرَةِ اسْتِصْغَارٍ لِعِبَادِكَ

              “Ya Allah, sucikan aku dari setiap pandangan merendahkan pada hamba-hamba-Mu.”

  1. Dzikir Penunduk Ego

‎لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي

              “Tiada Tuhan selain Engkau, aku telah menzalimi diriku sendiri.”

(QS. Al-Anbiya: 87 – Dzikir Nabi Yunus)

  1. Doa Permohonan Cermin Diri, Bukan Penilaian Orang

‎اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي أَبْصَرَ بِذُنُوبِي مِنِّي بِذُنُوبِ غَيْرِي

              “Ya Allah, jadikan aku lebih sadar akan dosaku daripada dosa orang lain.”

  1. Dzikir Syahdu Hati

‎رَبِّ أَرِنِي قُبْحَ كِبْرِي وَجَمَالَ تَوَاضُعِكَ

              “Tuhanku, perlihatkan padaku buruknya kesombonganku dan indahnya kerendahan-Mu.”

  1. Doa Imam Ali Zainal Abidin (as) dalam Doa Makarim al-Akhlaq:

‎وَلَا تُطْلِعْنِي عَلَى عُيُوبِ النَّاسِ كَأَنِّي رَبُّهُمْ

              “Jangan Engkau perlihatkan aib manusia padaku seakan-akan aku adalah Tuhan mereka.”

  1. Munajat Penjaga Lisan dan Dada

‎اللَّهُمَّ اجْعَلْ لِسَانِي صَامِتًا عَنِ الْفِتْنَةِ، وَقَلْبِي غَافِلًا عَنِ الظُّنُونِ

              “Ya Allah, jadikan lidahku diam dari fitnah, dan hatiku lalai dari prasangka buruk.”

  1. Doa Nurani dari Arifin

‎اَللّٰهُمَّ طَهِّرْنِي مِنْ زَيْنَةِ الظَّاهِرِ وَقُبْحِ الْبَاطِنِ

              “Ya Allah, bersihkan aku dari keindahan lahir yang menipu dan keburukan batin yang tersembunyi.”

Munajat Orang Yang Bertobat

Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang.

Ya Allah, limpahkanlah sholawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad.

Tuhanku, kesalahan telah menutupku dengan pakaian kehinaan, perpisahan dari-Mu telah membungkusku dengan jubah kerendahan. Besarnya dosaku telah mematikan hatiku. hidupkan daku dengan ampunan- Mu, wahai Cita dan dambaku. Wahai ingin dan harapku. 

Demi Keagungan-Mu, tidak  kudapatkan pengampunan dosaku selain-Mu. Tidak kulihat penyembuh lukaku selain-Mu.

Daku pasrah berserah pada-Mu, daku tunduk bersimpuh pada-Mu. Jika Kau usir daku dari pintu-Mu, kepada siapa lagi daku bernaung. Jika Kau tolak daku dari sisi-Mu, kepada siapa lagi daku berlindung. 

Celaka sudah diriku, lantaran aib dan celaku, malang benar daku karena kejelekan dan kejahatanku.

Daku bermohon pada-Mu, wahai pengampun dosa yang besar, wahai Penyembuh Tulang yang patah. Anugerahkan padaku penghancur dosa, tutuplah untukku pembongkar cela 

Jangan lewatkan aku - di hari kiamat dari sejuknya ampunan dan maghfirah-Mu, jangan tinggal- kan daku dari indahnya maaf dan penghapusan-Mu. 

Ilahi, naungi dosa-dosaku dengan awan rahmat-Mu. curahi cela-celaku dengan hujan kasih-Mu.

Ilahi, kepada siapa lagi hamba yang lari kecuali pada mawla-Nya, adakah selain Dia yang melindunginya dari murka-Nya. 

Ilahi, sekiranya sesal atas dosa itu taubat, sungguh, demi keagungan-Mu, daku ini orang yang menyesal.

Sekiranya istighfar itu penghapus dosa, sungguh, kepada-Mu daku ini beristighfar, terserah pada-Mu jua (Kecamlah daku sampai Kau ridho). 

Ilahi, dengan kodrat-Mu ampuni daku.

Dengan kasih-Mu maafkan daku. Dengan ilmu-Mu sayangi daku. 

Ilahi, Engkaulah yang membuka pintu menuju maaf-Mu, - kepada hamba-hamba-Mu, Kau namai itu taubat Engkau berfirman: "Bertaubatlah taubat nashuha!", Apa alangan orang yang lalai memasuki pintu itu - setelah terbuka. 

Ilahi, jika jelek dosa dari hamba-Mu, baikkanlah maaf dari sisi-Mu. Ilahi, daku bukan yang pertama membantah-Mu dan Kaumaafkan dan menolak nikmat-Mu tetap Kaukasihi. 

Wahai yang menjawab pengaduan orang yang berduka. Wahai pelepas derita. Wahai penabur karunia. Wahai Yang Maha Mengetahui rahasia. Wahai Yang Paling Indah dalam menutup cela. 

Daku memohon pertolongan, dengan karunia dan kebaikan-Mu.

Daku bertawasul, dengan kemuliaan dan kasih-Mu. Perkenankan doaku jangan kecewakan harapanku, terimalah taubatku, hapuskan kesalahanku dengan karunia dan rahmat-Mu. Wahai Yang Terkasih dari segala yang mengasihi.

*Penulis adalah Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengmalan Al-Qur'an


Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment