Kolom: Makna قَضَاءٍ وَقَدَرٍ (qadha wa qadar)

Supa Athana - Tekno & Sains
11 December 2024 15:01
Qadha wa Qadar menunjukkan kebijaksanaan Allah dalam menetapkan segala sesuatu dengan penuh ilmu, kekuasaan, dan keadilan.
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
              Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
 
Berikut makna terkait istilah قَضَاءٍ وَقَدَرٍ (qadha wa qadar), yang sering merujuk pada takdir dan ketetapan Allah dalam ajaran Islam:
1.Ketentuan Ilahi
•Qadha adalah ketentuan Allah yang bersifat pasti, telah ditentukan sejak azali, dan tidak dapat diubah.
•Qadar adalah rincian dan perwujudan ketentuan tersebut dalam realitas kehidupan.
2.Keputusan Allah yang Mutlak
•Qadha berarti keputusan Allah yang telah ditetapkan, sedangkan Qadar adalah pelaksanaan keputusan itu di dunia nyata.
3.Ilmu Allah yang Meliputi Segalanya
•Allah mengetahui segala sesuatu sebelum ia terjadi (qadar) dan menetapkannya dalam takdir (qadha).
4.Hubungan Sebab dan Akibat
•Qadar mencakup sebab-sebab yang diciptakan Allah, sedangkan Qadha adalah akibat atau hasil yang terjadi sesuai kehendak Allah.
5.Perencanaan dan Pelaksanaan
•Qadha dapat dimaknai sebagai perencanaan Allah yang sempurna, sementara Qadar adalah pelaksanaan perencanaan tersebut di dunia.
6.Takdir Baik dan Buruk
•Qadha dan Qadar mencakup semua aspek kehidupan, baik yang dianggap baik (khair) maupun buruk (syar), yang semuanya berada dalam hikmah Allah.
7.Kehendak dan Kekuasaan Allah
•Qadha menunjukkan kehendak Allah yang tak terbantahkan, dan Qadar menunjukkan bagaimana kekuasaan-Nya diwujudkan.
8.Penetapan Waktu dan Tempat
•Qadar adalah pengaturan waktu dan tempat tertentu bagi kejadian, sedangkan Qadha adalah keputusan Allah untuk menentukan kapan dan di mana hal itu terjadi.
9.Ujian dan Kehidupan Manusia
•Qadha dan Qadar merupakan bagian dari ujian kehidupan manusia, yang harus dihadapi dengan sabar dan tawakal.
10.Persetujuan dan Penulisan di Lauhul Mahfuz
 
•Qadha adalah apa yang telah Allah tetapkan di Lauhul Mahfuz, sementara Qadar adalah realisasi apa yang tertulis di dalamnya.
 
Kesimpulannya, Qadha wa Qadar menunjukkan kebijaksanaan Allah dalam menetapkan segala sesuatu dengan penuh ilmu, kekuasaan, dan keadilan.
 
Dalam Al-Qur’an, istilah قَضَاءٍ وَقَدَرٍ (qadha wa qadar) tidak disebut secara eksplisit sebagai frase gabungan, tetapi konsep keduanya sering dijelaskan melalui berbagai ayat yang menggambarkan ketetapan dan takdir Allah. Berikut adalah penjelasan makna قَضَاءٍ وَقَدَرٍ menurut Al-Qur’an:
 
1. Qadha: Ketetapan Ilahi yang Pasti
 
Qadha merujuk pada keputusan Allah yang final dan pasti. Beberapa ayat yang menjelaskan konsep ini:
•Allah Menetapkan Segala Sesuatu:
“Apabila Allah menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu.”
(QS. Yasin: 82)
•Ketetapan Allah Tidak Bisa Dielakkan: “Apabila keputusan (qadha) Kami datang, Kami selamatkan mereka.”
(QS. Hud: 40)
 
2. Qadar: Takdir dan Pengaturan Rinci
 
Qadar adalah ketentuan Allah yang tertulis di Lauh Mahfuz, termasuk detail pelaksanaan dan waktunya:
•Takdir Sudah Ditentukan Sebelum Kejadian: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (qadar).”
(QS. Al-Qamar: 49)
•Segala Sesuatu Ada Waktunya:
“Dan segala sesuatu di sisi-Nya ada ukurannya.” (QS. Ar-Ra’d: 8)
 
3. Qadha dan Qadar sebagai Ketentuan Allah
 
Keduanya menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi sesuai kehendak Allah:
•Allah Mengatur Hidup dan Mati: “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian menentukan ajal (hidupmu), dan ajal yang telah ditentukan di sisi-Nya.”
(QS. Al-An’am: 2)
•Tidak Ada yang Terjadi Tanpa Izin Allah:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa beriman kepada Allah, Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.”
(QS. At-Taghabun: 11)
 
4. Hikmah Qadha dan Qadar
•Ujian untuk Kehidupan Manusia: “Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)
•Manusia Tidak Berdaya Melawan Ketetapan Allah:
“Tidak ada seorang pun yang dapat menolak ketetapan-Nya.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
 
5. Pengaturan Qadha dan Qadar di Lauhul Mahfuz
•Semua Ditulis dalam Kitab:
“Tiada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab.”
(QS. Al-An’am: 38)
“Dan Kami telah mencatat segala sesuatu dalam Kitab Induk.”
(QS. Yasin: 12)
 
Kesimpulan; Qadha dan Qadar adalah dua aspek ketetapan Allah:
1.Qadha adalah keputusan Allah yang bersifat pasti dan tidak berubah.
2.Qadar adalah detail dan proses pelaksanaan ketetapan tersebut sesuai dengan hikmah Allah.
 
Keduanya menegaskan bahwa segala sesuatu di alam semesta berjalan berdasarkan kehendak dan ketentuan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an.
 
Berikut tambahan 5 makna قَضَاءٍ وَقَدَرٍ (qadha wa qadar) menurut Al-Qur’an:
 
6. Allah yang Maha Berkuasa atas Ketentuan Segala Sesuatu
 
Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta berada dalam kendali Allah.
•“Dan Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; di antara kamu ada yang dipanjangkan umurnya (hingga lanjut usia), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang dahulunya telah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
(QS. An-Nahl: 70)
 
7. Semua Ketentuan Allah Adil dan Bijaksana
 
Qadha dan Qadar Allah berdasarkan hikmah dan keadilan-Nya.
•“Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.” “QS. Al-Kahfi: 49)
•“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
 
8. Tidak Ada yang Terlambat atau Tercepat dari Ketentuan Allah
 
Setiap peristiwa terjadi sesuai dengan waktu yang ditentukan-Nya.
•“Tidak akan datang kepada mereka suatu azab melainkan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.” (QS. Yunus: 49)
•“Tidak satu pun makhluk melata di bumi melainkan rezekinya telah dijamin oleh Allah, dan Dia mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam Kitab yang nyata.”
(QS. Hud: 6)
 
9. Manusia Diberi Kehendak, tetapi Tetap dalam Ketentuan Allah
 
Walaupun manusia diberi kebebasan memilih, perbuatan mereka tetap dalam batasan takdir Allah.
•“Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir.’” (QS. Al-Kahfi: 29)
•“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. At-Takwir: 29)
 
10. Semua Perbuatan Manusia Akan Dipertanggungjawabkan
 
Ketetapan Allah tidak menghilangkan tanggung jawab manusia atas perbuatannya.
•“Dan setiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) di lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang akan dijumpainya dalam keadaan terbuka. ‘Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.’”
(QS. Al-Isra’: 13-14)
 
Kesimpulan Tambahan; Ketetapan Allah dalam qadha dan qadar:
•Tidak ada sesuatu pun yang melampaui kehendak-Nya.
•Allah Maha Adil dalam menentukan takdir.
•Manusia memiliki kebebasan terbatas, tetapi semua tetap dalam rencana Allah.
•Segala sesuatu terjadi pada waktu yang telah ditetapkan dengan penuh hikmah.
•Semua perbuatan manusia akan diperhitungkan dan diberi ganjaran sesuai dengan ketetapan Allah.
 
Berikut 10 makna قَضَاءٍ وَقَدَرٍ (qadha wa qadar) berdasarkan hadis-hadis Rasulullah ﷺ:
 
1. Takdir Baik dan Buruk Datang dari Allah
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Berimanlah kepada takdir, yang baik maupun yang buruk, karena semua itu datang dari Allah.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Makna: Qadha wa qadar mencakup segala sesuatu yang baik atau buruk menurut pandangan manusia, namun semuanya adalah bagian dari kehendak dan hikmah Allah.
 
2. Semua Telah Ditulis di Lauhul Mahfuz
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah telah menuliskan takdir semua makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.”
(HR. Muslim)
Makna: Qadha wa qadar menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Allah dalam kitab Lauhul Mahfuz jauh sebelum alam semesta diciptakan.
 
3. Takdir Tidak Menghilangkan Ikhtiar Manusia
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bersemangatlah terhadap hal yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah. Jika sesuatu menimpamu, janganlah berkata: ‘Seandainya aku melakukan ini, pasti akan terjadi begini,’ tetapi katakanlah: ‘Qadarullah wa ma sya’a fa’ala (Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi).’” (HR. Muslim)
Makna: Qadha wa qadar tidak menghapuskan kewajiban manusia untuk berusaha dan bertawakal kepada Allah.
 
4. Keyakinan kepada Takdir adalah Bagian dari Iman
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seseorang dikatakan beriman sehingga ia beriman kepada takdir, yang baik dan buruk, serta mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak akan meleset darinya, dan apa yang meleset darinya tidak akan menimpanya.”
(HR. Tirmidzi)
Makna: Beriman kepada qadha wa qadar adalah salah satu rukun iman yang harus diyakini setiap Muslim.
 
5. Allah Tidak Membebani di Luar Kemampuan
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah tidak akan membebani seseorang di luar kemampuannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Ketetapan Allah (qadha) selalu sesuai dengan kemampuan manusia dan tidak akan menzalimi hamba-Nya.
 
6. Takdir Bisa Diubah dengan Doa
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan.” (HR. Tirmidzi)
Makna: Qadha yang belum ditetapkan secara final (qadha mu’allaq) bisa berubah melalui doa dan usaha yang tulus.
 
7. Allah Mengetahui Segala Peristiwa Sebelum Terjadi
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada makhluk-Nya sebelum menciptakan mereka.” (HR. Ahmad)
Makna: Qadar adalah bagian dari ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.
 
8. Hikmah di Balik Musibah
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, seluruh perkaranya baik baginya. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, dan itu juga baik baginya.”(HR. Muslim)
Makna: Qadha wa qadar, termasuk musibah, memiliki hikmah yang baik untuk kehidupan seorang mukmin.
 
9. Allah Mengatur Setiap Detil Kehidupan
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika tinta pena telah mengering, segala sesuatu telah ditentukan. Apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untukmu tidak akan menimpamu.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Makna: Segala sesuatu dalam hidup, sekecil apa pun, telah diatur dengan sempurna oleh Allah.
 
10. Amal Manusia Menyesuaikan dengan Takdirnya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan sesuatu yang menjadi takdirnya; jika ia termasuk golongan yang bahagia, maka ia akan dimudahkan untuk mengerjakan amal kebaikan. Sebaliknya, jika ia termasuk golongan yang celaka, ia akan dimudahkan untuk mengerjakan amal keburukan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna: Allah menciptakan manusia dengan potensi dan jalan hidup yang sesuai dengan takdirnya.
 
Kesimpulan; Qadha wa qadar menurut hadis menunjukkan bahwa:
1.Takdir adalah bagian dari rukun iman yang harus diyakini.
2.Semua kejadian diatur oleh Allah dengan hikmah-Nya.
3.Manusia tetap diberi ikhtiar untuk berusaha dan berdoa.
4.Takdir mencakup hal baik dan buruk, yang semuanya mengandung hikmah bagi mukmin.
5.Kesadaran akan takdir mengajarkan sikap tawakal, syukur, dan sabar dalam menjalani kehidupan.
 
Berikut adalah 10 makna قَضَاءٍ وَقَدَرٍ (qadha wa qadar) berdasarkan hadis dari Ahlul Bayt ‘alaihimus salam:
1. Segala Sesuatu Ditentukan oleh Allah
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata:”Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi kecuali semuanya atas qadha dan qadar, bahkan luka kecil atau memar yang menimpa seseorang pun telah ditetapkan.”
(Al-Kafi, jilid 1, halaman 156)
Makna: Semua kejadian, besar maupun kecil, berada dalam takdir Allah yang telah ditetapkan sejak awal.
 
2. Qadha dan Qadar sebagai Ujian bagi Manusia
Imam Ali (as) berkata:”Qadha dan qadar Allah adalah ujian bagi hamba-hamba-Nya untuk mengukur kesabaran mereka.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 93)
Makna: Takdir Allah menjadi ujian bagi manusia untuk melihat siapa yang tetap sabar dan berserah diri kepada-Nya.
 
3. Keyakinan kepada Takdir Meningkatkan Keimanan
Imam Ali (as) berkata:”Barang siapa yang tidak yakin kepada qadha dan qadar Allah, maka ia tidak merasakan manisnya iman.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 278)
Makna: Keimanan seseorang menjadi sempurna ketika ia menerima qadha dan qadar Allah dengan ikhlas.
 
4. Peran Ikhtiar dalam Takdir
Imam Ash-Shadiq (as) berkata:
“Segala urusan adalah di tangan Allah, tetapi Dia telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya.”
(Al-Kafi, jilid 1, halaman 160)
Makna: Manusia memiliki ikhtiar untuk menentukan pilihan hidup, tetapi hasil akhirnya tetap bergantung pada takdir Allah.
 
5. Doa Dapat Mengubah Qadha yang Belum Pasti (Qadha Mu’allaq)
Imam Al-Baqir (as) berkata:
“Doa dapat menolak qadha (yang belum final) setelah dituliskan di Lauhul Mahfuz.”(Al-Kafi, jilid 2, halaman 469)
Makna: Takdir yang bersifat mu’allaq (tidak final) dapat berubah melalui doa, amal, dan usaha manusia.
 
6. Bersyukur dalam Nikmat dan Bersabar dalam Musibah
Imam Ash-Shadiq (as) berkata:
“Seorang mukmin selalu berada dalam kebaikan, baik dalam keadaan bersyukur saat mendapatkan nikmat atau bersabar saat ditimpa musibah, sebab semua adalah bagian dari takdir Allah.”
(Al-Kafi, jilid 2, halaman 62)
Makna: Qadha wa qadar mengajarkan mukmin untuk bersyukur dalam nikmat dan bersabar dalam kesulitan.
 
7. Allah Tidak Menzalimi Hamba-Nya
Imam Ali (as) berkata:
“Qadha dan qadar Allah tidak pernah bertentangan dengan keadilan-Nya, karena Allah tidak menzalimi seorang pun.”
(Nahjul Balaghah, Khutbah 91)
Makna: Ketetapan Allah selalu berdasarkan keadilan-Nya dan tidak membawa kezaliman kepada hamba-hamba-Nya.
 
8. Takdir Tertulis di Lauhul Mahfuz
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata:”Sesungguhnya Allah telah menuliskan takdir setiap makhluk dalam Lauhul Mahfuz sebelum menciptakan mereka, tetapi Dia tetap memberikan manusia kebebasan memilih amal mereka.”
(Al-Kafi, jilid 1, halaman 155)
Makna: Qadar Allah telah ditentukan, tetapi manusia tetap memiliki tanggung jawab atas amal mereka.
 
9. Keseimbangan antara Qadha Tertulis dan Usaha Manusia
Imam Ali (as) berkata:”Qadha Allah adalah ketentuan akhir, dan qadar adalah proses pengaturan sesuai amal dan usaha manusia.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 209)
Makna: Qadha adalah keputusan final Allah, sementara qadar melibatkan usaha manusia sebagai bagian dari perjalanan takdirnya.
 
10. Hikmah di Balik Qadha dan Qadar
Imam Ali Zainul Abidin (as) berkata dalam munajatnya:”Ya Allah, aku tidak tahu hikmah-Mu di balik takdir-Mu, tetapi aku yakin bahwa semua adalah untuk kebaikan hamba-hamba-Mu.”
(Sahifah Sajjadiyah, Munajat 5)
Makna: Qadha wa qadar Allah selalu mengandung hikmah, meskipun manusia tidak selalu memahaminya.
 
Kesimpulan; Hadis-hadis dari Ahlul Bayt ‘alaihimus salam mengajarkan bahwa:
1.Semua yang terjadi sudah ditetapkan oleh Allah, namun manusia tetap memiliki ikhtiar.
2.Qadha wa qadar adalah ujian untuk meningkatkan keimanan, kesabaran, dan rasa syukur.
3.Doa dan amal baik dapat mengubah takdir yang belum final.
4.Ketetapan Allah selalu berdasarkan hikmah dan keadilan-Nya.
5.Menerima qadha wa qadar dengan ikhlas membawa ketenangan dan kedekatan dengan Allah.
 
Berikut adalah penjelasan qadha (قضاء) dan qadar (قدر) menurut para mufasir berdasarkan interpretasi Al-Qur’an dan hadis:
 
1. Tafsir Al-Mizan (Allamah Thabathabai)
•Qadha: Ketentuan final Allah yang tidak bisa diubah.
•Qadar: Pengaturan tahap demi tahap terhadap segala sesuatu hingga mencapai qadha-nya.
Allamah Thabathabai menjelaskan:
“Qadar adalah pengukuran Allah terhadap makhluk-Nya sesuai hikmah dan kebijaksanaan-Nya, sedangkan qadha adalah keputusan akhir Allah setelah pengukuran tersebut selesai.”
(Tafsir Al-Mizan, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah proses pengaturan, sedangkan qadha adalah hasil akhir yang telah diputuskan Allah.
 
2. Tafsir Al-Kasyaf (Al-Zamakhsyari)
•Qadar: Ukuran atau takaran yang ditentukan Allah sejak awal penciptaan.
•Qadha: Ketetapan Allah setelah peristiwa tersebut mencapai kepastiannya.
Al-Zamakhsyari menafsirkan:
“Allah menciptakan segala sesuatu dengan qadar, yaitu dengan ukuran tertentu, dan qadha, yaitu keputusan yang final berdasarkan kehendak-Nya.”
(Tafsir Al-Kasyaf, Surah Al-A’la: 3)
Makna: Qadar menunjukkan rancangan awal penciptaan, sedangkan qadha adalah pelaksanaan akhir dari rencana tersebut.
 
3. Tafsir Al-Maraghi
•Qadar: Perencanaan Allah terhadap segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.
•Qadha: Pelaksanaan perencanaan tersebut dalam bentuk nyata.
Al-Maraghi menjelaskan:
“Qadar adalah ketentuan Allah atas segala sesuatu sesuai dengan sifat dan hikmah-Nya, sedangkan qadha adalah pelaksanaannya dalam kenyataan.”
(Tafsir Al-Maraghi, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah perencanaan ilahi yang bijaksana, dan qadha adalah realisasi dari perencanaan itu.
 
4. Tafsir Fi Zilalil Qur’an (Sayyid Qutb)
•Qadha: Keputusan Allah yang tidak berubah dan pasti terjadi.
•Qadar: Penetapan aturan alam semesta sesuai kehendak Allah.
Sayyid Qutb menyatakan:
“Qadar adalah hukum universal yang mengatur perjalanan makhluk, sedangkan qadha adalah keputusan akhir Allah terhadap makhluk-Nya.”
(Tafsir Fi Zilalil Qur’an, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah hukum Allah yang mengatur kehidupan, sedangkan qadha adalah ketentuan pasti yang terjadi.
 
5. Tafsir Ruh al-Ma’ani (Al-Alusi)
•Qadar: Takaran Allah yang sesuai dengan hikmah-Nya.
•Qadha: Ketetapan final yang harus diterima oleh manusia.
Al-Alusi menjelaskan:
“Segala sesuatu yang ditentukan Allah telah melalui pengukuran (qadar), kemudian diputuskan menjadi kenyataan (qadha).”
(Tafsir Ruh al-Ma’ani, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah proses pengukuran, sedangkan qadha adalah penyelesaian yang Allah tetapkan.
 
6. Tafsir Mafatihul Ghaib (Fakhruddin Al-Razi)
•Qadar: Ketetapan yang terjadi secara bertahap.
•Qadha: Penetapan hukum Allah yang pasti dan selesai.
Al-Razi menjelaskan:
“Qadar menunjukkan bahwa setiap peristiwa berjalan sesuai aturan tertentu, dan qadha menunjukkan bahwa peristiwa tersebut pasti akan terjadi sesuai ketetapan-Nya.”
(Tafsir Mafatihul Ghaib, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah proses bertahap dari ketentuan Allah, sedangkan qadha adalah ketetapan finalnya.
 
7. Tafsir Nemuneh (Ayatullah Makarim Shirazi)
•Qadha: Ketetapan yang tidak dapat diubah.
•Qadar: Penentuan ukuran setiap makhluk dan peristiwa.
Ayatullah Shirazi menafsirkan:
“Qadar adalah takaran dan ukuran Allah atas segala sesuatu, sedangkan qadha adalah pelaksanaan takaran itu setelah semua persyaratan terpenuhi.”
(Tafsir Nemuneh, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah aturan penciptaan Allah, sedangkan qadha adalah pelaksanaannya.
 
8. Tafsir Nurul Quran (Ayatullah Misbah Yazdi)
•Qadha: Kehendak Allah yang mutlak terhadap setiap makhluk.
•Qadar: Aturan dan proses yang sesuai dengan hikmah Allah.
Ayatullah Yazdi menulis:
“Segala sesuatu berjalan sesuai qadar, yaitu aturan Allah, kemudian diselesaikan dalam qadha, yaitu ketetapan yang final.”
(Tafsir Nurul Quran, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah mekanisme penciptaan, sedangkan qadha adalah hasil akhirnya.
 
9. Tafsir Al-Mahalli dan Al-Suyuthi (Tafsir Jalalain)
•Qadar: Ukuran atau takdir Allah bagi makhluk-Nya.
•Qadha: Keputusan-Nya yang tidak dapat dihindari.
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan:
“Setiap peristiwa terjadi dengan qadar Allah, dan keputusan akhir adalah qadha Allah yang tidak dapat dihindari.”
(Tafsir Jalalain, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah takdir yang sudah diatur, sedangkan qadha adalah ketetapan yang harus diterima.
 
10. Tafsir Al-Baghawi
•Qadar: Pengaturan Allah terhadap setiap kejadian.
•Qadha: Keputusan-Nya yang telah ditulis di Lauhul Mahfuz.
Al-Baghawi menulis:
“Qadar adalah pengaturan segala sesuatu oleh Allah, dan qadha adalah pelaksanaan pengaturan tersebut.”
(Tafsir Al-Baghawi, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah sistem universal Allah, dan qadha adalah realisasinya dalam kehidupan.
 
Kesimpulan; Para mufasir sepakat bahwa:
1.Qadar adalah proses pengukuran, pengaturan, atau perencanaan yang berjalan sesuai hikmah Allah.
2.Qadha adalah keputusan final atau pelaksanaan rencana tersebut.
3.Qadha wa qadar menunjukkan kesempurnaan ilmu, kehendak, dan kekuasaan Allah.
4.Manusia tetap memiliki ikhtiar, tetapi dalam batas qadha dan qadar Allah.
 
Berikut adalah penjelasan tentang qadha (قضاء) dan qadar (قدر) menurut mufasir Syiah berdasarkan Al-Qur’an dan hadis:
 
1. Tafsir Al-Mizan (Allamah Thabathabai)
•Qadha: Ketetapan Allah yang bersifat final dan tidak dapat diubah.
•Qadar: Proses pengukuran atau perencanaan yang dilakukan Allah sebelum keputusan final diambil.
Allamah Thabathabai menjelaskan:
“Qadar adalah pengaturan segala sesuatu berdasarkan hikmah dan aturan tertentu, sedangkan qadha adalah keputusan final setelah qadar tersebut selesai.”
(Tafsir Al-Mizan, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar mencakup detail takdir, sementara qadha adalah ketetapan akhir yang tidak bisa ditolak.
 
2. Tafsir Nemuneh (Ayatullah Makarim Shirazi)
•Qadha: Ketentuan akhir yang pasti terjadi.
•Qadar: Ukuran dan pengaturan awal yang sesuai dengan kehendak Allah.
Ayatullah Makarim Shirazi menulis:
“Segala sesuatu memiliki ukuran tertentu (qadar), yang kemudian menjadi sebuah keputusan pasti (qadha) ketika syarat-syaratnya terpenuhi.”
(Tafsir Nemuneh, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah pengaturan awal yang fleksibel, sedangkan qadha adalah keputusan final yang tidak dapat diubah.
 
3. Tafsir As-Safi (Mullah Faidh Al-Kasyani)
•Qadar: Takaran atau pengaturan Allah terhadap makhluk dan kejadian.
•Qadha: Ketetapan yang tidak dapat dihindari.
Mullah Faidh Al-Kasyani menyatakan:
“Qadar adalah perencanaan Allah terhadap sesuatu, sementara qadha adalah pelaksanaan rencana tersebut ketika waktunya tiba.”
(Tafsir As-Safi, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah rencana, sedangkan qadha adalah pelaksanaannya sesuai dengan kehendak Allah.
 
4. Tafsir Al-Burhan (Al-Bahrani)
•Qadha: Ketetapan yang final dari Allah.
•Qadar: Ketentuan awal yang berjalan sesuai dengan hukum alam dan kehendak Allah.
Al-Bahrani menulis:
“Allah menentukan segala sesuatu melalui qadar, lalu keputusan tersebut menjadi qadha ketika dilaksanakan.”
(Tafsir Al-Burhan, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah pengaturan tahap awal yang fleksibel, sedangkan qadha adalah keputusan akhir.
 
5. Tafsir Ruh al-Ma’ani (Ayatullah Misbah Yazdi)
•Qadha: Ketentuan Allah yang sudah selesai dan pasti.
•Qadar: Pengaturan Allah atas segala hal yang terjadi secara bertahap.
Ayatullah Misbah Yazdi menjelaskan:
“Qadar adalah takaran yang mengatur perjalanan sesuatu, sedangkan qadha adalah keputusan yang Allah tetapkan setelah proses itu selesai.”
(Tafsir Ruh al-Ma’ani, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah mekanisme Allah dalam menciptakan sesuatu, sedangkan qadha adalah hasil akhirnya.
 
6. Tafsir Al-Amthal (Ayatullah Naser Makarem Shirazi)
•Qadar: Proses pengaturan Allah yang masih dapat berubah dengan doa, amal, atau intervensi lainnya.
•Qadha: Keputusan yang sudah pasti dan tidak dapat diubah.
Ayatullah Shirazi menjelaskan:
“Qadar adalah ketentuan yang tergantung pada kondisi tertentu, sedangkan qadha adalah ketentuan final setelah kondisi tersebut terpenuhi.”
(Tafsir Al-Amthal, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar mencakup takdir yang masih bisa berubah, sementara qadha adalah ketetapan yang sudah tetap.
 
7. Tafsir Nurul Atsar (Syekh Jawadi Amuli)
•Qadar: Ukuran dan aturan ilahi yang sesuai dengan sifat hikmah-Nya.
•Qadha: Pelaksanaan keputusan akhir Allah.
Syekh Jawadi Amuli menyatakan:
“Qadar adalah sistem yang Allah gunakan untuk mengatur ciptaan, sedangkan qadha adalah keputusan final yang menjadi kenyataan.”
(Tafsir Nurul Atsar, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah proses, sedangkan qadha adalah hasil akhirnya.
 
8. Tafsir Ma’arif Al-Qur’an (Syekh Muhammad Husain Thabarsi)
•Qadar: Penetapan ukuran untuk segala sesuatu.
•Qadha: Pelaksanaan ketentuan tersebut sesuai kehendak Allah.
Syekh Thabarsi menulis:
“Segala sesuatu terjadi sesuai qadar yang telah ditentukan, dan Allah menetapkan qadha ketika keputusan tersebut dilaksanakan.”
(Tafsir Ma’arif Al-Qur’an, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah penetapan hukum-hukum Allah, sedangkan qadha adalah pelaksanaannya dalam kehidupan.
 
9. Tafsir Al-Hikmah (Ayatullah Mutahhari)
•Qadha: Ketetapan Allah yang bersifat final.
•Qadar: Mekanisme pengaturan Allah terhadap alam semesta.
Ayatullah Mutahhari menjelaskan:
“Qadar adalah rancangan Allah terhadap segala sesuatu, dan qadha adalah hasil dari rancangan tersebut setelah segala syaratnya terpenuhi.”
(Tafsir Al-Hikmah, Surah Al-Qamar: 49)
Makna: Qadar adalah proses penciptaan, sementara qadha adalah keputusan final yang terjadi.
 
10. Tafsir Al-Mahdi (Syekh Muhammad Asif Muhsini)
•Qadar: Penentuan awal dari Allah yang berjalan sesuai hukum-Nya.
•Qadha: Ketetapan pasti yang tidak bisa ditolak.
Syekh Muhsini menafsirkan:
“Allah telah menentukan qadar untuk setiap makhluk, dan qadha menjadi final setelah semua tahapannya selesai.”
(Tafsir Al-Mahdi, Surah Al-Hadid: 22)
Makna: Qadar adalah takaran awal, sedangkan qadha adalah keputusan yang sudah dipastikan.
 
Kesimpulan; Menurut mufasir Syiah:
1.Qadar adalah proses perencanaan atau pengaturan ilahi yang sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan Allah.
2.Qadha adalah keputusan akhir atau pelaksanaan dari qadar yang telah direncanakan.
3.Qadar masih bisa berubah dengan doa, amal, dan intervensi tertentu (dalam batas tertentu), tetapi qadha bersifat mutlak dan tidak dapat diubah.
4.Segala sesuatu dalam kehidupan manusia berada dalam lingkup qadha wa qadar Allah, tetapi manusia tetap diberi kebebasan dalam batas tertentu.
 
Dalam pandangan ahli makrifat dan hakikat, qadha (قضاء) dan qadar (قدر) dipahami secara lebih mendalam, sering kali menekankan hubungan spiritual dan metafisik antara manusia dengan Allah. Penjelasannya biasanya mencakup dimensi hakikat ilahi dan peran kehendak manusia dalam lingkup takdir.
 
1. Pandangan Umum Ahli Makrifat
•Qadha:
Qadha adalah keputusan Allah yang final dan bersifat mutlak. Dalam makrifat, qadha merepresentasikan manifestasi kehendak Allah yang mutlak dan tidak dapat diubah karena mencerminkan hakikat keesaan dan kesempurnaan-Nya.
•Hakikat: Qadha adalah “Amr Allah” (perintah Allah) yang mencakup realitas segala sesuatu dalam alam keberadaan, baik pada level individu maupun kosmik.
 
Qadar adalah proses pengaturan atau takaran Allah yang melibatkan kehendak dan hikmah-Nya. Ia adalah wujud perjalanan atau proses sebelum sesuatu menjadi nyata dalam alam material.
•Hakikat: Qadar adalah “ukuran” yang ditetapkan oleh Allah sesuai dengan sifat-sifat-Nya seperti Al-Hakim (Maha Bijaksana) dan Al-Alim (Maha Mengetahui).
 
Analogi: Qadar diibaratkan sebagai cetak biru atau rencana Allah atas segala sesuatu, sedangkan qadha adalah perwujudan akhir dari rencana tersebut.
 
2. Perspektif Ibnu Arabi (Ahli Tasawuf dan Hakikat)
 
Menurut Ibnu Arabi, qadha dan qadar terkait dengan hubungan antara kehendak Allah dan manifestasi ciptaan-Nya:
•Qadar:
Qadar adalah tahap-tahap penentuan dan pengaturan detail sesuatu dalam ilmu Allah sebelum ia muncul dalam eksistensi. Ia adalah rencana awal, yang masih bisa berubah dengan kehendak Allah, doa, atau perbuatan manusia.
•Ibnu Arabi menjelaskan bahwa qadar adalah pancaran dari sifat kasih sayang Allah, karena segala sesuatu diciptakan sesuai hikmah-Nya yang sempurna.
•Qadha:
Qadha adalah ketentuan yang telah selesai ditetapkan oleh Allah dalam realitas. Ia adalah manifestasi dari sifat kekuasaan Allah (Al-Qahhar), yang menunjukkan ketetapan akhir terhadap segala sesuatu.
•Qadha disebut sebagai “hakikat tertinggi” karena mencerminkan kehendak Allah yang tidak mungkin diubah.
 
Konteks Spiritual:
Manusia yang mencapai tingkat makrifat memahami bahwa qadha dan qadar adalah bagian dari tarbiyah Allah untuk mendekatkan hamba-Nya kepada-Nya. Segala peristiwa (baik dan buruk) diterima sebagai wujud kasih sayang dan pengajaran Allah.
 
3. Pandangan Imam Khomeini (Ahli Hakikat Syiah)
Imam Khomeini dalam tulisan-tulisan spiritualnya menjelaskan:
•Qadar:
•Qadar adalah proses penciptaan atau pengaturan sesuatu di dalam ilmu Allah. Ia mencerminkan sifat bijaksana-Nya, di mana segala sesuatu memiliki ukuran yang tepat sesuai dengan kehendak dan ilmu-Nya.
•Qadar adalah cerminan hubungan antara makhluk dan Allah. Manusia dapat mengubah sebagian takdirnya melalui doa, perbuatan baik, dan kepatuhan kepada Allah.
•Qadha:
•Qadha adalah ketetapan Allah yang final, yang tidak bisa diubah setelah semua kondisi dan proses qadar terpenuhi.
•Ia adalah wujud takdir mutlak yang terjadi dalam alam nyata.
•Imam Khomeini menekankan bahwa manusia yang mencapai kesempurnaan spiritual akan menerima qadha Allah dengan keridhaan penuh, karena mereka memahami bahwa semua keputusan Allah adalah untuk kebaikan hakiki mereka.
 
4. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
•Qadar:
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjelaskan bahwa qadar adalah bagian dari sifat rahmat Allah. Segala sesuatu yang Allah takdirkan (qadar) bersifat fleksibel sebelum mencapai qadha, dan manusia diberi kesempatan untuk berdoa dan berusaha dalam batas yang ditentukan.
•Ia menggambarkan qadar sebagai “ladang tempat manusia bekerja,” di mana hasil akhirnya tergantung pada kehendak Allah.
•Qadha:
Qadha adalah keputusan yang sudah pasti, yang menunjukkan manifestasi dari kehendak mutlak Allah.
•Menurut beliau, manusia yang benar-benar mengenal Allah akan menerima qadha dengan keridhaan, tanpa merasa kecewa atau gelisah, karena mereka memahami bahwa qadha Allah didasarkan pada hikmah-Nya yang sempurna.
 
5. Perspektif Allamah Thabathabai (Ahli Hakikat dan Makrifat Syiah)
•Qadar:
Qadar adalah mekanisme penciptaan dan pengaturan Allah. Segala sesuatu diatur oleh qadar dengan ukuran tertentu yang sesuai dengan keadilan dan hikmah-Nya.
•Dalam dimensi spiritual, qadar adalah refleksi dari nama-nama Allah seperti Al-Hakim (Maha Bijaksana) dan Ar-Rahman (Maha Pengasih).
•Qadha:
Qadha adalah keputusan akhir Allah yang bersifat tetap dan mutlak. Dalam pandangan makrifat, qadha tidak dipahami semata-mata sebagai keputusan mekanis, tetapi sebagai wujud kehendak cinta Allah terhadap makhluk-Nya.
•Allamah Thabathabai menekankan bahwa seorang mukmin sejati akan melihat qadha sebagai peluang untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui keridhaan dan kepasrahan total.
 
6. Perspektif Ahli Hakikat (Syiah dan Sunni)
Secara umum, ahli hakikat menekankan poin berikut:
1.Qadar adalah proses ilahi: Qadar melibatkan penentuan takdir sesuai dengan hukum-hukum universal Allah, tetapi manusia memiliki peran dalam menentukan sebagian aspek kehidupannya melalui usaha, doa, dan ketaatan.
2.Qadha adalah ketetapan ilahi yang tidak dapat diubah: Ketika sesuatu telah menjadi qadha, ia mencerminkan kehendak final Allah yang tidak dapat ditolak.
3.Kesempurnaan iman terletak pada penerimaan qadha dan qadar: Orang yang telah mencapai makrifat akan memandang segala sesuatu sebagai bagian dari kasih sayang Allah, meskipun tampaknya sulit atau tidak menyenangkan.
 
Kesimpulan; Menurut ahli makrifat dan hakikat:
1.Qadar adalah proses penciptaan atau pengaturan Allah berdasarkan hikmah-Nya. Ia bisa berubah dalam batas tertentu melalui doa, usaha, dan rahmat Allah.
2.Qadha adalah keputusan final Allah yang pasti terjadi, mencerminkan kehendak-Nya yang mutlak.
3.Dimensi qadha dan qadar mengajarkan manusia untuk selalu bergantung kepada Allah dan menerima segala ketetapan-Nya dengan penuh keimanan dan keridhaan.
4.Qadha dan qadar adalah sarana bagi manusia untuk mengenal Allah lebih dekat, memahami kehendak-Nya, dan mencapai kesempurnaan spiritual.
 
Dalam pandangan ahlil hakikat Syiah, qadha (قضاء) dan qadar (قدر) dipahami melalui kerangka spiritual dan metafisik, yang menekankan hubungan antara kehendak ilahi dan perjalanan manusia menuju Allah. Pandangan ini sering dijelaskan oleh para arif (ahli makrifat) dari kalangan Syiah, seperti Imam Khomeini, Allamah Thabathabai, dan para ulama lainnya. Berikut adalah penjelasan mendalam menurut perspektif mereka:
 
1. Definisi Qadha dan Qadar
•Qadar:
Qadar adalah “ukuran” atau “takaran” yang ditetapkan Allah dalam penciptaan segala sesuatu. Ia adalah proses pengaturan dan penyempurnaan sesuatu sesuai dengan hikmah Allah. Segala sesuatu yang ada di alam semesta telah diukur dan dirancang secara rinci sesuai kehendak-Nya.
Hakikat: Qadar mencerminkan nama-nama Allah seperti Al-Hakim (Maha Bijaksana) dan Al-Alim (Maha Mengetahui). Ia adalah cerminan dari kasih sayang Allah dalam menciptakan alam dengan keselarasan dan keseimbangan.
•Qadha:
Qadha adalah keputusan ilahi yang final dan tidak dapat diubah setelah proses qadar selesai. Ia adalah ketetapan mutlak yang merefleksikan kekuasaan dan kehendak Allah yang tidak tertandingi.
Hakikat: Qadha mencerminkan nama Allah seperti Al-Qadir (Maha Kuasa) dan Al-Qahhar (Maha Perkasa). Ia menunjukkan kehendak Allah yang pasti terjadi tanpa ada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya.
 
2. Perspektif Ulama Hakikat Syiah
 
a. Imam Khomeini
Imam Khomeini dalam karya-karya makrifatnya sering membahas tentang qadha dan qadar:
•Qadar sebagai proses spiritual: Imam Khomeini menjelaskan bahwa qadar adalah perjalanan penciptaan yang dirancang oleh Allah. Segala sesuatu diukur sesuai kapasitasnya. Doa dan amal manusia bisa mempengaruhi qadar selama ia belum menjadi qadha.
•Qadha sebagai keputusan ilahi: Setelah qadar mencapai tahap akhir, ia berubah menjadi qadha, yakni keputusan yang tidak dapat diubah. Bagi manusia yang telah mencapai maqam ridha, menerima qadha adalah bentuk tertinggi dari kepasrahan kepada Allah.
 
“Seorang arif tidak memandang qadha Allah sebagai sesuatu yang berat, melainkan melihatnya sebagai bentuk cinta Allah yang tersembunyi dalam takdir.”
(Imam Khomeini, Adabus Salat)
 
b. Allamah Thabathabai
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai menekankan dimensi batiniah qadha dan qadar:
•Qadar: Ia adalah sistem universal yang Allah tetapkan untuk menciptakan dan mengatur alam semesta. Qadar mencakup seluruh dimensi sebab-akibat, hukum alam, dan interaksi antar makhluk.
•Qadha: Ia adalah keputusan final yang terjadi ketika semua sebab dan syaratnya terpenuhi. Keputusan ini menunjukkan kesempurnaan hikmah Allah.
“Qadar adalah wujud kasih sayang Allah yang memungkinkan manusia berusaha dan berdoa. Qadha adalah puncak kehendak Allah yang mengajarkan manusia untuk berserah diri kepada keputusan-Nya.”
(Tafsir Al-Mizan, Surah Al-Hadid: 22)
 
c. Ayatullah Jawadi Amuli
Ayatullah Jawadi Amuli menjelaskan bahwa qadha dan qadar adalah dua dimensi dari ketentuan Allah:
•Qadar sebagai manifestasi kasih sayang: Segala sesuatu diukur dengan kasih sayang Allah, memberikan ruang bagi manusia untuk berikhtiar dan berdoa.
•Qadha sebagai puncak hikmah Allah: Ketika keputusan Allah menjadi final, manusia harus menerimanya dengan ridha karena qadha adalah cerminan dari hikmah dan keadilan Allah yang sempurna.
 
“Orang yang memahami qadha dan qadar akan melihat setiap peristiwa, baik atau buruk, sebagai peluang untuk mendekatkan diri kepada Allah.”(Asrar Al-Ibadah)
 
3. Hubungan Manusia dengan Qadha dan Qadar
Menurut ahlil hakikat Syiah, qadha dan qadar bukanlah sesuatu yang sepenuhnya di luar kendali manusia, tetapi ada ruang untuk ikhtiar dan doa dalam qadar. Namun, setelah sesuatu berubah menjadi qadha, manusia harus berserah diri sepenuhnya kepada Allah.
 
Tahapan Qadha dan Qadar:
1.Qadar Takwini (Ukuran Ilahi): Semua yang ada di alam ini diatur dengan hukum sebab-akibat dan keseimbangan.
2.Qadar Tasyri’i (Kehendak Ilahi): Melalui hukum syariat, manusia diberi kebebasan memilih jalan hidupnya.
3.Qadha Final: Ketika semua syarat dan sebab terpenuhi, keputusan Allah menjadi qadha yang tidak dapat diubah.
 
4. Pandangan Ahli Makrifat Syiah tentang Takdir dan Kebebasan
 
Ahli hakikat Syiah, seperti Imam Ja’far Ash-Shadiq (as), menjelaskan dalam berbagai riwayat bahwa manusia berada dalam posisi antara jabariyah (ketentuan mutlak) dan qadariyah (kebebasan penuh):
 
“Tidak ada jabar (pemaksaan total), dan tidak ada tafwidh (kebebasan penuh), melainkan sesuatu di antara keduanya.”
(Al-Kafi, Jilid 1, Hal. 160)
 
•Qadar: Memberikan manusia ruang untuk berusaha, berdoa, dan berbuat kebaikan.
•Qadha: Mengajarkan manusia untuk menerima segala keputusan Allah dengan ridha setelah semua upaya dilakukan.
 
5. Kesimpulan dari Ahlil Hakikat Syiah
1.Qadar:
•Proses pengaturan Allah terhadap segala sesuatu dengan ukuran dan sebab tertentu.
•Memberikan ruang untuk ikhtiar manusia melalui doa, amal, dan tawakal.
2.Qadha:
•Keputusan Allah yang bersifat final setelah semua syarat dan sebab terpenuhi.
•Mengajarkan manusia untuk mencapai maqam ridha (kerelaan) kepada Allah.
3.Dimensi Spiritual:
•Orang yang memahami qadha dan qadar akan melihat semua peristiwa sebagai cara Allah mendidik dan mendekatkan mereka kepada-Nya.
•Kesempurnaan iman terletak pada kerelaan menerima qadha sambil terus berusaha dalam ruang qadar.
4.Pengajaran Utama:
•Qadha wa qadar adalah cara Allah menunjukkan keagungan dan kasih sayang-Nya kepada manusia.
•Dalam makrifat Syiah, memahami qadha dan qadar adalah kunci untuk mencapai kesempurnaan spiritual dan kedekatan kepada Allah.
 
Dalam tradisi ahlil hakikat Syiah, terdapat banyak kisah dan cerita yang menggambarkan pemahaman tentang qadha (ketetapan Allah) dan qadar (takdir) serta bagaimana para sahabat, imam, dan arif menerima serta menghadapi takdir tersebut dengan penuh keridhaan dan keikhlasan. Beberapa kisah penting ini mengilustrasikan konsep qadha dan qadar dalam kehidupan mereka.
 
1. Kisah Imam Ali dan Keridhaan terhadap Takdir
Imam Ali bin Abi Thalib (as), sebagai salah satu sosok besar dalam Syiah dan sumber banyak ajaran hakikat, memberikan contoh luar biasa dalam menerima qadha dan qadar Allah dengan ridha. Suatu ketika, Imam Ali terluka parah dalam pertempuran di perang Khawārij (Perang Nahrawan). Ketika ia ditemui oleh para sahabatnya yang khawatir tentang kondisinya, beliau berkata:
 
“Aku tidak merasa cemas atau takut, karena apa yang terjadi adalah takdir Allah. Allah yang Maha Mengetahui lebih baik tentang apa yang telah terjadi, dan saya hanya bertugas untuk melaksanakan kewajiban.”
 
Imam Ali menyadari bahwa meskipun dia seorang pemimpin besar, segala peristiwa dalam hidupnya, baik itu kemenangan atau kekalahan, adalah bagian dari takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Beliau menerima dengan penuh keyakinan bahwa semua peristiwa adalah bagian dari kehendak Allah yang Maha Bijaksana.
 
2. Kisah Karbala dan Pengorbanan Imam Hussein (as)
Salah satu kisah paling monumental yang menggambarkan penerimaan terhadap qadha dan qadar adalah kisah Karbala, ketika Imam Hussein (as), cucu Nabi Muhammad (saw), dengan tegas menolak untuk berkompromi dengan kekuasaan yang zalim meskipun mengetahui takdirnya akan berakhir dengan kematian.
 
Sebelum berangkat ke Karbala, Imam Hussein telah mengetahui bahwa pertempuran ini akan berujung pada syahidnya dirinya dan para pengikutnya. Namun, beliau menerima takdir ini dengan ridha, karena beliau tahu bahwa pengorbanannya adalah bagian dari kehendak Allah untuk menegakkan keadilan. Sebagaimana yang beliau katakan dalam sebuah wasiat:
 
“Aku tidak berperang untuk mencari kekuasaan atau harta. Aku berperang untuk menegakkan agama dan menanggalkan kezaliman. Takdir ini adalah kehendak Allah, dan aku akan memenuhinya dengan sepenuh hati.”
 
Kisah ini menjadi contoh paling jelas bagaimana Imam Hussein menerima qadha dan qadar, meskipun tahu bahwa itu akan membawa kesedihan yang sangat besar, baik untuk dirinya maupun keluarganya. Keikhlasan beliau dalam menerima takdir ini menjadikan Karbala sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, yang digambarkan sebagai qadha Allah yang harus diterima.
 
3. Kisah Doa Imam Ali tentang Takdir
Imam Ali juga dikenal sering berdoa kepada Allah untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai qadha dan qadar. Dalam salah satu doa terkenal beliau, Imam Ali memohon agar Allah memberinya ketenangan hati dalam menghadapi takdir-Nya:
“Ya Allah, aku tidak meminta agar Engkau mengubah takdir-Mu, tetapi aku memohon agar Engkau memberi aku kekuatan untuk menerima takdir-Mu dengan kerelaan hati.”
 
Doa ini menggambarkan pemahaman mendalam Imam Ali tentang hakikat qadha dan qadar, bahwa meskipun manusia berusaha untuk mengubah nasib melalui doa dan amal, pada akhirnya semua itu adalah bagian dari takdir Allah yang harus diterima dengan penuh keridhaan.
 
4. Kisah Imam Ja’far al-Sadiq (as) dan Pemahaman tentang Qadha dan Qadar
Imam Ja’far al-Sadiq (as), salah satu imam besar dalam tradisi Syiah, juga memiliki banyak ajaran mengenai qadha dan qadar. Beliau pernah berkata kepada salah seorang muridnya:
“Qadha Allah adalah keputusan yang tidak bisa diubah, namun qadar-Nya adalah tempat di mana amal dan doa bisa berperan. Tidak ada yang lebih kuat daripada doa dalam mengubah takdir, tetapi segala yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah yang tidak bisa ditolak.”
 
Imam Ja’far al-Sadiq mengajarkan bahwa meskipun doa dan usaha manusia memiliki peran dalam menentukan qadar, pada akhirnya qadha adalah ketetapan yang tidak bisa diubah. Dalam pandangannya, menerima qadha Allah dengan hati yang ikhlas adalah inti dari makrifat dan mendekatkan diri kepada-Nya.
 
5. Kisah Tentang Takdir yang Tertulis di Luh Mahfuz
Dalam ajaran Syiah dan juga dalam hadis-hadis dari Nabi Muhammad (saw), terdapat cerita mengenai Luh Mahfuz, sebuah kitab yang berisi segala takdir dan ketentuan Allah mengenai kehidupan setiap makhluk. Semua yang terjadi di alam semesta ini sudah tertulis di dalamnya, dan takdir ini ditentukan dengan sangat rinci oleh Allah. Beberapa ulama Syiah menceritakan bahwa ketika seseorang mengalami kesulitan atau ujian hidup, sebaiknya dia mengingat bahwa semuanya adalah bagian dari takdir yang telah ditetapkan di Luh Mahfuz.
 
Seperti yang diceritakan dalam suatu riwayat, seorang sahabat Nabi pernah bertanya kepada Rasulullah (saw) tentang nasib buruk yang menimpa mereka. Rasulullah menjawab:
“Segala yang terjadi pada dirimu adalah bagian dari takdir Allah yang telah tertulis di Luh Mahfuz. Ketahuilah, bahwa takdir tidak akan berubah, tetapi usaha dan doa dapat mengubah jalan hidupmu dalam batas yang Allah izinkan.”
 
Kesimpulan; Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa dalam pandangan ahlil hakikat Syiah, penerimaan terhadap qadha dan qadar adalah inti dari spiritualitas dan perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Para imam dan para sahabat mereka memberikan teladan luar biasa tentang bagaimana menerima ketetapan Allah dengan keridhaan, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Mereka mengajarkan bahwa menerima takdir bukanlah tanda kelemahan, tetapi tanda kekuatan iman dan keyakinan yang mendalam terhadap kebijaksanaan dan kasih sayang Allah.
 
Berikut adalah lima cerita tambahan yang menggambarkan bagaimana konsep qadha (ketetapan Allah) dan qadar (takdir) dipahami dan diterima oleh para tokoh besar dalam tradisi ahlil hakikat Syiah:
 
1. Kisah Imam Ali dan “Takdir Perang”
Pada suatu hari, Imam Ali (as) terlibat dalam pertempuran sengit di Perang Siffin. Salah seorang sahabatnya, yang sangat dekat dengannya, bertanya sebelum pertempuran dimulai, “Imam, apakah kita akan menang dalam pertempuran ini?” Imam Ali menjawab:
“Kemenangan atau kekalahan adalah takdir Allah. Namun, yang harus kita lakukan adalah berjuang sebaik-baiknya dengan niat yang tulus. Apa yang sudah ditentukan-Nya akan terjadi, dan kita harus siap menerima itu, baik itu kemenangan maupun kekalahan.”
 
Imam Ali menunjukkan bahwa meskipun manusia memiliki usaha dan perjuangan, hasil akhir adalah takdir Allah yang harus diterima dengan lapang dada. Ini adalah contoh pengajaran dari beliau tentang bagaimana menerima qadha dan qadar dengan keridhaan.
 
2. Kisah Imam Hussein dan Pengorbanannya di Karbala
Imam Hussein (as) menghadap ke Karbala dengan mengetahui bahwa beliau akan menghadapi syahid di medan perang. Sebelum pertempuran besar, Imam Hussein berkata kepada saudara-saudaranya dan pengikutnya:
“Aku tidak menginginkan kekuasaan atau duniawi, tetapi aku ingin menegakkan kebenaran. Ini adalah takdir Allah dan aku akan menerimanya dengan ridha, meskipun takdir ini membawa kesedihan dan pengorbanan.”
Imam Hussein dengan sepenuh hati menerima takdir yang telah Allah tentukan, meskipun takdir itu berarti syahid di tangan pasukan yang zalim. Karbala menjadi simbol penerimaan terhadap qadha Allah dengan penuh ketabahan dan keberanian, sebagai pengorbanan demi kebenaran dan keadilan.
 
3. Kisah Imam Ja’far al-Sadiq dan Kegagalan dalam Usaha
Imam Ja’far al-Sadiq (as) suatu kali menceritakan sebuah kisah tentang seseorang yang sangat bekerja keras untuk mencapai tujuan tertentu, namun akhirnya gagal. Ketika ditanya tentang hal ini, Imam Ja’far berkata:
“Apa yang terjadi pada orang ini adalah takdir Allah. Terkadang, Allah menghendaki sesuatu yang lebih baik daripada yang kita rencanakan. Kita tidak tahu hikmah dari setiap takdir yang datang, tetapi kita harus percaya bahwa setiap kegagalan adalah bagian dari perjalanan menuju kebaikan yang lebih besar.”
 
Imam Ja’far mengajarkan bahwa kegagalan yang dialami seseorang bukanlah sebuah tragedi, melainkan bagian dari takdir yang mengarah pada sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat di masa depan.
 
4. Kisah Sayyidah Zainab dan Penerimaan Takdir
Setelah peristiwa Karbala, Sayyidah Zainab (as), saudari Imam Hussein (as), menghadapi kesulitan luar biasa. Sebagai seorang wanita yang kehilangan saudara dan keluarganya di medan perang, Sayyidah Zainab tetap tenang dan teguh. Saat ditanya tentang rasa sakit yang ia alami, ia berkata:
“Takdir Allah adalah bagian dari takdir kita semua. Aku tidak bisa mengubah apa yang sudah ditentukan-Nya. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapi takdir itu dengan sabar dan tawakal kepada-Nya.”
 
Sayyidah Zainab menunjukkan keteguhan hati dalam menerima takdir Allah yang penuh penderitaan. Beliau menerima takdir dengan penuh sabar dan tidak pernah menunjukkan penyesalan atas apa yang telah terjadi.
 
5. Kisah Imam Ali al-Ridha dan Kebijaksanaan tentang Takdir
Imam Ali al-Ridha (as), salah satu imam Syiah yang terkenal dengan kebijaksanaannya, pernah memberikan nasihat kepada seorang pengikutnya yang sedang merasa kecewa dengan hidupnya. Pengikut tersebut mengeluh tentang kesulitan yang dihadapinya, dan Imam al-Ridha berkata:
 
“Allah tidak menurunkan takdir tanpa hikmah. Setiap kesulitan yang kita hadapi adalah bagian dari ujian-Nya. Jika kamu merasa terbebani, ingatlah bahwa Allah selalu memberikan jalan keluar setelah ujian-Nya. Sabar dalam menghadapi takdir-Nya adalah kunci untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.”
 
Imam Ali al-Ridha mengajarkan bahwa setiap takdir yang datang, baik itu berupa kesulitan atau ujian, adalah bagian dari ujian Allah untuk mendekatkan hamba-Nya kepada-Nya. Dengan kesabaran dan tawakal, seorang hamba akan mendapatkan kebahagiaan sejati.
 
Kesimpulan; Kelima kisah ini menggambarkan bagaimana tokoh-tokoh besar dalam sejarah Syiah menerima takdir Allah dengan lapang dada, meskipun takdir itu sering kali mengarah pada kesulitan dan ujian berat. Mereka mengajarkan bahwa qadha dan qadar adalah bagian dari kehidupan yang harus diterima dengan sabar, keikhlasan, dan keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana besar Allah. Dengan demikian, manusia dapat menghadapinya dengan penuh ketenangan dan kedamaian hati, sambil terus berusaha untuk meraih kebaikan dalam hidup.
 
Dalam tradisi Syiah, memahami dan menerima qadha dan qadar sebagai bagian dari takdir Allah bukan hanya suatu kewajiban spiritual, tetapi juga menjadi kunci untuk mencapai kedamaian batin, keberhasilan dalam kehidupan dunia dan akhirat, serta penguatan hubungan dengan Allah. Beberapa manfaat dan doa terkait dengan konsep ini dapat ditemukan dalam berbagai ajaran dan hikmah yang disampaikan oleh para imam dan ulama Syiah.
 
Manfaat Memahami Qadha dan Qadar
1.Meningkatkan Keikhlasan dan Kesabaran
Memahami bahwa setiap kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, adalah bagian dari takdir Allah, membantu seseorang menerima segala sesuatu dengan keikhlasan. Hal ini mengajarkan kita untuk bersabar dalam menghadapi ujian hidup dan tidak mudah putus asa.
2.Mengurangi Kecemasan dan Kekhawatiran
Ketika seseorang memahami bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah dan tidak ada yang bisa mengubah takdir-Nya, hal ini mengurangi kecemasan dan kekhawatiran. Kita belajar untuk percaya bahwa setiap kejadian, baik atau buruk, memiliki hikmah di baliknya.
3.Memperkuat Iman dan Tawakal
Mengakui qadha dan qadar mengajarkan kita untuk lebih bergantung kepada Allah (tawakal) dalam setiap langkah hidup. Ketika kita meyakini bahwa Allah adalah Pengatur segalanya, kita akan merasa lebih tenang dan lebih mudah menghadapi tantangan hidup.
4.Mendekatkan Diri kepada Allah
Memahami takdir sebagai bagian dari kehendak Allah mendorong kita untuk terus berdoa, beribadah, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Kita akan lebih ikhlas dalam menjalani takdir dan berdoa untuk kebaikan yang lebih besar.
5.Menguatkan Hubungan dengan Sesama
Ketika seseorang menerima takdir yang telah ditentukan untuk dirinya, mereka akan lebih mudah untuk bersyukur, memaafkan orang lain, dan berbuat baik tanpa berharap imbalan. Ini membangun hubungan yang lebih harmonis dengan sesama.
 
Dalam tradisi Syiah, memahami dan menerima qadha dan qadar sebagai bagian dari takdir Allah bukan hanya suatu kewajiban spiritual, tetapi juga menjadi kunci untuk mencapai kedamaian batin, keberhasilan dalam kehidupan dunia dan akhirat, serta penguatan hubungan dengan Allah. Beberapa manfaat dan doa terkait dengan konsep ini dapat ditemukan dalam berbagai ajaran dan hikmah yang disampaikan oleh para imam dan ulama Syiah.
 
Manfaat Memahami Qadha dan Qadar
1.Meningkatkan Keikhlasan dan Kesabaran
Memahami bahwa setiap kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, adalah bagian dari takdir Allah, membantu seseorang menerima segala sesuatu dengan keikhlasan. Hal ini mengajarkan kita untuk bersabar dalam menghadapi ujian hidup dan tidak mudah putus asa.
2.Mengurangi Kecemasan dan Kekhawatiran
Ketika seseorang memahami bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah dan tidak ada yang bisa mengubah takdir-Nya, hal ini mengurangi kecemasan dan kekhawatiran. Kita belajar untuk percaya bahwa setiap kejadian, baik atau buruk, memiliki hikmah di baliknya.
3.Memperkuat Iman dan Tawakal
Mengakui qadha dan qadar mengajarkan kita untuk lebih bergantung kepada Allah (tawakal) dalam setiap langkah hidup. Ketika kita meyakini bahwa Allah adalah Pengatur segalanya, kita akan merasa lebih tenang dan lebih mudah menghadapi tantangan hidup.
4.Mendekatkan Diri kepada Allah
Memahami takdir sebagai bagian dari kehendak Allah mendorong kita untuk terus berdoa, beribadah, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Kita akan lebih ikhlas dalam menjalani takdir dan berdoa untuk kebaikan yang lebih besar.
5.Menguatkan Hubungan dengan Sesama
Ketika seseorang menerima takdir yang telah ditentukan untuk dirinya, mereka akan lebih mudah untuk bersyukur, memaafkan orang lain, dan berbuat baik tanpa berharap imbalan. Ini membangun hubungan yang lebih harmonis dengan sesama.
 
Doa-doa Terkait Qadha dan Qadar
 
Berikut adalah beberapa doa yang sering dipanjatkan oleh umat Syiah terkait dengan qadha dan qadar, yang bertujuan untuk mendapatkan kebaikan, perlindungan, dan petunjuk Allah:
 
1. Doa untuk Menerima Takdir dengan Ridha
 
Doa ini mengajarkan kita untuk menerima takdir Allah dengan lapang dada, tidak merasa terbebani, dan tetap bersyukur:
 
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dari karunia dan rahmat-Mu untuk membantuku menerima takdirmu dan ridha atas apa yang Engkau tentukan untukku.”
 
2. Doa untuk Meminta Kebaikan dalam Takdir
 
Doa ini dipanjatkan untuk meminta kepada Allah agar takdir yang telah ditentukan menjadi yang terbaik bagi kehidupan kita, baik di dunia maupun akhirat:
_“Ya Allah, apapun yang Engkau tentukan untukku dari kebaikan, semoga Engkau memberikan keberkahannya.
 
3. Doa untuk Memohon Perlindungan dari Takdir yang Buruk
 
Doa ini dipanjatkan untuk meminta perlindungan Allah dari takdir yang buruk dan segala musibah yang mungkin datang:
 
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan takdir-Mu dan keburukan yang telah Engkau tentukan untukku, aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan yang Engkau turunkan, dan dari segala keburukan yang Engkau kirimkan.”
 
4. Doa untuk Meminta Kebahagiaan dalam Takdir
 
Doa ini dimaksudkan untuk meminta kepada Allah agar takdir yang ditentukan membawa kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup:
 
“Ya Allah, jadikanlah takdir-Mu yang Engkau tentukan untukku menjadi yang terbaik bagi agamaku, kehidupanku, dan akhiratku, dan jadikanlah semua urusanku baik dan penuh berkah.”
 
5. Doa untuk Memperoleh Kemudahan dalam Menghadapi Takdir
 
Doa ini memohon kepada Allah untuk memberikan kemudahan dalam menerima dan menghadapi takdir, baik dalam keadaan senang maupun susah:
 
“Ya Allah, mudahkanlah takdir-Mu untukku, berikan aku pemahaman dan kemampuan untuk bersabar.”
 
6. Doa untuk Memohon Kekuatan dalam Menghadapi Takdir
 
Doa ini dipanjatkan untuk memohon kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi segala takdir yang datang, baik yang menyenangkan maupun yang menguji kesabaran:
 
“Ya Allah, berikanlah aku kesabaran yang aku butuhkan untuk menanggung takdir dan keputusan-Mu, dan karuniakanlah aku tawakal yang tulus kepada-Mu.”
 
7. Doa untuk Meminta Keberkahan dalam Takdir
 
Doa ini digunakan untuk memohon keberkahan dari Allah dalam setiap takdir yang terjadi dalam hidup:
 
“Ya Allah, jadikanlah takdir-Mu penuh berkah, jadikanlah keputusan-Mu yang Engkau tentukan untukku menjadi yang terbaik, dan bukakanlah pintu-pintu karunia dan nikmat-Mu bagiku.”
 
Kesimpulan; Melalui doa-doa ini, umat Islam, khususnya dalam tradisi Syiah, diajarkan untuk selalu menerima qadha dan qadar dengan hati yang lapang, penuh tawakal kepada Allah, dan dengan pengharapan akan kebaikan dan keberkahan di setiap keputusan-Nya. Doa-doa tersebut juga memperkuat iman, meningkatkan kesabaran, dan membantu umat untuk hidup lebih tenang, meskipun takdir Allah terkadang membawa ujian yang berat.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment