Dalam Al-Qur’an, kata ضيق digunakan untuk menggambarkan berbagai keadaan yang berhubungan dengan kesempitan, kesulitan, dan tekanan jiwa.
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Kata ضيق dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna yang bergantung pada konteks penggunaannya. Berikut makna umum dari ضيق:
1.Sempit - Mengacu pada ruang atau tempat yang tidak luas.
Contoh:
غرفة ضيقة (ruangan yang sempit).
2.Kesusahan - Mengacu pada kondisi sulit atau tekanan hidup.
Contoh:
هو في ضيق شديد (Dia sedang dalam kesusahan yang besar).
3.Kekurangan - Kekurangan sesuatu, seperti rezeki atau sumber daya.
Contoh:
ضيق في المال (kekurangan uang).
4.Kepicikan - Berpikiran sempit atau tidak toleran.
Contoh:
شخص ضيق الأفق (orang yang berpikiran sempit).
5.Sesak Napas - Kesulitan bernapas atau kondisi fisik yang menekan dada.
Contoh:
أشعر بضيق في التنفس (Saya merasa sesak napas).
6.Kegelisahan - Perasaan tidak tenang atau cemas.
Contoh:
أشعر بضيق في قلبي (Saya merasa gelisah di hati saya).
7.Kepepet - Kondisi terdesak atau tidak memiliki banyak pilihan.
Contoh:
هو في ضيق الوقت (Dia sedang kepepet waktu).
8.Kekurangan Ruang - Tidak memiliki cukup ruang untuk melakukan sesuatu.
Contoh:
السيارة ضيقة (Mobil itu sempit).
9.Penindasan - Dalam konteks sosial, seperti menekan seseorang.
Contoh:
ضيق الحريات (penindasan terhadap kebebasan).
10.Kesukaran - Kesulitan yang dialami dalam menyelesaikan tugas atau masalah.
Contoh:
وجد ضيقًا في حل المشكلة (Dia merasa kesukaran dalam menyelesaikan masalah).
Konteks adalah kunci untuk menentukan makna yang tepat dari kata ضيق.
Dalam Al-Qur’an, kata ضيق digunakan untuk menggambarkan berbagai keadaan yang berhubungan dengan kesempitan, kesulitan, dan tekanan jiwa. Berikut beberapa makna ضيق dalam konteks ayat-ayat Al-Qur’an:
1. Kesempitan Hati
Mengacu pada perasaan gelisah, tidak tenang, atau kesulitan memahami sesuatu.
•Contoh Ayat:
“وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ…”
(Barang siapa yang Allah kehendaki untuk menyesatkannya, Dia jadikan dadanya sesak lagi sempit seakan-akan ia sedang mendaki ke langit…)
— QS. Al-An’am: 125
Makna: Kesempitan hati sebagai akibat dari kesesatan.
2. Kekurangan atau Kesulitan Hidup
Mengacu pada situasi kehidupan yang sulit atau penuh kesempitan.
•Contoh Ayat:
“وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ…”
(Dan sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan…)
— QS. Al-Baqarah: 155
Makna: Kekurangan atau ujian hidup yang membuat seseorang dalam kondisi terdesak.
3. Kesempitan dalam Ruang atau Waktu
Mengacu pada keadaan fisik yang sempit atau kondisi yang mendesak.
•Contoh Ayat:
“حَتَّىٰٓ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ ٱلْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنفُسُهُمْ…”
(Hingga ketika bumi yang luas terasa sempit bagi mereka, dan jiwa mereka pun terasa sempit…)
— QS. At-Taubah: 118
Makna: Kesempitan tempat dan perasaan tertekan karena dosa atau ujian.
4. Perasaan Gelisah Akibat Tugas atau Amanah Berat
Menggambarkan tekanan atau beban yang berat dirasakan oleh para nabi dalam menjalankan misi kenabian.
•Contoh Ayat:
“وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ”
(Dan sungguh Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit karena apa yang mereka katakan.)
— QS. Al-Hijr: 97
Makna: Kesempitan hati Nabi Muhammad akibat ejekan kaum musyrikin.
5. Penolakan atau Kesesatan
Mengacu pada kesempitan hati seseorang yang tidak mau menerima kebenaran.
•Contoh Ayat:
“قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ مُنذِرٌۭ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا ٱللَّهُ ٱلْوَٰحِدُ ٱلْقَهَّارُ”
(Katakanlah, sesungguhnya aku hanyalah pemberi peringatan, dan tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.)
— QS. Shad: 4-5
Makna: Penolakan terhadap kebenaran yang menimbulkan kesempitan jiwa.
Kesimpulan; Dalam Al-Qur’an, kata ضيق sering digunakan untuk menggambarkan:
1.Perasaan gelisah, sempit dada, atau tekanan jiwa.
2.Kesulitan atau kekurangan dalam kehidupan.
3.Kesempitan fisik atau metaforis karena dosa atau ujian.
4.Beban berat dalam menjalankan tugas atau menghadapi penolakan kebenaran.
Makna tersebut menunjukkan dimensi fisik dan spiritual yang mendalam, menegaskan bahwa kesempitan bisa menjadi ujian atau akibat dari keadaan hati dan iman seseorang.
Berikut tambahan 5 makna ضيق menurut Al-Qur’an:
6. Kesempitan Rezeki (Kehidupan yang Sulit secara Materi)
Mengacu pada keterbatasan rezeki sebagai ujian Allah.
•Contoh Ayat:
“فَأَمَّا ٱلۡإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكۡرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَكۡرَمَنِ. وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيۡهِ رِزۡقَهُ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَهَٰنَنِ”
(Adapun manusia, ketika Tuhannya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kenikmatan, ia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.” Namun apabila Tuhannya mengujinya dengan membatasi rezekinya, ia berkata, “Tuhanku telah menghinakanku.”)
— QS. Al-Fajr: 15-16
Makna: Kesempitan dalam rezeki sebagai bentuk ujian Allah.
7. Ketidakmampuan untuk Melarikan Diri dari Takdir
Mengacu pada perasaan terdesak karena tidak ada jalan keluar.
•Contoh Ayat:
“وَإِذَا مَسَّ ٱلۡإِنسَٰنَ ٱلضُّرُّ دَعَانَا لِجَنۡبِهِۦٓ أَوۡ قَاعِدًا أَوۡ قَآئِمًا فَلَمَّا كَشَفۡنَا عَنۡهُ ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمۡ يَدۡعُنَآ إِلَىٰ ضُرّٖ مَّسَّهُۥۚ”
(Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri; tetapi ketika Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia berlalu seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk bahaya yang telah menimpanya…)
— QS. Yunus: 12
Makna: Kesempitan hidup yang menekan manusia hingga membuatnya berdoa memohon kepada Allah.
8. Kondisi Terhimpit oleh Dosa
Mengacu pada kesempitan hati yang dialami oleh orang-orang yang merasa berdosa.
•Contoh Ayat:
“لِيَحۡمِلُوٓاْ أَوۡزَارَهُمۡ كَامِلَةٗ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَمِنۡ أَوۡزَارِ ٱلَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيۡرِ عِلۡمٍۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُونَ”
(Agar mereka memikul dosa-dosanya dengan sempurna pada hari Kiamat, dan sebagian dosa orang-orang yang mereka sesatkan tanpa pengetahuan…)
— QS. An-Nahl: 25
Makna: Perasaan sempit sebagai akibat dari dosa dan kesesatan.
9. Perasaan Terasing atau Tidak Diterima
Mengacu pada kesempitan yang dirasakan ketika seseorang diasingkan atau tidak diterima oleh masyarakat.
•Contoh Ayat:
“وَإِن كَذَّبُوكَ فَقَدۡ كُذِّبَ رُسُلٞ مِّن قَبۡلِكَ…”
(Dan jika mereka mendustakanmu, maka sungguh para rasul sebelum engkau pun telah didustakan…)
— QS. Fathir: 4
Makna: Kesempitan hati Nabi akibat penolakan kaum musyrikin terhadap dakwahnya.
10. Keadaan yang Memaksa untuk Berserah Diri kepada Allah
Mengacu pada kondisi sulit yang membuat manusia berserah diri sepenuhnya kepada Allah.
•Contoh Ayat:
“قُلۡ مَن يُنَجِّيكُم مِّن ظُلُمَٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ تَدۡعُونَهُۥ تَضَرُّعًا وَخُفۡيَةٗ…”
(Katakanlah, “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari kegelapan di darat dan di laut, (sedangkan) kamu berdoa kepada-Nya dengan merendahkan diri dan suara yang lembut…”)
— QS. Al-An’am: 63
Makna: Kesempitan yang mendorong manusia untuk memohon pertolongan kepada Allah dengan penuh kerendahan hati.
Kesimpulan Tambahan
Kata ضيق dalam Al-Qur’an tidak hanya merujuk pada kesempitan fisik tetapi juga perasaan batin, keterbatasan rezeki, kesulitan dalam hidup, serta tekanan akibat dosa atau ujian Allah. Semua ini mengajarkan pentingnya bersabar dan berserah diri kepada Allah dalam menghadapi segala bentuk kesempitan.
Dalam hadis, kata ضيق (kesempitan) digunakan dalam berbagai konteks yang menggambarkan keadaan fisik, mental, spiritual, atau ujian kehidupan. Berikut beberapa makna ضيق menurut hadis:
1. Kesempitan Hati (Kegelisahan atau Tekanan)
Rasulullah ﷺ menggambarkan keadaan hati yang sempit atau gelisah, terutama ketika manusia menjauh dari Allah.
•Hadis:
“مَنْ جَعَلَ ٱلْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ ٱللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ، وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ ٱلْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ ٱلدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ ٱللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ”
(Barang siapa yang menjadikan seluruh kegelisahannya hanya pada satu hal, yaitu akhiratnya, maka Allah akan mencukupkan kegelisahan duniawinya. Namun, barang siapa yang hatinya dipenuhi oleh berbagai urusan dunia, maka Allah tidak peduli di lembah mana dia akan binasa.)
— HR. Ibnu Majah
Makna: Kesempitan hati dapat dihindari dengan fokus pada akhirat.
2. Kesempitan Rezeki sebagai Ujian
Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa kesempitan rezeki adalah ujian bagi keimanan seorang hamba.
•Hadis:
“إِنَّ عِظَمَ ٱلْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ ٱلْبَلَاءِ، وَإِنَّ ٱللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ٱبْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ ٱلرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ ٱلسُّخْطُ”
(Besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian. Sesungguhnya, jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Barang siapa yang ridha, maka baginya keridhaan Allah. Dan barang siapa yang marah (tidak sabar), maka baginya kemurkaan Allah.)
— HR. Tirmidzi
Makna: Kesempitan hidup adalah bagian dari ujian Allah untuk mengangkat derajat seorang hamba.
3. Kesempitan Kubur
Dalam hadis, Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa salah satu bentuk ujian di alam barzakh adalah ضيق القبر (kesempitan kubur), yang disebabkan oleh amal buruk seseorang.
•Hadis:
“إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً لَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِيًا مِنْهَا نَجَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ”
(Sesungguhnya, kubur memiliki tekanan (kesempitan). Jika ada seseorang yang selamat darinya, maka Sa‘d bin Mu‘adz akan selamat darinya.)
— HR. Ahmad dan An-Nasa’i
Makna: Kesempitan kubur adalah kenyataan yang akan dirasakan oleh setiap manusia, kecuali mereka yang mendapat rahmat Allah.
4. Kesempitan Hati Karena Kezaliman
Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa kezaliman dapat membawa kesempitan hati dan kemurkaan Allah.
•Hadis:
“ٱتَّقُوا ٱلظُّلْمَ فَإِنَّ ٱلظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ”
(Jauhilah kezaliman, karena kezaliman itu akan menjadi kegelapan di hari kiamat.)
— HR. Muslim
Makna: Kezaliman terhadap orang lain menciptakan kesempitan hati di dunia dan akhirat.
5. Kesempitan karena Meninggalkan Tawakkal
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa kegelisahan dan kesempitan hati muncul ketika manusia tidak bersandar kepada Allah.
•Hadis:
“لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى ٱللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ ٱلطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا”
(Jika kalian benar-benar bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi dalam keadaan lapar dan kembali sore dalam keadaan kenyang.)
— HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah
Makna: Kesempitan hidup sering kali disebabkan oleh kurangnya tawakal kepada Allah.
6. Kesempitan Waktu dalam Amal Baik
Rasulullah ﷺ mengingatkan agar umat Islam memanfaatkan waktu karena kesempitan waktu adalah ujian.
•Hadis:
“نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ ٱلنَّاسِ: ٱلصِّحَّةُ وَٱلْفَرَاغُ”
(Ada dua kenikmatan yang sering disia-siakan oleh banyak orang: kesehatan dan waktu luang.)
— HR. Bukhari
Makna: Kesempitan waktu untuk beramal adalah akibat dari kelalaian manusia.
Kesimpulan; Dalam hadis, ضيق merujuk pada:
1.Kesempitan hati akibat dosa atau menjauh dari Allah.
2.Kesempitan rezeki sebagai ujian untuk mengukur kesabaran dan tawakal.
3.Kesempitan kubur sebagai ujian di alam barzakh.
4.Kesempitan akibat kezaliman terhadap diri sendiri atau orang lain.
5.Kesempitan hidup karena kurangnya pemanfaatan waktu dan tawakal.
Semua ini menjadi pengingat agar manusia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, bersabar, dan beramal untuk menghindari kesempitan dunia dan akhirat.
Dalam hadis Ahlul Bayt (as), kata ضيق (kesempitan) sering kali dibahas dalam konteks spiritual, moral, dan kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa makna ضيق berdasarkan riwayat Ahlul Bayt:
1. Kesempitan Hati Karena Dosa
Ahlul Bayt menjelaskan bahwa dosa-dosa yang dilakukan manusia akan menyebabkan kesempitan hati dan kegelisahan.
•Hadis: Imam Ali (as) berkata:
“مَنْ ضَيَّقَ عَلَى نَفْسِهِ ذُنُوبَهُ ضَيَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ مَسْكَنَهُ فِي قَبْرِهِ”
(Barang siapa yang mempersempit dirinya dengan dosa-dosanya, Allah akan mempersempit tempat tinggalnya di kuburnya.)
— Nahj al-Balaghah, Hikmah 349
Makna: Kesempitan hati dan kesulitan hidup adalah akibat dari dosa yang dilakukan manusia.
2. Kesempitan Hidup karena Kurangnya Tawakal
Ahlul Bayt menekankan pentingnya tawakal kepada Allah untuk menghindari kesempitan hidup.
•Hadis: Imam Ja‘far al-Shadiq (as) berkata:
“مَنْ أَكْثَرَ ٱلشَّكْوَى ضَاقَتْ عَلَيْهِ ٱلْمَعِيشَةُ”
(Barang siapa yang terlalu banyak mengeluh, kehidupannya akan menjadi sempit.)
— Al-Kafi, jilid 2, hal. 90
Makna: Mengeluh menunjukkan kurangnya tawakal kepada Allah, yang pada akhirnya mempersempit kehidupan.
3. Kesempitan Kubur Akibat Kurangnya Amal Baik
Ahlul Bayt menjelaskan bahwa amal perbuatan seseorang akan menentukan luas atau sempitnya kubur mereka.
•Hadis: Imam Ja‘far al-Shadiq (as) berkata:
“إِذَا دَخَلَ ٱلْمُؤْمِنُ قَبْرَهُ كَانَتِ ٱلصَّلَاةُ عَنْ يَمِينِهِ، وَٱلزَّكَاةُ عَنْ يَسَارِهِ، وَٱلْبِرُّ يُظِلُّهُ، وَٱلصَّبْرُ يَسْكُنُ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَإِذَا جَاءَ ٱلْمَلَكَانِ ٱلْمُقَرَّبَانِ لِلسُّؤَالِ قَالَ ٱلصَّبْرُ لِلصَّلَاةِ وَٱلزَّكَاةِ وَٱلْبِرِّ: دَافِعُوا عَنْ صَاحِبِكُمْ”
(Ketika seorang mukmin masuk ke kuburnya, salat berada di sebelah kanannya, zakat di sebelah kirinya, kebajikan menaunginya, dan kesabaran berada di dekat kepalanya. Ketika dua malaikat mendatanginya untuk bertanya, kesabaran berkata kepada salat, zakat, dan kebajikan: “Lindungilah sahabat kalian.”)
— Al-Kafi, jilid 3, hal. 235
Makna: Kesempitan kubur dapat dicegah dengan memperbanyak amal baik seperti salat, zakat, dan kesabaran.
4. Kesempitan Hati karena Hilangnya Keimanan
Ahlul Bayt mengajarkan bahwa iman yang lemah dapat menyebabkan kesempitan hati, karena manusia kehilangan sumber kekuatan spiritualnya.
•Hadis: Imam Ali (as) berkata:
“إِنَّ ٱللَّهَ جَعَلَ ٱلإِيمَانَ لِتَطۡهِيرِ ٱلۡقُلُوبِ مِنَ ٱلشَّكِّ، وَٱلۡعِبَادَةَ لِتَنْزِيهِ ٱلۡقُلُوبِ عَنِ ٱلۡكِبْرِ”
(Sesungguhnya Allah menjadikan iman untuk membersihkan hati dari keraguan, dan ibadah untuk menyucikan hati dari kesombongan.)
— Nahj al-Balaghah, Khutbah 229
Makna: Iman yang kuat menghilangkan kesempitan hati yang disebabkan oleh keraguan atau kesombongan.
5. Kesempitan Hidup akibat Ketidakadilan dan Kezaliman
Ahlul Bayt sering mengingatkan bahwa kezaliman terhadap orang lain dapat membawa kesempitan hidup di dunia dan akhirat.
•Hadis: Imam Ali (as) berkata:
“ٱلظُّلْمُ يُزِيلُ ٱلنِّعَمَ وَيُحْدِثُ ٱلنِّقَمَ وَيُبِيرُ ٱلۡعَمَرَ وَيُخۡرِبُ ٱلۡبُلَدَ”
(Kezaliman akan menghilangkan nikmat, mendatangkan kutukan, mempersingkat umur, dan menghancurkan negeri.)
— Ghurar al-Hikam, hadis 5940
Makna: Kesempitan dalam hidup sering kali merupakan akibat dari tindakan zalim.
6. Kesempitan Hati karena Terasingnya Kebenaran
Ahlul Bayt menyebutkan bahwa orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran sering kali merasa terasing, sehingga menyebabkan kesempitan hati.
•Hadis: Imam Ali (as) berkata:
“لَا تَسْتَوْحِشُوا فِي طَرِيقِ ٱلۡهُدَىٰ لِقِلَّةِ أَهْلِهِ”
(Jangan merasa asing di jalan kebenaran hanya karena sedikitnya orang yang mengikutinya.)
— Nahj al-Balaghah, Hikmah 201
Makna: Kesempitan hati adalah ujian bagi orang yang teguh di jalan kebenaran.
7. Kesempitan Dada Karena Tidak Bersabar
Ahlul Bayt mengajarkan bahwa kesempitan dada sering kali merupakan akibat dari kurangnya kesabaran dalam menghadapi ujian.
•Hadis: Imam Ali (as) berkata:
“الصَّبْرُ مِفْتَاحُ ٱلۡفَرَجِ”
(Kesabaran adalah kunci kelapangan.)
— Ghurar al-Hikam, hadis 3938
Makna: Kesempitan hidup atau hati dapat diatasi dengan kesabaran.
Kesimpulan; Dalam hadis Ahlul Bayt (as), ضيق sering kali dijelaskan sebagai:
1.Akibat dosa atau amal buruk.
2.Ujian yang mengukur kesabaran dan keimanan.
3.Konsekuensi dari kezaliman atau ketidakadilan.
4.Kesempitan hati akibat kurangnya iman atau kehilangan fokus pada akhirat.
5.Tantangan yang dihadapi orang-orang yang berjalan di jalan kebenaran.
Ahlul Bayt (as) menawarkan solusi berupa peningkatan iman, tawakal, kesabaran, dan amal baik untuk mengatasi kesempitan hidup dan hati.
Dalam penafsiran para mufassir, kata ضيق (kesempitan) dijelaskan dalam berbagai konteks berdasarkan maknanya di Al-Qur’an dan Sunnah. Berikut adalah beberapa makna ضيق menurut tafsir para ulama:
1. Kesempitan Hati karena Ujian Kehidupan
Para mufassir seperti Al-Qurthubi dan Ibn Kathir menafsirkan ضيق dalam konteks ayat-ayat yang menggambarkan ujian Allah terhadap manusia.
•Contoh Ayat:
“فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي ٱلسَّمَآءِ…”
(Barang siapa yang Allah kehendaki untuk memberinya petunjuk, Dia akan melapangkan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa yang Dia kehendaki untuk disesatkan, Dia akan menjadikan dadanya sempit lagi sesak, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.)
— QS. Al-An‘am: 125
Penafsiran:
•Ibn Kathir: Kesempitan dada di sini merujuk pada ketidakmampuan seseorang menerima kebenaran karena Allah tidak memberinya hidayah. Ini adalah akibat dari pilihan manusia untuk berpaling dari Allah.
•Al-Qurthubi: Kesempitan dada disebabkan oleh tekanan spiritual akibat keraguan dan kebencian terhadap Islam.
2. Kesempitan Hidup akibat Dosa dan Kesalahan
Al-Baghawi dan Al-Razi menjelaskan bahwa ضيق dalam Al-Qur’an sering kali terkait dengan kesempitan hidup yang dialami seseorang karena dosa-dosa yang dilakukan.
•Contoh Ayat:
“وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ”
(Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.)
— QS. Taha: 124
Penafsiran:
•Al-Baghawi: Kehidupan yang sempit (ضنك) di dunia ini mencakup kebahagiaan yang hilang, meskipun seseorang memiliki kekayaan dan harta. Ini adalah akibat dari jauhnya hati seseorang dari Allah.
•Fakhr al-Razi: Menafsirkan kehidupan sempit di sini sebagai kondisi jiwa yang gelisah dan tidak menemukan ketenangan karena manusia lebih mementingkan dunia daripada akhirat.
3. Kesempitan Kubur
Al-Qurtubi dalam tafsirnya menekankan bahwa kesempitan kubur adalah konsekuensi langsung dari amal buruk di dunia.
•Contoh Ayat:
“وَمَن يَعۡشُ عَن ذِكۡرِ ٱلرَّحۡمَٰنِ نُقَيِّضۡ لَهُۥ شَيۡطَٰنٗا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٞ”
(Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhan Yang Maha Pengasih, Kami tetapkan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman karibnya.)
— QS. Az-Zukhruf: 36
Penafsiran:
•Al-Qurtubi: Dalam tafsir ayat ini, disebutkan bahwa kesempitan kubur dan tekanan kubur (ضغطة القبر) adalah salah satu bentuk siksa bagi mereka yang berpaling dari Allah. Ini adalah peringatan agar manusia senantiasa beramal baik.
4. Kesempitan Rezeki sebagai Ujian
Para mufassir seperti Ibn Kathir dan Al-Mawardi menafsirkan kesempitan rezeki sebagai bentuk ujian untuk mengukur kesabaran seorang hamba.
•Contoh Ayat:
“فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا”
(Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.)
— QS. Al-Insyirah: 6
Penafsiran:
•Ibn Kathir: Ayat ini mengajarkan bahwa kesempitan hidup dalam bentuk kekurangan rezeki adalah ujian yang diiringi dengan janji kemudahan dari Allah.
•Al-Mawardi: Kesempitan rezeki di sini adalah sarana untuk mendekatkan manusia kepada Allah melalui doa dan tawakal.
5. Kesempitan Hati karena Beban Dakwah
Para mufassir seperti Al-Alusi dan Ibn Ashur menafsirkan kesempitan dada Nabi Muhammad ﷺ dalam dakwahnya sebagai bentuk kasih sayang Nabi terhadap umatnya.
•Contoh Ayat:
“فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ نَّفۡسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا”
(Maka barangkali engkau (Muhammad) akan membinasakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini.) — QS. Al-Kahf: 6
Penafsiran:
•Al-Alusi: Nabi Muhammad ﷺ merasakan kesempitan hati karena kekhawatirannya terhadap nasib umatnya yang menolak dakwah.
•Ibn Ashur: Ayat ini menunjukkan betapa besar rasa kasih sayang Rasulullah kepada umatnya, sehingga penolakan dakwah membuat dadanya sempit.
6. Kesempitan Hati karena Syirik dan Jauh dari Allah
Menurut Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an, kesempitan hati sering terjadi karena manusia menjauh dari tauhid dan menggantungkan diri pada selain Allah.
•Contoh Ayat:
“وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَتَخۡطَفُهُ ٱلطَّيۡرُ أَوۡ تَهۡوِي بِهِ ٱلرِّيحُ فِي مَكَانٖ سَحِيقٍ”
(Barang siapa mempersekutukan Allah, maka seolah-olah dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.) QS. Al-Hajj: 31
Penafsiran:
•Sayyid Qutb: Kesempitan jiwa dan kehilangan arah hidup adalah akibat dari syirik. Hanya tauhid yang dapat memberikan kelapangan hati dan ketenangan jiwa.
Kesimpulan; Para mufassir menafsirkan ضيق sebagai:
1.Kesempitan hati akibat dosa, syirik, atau jauhnya manusia dari Allah.
2.Kesempitan hidup sebagai ujian dari Allah untuk mengukur kesabaran dan tawakal.
3.Kesempitan kubur akibat amal buruk.
4.Kesempitan dakwah yang dirasakan oleh Nabi ﷺ sebagai bukti kasih sayangnya kepada umat.
5.Kesempitan rezeki yang menjadi ujian sekaligus sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Solusi yang diberikan adalah memperbanyak amal saleh, tawakal, dan kembali kepada Allah melalui tauhid dan ketaatan.
Dalam tafsir para mufassir Syiah, ضيق (kesempitan) dijelaskan dalam berbagai dimensi yang mencakup aspek spiritual, moral, dan kehidupan duniawi. Tafsir Syiah menekankan hubungan antara kesempitan dengan kondisi ruhani, keimanan, serta perbuatan manusia. Berikut adalah penjelasan berdasarkan tafsir Syiah:
1. Kesempitan Dada dalam Konteks Hidayah dan Kesesatan
•Contoh Ayat:
“فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي ٱلسَّمَآءِ…”
(Barang siapa yang Allah kehendaki untuk memberinya petunjuk, Dia akan melapangkan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa yang Dia kehendaki untuk disesatkan, Dia akan menjadikan dadanya sempit lagi sesak, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.)
— QS. Al-An‘am: 125
Penafsiran:
•Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
Kesempitan dada di sini merujuk pada jiwa yang kehilangan kepekaan terhadap kebenaran akibat penolakan terhadap petunjuk Allah. Hidayah adalah cahaya yang melapangkan hati, sedangkan kesesatan adalah kegelapan yang mempersempitnya. Beliau juga menekankan bahwa kesempitan ini bersifat batiniah dan berkaitan erat dengan hubungan manusia dengan Allah.
•Al-Qummi:
Ayat ini menunjukkan bahwa hati yang sempit adalah akibat dari pilihan manusia untuk berpaling dari kebenaran, dan ini diperparah dengan perbuatan dosa.
2. Kesempitan Hidup sebagai Ujian dari Allah
•Contoh Ayat:
“فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا”
(Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.)
— QS. Al-Insyirah: 6
Penafsiran:
•Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
Ayat ini mengajarkan bahwa kesempitan hidup adalah bagian dari ujian Allah untuk mengukur ketabahan dan keimanan manusia. Kesulitan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan Allah menjanjikan kelapangan setelah ujian ini.
3. Kesempitan Hati dalam Dakwah Rasulullah ﷺ
•Contoh Ayat:
“وَلَقَدۡ نَعۡلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدۡرُكَ بِمَا يَقُولُونَ”
(Dan sungguh, Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka katakan.)
— QS. Al-Hijr: 97
Penafsiran:
•Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
Kesempitan dada Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan dampak psikologis dari penolakan dan penghinaan yang dilakukan oleh kaumnya terhadap risalah Islam. Ini adalah bukti kasih sayang Nabi ﷺ kepada umatnya dan rasa tanggung jawabnya terhadap mereka.
•Tafsir Nur oleh Ayatullah Makarim Shirazi:
Kesempitan ini bukanlah kelemahan, tetapi refleksi dari empati mendalam Rasulullah ﷺ terhadap umatnya. Ayat ini mendorong Rasulullah untuk bersabar dan tetap teguh dalam dakwah.
4. Kesempitan Hidup Akibat Perbuatan Dosa
•Contoh Ayat:
“وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكٗا…”
(Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit…)
— QS. Taha: 124
Penafsiran:
•Allamah Thabathaba’i (Tafsir Al-Mizan):
Kehidupan yang sempit (ضنك) adalah kondisi ruhani yang penuh kegelisahan, terlepas dari kekayaan materi yang dimiliki. Ini adalah akibat langsung dari jauhnya seseorang dari Allah dan melupakan-Nya.
•Ayatullah Makarim Shirazi (Tafsir Namuneh):
Kesempitan hidup di sini merujuk pada hilangnya ketenangan jiwa akibat dosa-dosa yang menguasai hati manusia. Bahkan dalam keadaan materi yang berlimpah, orang yang jauh dari Allah tidak akan menemukan kebahagiaan sejati.
5. Kesempitan Kubur sebagai Akibat Amal Buruk
Para mufassir Syiah menjelaskan bahwa ضيق juga merujuk pada tekanan di alam kubur akibat amal buruk manusia.
•Contoh Riwayat:
Imam Ja‘far al-Shadiq (as) berkata:
“القبر إمّا روضة من رياض الجنّة أو حفرة من حفر النيران.”
(Kubur itu bisa menjadi taman dari taman-taman surga atau lubang dari lubang-lubang neraka.)
Penafsiran:
•Allamah Thabathaba’i: Kesempitan kubur adalah manifestasi dari amal buruk manusia di dunia, yang mencerminkan kondisi ruhani mereka. Kubur yang luas adalah balasan bagi mereka yang menjaga hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia.
6. Kesempitan Rezeki Sebagai Ujian atau Hukuman
•Contoh Ayat:
“وَضَيَّقَ عَلَيۡهِ رِزۡقَهُۥ…”
(Dan Dia mempersempit rezekinya…)
— QS. At-Talaq: 7
Penafsiran:
•Tafsir Nur oleh Ayatullah Makarim Shirazi:
Kesempitan rezeki bisa menjadi ujian untuk menguji ketabahan dan rasa syukur seseorang. Namun, dalam beberapa kasus, itu juga merupakan hukuman karena dosa dan kelalaian manusia terhadap kewajibannya.
7. Kesempitan Hati karena Syirik dan Kesesatan
Para mufassir Syiah menekankan bahwa kesempitan hati adalah akibat dari jauhnya seseorang dari tauhid dan bergantung pada selain Allah.
•Contoh Ayat:
“وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ ٱلسَّمَآءِ…”
(Barang siapa mempersekutukan Allah, maka seolah-olah dia jatuh dari langit…) QS. Al-Hajj: 31
Penafsiran:
•Allamah Thabathaba’i:
Syirik adalah akar dari semua kegelisahan dan kesempitan jiwa. Tauhid adalah satu-satunya jalan menuju ketenangan dan kelapangan hati.
Kesimpulan; Menurut mufassir Syiah, ضيق (kesempitan) memiliki makna yang luas, meliputi:
1.Kesempitan dada karena jauhnya seseorang dari hidayah Allah.
2.Kesempitan hidup sebagai ujian atau akibat dosa.
3.Kesempitan hati dalam dakwah Rasulullah ﷺ, mencerminkan tanggung jawab dan kasih sayang beliau.
4.Kesempitan kubur akibat amal buruk di dunia.
5.Kesempitan rezeki sebagai ujian atau hukuman.
6.Kesempitan jiwa akibat syirik dan ketergantungan pada selain Allah.
Para mufassir Syiah menekankan pentingnya iman, amal saleh, tawakal, dan kembali kepada Allah sebagai solusi untuk mengatasi segala bentuk kesempitan.
Menurut para ahli makrifat dan hakikat (spiritualisme dalam Islam), ضيق (kesempitan) dipahami lebih dalam dari sekedar makna fisik atau material. Dalam pandangan mereka, kesempitan bukan hanya masalah kondisi duniawi, tetapi juga berkaitan dengan kondisi batin dan hubungan seorang hamba dengan Allah. Berikut adalah penafsiran ضيق dari perspektif ahli makrifat dan hakikat:
1. Kesempitan Hati sebagai Ketidakhadiran Allah dalam Hati
Ahli makrifat sering menjelaskan bahwa ضيق atau kesempitan hati terjadi ketika seseorang jauh dari Allah, yakni ketika hati tidak merasakan kehadiran-Nya atau terhalang oleh duniawi dan hawa nafsu.
•Penafsiran:Ibn Arabi:
Kesempitan hati adalah akibat dari keterikatan duniawi yang menghalangi seseorang untuk merasakan kehadiran Ilahi. Dalam istilah makrifat, kesempitan ini terjadi karena tidak adanya cahaya Allah dalam jiwa, yang hanya dapat disingkirkan dengan zikir, tafakkur, dan pemurnian hati.
•Al-Ghazali (Ihya’ Ulum al-Din):
Hati yang terhalang oleh keburukan dan keserakahan akan mengalami kesempitan yang dalam. Dalam konteks ini, kesempitan adalah “siksaan batin” yang muncul akibat ketidakterbukaan hati terhadap cahaya Ilahi.
•Ahli Makrifat:
Untuk merasakan kelapangan hati, seorang hamba harus membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela dan mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan-amalan yang menumbuhkan keikhlasan dan kecintaan kepada-Nya.
2. Kesempitan Sebagai Ujian untuk Meningkatkan Ma’rifat
Dalam pandangan ahli hakikat, kesempitan (baik dalam hal kehidupan ataupun dalam hati) dipandang sebagai ujian dari Allah yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat ma’rifat (pengetahuan spiritual) seorang hamba.
•Penafsiran: Rumi (Diwan-e-Shams):
Rumi mengajarkan bahwa setiap kesulitan dan kesempitan yang dialami oleh seorang salik (penempuh jalan spiritual) adalah bentuk dari “pemurnian jiwa” yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah. Ia mengatakan bahwa Allah memberikan kesempitan sebagai proses untuk “menggali harta karun” di dalam diri manusia, yang pada akhirnya membawa kepada pembukaan makrifat.
•Ibn Arabi:
Kesempitan adalah bentuk ujian dari Allah untuk membentuk keikhlasan dan kedalaman spiritual. Ujian ini bertujuan agar hamba dapat melampaui kecemasan duniawi dan berfokus pada pencapaian hakikat dari segala sesuatu yang ada di sekelilingnya.
3. Kesempitan sebagai Proses Pembukaan (Futuh)
Kesempitan dalam pandangan ahli makrifat sering dianggap sebagai proses yang akan diikuti dengan pembukaan (futuh). Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an, setiap kesulitan pasti diikuti dengan kemudahan, dan ini juga berlaku dalam dimensi spiritual.
•Penafsiran: Al-Jili (Al-Insan al-Kamil):
Kesempitan (baik dalam dunia maupun dalam hati) adalah jalan yang mengarah pada pembukaan (futuh). Kesempitan yang dialami oleh seseorang, terutama yang dialami dalam perjalanan spiritual, akan diikuti dengan pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat Tuhan dan makrifat-Nya.
•Ibn Arabi:
Kesempitan adalah bagian dari tahapan ruhani seorang salik (penempuh jalan spiritual) yang harus melalui tahap “kegelapan” (zulmah) sebelum mencapai cahaya yang lebih besar. Proses ini disebut juga sebagai “futuh”, yaitu pembukaan hati dan pemahaman tentang kebenaran hakiki.
4. Kesempitan sebagai Penghalang dari “Fana” dan “Baqa”
Dalam ajaran hakikat, ضيق (kesempitan) juga dianggap sebagai penghalang yang menahan seorang hamba dari mencapai fana (kehancuran diri) dan baqa (keabadian dalam Allah).
•Penafsiran: Al-Ghazali:
Kesempitan hati adalah penghalang bagi seorang salik yang ingin mencapai fana, yaitu menghilangkan ego dan egoisme. Tanpa melampaui kesempitan ini, seseorang tidak dapat benar-benar merasakan kebersamaan dengan Tuhan dalam keadaan baqa, yaitu tetap ada dalam-Nya setelah fana dari segala hal duniawi.
•Ibn Arabi: Kesempitan adalah keadaan jiwa yang belum mencapai puncak makrifat dan mengalami keterbatasan dalam merasakan “wujud Allah”. Proses penghilangan kesempitan ini adalah bagian dari perjalanan menuju fana dan baqa, di mana seorang hamba sepenuhnya menyatu dengan Tuhan.
5. Kesempitan sebagai Sumber Pembelajaran Spiritual
Bagi ahli makrifat, kesempitan adalah proses penyucian jiwa yang mendorong seseorang untuk lebih mengenal diri dan Allah. Ini adalah cara Allah untuk memurnikan hati dari kesombongan dan keterikatan pada dunia.
•Penafsiran: Syeikh Abdul Qadir al-Jilani:
Kesempitan yang dialami seseorang bisa menjadi tanda bahwa Allah sedang membersihkan hati seorang hamba dari keburukan. Kesulitan ini dipandang sebagai proses spiritual yang memperkuat keteguhan hati dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
•Ibn Arabi: Allah memberikan kesempitan untuk menguji dan memperhalus ruhani seorang salik. Ketika seseorang mampu menanggung kesempitan dengan sabar dan tawakal, ia akan mendapatkan pencerahan spiritual dan dibukakan pengetahuan yang lebih tinggi.
Kesimpulan; Menurut ahli makrifat dan hakikat, ضيق (kesempitan) bukan hanya berhubungan dengan kondisi duniawi atau materi, tetapi merupakan fenomena spiritual yang menunjukkan adanya jarak antara seorang hamba dengan Allah. Kesempitan ini bisa muncul sebagai akibat dari dosa, ketergantungan pada dunia, atau kurangnya pemahaman hakiki tentang Tuhan. Namun, para ahli makrifat mengajarkan bahwa kesempitan adalah proses pembersihan, pengujian, dan pemurnian jiwa, yang akhirnya akan membawa kepada pembukaan spiritual (futuh) dan pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat Allah.
Dalam tradisi ahli hakikat Syiah, pandangan tentang ضيق (kesempitan) lebih mendalam dan sangat terhubung dengan konsep makrifat (pengetahuan spiritual) serta tasfiyah (penyucian jiwa). Ahli hakikat Syiah mengaitkan kesempitan ini dengan hubungan batin seseorang dengan Allah, bagaimana seorang hamba dapat mengalami pembersihan jiwa, dan proses mendekatkan diri kepada Tuhan melalui jalan spiritual yang dalam. Berikut adalah penjelasan tentang kesempitan menurut perspektif ahli hakikat Syiah:
1. Kesempitan sebagai Hasil dari Jauh dari Allah
Ahli hakikat Syiah mengajarkan bahwa kesempitan dalam hati atau jiwa seorang hamba terjadi ketika ia jauh dari Allah. Ketika seseorang mengabaikan fitrah Ilahiyah (naluri atau kecenderungan spiritual alami menuju Allah) dan tergoda oleh duniawi, maka hatinya menjadi sempit dan gelap.
•Imam Ali (a.s.) mengatakan:
“Sesungguhnya hati manusia adalah seperti tanah yang subur, jika ditaburi dengan benih kebaikan maka akan tumbuh pohon yang baik, tetapi jika ia dipenuhi dengan hawa nafsu, maka ia menjadi keras dan sempit.”
Dalam tafsir ini, kesempitan adalah akibat dari jauh dari cahaya Ilahi dan pengaruh dari hawa nafsu yang menguasai jiwa.
•Imam Ja’far al-Sadiq (a.s.) juga menyatakan:
“Hati yang tidak menerima cahaya ilmu dan hidayah Allah akan menjadi sempit dan terisolasi dari ketenangan.”
Kesempitan hati ini menandakan ketidakmampuan hati untuk menerima makrifat atau pengetahuan yang mencerahkan dari Allah.
2. Kesempitan sebagai Penghalang untuk Mencapai Ma’rifah
Ahli hakikat Syiah memahami bahwa kesempitan adalah penghalang yang harus dilalui oleh setiap salik (penempuh jalan spiritual) dalam perjalanannya untuk mencapai ma’rifah (pengetahuan mendalam tentang Allah). Ketika seorang hamba menghadapi kesulitan dan kesempitan, ini adalah fase ujian yang diperlukan untuk mendapatkan pembukaan (futuh) dan pencerahan lebih lanjut.
•Allamah Tabatabai (Tafsir Al-Mizan): Kesempitan dalam hidup seorang hamba dapat dimaknai sebagai cara Allah menguji kedalaman imannya. Hati yang sempit di dunia ini, jika diterima dengan kesabaran dan tawakal, akan membuka pintu-pintu ilmu dan ma’rifah tentang hakikat Tuhan. Dalam perjalanan spiritual, kesempitan adalah proses yang harus dilewati untuk membuka hati dan menerima cahaya Ilahi.
•Ayatullah Makarim Shirazi (Tafsir al-Namuneh): Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, kesempitan bukanlah tanda dari kegagalan, melainkan tanda dari proses penyucian jiwa yang mengarah pada futuh atau pembukaan spiritual yang lebih dalam. Pembukaan ini adalah hasil dari perjuangan melawan kesulitan dan kesempitan, yang memungkinkan seorang hamba untuk merasakan kedekatannya dengan Allah.
3. Kesempitan sebagai Keterbatasan Jiwa yang Mengarah pada Pencerahan
Menurut ajaran ahli hakikat Syiah, kesempitan bisa juga dipandang sebagai batasan yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba untuk mendorongnya untuk melampaui keterbatasannya. Saat seorang hamba menghadapi kesulitan atau kesempitan, ini adalah peluang untuk mengenal diri dan mengenal Allah dengan lebih baik.
•Imam Ali (a.s.) pernah berkata:
“Manusia adalah musafir dalam perjalanan menuju Tuhan. Ketika dia mengalami kesempitan, dia harus melihatnya sebagai cara Allah mengajarinya untuk mengenal dirinya lebih dalam.”
Kesempitan ini, dalam konteks ini, adalah kesempatan untuk merenung dan mendekatkan diri pada Allah. Jiwa yang sempit akan menemukan keluasan ketika ia berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan.
•Ibn Arabi, meskipun tidak spesifik dalam konteks Syiah, pemikirannya tentang hakikat kesempitan sering disinggung dalam ajaran-ajaran spiritual Syiah. Ia menekankan bahwa kesempitan adalah bentuk dari ujian Allah, yang mengarah pada pencapaian makrifat dan pemahaman yang lebih mendalam tentang Tuhan.
4. Kesempitan sebagai Kematian Ego dan Penyucian Jiwa
Dalam tradisi ahli hakikat Syiah, kesempitan sering dikaitkan dengan kematian ego (muwat), yaitu proses menghilangkan keakuan dan keinginan pribadi untuk merasakan kebersamaan dengan Allah. Kesempitan bisa berarti ketidakmampuan untuk mengatasi ego yang menghalangi jalan menuju fana (kehancuran ego) dan baqa (keabadian dalam Tuhan).
•Imam Ali (a.s.) pernah mengungkapkan:
“Sesungguhnya orang yang mengira dirinya besar adalah orang yang paling kecil. Sedangkan orang yang mengalahkan egonya akan menemukan kelapangan jiwa dalam kedekatannya dengan Tuhan.”
Dari perspektif ini, kesempitan adalah tanda bahwa ego seseorang sedang dalam proses kehancuran. Proses ini membawa pada pencerahan spiritual dan kedalaman hubungan dengan Tuhan.
•Ayatullah Khomeini (al-Maktoob): Kesempitan jiwa yang dirasakan seseorang adalah bagian dari pembersihan ruhani, yang mengarah pada penghilangan sifat-sifat duniawi dan penguatan spiritualitas. Hal ini adalah langkah menuju fana (kehilangan diri dalam Allah), yang akhirnya memungkinkan jiwa untuk tetap ada dalam baqa (keabadian dalam Allah).
5. Kesempitan sebagai Pembukaan Pintu Hidayah
Ahli hakikat Syiah juga mengajarkan bahwa kesempitan dalam kehidupan seorang hamba adalah cara Allah untuk membuka pintu hidayah dan rahmat-Nya. Ketika seseorang merasa terhimpit dan tertekan, Allah sering kali memberi petunjuk melalui perasaan tersebut.
•Imam Ja’far al-Sadiq (a.s.):
“Ketika engkau merasa sempit dalam hidup, itu adalah tanda bahwa Allah ingin memberi cahaya baru di dalam hatimu.”
Dalam ajaran ini, kesempitan adalah transisi spiritual yang membuka jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang Allah, yang dapat mengarah pada pengalaman langsung tentang wahdatul wujud (kesatuan dengan Tuhan).
Kesimpulan; Menurut ahli hakikat Syiah, ضيق (kesempitan) memiliki dimensi yang sangat dalam dan berhubungan erat dengan proses spiritual seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah. Kesempitan ini bukan hanya masalah duniawi atau fisik, tetapi lebih kepada proses pembersihan jiwa, penyucian ego, dan ujian dalam perjalanan menuju makrifat dan ma’rifah (pengetahuan tentang Allah). Melalui kesempitan, seorang hamba dapat mencapai fana (kehancuran ego) dan baqa (keabadian dalam Tuhan), dan menemukan kedalaman spiritual serta pembukaan hati yang lebih luas.
Cerita atau kisah yang terkait dengan konsep ضيق (kesempitan) dalam perspektif ajaran Islam, termasuk dalam tradisi Syiah dan hakikat, yang menggambarkan bagaimana kesempitan ini dihadapi dan diubah menjadi pembukaan dan pencerahan spiritual.
1. Kisah Nabi Musa dan Laut Merah
Nabi Musa (a.s.) dan Bani Israil dihadapkan pada kesempitan besar ketika mereka berada di tepi Laut Merah, dan tentara Firaun mengejar mereka. Mereka merasa terhimpit, namun Allah memberikan jalan keluar yang luar biasa dengan membelah laut.
•Pelajaran: Kesempitan bisa menjadi momen yang penuh ujian, namun Allah selalu memberikan jalan keluar yang tak terduga.
2. Kisah Nabi Yunus di Perut Ikan
Nabi Yunus (a.s.) dimakan oleh ikan besar setelah ia meninggalkan umatnya dalam keadaan kesempitan dan kesulitan. Dalam perut ikan, ia memohon ampun kepada Allah dan bertobat. Allah menyelamatkannya dan mengeluarkannya dari kesempitan itu.
•Pelajaran: Ketika berada dalam kesulitan, seorang hamba harus bersabar dan memohon kepada Allah, yang selalu memberikan jalan keluar.
3. Kisah Nabi Ibrahim dan Api
Nabi Ibrahim (a.s.) dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namrud karena dakwahnya. Meskipun api itu tampak sebagai kesempitan yang mematikan, Allah menjadikan api tersebut dingin dan selamat untuknya.
•Pelajaran: Kesempitan yang tampaknya tidak bisa dihindari bisa menjadi cara Allah untuk menunjukkan kekuasaan-Nya dan menyelamatkan hamba-Nya.
4. Kisah Nabi Muhammad dan Hijrah ke Madinah
Ketika Rasulullah Muhammad (s.a.w.) dan sahabatnya, Abu Bakar (r.a.), bersembunyi di gua Tsur dari pengejaran orang Quraisy, mereka merasa dalam kesempitan dan ketakutan. Namun, Allah melindungi mereka dengan cara yang luar biasa, dan mereka berhasil melanjutkan hijrah ke Madinah.
•Pelajaran: Dalam kesempitan dan ancaman, pertolongan Allah datang dengan cara yang tidak terduga.
5. Kisah Imam Ali dan Perang Khandaq
Pada perang Khandaq (perang parit), pasukan muslimin terpojok oleh pasukan besar musuh yang hampir memenangi perang. Namun, dengan keberanian dan kebijaksanaan Imam Ali (a.s.), pasukan muslimin berhasil mengalahkan musuh dan keluar dari kesempitan tersebut.
•Pelajaran: Keberanian dan keteguhan iman dalam menghadapi kesulitan dapat membawa kemenangan.
6. Kisah Imam Husain di Karbala
Imam Husain (a.s.) dan pengikutnya di Karbala menghadapi kesempitan besar ketika mereka dikepung oleh pasukan Yazid yang jauh lebih besar. Meskipun menghadapi kematian dan penderitaan yang sangat besar, Imam Husain (a.s.) tetap teguh pada prinsipnya dan memilih mati dengan martabat.
•Pelajaran: Kesempitan dalam perjuangan untuk kebenaran sering kali membawa pengorbanan besar, tetapi juga kemuliaan abadi.
7. Kisah Salman al-Farsi dan Pencarian Kebenaran
Salman al-Farsi (r.a.) menjalani perjalanan panjang yang penuh dengan kesempitan dan kesulitan dalam pencariannya untuk menemukan kebenaran dan agama yang benar. Setelah bertemu dengan Nabi Muhammad (s.a.w.), ia menemukan kedamaian dan kedalaman spiritual yang selama ini dicari.
•Pelajaran: Kesempitan dalam pencarian spiritual dapat menjadi jalan menuju pencerahan dan kebahagiaan sejati.
8. Kisah Imam Ali dan Ujian Kehidupan
Imam Ali (a.s.) sering menghadapi kesulitan dan tantangan besar dalam hidupnya, baik dalam peperangan maupun dalam pengaturan pemerintahan. Meskipun menghadapi banyak kesempitan, beliau tetap menunjukkan keteguhan hati dan kebijaksanaan dalam setiap langkahnya.
•Pelajaran: Dalam menghadapi kesempitan hidup, kebijaksanaan dan keteguhan hati adalah kunci untuk keluar dari kesulitan.
9. Kisah Ahlul Bayt dalam Kesulitan
Setelah peristiwa Karbala, keluarga Ahlul Bayt (a.s.) mengalami berbagai kesempitan, termasuk penangkapan dan penghinaan. Namun, mereka tetap menunjukkan keteguhan iman dan kesabaran, dan setelah masa yang penuh kesulitan, mereka tetap menjadi simbol keimanan dan perjuangan.
•Pelajaran: Kesempitan yang dialami oleh Ahlul Bayt menunjukkan bagaimana keteguhan dalam menghadapi ujian besar dapat menghasilkan kemuliaan dan keberkahan.
10. Kisah Abu Bakr al-Siddiq di Gua Tsur
Abu Bakr (r.a.) menemani Rasulullah (s.a.w.) dalam hijrah ke Madinah dan mereka bersembunyi di Gua Tsur dari pengejaran musuh. Dalam kesempitan tersebut, Abu Bakr merasa khawatir, namun Rasulullah (s.a.w.) meyakinkannya bahwa Allah bersama mereka. Pertolongan Allah datang dengan melindungi mereka dari musuh.
•Pelajaran: Dalam setiap kesempitan, keyakinan pada pertolongan Allah adalah hal yang penting untuk tetap teguh dan tidak putus asa.
Kesimpulan: Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa dalam setiap kesempitan, ada hikmah yang lebih besar yang dapat ditemukan, baik melalui pertolongan Allah, pengorbanan, atau pencerahan spiritual. Kisah-kisah ini mengajarkan bahwa kesempitan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan bagian dari proses ujian dan pembersihan jiwa yang pada akhirnya membawa kepada pembukaan dan kemenangan yang lebih besar.
Manfaat dari kesempitan (ضيق) dalam hidup menurut ajaran Islam, khususnya dalam perspektif spiritual, beserta doa yang bisa dibaca untuk memohon pertolongan Allah dalam menghadapi kesempitan tersebut.
1. Kesempitan Membawa kepada Pembersihan Dosa
•Manfaat: Dalam keadaan kesempitan, seorang hamba teringat untuk bertobat dan memohon ampunan Allah atas dosa-dosanya. Allah menguji hamba-Nya dengan kesulitan untuk menghapuskan dosa dan meningkatkan kedekatan dengan-Nya.
•Doa:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَتُبْ عَلَيَّ
“Ya Rabb, ampunilah aku, kasihanilah aku, dan terimalah taubatku.” (QS. At-Tahrim: 8)
2. Kesempitan Mengajarkan Kesabaran
•Manfaat: Kesempitan mengajarkan sabar. Dalam menghadapi kesulitan, seorang hamba belajar untuk menahan diri dan tetap tabah, karena sabar adalah salah satu kualitas yang sangat dihargai oleh Allah.
•Doa:
وَصَابِرُونَ فِي الْمَصَائِبِ
“Dan bersabarlah kalian dalam menghadapi musibah.” (QS. Al-Baqarah: 153)
3. Kesempitan Menguatkan Iman
•Manfaat: Dalam kesempitan, seorang hamba diuji imannya. Allah memberi kesulitan untuk memperkuat iman dan membuatnya lebih yakin kepada pertolongan-Nya.
•Doa:
اللّهُمَّ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَىٰ دِينِكَ
“Ya Allah, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
4. Kesempitan Membawa Kedamaian Setelah Ujian
•Manfaat: Setelah mengalami kesempitan, seorang hamba merasakan kedamaian dan ketenangan yang datang sebagai hasil dari keteguhan hati dan kepercayaan pada Allah.
•Doa:
يَا مَن يُحَوِّلُ اللُّيْلَ وَالنَّهَارَ حَوِّلْ حَالَنَا إِلَىٰ أَحْسَنِ الْحَالِ
“Wahai Yang membolak-balikkan malam dan siang, ubahlah keadaan kami menjadi keadaan yang lebih baik.”
5. Kesempitan Mengajarkan Ketergantungan Penuh kepada Allah
•Manfaat: Dalam keadaan sempit, seorang hamba merasakan betapa besar ketergantungannya kepada Allah dan hanya kepada-Nya lah ia memohon pertolongan.
•Doa:
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.”
6. Kesempitan Membuka Pintu Hidayah
•Manfaat: Ketika seorang hamba mengalami kesempitan dan memohon kepada Allah, seringkali Allah membuka pintu hidayah-Nya dan memberikan petunjuk dalam kesulitan.
•Doa:
اللّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ أَهْلِ رَحْمَتِكَ وَهُدَاكَ
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan yang Engkau rahmati dan berikan petunjuk.”
7. Kesempitan Meningkatkan Keikhlasan
•Manfaat: Dalam kesempitan, seorang hamba diuji dengan keikhlasan dalam berdoa dan beribadah. Ia belajar untuk memohon dengan tulus kepada Allah tanpa mengharapkan selain pertolongan-Nya.
•Doa:
اللّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِي لِوَجْهِكَ خَالِصًا
“Ya Allah, jadikanlah amalanku semata-mata karena wajah-Mu.”
8. Kesempitan Memperkenalkan Keajaiban Pertolongan Allah
•Manfaat: Setelah melalui kesempitan, seorang hamba seringkali mengalami pertolongan Allah yang datang dengan cara yang tidak terduga, yang meningkatkan keyakinannya terhadap kekuasaan Allah.
•Doa:
رَبُّنَا فَارِجُ عَنَّْا وَفَكَّ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ
“Ya Rabb kami, hilangkanlah kesulitan yang kami hadapi dan bebaskanlah kami dari kesulitan ini.”
9. Kesempitan Membawa Taufik dan Ridha Allah
•Manfaat: Allah memberikan kesulitan pada hamba-Nya yang Dia cintai, dan melalui kesempitan, hamba tersebut dapat meraih ridha Allah jika ia sabar dan tawakal.
•Doa:
اللّهُمَّ رَضِّنِي بِمَا قَسَمْتَ لِي وَبَارِكْ لِي فِيهِ
“Ya Allah, ridhoilah aku dengan apa yang telah Engkau tetapkan untukku dan berkahilah padanya.”
10. Kesempitan Menumbuhkan Rasa Syukur
•Manfaat: Setelah melalui kesulitan, seseorang lebih dapat merasakan nikmat dan berkah yang telah Allah berikan, sehingga ia lebih bersyukur atas setiap kenikmatan yang ada dalam hidup.
•Doa:
اللّهُمَّ جَعَلْنِي شَاكِرًا لِعُمُرِي وَمُحْتَسِبًا لِعَمَلِي
“Ya Allah, jadikanlah aku seorang yang bersyukur atas umurku dan yang menghitung amalanku.”
Kesimpulan; Kesempitan yang kita alami dalam hidup, baik dalam bentuk ujian, kesulitan, atau tantangan, mengandung banyak manfaat spiritual yang dapat membawa kita lebih dekat kepada Allah. Dengan bersabar, bertawakal, dan berdoa, kita dapat merasakan kedamaian dan keberkahan dari kesempitan tersebut. Doa-doa yang disebutkan di atas merupakan cara untuk memohon pertolongan dan hidayah Allah dalam menghadapi kesulitan.
Comments (0)
There are no comments yet