Ilmu yang sejati adalah ilmu yang diamalkan sehingga memberikan manfaat bagi orang lain
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Makna “ilmu” dapat dilihat dari berbagai perspektif, tergantung pada konteks dan penggunaannya. Berikut makna ilmu berdasarkan berbagai sudut pandang:
1.Pengetahuan
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman, pendidikan, atau pengkajian mendalam.
2.Pemahaman Mendalam
Ilmu mencakup pengertian yang mendalam terhadap suatu subjek, sehingga memungkinkan seseorang memahami fenomena secara menyeluruh.
3.Hasil Penelitian
Ilmu adalah produk dari kegiatan penelitian yang sistematis dan metodis untuk menemukan kebenaran.
4.Sumber Kebijaksanaan
Dalam pandangan agama, ilmu menjadi sarana untuk memperoleh kebijaksanaan yang mendekatkan manusia kepada Tuhan.
5.Proses Belajar
Ilmu adalah proses terus-menerus dalam memahami dunia dan diri sendiri.
6.Pemahaman Spiritual
Dalam Islam, ilmu mencakup ilmu duniawi dan ukhrawi yang membantu manusia memahami tujuan penciptaan dan tanggung jawabnya kepada Allah.
7.Alat untuk Memecahkan Masalah
Ilmu memberikan manusia kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
8.Peningkatan Kualitas Hidup
Ilmu digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan, baik dari aspek material maupun spiritual.
9.Karakteristik Akal Manusia
Ilmu adalah keistimewaan yang dimiliki manusia sebagai makhluk berakal dibandingkan makhluk lainnya.
10.Amal yang Bermanfaat
Ilmu yang sejati adalah ilmu yang diamalkan sehingga memberikan manfaat bagi orang lain, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Ilmu, dalam arti yang luas, tidak hanya sebatas apa yang tertulis di buku atau hasil eksperimen, tetapi juga mencakup pemahaman batiniah dan hubungan dengan Tuhan.
Dalam Al-Qur’an, “ilmu” memiliki makna yang mendalam dan diakui sebagai salah satu anugerah besar dari Allah kepada manusia. Berikut adalah makna “ilmu” menurut Al-Qur’an beserta ayat-ayat terkait:
1. Karunia dari Allah
Ilmu dianggap sebagai pemberian langsung dari Allah kepada manusia untuk membimbing kehidupan mereka.
•”…Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya…” (QS. Al-Baqarah: 31).
Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu adalah keistimewaan yang diberikan kepada manusia sejak penciptaan.
2. Petunjuk untuk Mengenal Allah
Ilmu mengarahkan manusia untuk mengenal dan memahami keesaan Allah (tauhid).
•”…hanya orang-orang yang berilmu yang benar-benar takut kepada Allah…” (QS. Fathir: 28).
Orang yang memiliki ilmu akan lebih mudah memahami tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
3. Kewajiban Menuntut Ilmu
Al-Qur’an mendorong manusia untuk terus belajar dan mencari ilmu.
•”…Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.’” (QS. Taha: 114).
Ayat ini mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah proses yang tidak pernah berakhir.
4. Ilmu sebagai Cahaya
Ilmu diibaratkan sebagai cahaya yang menerangi jalan manusia.
•”…Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?…” (QS. Az-Zumar: 9).
Ayat ini menegaskan keutamaan orang-orang yang memiliki ilmu.
5. Dasar Beramal
Ilmu menjadi dasar bagi manusia untuk bertindak dan beramal dengan benar.
•”…Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Allah…” (QS. Muhammad: 19).
Pengetahuan (ilmu) adalah langkah awal sebelum beramal.
6. Ilmu Dunia dan Akhirat
Al-Qur’an membedakan ilmu dunia dan akhirat, tetapi keduanya penting untuk kesuksesan manusia.
•”…dan mereka mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka lalai tentang kehidupan akhirat.” (QS. Ar-Rum: 7).
Ilmu dunia harus diimbangi dengan ilmu akhirat agar tidak melalaikan tujuan hidup yang sebenarnya.
7. Ilmu Sebagai Ujian
Kepemilikan ilmu bisa menjadi ujian bagi manusia, apakah mereka menggunakannya untuk kebaikan atau kejahatan.
•”…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Ilmu harus digunakan dengan tanggung jawab, sesuai dengan kehendak Allah.
8. Ilmu dan Hikmah
Ilmu yang sejati selalu dikaitkan dengan hikmah, yaitu kebijaksanaan dalam menggunakannya.
•”…Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi kebaikan yang banyak…” (QS. Al-Baqarah: 269).
9. Ilmu Sebagai Jalan Keselamatan
Orang yang berilmu akan lebih mudah mendapatkan petunjuk menuju keselamatan.
•”…Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213).
Ilmu adalah alat untuk memahami petunjuk Allah.
10. Ilmu dan Amanah
Ilmu juga dipandang sebagai amanah yang harus dijaga dan disebarkan dengan cara yang benar.
•”…Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya…” (QS. Al-Isra’: 36).
Ayat ini mengingatkan pentingnya memastikan kebenaran ilmu sebelum menyampaikannya.
Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu bukan hanya soal pengetahuan duniawi, tetapi juga mencakup ilmu yang membawa manusia lebih dekat kepada Allah dan menyempurnakan tujuan hidupnya.
Dalam hadis, ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Berikut adalah beberapa makna ilmu menurut hadis:
1. Kewajiban Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
•“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Hadis ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu adalah bagian integral dari agama Islam.
2. Jalan Menuju Surga
Orang yang menuntut ilmu berada di jalan yang akan mengantarkannya ke surga.
•“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Ilmu menjadi sarana untuk mendapatkan petunjuk dan keselamatan akhirat.
3. Keutamaan Orang Berilmu
Orang yang berilmu memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak berilmu.
•“Keutamaan seorang yang berilmu dibandingkan dengan seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Ilmu menjadikan seseorang lebih bermanfaat dan dihormati di sisi Allah.
4. Warisan Para Nabi
Ilmu adalah warisan para nabi yang lebih berharga daripada harta benda.
•“Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Ilmu agama adalah aset yang kekal dan menjadi bekal hidup di dunia dan akhirat.
5. Ilmu yang Diamalkan
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan, bukan hanya sekadar diketahui.
•“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).
Orang yang mengamalkan ilmunya mendapatkan keberkahan dan manfaat yang lebih luas.
6. Ilmu Sebagai Amal Jariyah
Ilmu yang diajarkan kepada orang lain termasuk amal yang pahalanya terus mengalir meskipun seseorang telah meninggal.
•“Apabila seseorang meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Menyebarkan ilmu adalah salah satu bentuk investasi akhirat yang abadi.
7. Ilmu yang Mendekatkan kepada Allah
Ilmu yang sejati adalah ilmu yang mendekatkan seseorang kepada Allah dan menumbuhkan rasa takut kepada-Nya.
•“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Dia akan memahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ilmu agama adalah tanda bahwa Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya.
8. Pahala Mengajarkan Ilmu
Mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain mendatangkan pahala yang besar.
•“Barang siapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim).
Ilmu yang diajarkan akan terus memberikan manfaat, bahkan setelah pengajarnya wafat.
9. Ilmu Tanpa Amal
Rasulullah mengingatkan bahaya memiliki ilmu tanpa mengamalkannya.
•“Orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah seorang alim (berilmu) yang Allah tidak memberikan manfaat dari ilmunya.” (HR. Al-Baihaqi).
Ilmu harus digunakan untuk kebaikan, bukan hanya disimpan atau disalahgunakan.
10. Keutamaan Bertanya Tentang Ilmu
Bertanya tentang ilmu adalah bagian dari proses pembelajaran yang dianjurkan.
•“Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya.” (HR. Abu Dawud).
Tidak malu untuk bertanya merupakan sikap yang membuka jalan menuju ilmu.
Hadis-hadis ini menegaskan bahwa ilmu adalah salah satu pilar utama dalam Islam yang harus dicari, diamalkan, dan disebarkan untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.
Dalam pandangan Ahlul Bayt (keluarga Rasulullah ﷺ), ilmu memiliki kedudukan yang sangat mulia dan menjadi inti dari kehidupan seorang mukmin. Berikut adalah beberapa makna dan keutamaan ilmu berdasarkan hadis-hadis dari Ahlul Bayt:
1. Kewajiban Menuntut Ilmu
Ahlul Bayt menekankan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban yang tidak terbatas hanya pada aspek tertentu.
•Imam Ali bin Abi Thalib (as):
“Wahai manusia, ketahuilah bahwa ilmu lebih baik daripada harta. Ilmu menjagamu, sedangkan engkau harus menjaga harta. Ilmu bertambah dengan diamalkan, sedangkan harta berkurang saat digunakan.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 147)
2. Ilmu Sebagai Sumber Kemuliaan
Orang yang memiliki ilmu akan dimuliakan di dunia dan akhirat.
•Imam Ali (as):
“Cukuplah ilmu menjadi kemuliaan bagimu bahwa orang yang tidak memilikinya akan menyebutmu ‘alim,’ dan cukuplah kebodohan menjadi aib bagimu bahwa orang yang tidak memilikinya akan menyebutmu bodoh.” (Ghurar al-Hikam, 9737)
3. Ilmu sebagai Cahaya Hati
Ilmu yang sejati akan menerangi hati dan membawa manusia lebih dekat kepada Allah.
•Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Ilmu adalah cahaya yang diletakkan Allah di hati siapa saja yang Dia kehendaki.” (Al-Kafi, jilid 1, hal. 48)
4. Ilmu yang Diamalkan
Ilmu hanya bermanfaat jika diamalkan, dan tidak ada manfaat dari ilmu yang tidak digunakan untuk kebaikan.
•Imam Ali (as): “Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.”
(Ghurar al-Hikam, 5992)
•Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Barang siapa yang mengamalkan ilmunya, maka Allah akan mengajarkan kepadanya apa yang belum ia ketahui.” (Al-Kafi, jilid 1, hal. 41)
5. Keutamaan Orang Berilmu
Orang berilmu memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan ahli ibadah biasa.
•Imam Ali (as):
“Seorang alim yang mengamalkan ilmunya lebih utama daripada tujuh puluh ribu orang ahli ibadah.”
(Nahjul Balaghah, Hikmah 372)
6. Ilmu Sebagai Warisan Para Nabi
Ahlul Bayt menegaskan bahwa ilmu adalah warisan yang paling berharga dari para nabi.
•Imam Hasan Al-Mujtaba (as):
“Sesungguhnya kalian tidak akan binasa selama kalian berpegang teguh pada ilmu, dan ilmu itu adalah warisan para nabi.”
(Tuhaf al-Uqul, hal. 233)
7. Menuntut Ilmu sebagai Jalan Surga
Ilmu adalah sarana utama untuk mendekatkan diri kepada Allah dan jalan menuju surga.
•Imam Muhammad Al-Baqir (as):
“Barang siapa menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka tidak ada satu langkah pun yang ia langkahkan kecuali Allah akan meninggikan derajatnya di surga.”
(Bihar al-Anwar, jilid 1, hal. 172)
8. Pahala Mengajarkan Ilmu
Mengajarkan ilmu adalah amal besar yang pahalanya terus mengalir.
•Imam Ali (as):
“Orang yang mengajarkan ilmu lebih baik daripada orang yang hanya menghafal ilmu. Orang yang mengajarkan ilmu memiliki keutamaan atas orang yang hanya menghafalnya seperti keutamaan matahari atas bintang-bintang.”
(Ghurar al-Hikam, 5984)
9. Ilmu Dunia dan Akhirat
Ahlul Bayt menekankan keseimbangan antara ilmu duniawi dan ukhrawi.
•Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Carilah ilmu, meskipun ilmu itu tidak digunakan secara langsung untuk keperluan agama kalian, karena kalian akan membutuhkannya di dunia ini.”
(Bihar al-Anwar, jilid 1, hal. 177)
10. Ilmu sebagai Amal Jariyah
Ilmu yang disebarkan menjadi amal jariyah yang terus mendatangkan pahala.
•Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Tiga hal yang pahalanya terus mengalir setelah kematian seseorang: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”
(Misbah al-Shariah, hal. 41)
Hadis-hadis Ahlul Bayt menekankan bahwa ilmu tidak hanya menjadi alat untuk memahami dunia, tetapi juga merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, meningkatkan akhlak, dan memberikan manfaat kepada orang lain. Ilmu yang sejati adalah ilmu yang disertai dengan amal dan tanggung jawab.
Menurut para mufassir, “ilmu” memiliki makna yang luas dalam Al-Qur’an dan hadis. Para mufassir menggali makna ilmu dari berbagai aspek, baik dari sudut pandang teologis, filosofis, maupun sosial. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang ilmu menurut para mufassir:
1. Ilmu sebagai Anugerah Allah
Mufassir: Imam Fakhruddin Ar-Razi (Mafatih al-Ghaib)
Imam Ar-Razi menafsirkan ayat:
•“Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya…” (QS. Al-Baqarah: 31).
Ia menjelaskan bahwa ilmu yang diberikan kepada Nabi Adam adalah simbol keistimewaan manusia atas makhluk lain. Ilmu ini mencakup kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola alam semesta, sehingga manusia layak menjadi khalifah di bumi.
2. Ilmu Sebagai Cahaya
Mufassir: Al-Alusi (Ruh al-Ma’ani)
Al-Alusi menafsirkan ayat:
•”…Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya…” (QS. Al-Baqarah: 257).
Ia menyebut bahwa ilmu adalah “cahaya” yang menerangi akal dan hati manusia. Cahaya ilmu membedakan manusia dari kebodohan, membawa mereka kepada kebenaran, dan menjauhkan mereka dari kekeliruan.
3. Ilmu Dunia dan Akhirat
Mufassir: Sayyid Qutb (Fi Zhilal al-Qur’an)
Dalam QS. Ar-Rum: 7:
•”…Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka lalai tentang kehidupan akhirat.”
Sayyid Qutb menafsirkan bahwa ilmu yang terbatas hanya pada dunia menyebabkan kelalaian terhadap tujuan hidup yang sebenarnya. Ia menekankan bahwa ilmu yang sempurna adalah ilmu yang seimbang antara dunia dan akhirat, karena keduanya saling melengkapi.
4. Ilmu Sebagai Jalan Mengenal Allah
Mufassir: Al-Thabari (Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an)
Dalam menafsirkan QS. Fathir: 28:
•”…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu…”
Al-Thabari menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu tentang keesaan Allah (tauhid). Orang yang berilmu memiliki pemahaman mendalam tentang tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta, sehingga mereka merasa takut dan tunduk kepada-Nya.
5. Ilmu dan Hikmah
Mufassir: Al-Qurthubi (Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an)
Dalam QS. Al-Baqarah: 269:
•”…Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki…”
Al-Qurthubi menafsirkan “hikmah” sebagai ilmu yang disertai pemahaman dan kebijaksanaan. Ia menyebut bahwa hikmah adalah buah dari ilmu yang mendalam, sehingga pemiliknya mampu membedakan yang benar dari yang salah dan mengamalkannya dengan bijak.
6. Ilmu sebagai Amanah
Mufassir: Ibnu Katsir (Tafsir Al-Qur’an al-Azhim)
Dalam QS. Al-Isra: 36:
•”…Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya…”
Ibnu Katsir menegaskan bahwa ilmu adalah amanah yang harus digunakan dengan tanggung jawab. Ia memperingatkan bahaya berbicara atau bertindak tanpa ilmu, karena dapat menyesatkan diri sendiri dan orang lain.
7. Ilmu Sebagai Derajat Tinggi
Mufassir: Syekh Muhammad Abduh (Tafsir al-Manar)
Dalam QS. Al-Mujadilah: 11:
•”…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…”
Muhammad Abduh menafsirkan bahwa ilmu adalah sarana untuk meraih kedudukan yang tinggi, baik di dunia maupun di akhirat. Ilmu yang dimaksud bukan hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia yang bermanfaat bagi umat manusia.
8. Ilmu sebagai Ujian
Mufassir: Al-Raghib Al-Asfahani (Mufradat al-Faz al-Qur’an)
Al-Raghib menjelaskan bahwa ilmu, sebagaimana harta, adalah ujian bagi manusia. Dalam QS. Az-Zumar: 49, ia menjelaskan bahwa ilmu dapat menjadi sumber kesombongan jika tidak diiringi dengan rasa syukur dan penghambaan kepada Allah. Ilmu harus digunakan untuk kebaikan, bukan untuk keburukan.
9. Ilmu dan Amal
Mufassir: Imam Al-Ghazali (Ihya Ulum al-Din)
Meskipun bukan seorang mufassir klasik, Imam Al-Ghazali menjelaskan pentingnya ilmu dalam konteks QS. Al-Mulk: 10:
•”…Kalau sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.”
Al-Ghazali menekankan bahwa ilmu tanpa amal tidak berguna, sebagaimana amal tanpa ilmu bisa menyesatkan. Ilmu harus diamalkan agar menghasilkan manfaat.
10. Ilmu sebagai Kewajiban Kolektif (Fardhu Kifayah)
Mufassir: Syed Qutb (Fi Zhilal al-Qur’an)
Syed Qutb menafsirkan bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu duniawi seperti teknologi, kedokteran, dan lainnya. Hal ini didasarkan pada konsep bahwa umat Islam harus menjadi umat terbaik yang memberi manfaat bagi seluruh manusia.
Para mufassir secara umum menekankan bahwa ilmu adalah anugerah Allah yang harus dikelola dengan baik, digunakan untuk mengenal-Nya, menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat, serta menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia.
Dalam perspektif para mufassir Syiah, ilmu (’ilm) memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan dikaitkan dengan pencerahan spiritual, pemahaman mendalam terhadap agama, dan kedekatan kepada Allah. Tafsir mereka seringkali berakar pada ajaran dan hadis-hadis dari Ahlul Bayt. Berikut adalah pandangan tentang ilmu menurut mufassir Syiah:
1. Ilmu sebagai Cahaya Ilahi
Mufassir: Allamah Thabathabai (Tafsir Al-Mizan)
Dalam menafsirkan QS. An-Nur: 35:
•“Allah adalah cahaya langit dan bumi…”
Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa ilmu adalah salah satu manifestasi dari cahaya Ilahi. Ia menyebut ilmu sebagai alat untuk mengenal hakikat kehidupan dan mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu yang sejati, menurutnya, adalah yang membawa manusia kepada ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah).
2. Ilmu sebagai Sarana Mengenal Kebenaran
Mufassir: Syekh Muhammad Husain Thabarsi (Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an)
Dalam QS. Fathir: 28:
•“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu…”
Thabarsi menafsirkan bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang memberikan pemahaman tentang kebesaran Allah dan keajaiban ciptaan-Nya. Hanya dengan ilmu ini, seseorang dapat mencapai rasa takut (khauf) dan tunduk kepada Allah.
3. Ilmu sebagai Amanah Ilahi
Mufassir: Allamah Al-Hilli
Dalam QS. Al-Ahzab: 72:
•“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung…”
Al-Hilli menafsirkan bahwa amanah dalam ayat ini mencakup ilmu yang diberikan Allah kepada manusia untuk memahami wahyu, menjalankan hukum-hukum-Nya, dan menjadi khalifah di bumi. Ilmu adalah tanggung jawab besar yang menuntut pengamalannya.
4. Ilmu sebagai Kunci Kesempurnaan
Mufassir: Mulla Sadra (Tafsir Al-Asfar)
Dalam QS. Al-Mujadilah: 11:
•”…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…”
Mulla Sadra menjelaskan bahwa ilmu adalah jalan menuju kesempurnaan spiritual. Ia menekankan bahwa orang-orang yang memiliki ilmu tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga secara spiritual, karena ilmu membawa mereka lebih dekat kepada hakikat keberadaan.
5. Ilmu dan Hikmah
Mufassir: Sayyid Muhammad Husain Thabathabai (Tafsir Al-Mizan)
Dalam QS. Al-Baqarah: 269:
•“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki…”
Thabathabai menafsirkan hikmah sebagai puncak ilmu, yaitu ilmu yang tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga kebijaksanaan dalam penerapannya. Hikmah adalah kemampuan untuk memahami hakikat sesuatu dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah.
6. Ilmu dan Kedekatan dengan Ahlul Bayt
Mufassir: Ayatullah Murtadha Muthahhari
Dalam QS. Al-Kahfi: 65:
•”…dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Ayatullah Muthahhari menafsirkan ayat ini dengan mengaitkannya pada Ahlul Bayt sebagai sumber ilmu yang murni. Ia menekankan bahwa pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur’an dan sunnah hanya dapat diperoleh melalui bimbingan Ahlul Bayt, karena mereka adalah manifestasi ilmu Ilahi.
7. Ilmu sebagai Jalan Menuju Allah
Mufassir: Syekh Muhammad Taqi Misbah Yazdi
Dalam QS. Taha: 114:
•”…Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.’”
Syekh Misbah Yazdi menjelaskan bahwa doa ini menunjukkan pentingnya ilmu sebagai sarana untuk memahami Allah dan ciptaan-Nya. Ia juga menekankan bahwa ilmu yang sejati adalah yang menghubungkan manusia dengan Allah, bukan hanya pengetahuan duniawi.
8. Ilmu sebagai Ujian dan Tanggung Jawab
Mufassir: Allamah Thabathabai (Tafsir Al-Mizan)
Dalam QS. Al-Isra: 36:
•“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya…”
Thabathabai menafsirkan ayat ini sebagai peringatan untuk tidak bertindak berdasarkan dugaan atau pengetahuan yang tidak pasti. Ilmu, menurutnya, adalah tanggung jawab yang harus dijalani dengan kehati-hatian, karena manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap pengetahuan yang mereka miliki.
9. Ilmu sebagai Warisan Para Nabi
Mufassir: Syekh Muhammad Hadi Ma’rifat
Dalam QS. Al-Baqarah: 151:
•”…Dia mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui…”
Ma’rifat menjelaskan bahwa ilmu yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu yang membimbing manusia menuju kesempurnaan. Ia menekankan pentingnya mengikuti ajaran para nabi dan penerusnya (Ahlul Bayt) untuk mendapatkan ilmu yang benar.
10. Ilmu yang Bermanfaat
Mufassir: Ayatullah Ja’far Subhani
Dalam QS. Al-Ankabut: 43:
•”…Dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Subhani menafsirkan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menghasilkan pemahaman mendalam tentang agama, meningkatkan akhlak, dan membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Ia juga menekankan pentingnya menuntut ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat.
Kesimpulan ; Para mufassir Syiah menekankan bahwa ilmu adalah cahaya Ilahi yang membawa manusia kepada kebenaran, kebijaksanaan, dan kedekatan kepada Allah. Ilmu yang sejati adalah ilmu yang disertai dengan amal, bertujuan untuk memahami hakikat keberadaan, dan didasari pada bimbingan wahyu serta ajaran Ahlul Bayt.
Dalam pandangan ahli ma’rifat dan hakikat (tasawuf dan irfan), ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi karena merupakan sarana untuk mencapai pemahaman tentang hakikat Allah dan ciptaan-Nya. Ilmu tidak hanya dipahami sebagai pengetahuan intelektual, tetapi sebagai pengalaman batiniah yang mendalam, yang melibatkan hati, jiwa, dan akal. Berikut adalah beberapa poin penting terkait ilmu menurut para ahli ma’rifat dan hakikat:
1. Ilmu sebagai Cahaya Ilahi
Ahli Ma’rifat: Imam Al-Ghazali (Ihya Ulum al-Din)
Al-Ghazali menyebut ilmu sebagai “cahaya” yang Allah letakkan di dalam hati seorang hamba. Dalam konteks ini, ilmu bukan sekadar pengetahuan rasional, tetapi juga pencerahan batin yang memungkinkan seseorang mengenal Allah. Ia berkata:
•“Ilmu yang sejati adalah yang membimbing manusia kepada Allah, sedangkan ilmu duniawi tanpa ma’rifatullah hanya akan memperdaya pemiliknya.”
2. Ilmu sebagai Jalan Menuju Hakikat
Ahli Hakikat: Ibn Arabi (Futuhat al-Makkiyah)
Ibn Arabi menekankan bahwa ilmu yang hakiki bukan hanya yang dipelajari melalui indera dan akal, tetapi yang diperoleh melalui pengalaman batin. Ia berkata:
•“Ilmu yang paling tinggi adalah ilmu tentang Allah dan bagaimana manusia dapat berhubungan dengan-Nya. Ilmu ini bukan hasil pembelajaran, tetapi hasil kasyf (penyingkapan) yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang ikhlas.”
3. Ilmu yang Menghidupkan Hati
Ahli Ma’rifat: Rumi (Masnavi)
Rumi mengajarkan bahwa ilmu sejati adalah yang menghidupkan hati dan membebaskan manusia dari keterikatan dunia. Ia berkata:
•“Ilmu tanpa cinta adalah beban. Tetapi ilmu yang bercahaya dengan cinta adalah kehidupan. Carilah ilmu yang membangkitkan semangat dan menyucikan jiwa.”
Bagi Rumi, ilmu yang tidak membawa seseorang kepada kesadaran spiritual adalah ilmu yang tidak bermanfaat.
4. Ilmu yang Membawa Ma’rifatullah
Ahli Hakikat: Syekh Abdul Qadir al-Jilani (Al-Fath al-Rabbani)
Syekh Abdul Qadir al-Jilani menekankan pentingnya ilmu yang membawa seseorang kepada ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah). Ia berkata:
•“Ilmu adalah tangga pertama menuju ma’rifatullah. Namun, ma’rifat hanya bisa dicapai dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dan mujahadah (perjuangan spiritual).”
5. Ilmu sebagai Amanah Spiritual
Ahli Ma’rifat: Imam Ja’far Ash-Shadiq (as)
Imam Ja’far Ash-Shadiq, salah satu tokoh besar dalam irfan, menyatakan:
•“Ilmu bukanlah banyaknya riwayat, tetapi cahaya yang Allah letakkan di hati seorang mukmin.”
Imam menekankan bahwa ilmu yang hakiki adalah yang menyadarkan manusia akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan.
6. Ilmu sebagai Kunci Kesempurnaan Diri
Ahli Hakikat: Imam Khomeini (Adab as-Salat)
Dalam perspektif irfan Imam Khomeini, ilmu adalah alat untuk menyempurnakan diri menuju Allah. Ia menjelaskan bahwa ilmu sejati adalah ilmu yang membuat seseorang sadar akan hakikat keberadaan dan mengarahkan seluruh amalnya untuk Allah.
7. Ilmu sebagai Pintu Kasyf dan Syuhud
Ahli Hakikat: Al-Hallaj
Al-Hallaj berbicara tentang ilmu sebagai pembuka bagi kasyf (penyingkapan) dan syuhud (penyaksian). Ia berkata:
•“Ilmu yang sejati adalah ilmu yang menghilangkan hijab antara hamba dan Tuhannya, sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati.”
8. Ilmu yang Mendekatkan kepada Kebenaran
Ahli Ma’rifat: Syekh Najmuddin Kubra (Fawatih al-Jamal)
Najmuddin Kubra menyatakan bahwa ilmu adalah sarana untuk mengenali hakikat diri, alam, dan Allah. Ia berkata:
•“Barang siapa mengenal dirinya dengan ilmu, ia akan mengenal Tuhannya. Tetapi ilmu ini tidak dapat diperoleh kecuali dengan penerangan ilahi.”
9. Ilmu sebagai Amal Batin
Ahli Hakikat: Imam Al-Haddad (Risalat al-Mu’awanah)
Imam Al-Haddad menjelaskan bahwa ilmu tidak bermanfaat tanpa diamalkan, baik secara lahiriah maupun batiniah. Ilmu batin yang hakiki membawa seseorang kepada kesucian hati, yang menjadi tempat Allah memanifestasikan diri-Nya.
10. Ilmu Sebagai Warisan Para Nabi
Ahli Ma’rifat: Syekh Ahmad al-Alawi (Kitab al-Hikam)
Syekh Ahmad al-Alawi menganggap ilmu sebagai warisan para nabi yang hanya dapat diwarisi oleh orang-orang yang menyucikan dirinya. Ia berkata:
•“Ilmu itu tidak bisa diwariskan kecuali kepada orang yang hatinya bersih dari selain Allah. Ia adalah cahaya yang langsung berasal dari-Nya.”
Kesimpulan ; Menurut ahli ma’rifat dan hakikat, ilmu adalah jalan menuju Allah dan tidak semata-mata berhubungan dengan akal, tetapi lebih mendalam pada hati dan ruh. Ilmu sejati adalah yang membersihkan jiwa, menghidupkan hati, dan membawa manusia pada ma’rifatullah. Tanpa amal dan penyucian jiwa, ilmu hanya akan menjadi beban yang tidak mendekatkan manusia kepada Tuhannya.
Dalam pandangan ahli hakikat Syiah, ilmu (’ilm) tidak hanya berarti pengetahuan intelektual, tetapi merupakan sarana spiritual untuk mengenal hakikat Allah (ma’rifatullah), diri sendiri, dan tujuan penciptaan. Perspektif ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Ahlul Bayt yang menekankan pentingnya hubungan antara ilmu, iman, dan kesucian hati. Berikut adalah beberapa pandangan ahli hakikat Syiah tentang ilmu:
1. Ilmu sebagai Cahaya Ilahi
Ahli Hakikat Syiah: Imam Ali bin Abi Thalib (as)
Imam Ali (as) mengatakan:
•“Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya.”
Dalam pandangan ini, ilmu yang sejati adalah pemberian Allah yang hanya diberikan kepada hati yang bersih dan suci. Ilmu bukan hanya tentang mengetahui, tetapi juga tentang merasakan dan menyaksikan hakikat yang bersumber dari cahaya Ilahi.
2. Ilmu sebagai Jalan Menuju Ma’rifatullah
Ahli Hakikat Syiah: Imam Ja’far Ash-Shadiq (as)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) berkata:
•“Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.”
Ilmu tentang diri sendiri (ma’rifatun nafs) adalah ilmu yang paling penting, karena melalui pengetahuan tentang hakikat diri, seseorang dapat mengenal Allah. Dalam perspektif ini, ilmu sejati membawa seseorang kepada kesadaran tentang hubungan dirinya dengan Sang Pencipta.
3. Ilmu Sebagai Kunci Kehidupan Batin
Ahli Hakikat Syiah: Allamah Thabathabai (Tafsir Al-Mizan)
Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa ilmu yang benar tidak hanya membangun dunia material tetapi juga menyempurnakan jiwa manusia. Dalam menafsirkan QS. An-Nur: 35 (“Allah adalah cahaya langit dan bumi…”), beliau menyebut bahwa ilmu sejati adalah cahaya yang membuka mata hati sehingga manusia dapat melihat kebenaran secara hakiki.
4. Ilmu sebagai Amanah Ilahi
Ahli Hakikat Syiah: Ayatullah Khomeini (Adab as-Salat)
Ayatullah Khomeini menekankan bahwa ilmu adalah amanah Allah yang harus digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ia mengatakan bahwa ilmu yang tidak digunakan untuk meningkatkan kesadaran spiritual akan menjadi hijab yang menjauhkan manusia dari Allah.
5. Ilmu sebagai Jalan Menuju Kesempurnaan
Ahli Hakikat Syiah: Mulla Sadra (Asfar Arba’ah)
Mulla Sadra mengajarkan bahwa ilmu adalah salah satu tahapan penting dalam perjalanan menuju kesempurnaan (insan kamil). Ia menyebut bahwa ilmu yang sejati adalah ilmu yang membantu manusia mengenal hakikat wujud, yang puncaknya adalah mengenal Allah sebagai Wujud Mutlak.
6. Ilmu sebagai Manifestasi Cinta Ilahi
Ahli Hakikat Syiah: Syekh Al-Hurr Al-Amili
Dalam kitabnya, Wasa’il al-Shi’ah, Syekh Al-Hurr Al-Amili menjelaskan bahwa ilmu yang sejati tumbuh dari cinta kepada Allah. Ia menekankan pentingnya ilmu yang didasari oleh niat yang tulus dan kecintaan kepada Sang Pencipta, karena tanpa cinta, ilmu menjadi kering dan tidak bermanfaat.
7. Ilmu sebagai Penghapus Hijab
Ahli Hakikat Syiah: Allamah Muhammad Husain Tabatabai
Dalam pandangan Allamah Tabatabai, ilmu berperan untuk menghapus hijab antara manusia dan Allah. Dalam tafsir QS. Taha: 114 (“Katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.”), ia menjelaskan bahwa ilmu yang diminta di sini adalah ilmu yang membawa kepada penyaksian (syuhud) akan keesaan Allah dan hakikat keberadaan.
8. Ilmu dan Tazkiyatun Nafs
Ahli Hakikat Syiah: Syekh Bahjat
Syekh Bahjat menekankan bahwa ilmu harus disertai dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Ia mengatakan:
•“Ilmu tanpa amal hanya akan menambah jarak antara manusia dan Allah. Ilmu yang bermanfaat adalah yang membersihkan hati dari noda dunia dan mengarahkan jiwa kepada-Nya.”
9. Ilmu Sebagai Warisan Para Imam
Ahli Hakikat Syiah: Syekh Murtadha Anshari
Syekh Murtadha Anshari menjelaskan bahwa ilmu yang hakiki adalah ilmu yang diwariskan oleh para Imam Ahlul Bayt. Ia menekankan bahwa para Imam adalah pintu ilmu Allah, dan melalui merekalah seseorang dapat mencapai pemahaman yang benar tentang agama dan hakikat.
10. Ilmu sebagai Rahmat bagi Semesta
Ahli Hakikat Syiah: Ayatullah Misbah Yazdi
Dalam pandangan Ayatullah Misbah Yazdi, ilmu adalah rahmat yang diberikan Allah untuk membawa kebaikan kepada manusia dan semesta. Ia menjelaskan bahwa ilmu sejati tidak hanya memperkaya intelektual, tetapi juga membimbing manusia untuk menjadi agen rahmat Allah di dunia.
Kesimpulan ; Ahli hakikat Syiah melihat ilmu sebagai sarana utama untuk mendekatkan diri kepada Allah, menyucikan jiwa, dan mengenal hakikat keberadaan. Ilmu sejati tidak terbatas pada pengetahuan intelektual, tetapi mencakup pengalaman spiritual yang mendalam. Ilmu ini hanya dapat dicapai melalui tazkiyatun nafs, cinta kepada Allah, dan bimbingan Ahlul Bayt sebagai sumber ilmu yang murni.
Berikut adalah beberapa kisah dan cerita dari ahli hakikat Syiah yang menggambarkan hubungan mereka dengan ilmu, perjalanan menuju ma’rifatullah, dan pengalaman spiritual yang mendalam. Kisah-kisah ini mengandung pelajaran tentang bagaimana ilmu sejati membawa seseorang kepada Allah.
1. Imam Ali (as): Ilmu yang Mendalam seperti Samudra
Imam Ali (as) dikenal sebagai salah satu puncak hikmah dan pengetahuan dalam Islam. Dalam sebuah kisah, seorang sahabat bertanya kepada Imam:
•“Wahai Amirul Mukminin, apakah ilmu Anda berasal dari wahyu?”
Imam Ali (as) menjawab:
•“Ini adalah ilmu yang diajarkan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan ikhlas. Aku adalah hamba Allah yang mendapat bagian kecil dari ilmu-Nya yang luas.”
Dikatakan bahwa setiap kali Imam Ali berbicara tentang ilmu, para pendengar merasa seolah-olah mereka berada di hadapan lautan hikmah yang tak bertepi. Imam sering mengingatkan bahwa ilmu sejati adalah ilmu yang membuat hati tunduk kepada Allah.
2. Imam Ja’far Ash-Shadiq (as): Dialog dengan Ahli Filsafat
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) suatu hari bertemu dengan seorang filsuf yang membanggakan pengetahuannya. Filsuf itu bertanya:
•“Apakah Anda lebih mengutamakan akal atau ilmu wahyu?”
Imam menjawab:
•“Akal adalah pelita, tetapi ilmu wahyu adalah cahayanya. Jika pelita tidak dinyalakan dengan cahaya, ia tidak akan berguna dalam kegelapan.”
Setelah dialog panjang, filsuf itu mengakui bahwa ilmu Imam Ja’far jauh melampaui akal manusia biasa. Imam mengajarkan bahwa ilmu yang benar harus membawa manusia kepada Allah, bukan sekadar membanggakan intelektualitas.
3. Kisah Mulla Sadra: Ilmu melalui Pengalaman Spiritual
Mulla Sadra, seorang filsuf besar Syiah, pernah mengalami fase di mana ia merasa ilmu teoretis tidak cukup membawa dirinya kepada Allah. Karena itu, ia meninggalkan semua aktivitas akademisnya dan pergi ke sebuah desa terpencil untuk berkhalwat (menyendiri).
Di sana, Mulla Sadra menjalani perjuangan spiritual (mujahadah) dan memperbanyak ibadah. Setelah bertahun-tahun, ia mengalami pencerahan spiritual dan menyadari bahwa ilmu sejati adalah ilmu yang berasal dari Allah, bukan sekadar hasil pembelajaran. Pengalaman ini membuatnya menulis karya-karya besar seperti Asfar Arba’ah.
4. Allamah Thabathabai: Kesungguhan dalam Ilmu
Allamah Thabathabai, mufassir terkenal Syiah, dikenal karena kedalaman ilmunya. Suatu ketika, seorang murid bertanya:
•“Bagaimana cara Anda mendapatkan ilmu yang begitu luas?”
Allamah menjawab:
•“Aku mendekati ilmu seperti seorang yang haus mendekati air di padang pasir. Aku memohon kepada Allah untuk memberiku pemahaman yang mendalam, dan aku belajar dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya.”
Dikatakan bahwa Allamah Thabathabai sering bermunajat di malam hari, memohon kepada Allah agar memberinya hikmah dan cahaya ilmu.
5. Imam Al-Hadi (as): Ilmu yang Melampaui Zaman
Suatu hari, Imam Al-Hadi (as) dihadapkan oleh seorang cendekiawan yang mencoba menguji ilmunya. Cendekiawan itu bertanya:
•“Apa hakikat ilmu yang paling tinggi?”
Imam menjawab:
•“Ilmu yang membawa seseorang kepada pengenalan akan Allah dan hakikat keberadaan. Ilmu ini hanya bisa dicapai jika hati manusia bebas dari kesombongan dan cinta dunia.”
Setelah mendengar jawaban Imam, cendekiawan itu terdiam. Ia mengakui bahwa ilmu Imam berasal dari sumber yang suci, yaitu Ahlul Bayt.
6. Syekh Bahjat: Penyucian Jiwa sebagai Kunci Ilmu
Syekh Bahjat, seorang arif terkenal Syiah, pernah ditanya oleh muridnya:
•“Bagaimana cara mendapatkan ilmu yang hakiki?”
Syekh menjawab:
•“Ilmu adalah cahaya, dan cahaya itu tidak akan memasuki hati yang kotor. Bersihkan hatimu dari cinta dunia, dan Allah akan memberimu ilmu yang tidak bisa dipelajari dengan buku.”
Dikatakan bahwa Syekh Bahjat sering berdoa dan melakukan ibadah malam untuk mendapatkan ilmu yang membawa kepada hakikat.
7. Kisah Imam Al-Baqir (as): Ilmu dan Kesadaran Spiritual
Suatu hari, Imam Al-Baqir (as) sedang berbicara tentang ilmu dengan para sahabatnya. Seorang sahabat bertanya:
•“Wahai Imam, bagaimana kita tahu bahwa ilmu kita bermanfaat?”
Imam menjawab:
•“Ilmu yang bermanfaat adalah yang membuat hatimu lebih lembut, meningkatkan amalmu, dan mendekatkanmu kepada Allah. Jika ilmumu hanya menambah kesombongan, maka itu bukan ilmu, melainkan hijab yang akan menjauhkanmu dari Allah.”
8. Ayatullah Khomeini: Ilmu yang Membimbing kepada Allah
Ayatullah Khomeini, seorang ulama besar Syiah, pernah menasihati murid-muridnya:
•“Jangan biarkan ilmu menjadi hijab yang menghalangi kalian dari Allah. Ilmu adalah alat, bukan tujuan. Tujuan kita adalah Allah, dan ilmu hanya berguna jika ia membimbing kita kepada-Nya.”
Khomeini menekankan pentingnya niat yang tulus dalam menuntut ilmu, karena tanpa niat yang benar, ilmu akan menjadi kebanggaan duniawi yang sia-sia.
9. Kisah Imam Hasan (as): Ilmu dan Amal
Imam Hasan (as) pernah bertemu dengan seseorang yang berdebat tentang agama dengan penuh kesombongan. Imam berkata:
•“Ilmu tanpa amal adalah seperti pohon tanpa buah. Jangan bangga dengan ilmumu jika tidak disertai dengan amal yang baik.”
Kata-kata ini menyadarkan orang tersebut, dan ia memohon maaf kepada Imam atas sikap sombongnya.
10. Imam Zainul Abidin (as): Doa untuk Ilmu yang Bermanfaat
Dalam kitab Sahifah Sajjadiyah, Imam Zainul Abidin (as) sering berdoa untuk ilmu yang bermanfaat:
•“Ya Allah, ajarkan aku ilmu yang bermanfaat, dan jauhkan aku dari ilmu yang tidak membawa manfaat bagi dunia dan akhiratku.”
Doa ini menjadi pedoman bagi para pencari ilmu agar selalu meniatkan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membawa manfaat bagi umat manusia.
Kesimpulan ; Kisah-kisah dari ahli hakikat Syiah menunjukkan bahwa ilmu sejati tidak hanya tentang akumulasi pengetahuan, tetapi tentang bagaimana ilmu tersebut membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, menyucikan hati, dan meningkatkan kualitas amal. Ilmu yang benar selalu disertai dengan kesadaran spiritual dan kerendahan hati.
Manfaat Ilmu Menurut Perspektif Syiah dan Ahli Hakikat
Ilmu, khususnya dalam pandangan Syiah dan ahli hakikat, memiliki manfaat yang sangat luas, baik secara duniawi maupun ukhrawi. Berikut adalah beberapa manfaat utama ilmu:
1. Mendekatkan Diri kepada Allah (Ma’rifatullah)
Ilmu adalah jalan menuju ma’rifatullah (pengenalan kepada Allah). Dengan ilmu, seseorang dapat memahami keesaan Allah, sifat-sifat-Nya, dan tujuan penciptaan.
Imam Ali (as): “Permulaan agama adalah mengenal-Nya (Allah), kesempurnaan mengenal-Nya adalah membenarkan-Nya, dan puncak membenarkan-Nya adalah mengesakan-Nya.”
2. Menyucikan Jiwa dan Hati
Ilmu yang benar membantu seseorang membersihkan hati dari sifat-sifat buruk seperti kesombongan, cinta dunia, dan hawa nafsu.
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Ilmu adalah cahaya yang Allah tempatkan di hati orang-orang yang dikehendaki-Nya.”
3. Meningkatkan Amal
Ilmu memandu seseorang untuk beramal dengan cara yang benar dan sesuai dengan syariat. Amal tanpa ilmu sering kali tidak diterima oleh Allah.
Imam Hasan (as):
“Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.”
4. Menjadi Sumber Petunjuk bagi Orang Lain
Ilmu menjadikan seseorang sebagai pelita yang menerangi jalan orang lain, baik melalui nasihat, ajaran, maupun teladan hidup.
Imam Ali (as): “Orang berilmu adalah penerang bagi para pencari jalan dan penghidup bagi hati yang mati.”
5. Mengangkat Derajat di Dunia dan Akhirat
Orang yang memiliki ilmu memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah dan makhluk-Nya.
Al-Qur’an (QS. Al-Mujadalah: 11):
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
6. Menjadi Warisan Abadi
Ilmu yang diajarkan kepada orang lain akan terus menjadi amal jariyah, bahkan setelah seseorang meninggal dunia.
Hadis Nabi Muhammad (saw):
“Ketika seseorang meninggal, amalnya terputus kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”
7. Menghilangkan Kebodohan dan Kesesatan
Ilmu menjadi tameng dari kebodohan dan alat untuk melawan kesesatan serta pemahaman yang salah.
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Ilmu adalah senjata mukmin untuk menghadapi syubhat dan kebodohan.”
Doa Memohon Ilmu yang Bermanfaat
Para Imam Ahlul Bayt sering mengajarkan doa-doa khusus untuk memohon ilmu yang bermanfaat dan menjauhkan dari ilmu yang tidak berguna. Berikut beberapa doa penting:
1. Doa dari Imam Zainul Abidin (as)
Dalam Sahifah Sajjadiyah, Imam Zainul Abidin (as) memohon kepada Allah:
•“Ya Allah, ajarkan aku ilmu yang bermanfaat bagiku, dan jadikan aku mampu memanfaatkan ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku. Tambahkanlah kepadaku ilmu yang membuatku lebih dekat kepada-Mu, wahai Tuhan seluruh alam.”
2. Doa Nabi Muhammad (saw)
Rasulullah (saw) sering berdoa:
•“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak merasa puas, dan doa yang tidak didengar.”
(HR. Muslim)
3. Doa dari Al-Qur’an
Ayat dalam Al-Qur’an ini juga sering digunakan sebagai doa:
•“Rabbi zidni ’ilma” (Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu).”
(QS. Taha: 114)
4. Doa Imam Ja’far Ash-Shadiq (as)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as) mengajarkan doa berikut:
•“Ya Allah, jadikan aku di antara orang-orang yang mencari ilmu untuk mengenal-Mu, mencintai-Mu, dan menaati-Mu. Limpahkanlah kepadaku cahaya ilmu-Mu yang memanduku kepada ridha-Mu.”
5. Doa Memohon Ilmu dan Hikmah
•“Allahumma inni as’aluka ilman nafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan.”
(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.)
(HR. Ahmad)
Tanbahan 5 Manfaat Ilmu
8. Menjadi Alat untuk Menegakkan Keadilan
Ilmu memberi kekuatan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan dalam masyarakat. Dengan ilmu, seseorang bisa memahami dan menjalankan prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan sosial, hukum, dan agama.
Imam Ali (as): Ilmu adalah hakikat yang membawa kebenaran. Tanpa ilmu, keadilan tidak akan terwujud.”
9. Membantu Menghadapi Ujian Hidup
Ilmu memberikan ketenangan dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Dengan pengetahuan yang benar, seseorang dapat lebih sabar dan bijaksana dalam menghadapinya.
Imam Ja’far Ash-Shadiq (as):
“Ilmu adalah obat dari segala kebodohan dan pengetahuan adalah penawar bagi kegundahan.”
10. Meningkatkan Kebijaksanaan (Hikmah)
Ilmu tidak hanya berfungsi untuk memperoleh informasi, tetapi juga memberikan kebijaksanaan dalam bertindak. Dengan hikmah, seseorang dapat membuat keputusan yang baik dalam setiap aspek kehidupannya.
Imam Ali (as):
“Ilmu tanpa kebijaksanaan (hikmah) adalah hampa, dan kebijaksanaan tanpa ilmu adalah sesuatu yang tidak sempurna.”
11. Membantu Dalam Meningkatkan Diri (Self-Improvement)
Ilmu memungkinkan seseorang untuk terus berkembang dan memperbaiki dirinya. Dengan ilmu, seseorang bisa lebih memahami potensi dirinya dan meningkatkan kualitas kehidupan spiritual dan sosialnya.
Imam Ali (as):
“Siapa yang mencari ilmu, dia akan menemui kebenaran dan kehidupan yang lebih baik.”
12. Menghindarkan dari Kejahilan yang Merusak
Ilmu adalah benteng yang menjaga seseorang dari kebodohan dan kesesatan. Dengan ilmu, seseorang tidak mudah terpengaruh oleh pemahaman yang salah atau ideologi yang menyesatkan.
Imam Ali (as):
“Ilmu adalah pelindung terbaik, sementara kebodohan adalah musuh terbesar.”
Tambahan 5 Doa untuk Memohon Ilmu yang Bermanfaat
6. Doa Memohon Ilmu yang Diberkahi
• “اللهم إني أسالك علماً نافعاً ورزقاً طيباً وعملاً متقبلاً”
(Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.)
(HR. Ahmad)
7. Doa Nabi Musa (as) untuk Ilmu
Nabi Musa (as) berdoa kepada Allah untuk diberikan ilmu yang bermanfaat. Doa ini bisa diambil sebagai doa pribadi dalam memohon ilmu:
•“Rabbi, shrah li sadri, wa yassir li amri, wahlul ‘uqdatam min lisani yafqahu qawli.”
(Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku, dan hilangkanlah kekakuan dari lidahku agar mereka memahaminya.)
(QS. Taha: 25-28)
8. Doa Memohon Ilmu yang Memberikan Cahaya
Imam Ali (as) sering berdoa untuk diberikan ilmu yang menjadi cahaya bagi kehidupan:
•“Ya Allah, jadikanlah ilmu yang Engkau berikan sebagai cahaya dalam hatiku, pembimbing dalam langkahku, dan petunjuk dalam setiap tindakanku.”
9. Doa untuk Memperoleh Ilmu dari Allah
• “اللهم فقهني في الدين وعلمني التأويل، وألهمني الحكمة والفهم.”
(Ya Allah, ajarilah aku memahami agama dan ilmu penafsiran, berilah aku hikmah dan pemahaman.)
(HR. Bukhari)
10. Doa Memohon Petunjuk dalam Belajar
• “اللهم انفعني بما علمتني وعلمني ما ينفعني وزدني علماً.”
(Ya Allah, berikan manfaat kepada aku dengan apa yang Engkau ajarkan, ajarkanlah aku apa yang memberi manfaat, dan tambahkanlah ilmu kepadaku.)
(HR. Muslim)
Kesimpulan ; Ilmu membawa manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Manfaat ilmu bukan hanya terbatas pada pengetahuan duniawi, tetapi juga menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas spiritual dan memperbaiki akhlak. Dengan berdoa memohon ilmu yang bermanfaat, seseorang berusaha memperoleh petunjuk yang benar, kebijaksanaan, dan keberkahan dalam setiap langkah hidupnya.
Comments (0)
There are no comments yet