Kolom: Kenapa Harus Berdoa (Bagian Terakhir)
Doa salah satu sarana bagi seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Penulis: Karama Abubakar Bahmid
Pemerhati Masalah Agama, Sosial dan Muballig
Doa yang bermakna memanggil dan menyeru kepada sang pencipta, salah satu sarana yang sangat penting dan memiliki kedudukan yang mulia bagi seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Ketika berdoa pada hakekatnya seorang hamba sedang memperlihatkan kelemahan dan ketidakberdayaannya dihadapan Tuhannya.
Dia sedang mengatakan dengan seluruh perwujudan dirinya bahwasanya dia membutuhkan kebesaran dan kasih sayang Tuhannya di dalam kehidupan ini.
Oleh karena itu doa berfungsi sebagai tali faidh atau emanasi yang dengannya rahmat dan kasih sayang Allah selalu tercurah kepada hamba-hamba-Nya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah ar-Rahman 29 :
“Yas’aluhu man fis-samawati wal-ardhi, kulla yaumin huwa fi sya’nin”.
Artinya : “Semua yang ada di langit dan di bumi dalam keadaan meminta (bersandar dan butuh secara mutlaq) kepada-Nya. Dan setiap saat Dia dalam keadaan sibuk(tidak pernah berhenti beremanasi dan mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya”.
Makanya berdoa, wajah asli dan sejati dari seorang hamba.
Dimana kondisi kita selalu dalam keadaan meminta, memelas dan memohon kepada Allah.
Sebab tanpa doa mustahil pemberian dan pancaran kasih sayang Allah akan menghampiri seorang hamba.
Dengan indahnya keadaan ini digambarkan oleh Allah dalam kitab suci- Nya, surah Al-Furqon ayat 77 :
قُلْ مَا يَعْبَؤُا بِكُمْ رَبِّيْ لَوْلَا دُعَاۤؤُكُمْۚ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُوْنُ لِزَامًا
"Katakanlah! "Tuhanku tidak akan mengindahkan kalian, kalau bukan karena doa kalian, padahal kalian sungguh telah mendustakan-Nya karena itu kelak azab Allah pasti akan menimpamu"
Ayat ini begitu gamblang dan terangnya menjelaskan posisi doa bagi seorang hamba dalam kehidupannya.
Oleh sebab itu tidak salah kalau baginda Nabi saww mengatakan bahwa doa itu otak dan saripatinya sebuah ibadah.
Ibadah harus menggambarkan kebutuhan dan rasa kefakiran kita kepada Allah. Bukan sebagai sebuah seremonial dan kegiatan yang kosong dari ungkapan kelemahan dan penghambaan.
Namun sangat disayangkan banyak orang yang salah mengartikan doa dan menganggap doa hanya sebuah proses untuk meminta ketika mendapat masalah.
Sikap ini telah memposisikan doa menjadi sesuatu yang sangat rendah dan tidak bernilai sama sekali.
Bahkan lebih daripada itu, telah menjadikan Tuhan sebagai obyek untuk melayani kebutuhan hamba-hamba-nya.
Baca juga:
Bantah Mundur, Luhut: Saya Loyal Terhadap Jokowi
Dikala butuh dan tersandung masalah, Tuhan dipanggil dan didatangi akan tetapi ketika dalam keadaan luang dan senang, Dia dilupakan dan dicuekin.
Tetapi bagi para kekasih Allah, doa dan ibadah tidak lagi bermakna seremonial tetapi sebagai sebuah ungkapan kerinduan, kebutuhan dan kefakiran sejati kepada Tuhannya.
Sehingga semakin dekat mereka kepada Allah maka doa mereka akan semakin banyak dan tidak pernah putus.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ma'arij ayat 23 :
الَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَاتِهِمْ دَاۤىِٕمُوْنَۖ
"Dimana mereka senantiasa dalam keadaan shalat/berdoa."
Tetapi pada saat itu, doa tidak lagi bermakna keluhan, permintaan, dan melaporkan keadaan hidup yang susah.
Doa telah menjadi tangga naik untuk mendekat dan menjalin hubungan penuh keakraban dengan Tuhannya.
Lalu apakah salah bentuk-bentuk doa yang dilakukan oleh orang kebanyakan?
Tidak ada yang salah. Doa dan ibadah disesuaikan dengan posisi dan derajat spiritual seorang hamba dihadapan Tuhannya.
Ketika dia berada pada posisi yang sangat rendah dan terjerat oleh nafsu duniawinya maka doanya berbentuk keluhan dan permintaan untuk masalah dunianya akan tetapi ketika posisinya telah begitu dekat maka doanya adalah zikir, panggilan dan munajah kepada Tuhannya.
Pada saat itu, seorang hamba betul-betul lenyap (fana) dalam keberadaan Tuhannya. Dia tidak merasakan kehadiran dan keberadaannya lagi, yang ada dalam ingatan dan hatinya hanya Tuhan semata sehingga hanya ini yag akan keluar dari mulutnya, menyebut nama-Nya.
Dia telah memasrahkan dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhannya. Senang, bahagia, sakit dan penderitaan sudah tidak bermakna lagi baginya. Sebab semua perasaan itu hanya bagi yang masih memiliki diri dan keinginan tetapi ketika keinginan dan kehendaknya adalah keinginan dan kehendak Tuhan maka semua yang ada di alam dunia ini adalah keindahan sang Kekasih. Keindahan Tuhan. “Ma raitu illa jamilah”. Semuanya telah terlihat indah dan menyenangkan.
Ketika semuanya adalah keindahan sang Kekasih masih pantaskan berkeluh kesah? Masih layakkah mengeluh? Masih adakah kekecewaan? Masih bolehkah kebencian dan kemarahan?
“Ya Allah, Dikaulah yang senantiasa menjadi harapan dalam hidupku. Semua telah kuserahkan kepadaMu. Diriku adalah milikMu. Aku pasrah dalam keinginanMu, sebab diriku tidak memiliki keinginan lagi. Engkau pantas untuk melakukan apapun juga untukku”.
Itulah ungkapan dan harapan para kekasih Allah dalam doa dan munajah mereka.
Mereka tak lagi ingin terasing dan tercampakkan dari Tuhannya. Mereka tenggelam dan hanyut dalam kelezatan dan kenikmatan bermunajah dan bercakap-cakap dengan Tuhannya.
Comments (0)
There are no comments yet