Kolom: Makna Peringatan Kematian

Supa Athana - Tekno & Sains
20 October 2024 08:54
Peringatan duka kematian atau tahlilan adalah salah satu tradisi yang dilakukan dalam berbagai budaya dan agama untuk mengenang dan mendoakan orang yang telah meninggal.
Penulis: Muhammad Taufiq Ali Yahya
             Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
 
Peringatan duka kematian atau tahlilan adalah salah satu tradisi yang dilakukan dalam berbagai budaya dan agama untuk mengenang dan mendoakan orang yang telah meninggal. 
 
Berikut alasan atau dalil mengapa peringatan duka kematian dilakukan, khususnya dalam konteks Islam dan budaya Nusantara:
 
1.Mendoakan arwah yang meninggal
Dalam Islam, mendoakan orang yang telah meninggal adalah sunnah, dan diharapkan doa dari orang yang masih hidup bisa memberikan kebaikan dan kemudahan bagi arwah di alam kubur.
2.Menumbuhkan kepedulian sosial
Peringatan duka mengajarkan pentingnya solidaritas dan kepedulian antar sesama, dengan hadirnya keluarga, teman, dan tetangga untuk memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka.
3.Menghidupkan amalan sunnah
Dalam beberapa hadits, Rasulullah SAW menganjurkan untuk membaca doa atau ayat-ayat tertentu untuk orang yang sudah meninggal, seperti surat Al-Fatihah dan Yasin.
4.Menguatkan keluarga yang ditinggalkan
Peringatan ini menjadi ajang bagi keluarga untuk saling menguatkan dan memberi semangat dalam menghadapi kehilangan, mengingatkan mereka untuk tetap bersabar dan tawakal kepada Allah.
5.Bersedekah atas nama yang meninggal
Dalam tradisi tahlilan, sering kali makanan dibagikan kepada tamu sebagai bentuk sedekah. Hal ini diyakini dapat menjadi pahala bagi arwah yang telah meninggal.
6.Melestarikan tradisi keagamaan
Peringatan seperti tahlilan telah menjadi bagian dari tradisi Islam di Nusantara yang memperkuat ikatan sosial dan menjaga nilai-nilai keagamaan di dalam masyarakat.
7.Sebagai momen introspeksi
Momen peringatan kematian bisa menjadi waktu untuk merenungi kehidupan, mengingatkan kita tentang kefanaan hidup dan pentingnya persiapan untuk kehidupan akhirat.
8.Mengingat kematian
Dalam Islam, mengingat kematian dianjurkan sebagai bentuk ibadah karena dapat menguatkan keimanan seseorang dan menuntunnya untuk lebih taat kepada Allah SWT.
9.Memperkuat hubungan silaturahmi
Peringatan kematian juga memperkuat tali silaturahmi di antara anggota keluarga besar, teman, dan tetangga yang datang untuk berdoa bersama.
10.Menunjukkan penghormatan terakhir
Mengadakan peringatan duka adalah bentuk penghormatan terakhir dari keluarga yang ditinggalkan kepada almarhum, sekaligus ungkapan kasih sayang mereka yang masih hidup kepada yang telah pergi.
 
Setiap budaya dan masyarakat memiliki cara tersendiri untuk mengadakan peringatan duka, namun secara umum, inti dari tradisi ini adalah mendoakan dan mengenang orang yang telah meninggal, serta memperkuat ikatan sosial di antara yang masih hidup.
 
Peringatan duka syahadah 
 
biasanya terkait dengan mengenang kematian seseorang yang wafat dalam keadaan syahid (mati dalam perjuangan di jalan Allah). 
 
Syahadah dalam Islam adalah kematian yang mulia, di mana seseorang yang meninggal karena mempertahankan agama, kehormatan, atau membela diri dalam peperangan yang sah dianggap syahid, juga karena sakit, dan diberikan tempat khusus oleh Allah SWT.
 
Berikut beberapa alasan mengapa peringatan duka syahadah dilakukan:
 
1.Menghormati perjuangan syuhada
Syuhada adalah mereka yang wafat dalam perjuangan di jalan Allah. Peringatan duka syahadah adalah bentuk penghormatan atas pengorbanan yang telah mereka berikan demi agama, tanah air, atau kemanusiaan.
2.Mendoakan syuhada
Meski syuhada dijanjikan tempat mulia di sisi Allah, umat Islam tetap mendoakan mereka agar mendapatkan rahmat dan pengampunan Allah.
3.Meneladani keberanian dan keikhlasan
Syuhada dianggap sebagai teladan dalam keberanian, pengorbanan, dan keikhlasan. Peringatan syahadah menginspirasi umat Islam untuk meniru sifat-sifat mulia tersebut.
4.Memperkuat persatuan umat
Peringatan syahadah sering kali dijadikan momentum untuk memperkuat persatuan umat dalam menghadapi musuh atau tantangan bersama, serta menumbuhkan solidaritas.
5.Mengingat pentingnya jihad di jalan Allah
Syahadah adalah bagian dari jihad, baik dalam bentuk fisik atau spiritual. Peringatan ini mengingatkan umat tentang pentingnya berjuang di jalan yang benar, tidak hanya dalam peperangan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
6.Memberi dukungan kepada keluarga syuhada
Peringatan ini juga bertujuan untuk memberikan dukungan moral dan emosional kepada keluarga syuhada yang kehilangan anggota keluarga mereka, serta mengingatkan mereka bahwa kematian syahid adalah kemuliaan.
7.Menguatkan iman dan rasa tawakal
Dengan mengingat kisah syuhada dan perjuangan mereka, umat Islam diajak untuk memperkuat iman, meningkatkan tawakal kepada Allah, dan mengingatkan diri bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara.
8.Menghidupkan kesadaran tentang pengorbanan
Peringatan syahadah juga merupakan ajang untuk menyadarkan umat akan pentingnya pengorbanan demi kebaikan umat dan kepentingan bersama, serta memotivasi untuk lebih peduli terhadap sesama.
9.Mengingat akhirat dan kehidupan setelah mati
Syahadah mengingatkan umat tentang adanya kehidupan setelah mati dan pentingnya mempersiapkan diri untuk akhirat, sehingga menjadi motivasi untuk berbuat lebih banyak kebaikan.
10.Menjaga sejarah dan warisan perjuangan
Peringatan syahadah juga berfungsi untuk menjaga ingatan tentang perjuangan para syuhada dalam sejarah Islam atau perjuangan bangsa, sehingga generasi penerus tetap mengingat jasa-jasa mereka dan meneladani semangat juang mereka.
 
Peringatan duka syahadah memiliki dimensi spiritual yang kuat dan berkaitan erat dengan pengajaran tentang keberanian, pengorbanan, serta kedekatan dengan Allah.
 
Dalil dari Al-Qur’an dan hadis tentang keutamaan dan kedudukan syahid (syahadah):
 
Dalil Al-Qur’an
 
1.Surah Al-Baqarah (2:154)
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
 
Ayat ini menegaskan bahwa orang yang mati syahid di jalan Allah tidaklah mati dalam arti yang sebenarnya, melainkan mereka hidup di sisi Allah dengan kedudukan yang mulia.
 
2.Surah Ali ’Imran (3:169-170)
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
 
Ayat ini menjelaskan bahwa para syuhada mendapatkan karunia dan rezeki dari Allah serta mereka bahagia di sisi-Nya.
 
3.Surah At-Taubah (9:111)
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
 
Ayat ini menekankan bahwa Allah telah menjanjikan surga bagi orang-orang yang berperang di jalan-Nya dan terbunuh sebagai syuhada.
 
Dalil Hadis
 
1.Hadis riwayat Al-Bukhari (2803) dan Muslim (1876)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Barang siapa yang mati syahid, ia akan diberikan enam keutamaan: 
 
dosanya diampuni saat pertama kali tetes darahnya, 
 
ia diperlihatkan tempatnya di surga, 
 
diselamatkan dari azab kubur, 
 
aman dari ketakutan yang besar (hari kiamat), 
 
mahkotanya dihiasi dengan batu permata yang lebih baik dari dunia dan isinya, 
 
dan ia diperbolehkan memberi syafaat kepada 70 anggota keluarganya.’”
 
Hadis ini menjelaskan berbagai keutamaan yang akan diperoleh seseorang yang mati syahid, termasuk ampunan dosa, keamanan dari azab kubur, dan tempat di surga.
 
2.Hadis riwayat Muslim (1901)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Orang yang mati syahid memiliki lima keutamaan: 
 
1, diampuni dosanya sejak pertama kali darahnya menetes, 
 
2, diperlihatkan tempatnya di surga, 
 
3, diselamatkan dari siksa kubur, 
 
4, dilindungi dari ketakutan yang besar pada hari kiamat, 
 
5, dan diberikan mahkota kehormatan di atas kepalanya.’”
 
Hadis ini juga memperkuat keutamaan mati syahid dan karunia yang diberikan kepada mereka yang mati di jalan Allah.
 
3.Hadis riwayat At-Tirmidzi (1663)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Orang yang mati syahid akan mendapatkan tujuh keutamaan
 
(1) diampuni dosanya sejak pertama kali darahnya menetes
 
(2) diperlihatkan tempatnya di surga, 
 
(3) diselamatkan dari azab kubur
 
(4) diamankan dari ketakutan pada hari kiamat
 
(5) diberi mahkota kehormatan yang lebih baik dari dunia dan seisinya
 
(6) diberi 72 bidadari, dan
 
 (7) diperbolehkan memberikan syafaat kepada 70 anggota keluarganya.’”
 
Hadis ini menambah penjelasan tentang berbagai nikmat yang diperoleh oleh orang yang mati syahid, termasuk mahkota kehormatan dan bidadari di surga.
 
Al-Qur’an dan hadis dengan jelas memberikan keutamaan khusus kepada mereka yang mati syahid, menjanjikan surga, kebahagiaan di sisi Allah, serta berbagai karunia lainnya. 
 
Syahadah dianggap sebagai pengorbanan yang paling mulia, dan orang yang gugur sebagai syuhada akan mendapatkan kedudukan istimewa di akhirat.
 
Berikut adalah tambahan 5 dalil dari Al-Qur’an dan hadis yang memperkuat keutamaan mati syahid:
 
4.Surah Al-Hajj (22:58)
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka terbunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.”
 
Ayat ini menegaskan bahwa orang yang berhijrah dan terbunuh di jalan Allah, termasuk syuhada, akan mendapatkan rezeki yang baik dari Allah sebagai balasan atas pengorbanan mereka.
 
5.Surah An-Nisa (4:74)
“Maka hendaklah mereka berperang di jalan Allah, yaitu orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk kehidupan akhirat. Barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.”
 
Ayat ini menekankan bahwa pahala yang besar menanti mereka yang berjuang di jalan Allah, baik yang menang maupun yang gugur (syahid).
 
6.Hadis riwayat Muslim (1915)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Barangsiapa memohon kepada Allah mati syahid dengan jujur dari lubuk hatinya, Allah akan memberikan kepadanya derajat para syuhada, meskipun ia meninggal di atas tempat tidurnya.’”
 
Hadis ini menunjukkan bahwa keinginan yang ikhlas untuk mati syahid memiliki keutamaan yang besar, bahkan jika seseorang tidak benar-benar mati di medan perang, Allah tetap akan memberinya pahala syuhada.
 
7.Hadis riwayat Al-Bukhari (2790)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Tidak ada seorang pun yang masuk surga dan ingin kembali ke dunia, meskipun ia memiliki segala sesuatu yang ada di dunia, kecuali orang yang mati syahid. Karena ia ingin kembali ke dunia lalu terbunuh sepuluh kali lagi, sebab ia melihat keutamaan (kemuliaan) mati syahid.’”
 
Hadis ini menekankan betapa besar keutamaan mati syahid sehingga mereka yang mati syahid ingin kembali lagi untuk mengulangi pengorbanan itu.
 
8.Hadis riwayat Ahmad (17016)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Syahid memiliki tujuh keutamaan di sisi Allah: diampuni dosanya sejak tetes darah pertama, diperlihatkan tempatnya di surga, diselamatkan dari azab kubur, diamankan dari ketakutan yang besar (hari kiamat), diberi mahkota kehormatan dengan batu permata yang lebih baik dari dunia dan seisinya, dinikahkan dengan 72 bidadari, dan diperbolehkan memberi syafaat untuk 70 anggota keluarganya.’”
 
Hadis ini serupa dengan yang sebelumnya, tetapi menyebutkan dengan lebih rinci keutamaan yang didapatkan oleh syuhada.
 
9.Hadis riwayat An-Nasa’i (3162)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah, maka ia adalah syahid; barangsiapa yang meninggal di jalan Allah, maka ia adalah syahid; barangsiapa yang mati karena wabah, maka ia syahid; barangsiapa yang mati karena tenggelam, maka ia syahid.’”
 
Hadis ini memperluas pengertian syahadah tidak hanya bagi mereka yang terbunuh di medan perang, tetapi juga bagi mereka yang meninggal dalam keadaan tertentu, seperti karena wabah atau tenggelam.
 
10.Hadis riwayat Muslim (1914)
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Syuhada ada lima, yaitu orang yang mati karena wabah penyakit, orang yang mati karena penyakit dalam perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa bangunan runtuh, dan orang yang mati syahid di jalan Allah.’”
 
Hadis ini menunjukkan bahwa ada berbagai jenis syahid, termasuk mereka yang mati karena bencana alam atau penyakit tertentu, di mana mereka juga diberikan status syuhada oleh Allah SWT.
 
Dengan tambahan dalil-dalil ini, semakin jelas bahwa syahadah memiliki keutamaan yang sangat tinggi dalam Islam. 
 
Baik dari segi pahala di akhirat, kedudukan di sisi Allah, maupun perlindungan dari azab dan ketakutan hari kiamat, mati syahid dijanjikan banyak kemuliaan. 
 
Bahkan, orang yang meninggal dalam keadaan selain di medan perang namun dengan kondisi tertentu, seperti wabah atau tenggelam, juga disebut sebagai syuhada dan mendapatkan keutamaan tersebut.
 
Para mufassir (ahli tafsir Al-Qur’an) juga memberikan penjelasan tentang keutamaan mati syahid (syahadah) berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an. 
 
Berikut beberapa pandangan para mufassir terkait ayat-ayat yang berbicara tentang syuhada:
 
1. Surah Al-Baqarah (2:154)
 
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
 
•Ibnu Katsir: Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan bahwa para syuhada tetap hidup di sisi Allah dalam kehidupan yang penuh kebahagiaan. 
 
Kehidupan mereka adalah kehidupan yang lebih baik daripada dunia, meski dalam pandangan manusia mereka telah mati. 
 
Ini adalah kehidupan khusus yang penuh kemuliaan di sisi Tuhan. Ibnu Katsir juga mengutip hadis yang menyebutkan bahwa para syuhada diberikan rezeki di surga dan mereka bergembira atas tempat mereka yang mulia.
 
•Al-Qurtubi: menjelaskan bahwa meskipun jasad mereka telah mati, ruh para syuhada tetap hidup di alam barzakh. 
 
Mereka berada di surga dan mendapatkan kenikmatan dari Allah. Tafsir ini memperkuat keutamaan syahid sebagai orang yang mati dalam perjuangan di jalan Allah, namun tetap mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah kematian.
 
2. Surah Ali ’Imran (3:169-170)
 
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. 
 
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
 
•Tafsir Ath-Thabari: Menurut Ath-Thabari, ayat ini menunjukkan bahwa para syuhada hidup dengan penuh kenikmatan dan kegembiraan di sisi Allah. 
 
Mereka mendapat rezeki berupa kemuliaan dan kebahagiaan di surga. Ath-Thabari juga menafsirkan bahwa para syuhada ini merasa gembira karena mereka mengetahui bahwa rekan-rekan mereka yang masih hidup dan berjuang di dunia juga akan menyusul mereka dalam kebaikan yang sama, jika mereka tetap teguh di jalan Allah.
 
•Tafsir Al-Baghawi: Al-Baghawi menjelaskan bahwa para syuhada hidup dengan ruh yang terus mendapatkan rezeki dari Allah. Mereka senang dengan keadaan mereka di surga, karena mereka bisa melihat rekan-rekan yang masih berjuang di dunia, dan mereka tidak merasa khawatir atau takut akan keadaan mereka di akhirat.
 
3. Surah At-Taubah (9:111)
 
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
 
•Ibnu Katsir: menafsirkan ayat ini sebagai janji Allah yang tegas kepada orang-orang yang beriman bahwa jika mereka berjuang di jalan-Nya dan mati sebagai syuhada, Allah akan memberikan surga sebagai balasan. 
 
Menurutnya, ini adalah “perdagangan” yang menguntungkan bagi kaum mukmin, di mana mereka mengorbankan hidup dan harta di dunia untuk mendapatkan kehidupan kekal di akhirat. Janji ini ditegaskan dalam kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat dan Injil, serta Al-Qur’an.
 
•As-Sa’di: menyatakan bahwa ayat ini adalah janji yang jelas dan pasti dari Allah kepada orang-orang beriman. Syuhada yang berjuang di jalan Allah akan diberikan ganjaran surga. Penekanan bahwa Allah menepati janjinya menunjukkan betapa besar dan mulianya kedudukan orang yang mati syahid.
 
4. Surah An-Nisa (4:74)
 
“Maka hendaklah mereka berperang di jalan Allah, yaitu orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk kehidupan akhirat. Barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.”
 
•Al-Qurtubi: menafsirkan bahwa orang yang berperang di jalan Allah dan mati syahid, atau yang menang dalam pertempuran, keduanya mendapatkan pahala besar dari Allah. Orang yang mati syahid akan mendapatkan kemuliaan di akhirat, sedangkan yang menang juga mendapatkan pahala serta bisa melanjutkan perjuangan di dunia. Keduanya dianggap beruntung, karena mereka berjihad di jalan yang benar.
•Ibnu Katsir: Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menekankan bahwa ayat ini mendorong kaum muslimin untuk berjuang di jalan Allah dengan penuh semangat. Baik menang maupun mati syahid, keduanya mendapat balasan besar dari Allah, di mana pahala terbesar adalah surga.
 
5. Surah Al-Hajj (22:58)
 
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka terbunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.”
 
•Tafsir Ibnu Katsir: Ibnu Katsir menafsirkan bahwa orang-orang yang meninggalkan kampung halamannya (berhijrah) demi membela agama Allah dan kemudian terbunuh atau mati dalam proses itu, mereka akan mendapatkan balasan dari Allah berupa rezeki yang baik, yaitu kenikmatan di surga. Kehidupan dunia yang mereka tinggalkan akan digantikan dengan kehidupan yang lebih baik di akhirat.
 
•Al-Baghawi: menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang-orang yang berhijrah dan terbunuh di jalan Allah. Mereka dijamin mendapatkan rezeki di akhirat, dan ini adalah balasan atas kesabaran dan pengorbanan mereka di dunia.
 
Para mufassir sepakat bahwa keutamaan syahid sangat besar, dengan janji surga dan kebahagiaan di akhirat yang jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an. 
 
Ayat-ayat tentang syuhada menunjukkan bahwa mereka yang mati dalam perjuangan di jalan Allah tidak dianggap mati, tetapi hidup di sisi Allah dengan rezeki dan kenikmatan yang luar biasa. 
 
Tafsir dari para ulama seperti Ibnu Katsir, Al-Qurtubi, Ath-Thabari, dan lainnya menegaskan keistimewaan syahadah sebagai salah satu bentuk pengorbanan paling mulia yang dapat dilakukan seorang muslim.
 
Dalam tradisi Ahlul Bayt, peringatan kematian dan syahadah (kesyahidan) memiliki tempat yang sangat penting, terutama dalam konteks memperingati syahadah Imam Husain di Karbala. 
 
Para mufassir Syiah menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis terkait dengan martir (syuhada) dalam perspektif yang menekankan kesetiaan kepada Ahlul Bait dan keutamaan pengorbanan demi keadilan dan kebenaran.
 
Berikut beberapa dalil dan penjelasan menurut tafsir Syiah terkait peringatan kematian atau syahadah:
 
1. Surah Al-Baqarah (2:154)
 
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
 
•Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an (Tafsir Al-Mizan) oleh Allamah Thabathaba’i: Dalam tafsir ini, Allamah Thabathaba’i menjelaskan bahwa ayat ini sangat relevan dalam konteks syuhada, terutama mereka yang gugur dalam mempertahankan kebenaran dan melawan kezaliman. 
 
Menurut tafsir Syiah, ayat ini secara khusus sering dikaitkan dengan syahadah Imam Husain di Karbala, yang dianggap sebagai teladan tertinggi dari pengorbanan demi agama dan keadilan. Imam Husain dan para pengikutnya yang gugur dianggap tetap hidup dalam pandangan Allah, mendapatkan kehidupan yang lebih mulia dan abadi.
 
•Tafsir Nur al-Tsaqalain: 
Dalam tafsir ini, ayat ini dihubungkan dengan tradisi peringatan syuhada, di mana pengorbanan mereka terus diingat dan dirayakan, terutama dalam konteks peringatan Asyura. Syuhada tidak hanya dianggap hidup di sisi Allah, tetapi juga dalam hati umat Islam yang mencintai Ahlul Bait.
 
2. Surah Ali ’Imran (3:169-170)
 
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka…”
 
•Allamah Thabathaba’i: 
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathaba’i menafsirkan ayat ini dengan merujuk pada Imam Husain dan para syuhada Karbala. Mereka yang gugur dalam mempertahankan hak dan keadilan adalah syuhada yang mendapatkan derajat mulia di sisi Allah. Imam Husain adalah contoh utama syuhada yang berjuang demi mempertahankan kebenaran melawan penindasan. Mereka yang gugur ini tidak mati, melainkan hidup dan menikmati karunia dari Allah di surga.
 
•Al-Kashani (Tafsir Al-Shafi): 
Al-Kashani menafsirkan bahwa ayat ini adalah janji Allah untuk memberikan kehidupan yang lebih baik kepada para syuhada. 
 
Ayat ini sangat penting dalam ajaran Syiah, terutama ketika berbicara tentang syuhada Ahlul Bait yang berjuang demi mempertahankan agama yang benar. 
 
Syuhada Karbala, terutama Imam Husain, dijanjikan kehidupan abadi di sisi Allah.
 
3. Surah At-Taubah (9:111)
 
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh…”
 
•Tafsir Al-Mizan oleh Allamah Thabathaba’i: 
Ayat ini, menurut Allamah Thabathaba’i, menunjukkan bahwa Allah telah “membeli” jiwa dan harta para mukmin, khususnya mereka yang rela berkorban demi kebenaran. Dalam konteks Syiah, ayat ini dihubungkan dengan Imam Husain dan pengorbanan beliau di Karbala, di mana beliau dan para pengikutnya mengorbankan diri mereka untuk agama Allah. 
 
Kesyahidan Imam Husain adalah contoh utama dari jual-beli ini, di mana beliau menyerahkan nyawanya untuk mendapatkan surga dan ridha Allah.
 
•Tafsir Nur al-Tsaqalain: 
Tafsir ini menekankan bahwa ayat ini berbicara tentang kesediaan untuk berkorban di jalan Allah, yang mencapai puncaknya dalam peristiwa Karbala. 
 
Imam Husain dianggap sebagai manifestasi sempurna dari seorang mukmin yang telah menjual dirinya kepada Allah dengan cara yang paling mulia.
 
4. Surah Al-Hajj (22:58)
 
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka terbunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik.”
 
•Tafsir Al-Mizan: 
Dalam tafsir ini, Allamah Thabathaba’i menafsirkan bahwa ayat ini relevan bagi mereka yang meninggalkan kehidupan dunia demi membela kebenaran dan keadilan di jalan Allah, meskipun mereka terbunuh. 
 
Dalam tradisi Syiah, ini merujuk pada Imam Husain dan para syuhada Karbala, yang rela mengorbankan segalanya untuk Allah. Mereka dijanjikan rezeki yang baik di akhirat sebagai balasan atas pengorbanan mereka.
 
5. Surah Al-Ahzab (33:23)
 
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).”
 
•Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an: Ayat ini, menurut Allamah Thabathaba’i, merujuk pada individu-individu yang benar-benar setia kepada janji mereka kepada Allah, salah satunya adalah Imam Husain. 
 
Beliau menepati janjinya untuk berjuang di jalan Allah meskipun harus mengorbankan nyawa. 
 
Ayat ini sering dikaitkan dengan syahadah Imam Husain dan para pengikutnya, yang dianggap sebagai perwujudan paling sempurna dari kesetiaan kepada Allah tanpa sedikit pun mengubah tekad mereka.
 
•Tafsir Nur al-Tsaqalain: 
Tafsir ini menjelaskan bahwa ayat ini sangat sesuai dengan Ahlul Bait, khususnya Imam Husain, yang menunjukkan kesetiaan total dalam memenuhi janji kepada Allah. Kesyahidan di Karbala dilihat sebagai puncak dari pengorbanan mukmin sejati.
 
Pentingnya Peringatan Syahadah dalam Ahlul Bayt as
 
Peringatan kematian (terutama syahadah) dalam tradisi Syiah sangat erat kaitannya dengan memperingati tragedi Karbala, di mana Imam Husain dan para pengikutnya dibantai secara kejam oleh pasukan Yazid. 
 
Peristiwa ini diperingati setiap tahun dalam peringatan Asyura, yang menjadi momen refleksi spiritual, kesedihan, dan pembaruan tekad untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
 
Tafsir-tafsir Syiah seperti yang disampaikan oleh Allamah Thabathaba’i, Al-Kashani, dan ulama lainnya menunjukkan bahwa 
 
syahadah memiliki nilai tinggi, 
bukan hanya sebagai tindakan pengorbanan, tetapi sebagai bentuk kepatuhan tertinggi kepada Allah dan cinta kepada Ahlul Bait. 
 
Syuhada seperti Imam Husain dianggap sebagai puncak dari teladan tersebut, dan peringatan kematiannya dianggap sebagai ibadah yang penting dalam memperkuat iman dan memperjuangkan keadilan.
 
Menurut mufassir Syiah, syahadah adalah bentuk pengorbanan tertinggi di jalan Allah, dan peringatan atas kesyahidan para syuhada, terutama Imam Husain, adalah bagian penting dari ajaran agama. 
 
Tafsir Syiah mengenai dalil-dalil Al-Qur’an ini memberikan penekanan khusus pada peran Ahlul Bait dan keutamaan perjuangan melawan kezaliman, dengan Imam Husain sebagai simbol utama syahid yang rela berkorban demi kebenaran dan keadilan.
 
Peringatan kematian dalam tradisi Syiah dan perspektif ahli makrifat 
 
dipandang sebagai momen penting yang tidak hanya mencakup ritual dan doa, tetapi juga sebagai refleksi spiritual yang mendalam. 
 
Pandangan ini mencakup aspek eskatologis (kehidupan setelah mati) dan introspektif, di mana peringatan kematian seseorang dianggap sebagai kesempatan untuk mengingat kematian, mendekatkan diri kepada Allah, dan memahami hakikat kehidupan dunia serta akhirat.
 
Peringatan Kematian Menurut Ahlul Bayt as
 
Dalam tradisi Syiah, peringatan kematian seseorang, baik individu biasa maupun orang terkemuka, diperlakukan dengan serius sebagai bagian dari ajaran agama yang sangat memperhatikan kehidupan setelah mati dan pemurnian diri.
 
A. Tujuan Peringatan Kematian
 
•Pengingat akan Akhirat: Kematian dianggap sebagai pintu masuk menuju kehidupan yang lebih besar, yaitu kehidupan akhirat. 
 
Setiap kali peringatan kematian diadakan, komunitas Syiah merenungkan pentingnya persiapan untuk kehidupan setelah mati, mengingat bahwa dunia hanyalah tempat sementara.
 
Tahlilan dan Ziarah Kubur: 
 
Sebagaimana dalam banyak tradisi Islam, dalam Syiah, peringatan kematian disertai dengan tahlilan dan doa bagi si mati. 
 
Biasanya, keluarga dan masyarakat berkumpul untuk membaca doa dan zikir, seperti Surah Yasin dan Al-Fatihah. Selain itu, ziarah kubur juga merupakan praktik yang penting dalam tradisi Syiah. 
 
Mereka percaya bahwa berdoa di kuburan dapat memberikan rahmat kepada orang yang telah meninggal dan mengingatkan yang hidup akan kefanaan.
 
Peran Imamah dan Ahlul Bait: 
 
Dalam konteks Syiah, bahkan peringatan kematian manusia biasa sering kali dihubungkan dengan pengingat tentang perjuangan Ahlul Bait as.
 
Kematian dilihat sebagai saat yang penting untuk merefleksikan kisah kesyahidan para imam suci, terutama Imam Husain di Karbala, serta betapa pentingnya pengorbanan demi agama.
 
Tradisi Berkabung
 
Peringatan kematian dalam tradisi Syiah sering kali mencakup tradisi berkabung (yang juga disebut azadari). 
 
Biasanya, pada hari-hari tertentu setelah kematian (seperti 3 hari, 7 hari, 40 hari—arba’in), keluarga dan masyarakat berkumpul untuk mengingat almarhum dengan bacaan doa, zikir, dan kisah-kisah dari Ahlul Bait.
 
Makna Spiritual
 
•Memperkuat Iman: Bagi orang yang ditinggalkan, peringatan kematian memberikan kesempatan untuk memperkuat keimanan mereka dengan merenungkan hakikat kehidupan dan kematian, memperbaiki amal, dan meningkatkan kualitas hubungan mereka dengan Allah.
 
Doa untuk Pengampunan: 
 
Peringatan ini juga dimaksudkan untuk berdoa agar Allah mengampuni dosa-dosa orang yang telah meninggal dan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya. 
 
Dalam perspektif Syiah, doa dan amal yang dilakukan oleh keluarga dan teman-teman almarhum dapat membantu meringankan penderitaan si mati di alam kubur.
 
Peringatan Kematian Menurut Ahli Makrifat
 
Ahli makrifat adalah mereka yang memiliki pemahaman mendalam tentang hakikat spiritualitas dan seringkali berfokus pada aspek batiniah dari ajaran Islam. 
 
Dalam pandangan mereka, kematian bukan hanya peristiwa fisik, tetapi adalah fase transisi yang sangat penting dalam perjalanan ruh menuju Allah.
 
A. Kematian sebagai “Mi’raj”
 
Menurut ahli makrifat, kematian dipandang sebagai peristiwa yang sangat transendental. 
 
Mereka melihatnya sebagai bagian dari perjalanan spiritual seseorang yang bergerak menuju pertemuan dengan Sang Pencipta. 
 
Dalam filsafat makrifat, kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan yang lebih tinggi, yang sering disebut sebagai mi’raj (pendakian spiritual).
 
B. Hakikat Kematian
 
•Kematian sebagai Perpisahan dari Dunia Ilusi: Ahli makrifat sering menganggap dunia sebagai tempat ujian dan ilusi yang sementara. 
 
Kematian adalah jalan untuk membebaskan diri dari ikatan dunia dan menuju realitas yang lebih tinggi, yaitu Allah. 
 
Mereka sering mengutip ayat Al-Qur’an: “Kullu nafsin dzā’iqatu al-mawt” (Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati) (Surah Ali ’Imran 3:185), sebagai pengingat bahwa kehidupan dunia hanya sementara.
 
•Kesadaran akan Akhirat: 
Ahli makrifat memandang kematian sebagai saat penting untuk mengingatkan yang hidup agar senantiasa sadar akan kehidupan akhirat. 
 
Bagi mereka, peringatan kematian bukan hanya soal berdoa untuk si mati, tetapi juga momen untuk memperkuat kesadaran akan kefanaan dan memurnikan jiwa dari hal-hal duniawi.
 
C. Peringatan Kematian sebagai Momen Refleksi Batin
 
Dalam peringatan kematian, ahli makrifat menekankan pentingnya introspeksi dan refleksi batin. 
 
Mereka percaya bahwa momen kematian orang lain adalah saat terbaik untuk merenungkan sejauh mana persiapan kita untuk menghadapi kematian kita sendiri. 
 
Kematian dilihat sebagai cermin dari kehidupan seseorang, dan peringatan itu dimaksudkan untuk merenungkan perjalanan spiritual yang telah dilalui si mati serta apa yang bisa dipelajari dari hidupnya.
 
D. Penghayatan Spiritual dalam Peringatan
 
•Kematian sebagai Jalan Menuju Allah: 
Menurut ahli makrifat, orang yang meninggal secara spiritual akan kembali kepada Allah dalam keadaan suci jika mereka telah mencapai makrifat dan pengetahuan tentang Allah. 
 
Oleh karena itu, peringatan kematian juga merupakan peringatan bagi yang hidup untuk terus berupaya mendekatkan diri kepada Allah dan mencapai makrifat dalam hidup mereka sendiri.
 
•Tidak Sekadar Formalitas: Dalam pandangan mereka, peringatan kematian bukan sekadar formalitas atau ritual tanpa makna, tetapi harus menjadi momen penghayatan yang mendalam tentang perjalanan menuju Tuhan. 
 
Doa-doa yang dipanjatkan dalam peringatan kematian harus disertai dengan hati yang ikhlas dan pemahaman mendalam tentang hakikat hidup dan mati.
 
Kesimpulan
 
Baik dalam tradisi Syiah maupun pandangan ahli makrifat, peringatan kematian memiliki makna yang sangat mendalam. 
 
Dalam Syiah, peringatan kematian sering dikaitkan dengan perjuangan Ahlul Bait dan perenungan tentang kehidupan setelah mati, 
 
sementara dalam makrifat, kematian dilihat sebagai pintu menuju penyatuan dengan Allah dan kesempatan untuk mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
 
Kematian, dalam kedua perspektif ini, dipandang sebagai momen transisi yang sakral, yang perlu dihayati dengan penuh kesadaran akan kefanaan dunia dan pentingnya persiapan untuk kehidupan akhirat. Peringatan kematian bukan hanya soal ritual, tetapi lebih sebagai sarana untuk memperkuat iman, memperbaiki hubungan dengan Allah, dan memurnikan jiwa.
 
Peringatan kematian menurut pandangan Syiah dan ahli makrifat:
 
Kematian Sebagai Bagian dari Takdir Ilahi
 
Menurut Syiah dan ahli makrifat, kematian adalah bagian dari rencana dan takdir Allah yang tidak dapat dielakkan. 
 
Setiap manusia memiliki waktu yang telah ditentukan untuk kembali kepada-Nya. 
 
Peringatan kematian adalah pengingat bahwa setiap jiwa harus menerima takdir ini dengan keikhlasan, mengakui bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah.
 
Kematian sebagai Kesempatan untuk Menyiapkan Amal Baik
 
Bagi umat Syiah dan ahli makrifat, peringatan kematian menjadi momen penting untuk mengingatkan diri sendiri tentang pentingnya menyiapkan amal baik sebelum waktu habis. 
 
Dalam kehidupan ini, manusia dituntut untuk memperbaiki amal dan memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia.
 
Meningkatkan Ketaatan dalam Peringatan Kematian
 
Peringatan kematian juga dipandang sebagai kesempatan untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah. 
 
Dalam tradisi Syiah, peringatan ini dapat mencakup membaca Al-Qur’an, berdoa, dan melakukan perbuatan baik atas nama orang yang telah meninggal. 
 
Ahli makrifat melihat ini sebagai sarana untuk menghidupkan kembali jiwa spiritual dan membangkitkan kesadaran akan kewajiban manusia kepada Tuhan.
 
Kematian Sebagai Penghapusan Dosa
 
Dalam pandangan Syiah, salah satu keutamaan kematian bagi orang mukmin adalah bahwa kematian dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang pernah dilakukan. 
 
Dengan mengingat kematian, seseorang diharapkan lebih bersungguh-sungguh dalam bertaubat dan memperbaiki perilakunya agar kematiannya nanti menjadi jalan menuju pengampunan Ilahi.
 
Pentingnya “Tazkiyatun Nafs” (Penyucian Jiwa)
 
Ahli makrifat menekankan bahwa persiapan menuju kematian bukan hanya dalam bentuk ibadah lahiriah, tetapi juga dalam penyucian batin, atau tazkiyatun nafs. 
 
Dalam setiap peringatan kematian, ahli makrifat mengajak orang-orang untuk membersihkan hati mereka dari sifat-sifat buruk seperti kesombongan, hasad, dan cinta dunia, karena hanya dengan hati yang suci seseorang dapat mendekati Allah.
 
Pemahaman tentang “Barzakh”
 
Baik Syiah maupun ahli makrifat percaya bahwa setelah kematian, jiwa memasuki fase barzakh, yaitu kehidupan antara dunia dan akhirat. 
 
Dalam peringatan kematian, para ulama sering mengingatkan bahwa barzakh adalah tempat di mana amal seseorang akan mempengaruhi keadaannya. Oleh karena itu, hidup dengan kebajikan dan bertakwa kepada Allah sangat penting untuk mempersiapkan fase ini.
 
Kematian Sebagai Pengingat tentang Kezuhudan
 
Menurut ahli makrifat, peringatan kematian juga menekankan pentingnya kezuhudan, yaitu hidup sederhana dan tidak terikat dengan kenikmatan dunia. 
 
Kematian adalah pengingat bahwa semua harta dan kedudukan duniawi tidak memiliki nilai di akhirat. Hidup zuhud adalah bentuk persiapan terbaik untuk menghadapi kematian.
 
Pentingnya Menyambut Kematian dengan Ikhlas
 
Dalam ajaran Syiah, orang-orang saleh dan syuhada menyambut kematian dengan ikhlas karena mereka yakin bahwa kematian adalah awal dari kehidupan yang lebih baik di akhirat. 
 
Ahli makrifat juga mengajarkan bahwa seseorang harus menerima kematian dengan kerelaan hati, karena itu adalah pertemuan dengan Sang Pencipta, dan tidak ada yang lebih membahagiakan daripada bertemu dengan Allah.
 
Mengingat Kematian untuk Menjaga Fokus Hidup
 
Mengingat kematian secara terus-menerus, dalam tradisi Syiah dan makrifat, membantu menjaga fokus hidup seseorang pada hal-hal yang benar-benar penting. 
 
Kematian berfungsi sebagai peringatan bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara dan segala yang dimiliki di dunia akan hilang, kecuali amal saleh yang akan tetap bermanfaat di akhirat.
 
Peringatan Kematian Sebagai Bentuk Solidaritas
 
Dalam tradisi Syiah, peringatan kematian tidak hanya tentang doa dan ritual, tetapi juga menjadi momen solidaritas dengan keluarga yang ditinggalkan. 
 
Ini mencerminkan nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam Islam, di mana peran komunitas sangat penting dalam mendukung mereka yang sedang berduka, baik secara emosional maupun spiritual.
 
Amal Jariyah Sebagai Persiapan Kematian
 
Dalam Syiah, salah satu bentuk amal yang bisa dilakukan sebagai persiapan kematian adalah amal jariyah, atau amal yang pahalanya terus mengalir meskipun seseorang telah meninggal. 
 
Ini bisa berupa sumbangan untuk masjid, madrasah, atau kegiatan sosial yang bermanfaat bagi banyak orang. 
 
Ahli makrifat juga menekankan pentingnya meninggalkan warisan yang baik berupa ilmu dan amal yang terus bermanfaat bagi generasi berikutnya.
 
Meneladani Para Syuhada dalam Menghadapi Kematian
 
Peringatan kematian dalam Syiah sering dikaitkan dengan syahadah para imam dan syuhada. 
 
Meneladani keberanian dan keteguhan mereka dalam menghadapi kematian dianggap sebagai salah satu cara terbaik untuk mempersiapkan diri. 
 
Ahli makrifat juga menekankan pentingnya sikap rela berkorban dan siap menghadapi maut dengan hati yang bersih dan jiwa yang ikhlas.
 
“Husnul Khatimah” (Akhir yang Baik)
 
Baik dalam pandangan Syiah maupun makrifat, tujuan utama setiap orang adalah mencapai husnul khatimah, atau akhir hidup yang baik dan diridhoi oleh Allah. 
 
Peringatan kematian adalah pengingat penting bahwa kita harus berupaya untuk hidup dengan kebaikan, agar kelak bisa mati dalam keadaan yang penuh rahmat dan mendapatkan ampunan dari Allah.
 
Peringatan kematian dalam pandangan Syiah dan ahli makrifat bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi momen penting untuk refleksi, memperkuat hubungan spiritual dengan Allah, dan mempersiapkan diri menghadapi perjalanan akhirat. Pandangan Syiah menekankan pentingnya solidaritas komunitas, serta hubungan dengan Ahlul Bait as dan pengorbanan para syuhada, sementara ahli makrifat fokus pada penyucian jiwa, keikhlasan, dan pemahaman batiniah tentang kematian.
 
Pahala dan manfaat dari peringatan kematian, baik di dunia maupun di akhirat, 
menurut pandangan Syiah dan ahli makrifat sangat mendalam. 
 
Kegiatan ini bukan hanya sekedar ritual sosial atau keagamaan, tetapi memiliki dampak spiritual yang nyata baik bagi yang hidup maupun yang meninggal. 
 
Berikut pahala dan manfaat peringatan kematian dari perspektif dunia dan akhirat:
 
Manfaat dan Pahala di Dunia
 
1.Menguatkan Hubungan Sosial dan Solidaritas
Peringatan kematian, seperti tahlilan, ziarah kubur, atau berkumpulnya keluarga untuk berdoa, memperkuat ikatan sosial dan solidaritas di antara anggota masyarakat. Ini memberikan dukungan emosional kepada keluarga yang berduka dan menunjukkan rasa persaudaraan yang kuat di dalam komunitas. 
 
Dalam tradisi Syiah, hal ini membantu meringankan beban emosional bagi keluarga yang berduka, dan mendapatkan pahala dari sisi Allah karena ikut serta dalam meringankan penderitaan orang lain.
 
2.Meningkatkan Kesadaran Diri
Mengingat kematian secara rutin membantu seseorang menjaga dirinya dari perbuatan maksiat. Kesadaran bahwa setiap orang akan mati dan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya membuat seseorang lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan. Manfaat ini memacu orang untuk beramal baik, menjaga akhlak, dan selalu ingat akan kewajibannya kepada Allah dan sesama.
 
3.Memperkuat Keimanan
Peringatan kematian adalah momen untuk merefleksikan akhir hidup dan memperkuat iman. 
 
Bagi banyak orang, merenungkan kematian membuat mereka lebih mendekatkan diri kepada Allah, rajin beribadah, dan lebih serius dalam menjalani agama. Hal ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan kualitas spiritual dan menjaga keimanan agar tetap kokoh.
 
4.Motivasi untuk Beramal Jariyah
Peringatan kematian sering kali mendorong orang yang masih hidup untuk melakukan amal jariyah seperti bersedekah, membangun masjid, atau memberikan sumbangan pada lembaga pendidikan. 
 
Amal ini tidak hanya bermanfaat bagi yang meninggal, tetapi juga bagi orang yang melakukannya di dunia. 
 
Manfaat ini meluas di masyarakat dengan adanya kebaikan-kebaikan yang terus mengalir.
 
5.Pembelajaran Hidup
Melalui kisah-kisah tentang kematian dan teladan para syuhada, seperti kisah Imam Husain dalam Syiah, peringatan kematian mengajarkan tentang nilai pengorbanan, keteguhan, dan keberanian dalam membela kebenaran. 
 
Ini memberikan inspirasi bagi yang hidup untuk meneladani semangat pengabdian dan keberanian dalam menjalani hidup mereka.
 
Manfaat dan Pahala di Akhirat
 
1.Pengampunan Dosa Bagi yang Meninggal
Dalam pandangan Syiah, doa-doa yang dipanjatkan oleh keluarga dan komunitas bagi yang meninggal dapat membantu meringankan beban mereka di alam kubur. 
 
Pahala dari zikir, doa, dan sedekah yang dilakukan atas nama orang yang telah meninggal dapat mengurangi siksaan dan mempercepat jalan mereka menuju rahmat Allah di akhirat.
 
2.Pahala Amal Jariyah
Setiap amal yang dilakukan oleh seseorang semasa hidup, seperti sedekah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakan orang tuanya, akan terus memberikan pahala bahkan setelah kematiannya. 
 
Dalam peringatan kematian, keluarga sering mengadakan amal jariyah atas nama orang yang meninggal, yang pahalanya akan terus mengalir kepada almarhum di akhirat.
 
3.Keselamatan di Alam Kubur
Peringatan kematian dengan membaca doa, zikir, atau Al-Qur’an untuk orang yang telah meninggal, dipercaya dalam Syiah dapat memberikan cahaya dan keamanan bagi orang yang meninggal di alam kubur. Surah Yasin, misalnya, sering dibacakan dalam tradisi Syiah karena diyakini membawa rahmat dan keamanan bagi si mati di alam kubur.
 
4.Husnul Khatimah (Akhir yang Baik)
Bagi orang yang mengingat kematian dan mempersiapkan diri dengan ibadah dan amal baik, Allah akan memberikan kematian dalam keadaan husnul khatimah atau akhir yang baik. Dalam Syiah, mereka yang wafat dengan penuh keimanan dan ketaatan akan dijaga dari kesulitan saat sakaratul maut dan dihadiahkan kehidupan yang baik di akhirat.
 
5.Mendapat Syafaat dari Ahlul Bait
Dalam pandangan Syiah, mencintai dan mengikuti jejak Ahlul Bait akan membawa syafaat di akhirat. Bagi mereka yang mengingat kesyahidan Ahlul Bait dan mengikuti teladan mereka dalam menghadapi kematian dengan sabar dan ikhlas, dijanjikan pahala besar dan syafaat di akhirat. Hal ini juga termasuk mereka yang memperingati kematian Imam Husain dengan penuh ketulusan.
 
6.Menjaga dari Siksa Kubur
Menurut ahli makrifat, mereka yang sering merenungkan kematian dan selalu bertaubat atas dosa-dosanya akan dijauhkan dari siksa kubur. Peringatan kematian membuat seseorang lebih introspektif, sehingga dia akan lebih sering memohon ampunan kepada Allah, yang pada akhirnya akan memberikan perlindungan dari siksa di alam barzakh.
 
7.Tiket Masuk Surga
Bagi mereka yang benar-benar mempersiapkan kematian dengan amal soleh, taubat, dan ikhlas, pintu surga akan terbuka bagi mereka. Peringatan kematian mengingatkan mereka untuk terus berbuat baik agar mendapatkan rahmat Allah dan tempat yang indah di surga. Selain itu, doa-doa dan amal kebaikan yang dilakukan oleh keluarga setelah kematian akan membantu seseorang menuju surga.
 
8.Menambah Timbangan Amal di Akhirat
Setiap doa dan amal yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal oleh keluarganya akan menambah pahala bagi yang meninggal di akhirat. Dalam pandangan Syiah, doa dan amal seperti sedekah yang dilakukan atas nama almarhum akan menambah berat amal baik mereka di timbangan hari kiamat, yang pada akhirnya akan memudahkan perjalanan mereka menuju surga.
 
9.Menghapuskan Dosa-Dosa Kecil
Dalam tradisi Syiah, kematian bagi orang beriman adalah penghapus dosa-dosa kecil, terutama jika diiringi dengan doa dan amalan yang dilakukan oleh keluarganya. Sebaliknya, bagi yang masih hidup, peringatan kematian adalah kesempatan untuk bertaubat, yang akan menghapus dosa-dosa sebelum mereka menemui ajal mereka sendiri.
 
10.Pahala Tak Terputus untuk yang Masih Hidup
Bagi yang masih hidup, mengikuti peringatan kematian dan berdoa untuk almarhum membawa pahala besar. Selain itu, amal baik yang dilakukan dalam peringatan ini, seperti sedekah, akan terus memberikan manfaat di akhirat. Peringatan kematian juga mengingatkan yang hidup untuk mempersiapkan diri mereka sendiri, agar ketika mereka meninggal, amal mereka dapat terus mengalir dan memberikan manfaat abadi.
 
Kesimpulan
 
Peringatan kematian memiliki banyak manfaat baik di dunia maupun di akhirat. 
 
Di dunia, peringatan ini memperkuat solidaritas sosial, meningkatkan kesadaran diri, dan memotivasi orang untuk melakukan amal baik. 
 
Di akhirat, peringatan kematian membantu meringankan beban yang telah meninggal, memberikan mereka pahala dari amal jariyah, dan mempersiapkan mereka serta yang masih hidup untuk menghadapi hari kiamat dengan lebih baik.
 
Referensi mengenai pahala dan manfaat peringatan kematian menurut pandangan Syiah dan ahli makrifat dapat ditemukan dalam beberapa sumber utama berikut:
 
1. Al-Qur’an
•Surah Al-Mulk (67:2): “Dialah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara kamu yang terbaik amalnya.” Ayat ini sering menjadi dasar dalam tafsir mengenai hikmah dari kematian dan pengingat bagi manusia untuk memperbaiki amal sebelum ajal tiba.
 
•Surah Al-Imran (3:185): “Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati.” Ayat ini menjadi dasar utama untuk mengingatkan setiap muslim tentang keniscayaan kematian dan persiapan menuju kehidupan akhirat.
 
2. Hadis dari Ahlul Bait (Syiah)
•Imam Ali bin Abi Thalib (Nahjul Balaghah, Khutbah 184): “Wahai manusia, ingatlah mati yang memisahkan engkau dari dunia ini. Perbanyaklah bekal untuk akhiratmu, karena itulah tempat tinggal abadi.”
 
•Hadis ini mengajarkan pentingnya mengingat kematian dan mempersiapkan amal untuk akhirat. Referensi ini sering dijadikan landasan dalam peringatan kematian dalam tradisi Syiah.
 
•Hadis dari Imam Ja’far Shadiq (Usul Al-Kafi, Kitab al-Jana’iz, Bab 21): “Mengingat kematian secara terus-menerus membuat seorang mukmin lebih ikhlas dan fokus dalam beribadah, menjauhkannya dari cinta dunia dan menghantarkannya pada kehidupan abadi yang lebih baik.”
 
•Referensi ini menjelaskan pahala dari mengingat kematian, di mana manfaatnya berdampak pada ibadah yang lebih khusyuk dan fokus pada persiapan akhirat.
 
3. Kitab-Kitab Fikih dan Akidah Syiah
•Bihar al-Anwar karya Al-Allamah Al-Majlisi: Dalam kitab ini, ada banyak bab yang membahas tentang barzakh (alam kubur), kematian, serta syafaat dari Ahlul Bait. Peringatan kematian dipandang sebagai salah satu sarana untuk membantu almarhum di alam barzakh melalui doa dan amal jariyah.
 
•Mafatih al-Jinan karya Sheikh Abbas al-Qummi: Buku ini berisi panduan tentang doa-doa dan ziarah untuk orang yang meninggal, serta pahala bagi mereka yang memperingati kematian dan berdoa untuk orang yang telah tiada.
 
4. Tafsir dan Kitab Mufassir
•Tafsir Al-Mizan karya Allamah Thabathabai: Dalam tafsir ini, Allamah Thabathabai menjelaskan secara rinci berbagai ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan kematian, kehidupan setelah mati, dan alam barzakh. Tafsir ini menjelaskan pentingnya mengingat kematian sebagai sarana untuk membersihkan hati dan menyiapkan diri untuk kehidupan setelah mati.
 
•Tafsir Nurul Tsaqalain karya Abdul Ali Al-Huwaizi: Tafsir ini membahas lebih dalam mengenai aspek spiritual kematian, termasuk pentingnya amal jariyah dan doa yang dilakukan oleh keluarga sebagai pahala yang terus mengalir bagi yang meninggal.
 
5. Literatur Ahli Makrifat
•Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali: Meskipun Imam Al-Ghazali bukan tokoh Syiah, pemikirannya mengenai kematian dan persiapan spiritual di dalam buku ini juga menjadi rujukan dalam dunia tasawuf dan makrifat. Karya ini menjelaskan pentingnya mengingat kematian sebagai bentuk tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).
 
•Risalah Al-Qusyairiyah karya Al-Qusyairi: Kitab ini juga membahas aspek tasawuf dan makrifat mengenai kematian. Ahli makrifat memandang kematian bukan sebagai akhir, melainkan pertemuan dengan Allah, sehingga peringatan kematian menjadi momentum untuk introspeksi diri dan penyucian hati.
 
6. Literatur tentang Kematian dalam Tradisi Syiah
 
•Karbala dan Kesyahidan Imam Husain: Literatur mengenai peringatan kematian Imam Husain di Karbala merupakan inti dalam tradisi Syiah. Buku-buku dan khutbah yang terkait dengan peristiwa Karbala, seperti karya Lohoof karya Sayyid Ibn Tawus, menjelaskan pentingnya memperingati kematian para syuhada dan pengaruh spiritual dari mengingat kematian mereka.
 
•Akhlaq al-Shuhada karya Ayatullah Murtadha Mutahhari: Buku ini menjelaskan etika dan spiritualitas kematian bagi seorang mukmin, serta cara syuhada meneladani keikhlasan dan kesabaran menghadapi kematian dalam membela agama.
 
Referensi-referensi ini adalah sumber yang sering digunakan dalam diskusi mengenai pahala dan manfaat dunia-akhirat dari mengingat dan memperingati kematian, khususnya dalam tradisi Syiah dan tasawuf (makrifat).

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment