Kesyahidan: Merangkai Persatuan Sunnah-Syiah
Bunga Tradisi Syahid Bagi Pejuang
Khusnul Yaqin
(Guru Besar Universitas Hasanuddin)
Islam bukan agama yang maniak perang. Tapi jangan bikin gara-gara dengan melakukan penindasan, merampas hak kaum muslimin. Jika itu dilakukan terhadap kaum muslimin maka meraka akan bangkit melawan.
Fenomena penindasan terhadap kaum muslimin yang paling fenomenal di abad ini adalah terjadi pada bangsa Palestina. Meskipun kita tidak bisa menyebut bahwa bangsa Palestina isinya cuma Islam tok, tetapi di sana mayoritas adalah kaum muslimin, yang tentunya ada Kristen dan agama atau isme-isme yang lain.
Secara historis kaum muslimin terpisah antara kelompok Sunnah atau Sunni dan Syiah. Dua kelompok besar ini selalu dibenturkan oleh para kolonialis, agar Islam menjadi agama dari kelompok manusia yang tidak berkembang dari sisi peradaban, karena selalu cekcok pada hal-hal yang tidak penting. Dengan cara itu sumberdaya alam di mana kaum muslimin hidup bisa dikendalikan dan dieksploitasi.
Kaum intelektual Islam atau yang disebut ulama yang benar-benar ulama selalu mengupayakan persatuan kaum muslimin. Sebaliknya kaum kolonialis yang bekerjasama dengan kaum munafiqun selalu berupaya agar umat Islam berantakan. Pada kelompok Sunnah dan Syiah selalu saja dicarikan jalan untuk bermusuhan oleh kaum kolonial dan munafikun.
Jargon-jargon kaum kolonial dan munafikun seperti "Tidak perlu melakukan upaya mempersatukan kaum muslimin, Sunnah-Syiah, karena hal itu sudah sejak lama dilakukan tapi tidak berhasil", ditebar ke tengah-tengah masyarakat Islam. Setelah itu dibayarlah orang-orang dari kedua belah pihak untuk saling serang.
Salah seorang yang selalu mengupayakan persatuan ummat Islam adalah Imam Khomeini. Imam Khomeini mempunyai jargon tidak Barat dan tidak Timur, kecuali Islam. Imam Khomeini juga sangat peduli terhadap Palestina yang tertindas.
Bagi Imam Khomeini, membela Palestina yang tertindas adalah bagian integral dari konsep teologis yang diyakini Imam. Pembelaan itu diungkapkan secara realistis oleh Imam Khomeini bahwa tidak ada entitas yang bisa disebut israel. Jadi jangankan disebut negara, entitaspun tidak layak disemati nama israel. Ungkapan ini kemudian menjadi visi Republik Islam Iran.
Oleh karena itu sejak berdirinya Republik Islam Iran, Imam Khomeini mendeklarasikan hari Jumat terakhir Ramadhan sebagai hari Al Quds, hari untuk demonstrasi melakukan pembelaan terhadap Palestina. Sejak saat itu pula Iran mengirimkan segala bentuk bantuan, dari bantuan kemanusiaan hingga militer ke Palestina.
Meskipun Iran berupaya serius untuk membantu Palestina tampa pamrih, masih banyak kaum munafiqun yang menggoreng issu, bahwa bantuan Iran itu sangat berpamrih untuk mensyiahkan rakyat Palestina. Tentu pendapat itu adalah pendapat yang sangat konyol, karena tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Baca juga:
Punya Modal Positif, Borneo FC Siap Ladeni Persis Solo
Bukti bahwa Iran melakukan bantuan secara serius tanpa basa basi adalah Syahid Qassem Sulaimani (SQS). Dalam upacara pemakaman SQS, Pemimpin Hamas, yaitu Ismail Haniyyeh menyebut bahwa SQS adalah Syahid Al Quds. Pernyataan Haniyyeh itu mengafirmasi bahwa Iran tidak sekadar memberikan bantuan finansial untuk kemanusiaan dan militer, tetapi Iran memberikan nyawa putra-putra terbaiknya untuk kemerdekaan Palestina secara holistik.
Bagi Iran membela Palestina bukan hanya sekadar memenuhi kewajiban teologis, tetapi juga untuk membuktikan dan mengajari kaum muslimin yang lain cara untuk membuktikan iktikad baik untuk persatuan kaum muslimin. Iran bukan sekadar membagun institusi pendekatan antar mazhab yang berfungsi sebagai wahana berdiskusi dan berdialektika konsep persatuan Islam, tetapi Iran juga memberikan jiwa putra-putri terbaiknya untuk Palestina yang tertindas, seperti SQS.
Sebelum menjadi syahid, Haniyyeh bertemu dengan Imam Ali Khamenei. Dalam pertemuan itu Haniyyeh mengatakan bahwa Allahlah yang menghidupkan dan mematikan, tetapi perjuangan para mujahid akan tetap berlanjut. Perkataan ini adalah kode bahwa dirinya akan menyusul saudaranya yang sudah syahid baik dari kalangan Sunnah maupun Syiah, tetapi perjuangan untuk Palestina harus tetap berlanjut. Ini seperti ucapan saya siap jadi tumbal ya sayyid.
Di pusara SQS, Haniyyeh menulis suatu pesan, "Saatnya bertemu.. Saudaramu Ismail Haniyyeh".
Pertama pesan itu ingin mengabarkan pada dunia, bahwa Haniyyeh dan SQS adalah saudara setauhid yang memandang israel adalah musuh yang nyata yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Haniyyeh yang Sunni bukan saja bekerjasama tetapi bahu membahu dengan SQS dkk layaknya tubuh yang satu melawan kebengisan dan kebejatan kolonialisme Barat yang berkamuflase menjadi israel. Itulah persatuan, perjuangan dalam satu kesatuan dengan gigih hingga syahid.
Kata "Saatnya bertemu" adalah kata sandi, saya siap jadi wahana agar penindasan dan genosida segera diakhiri, karena dengannya Iran memunyai kuasa untuk membuldoser israel dari tanah Palestina.
Itulah jalan para syuhada, tidak sekadar berperang, tetapi dalam peranngnya merangkai bangunan persatuan Islam dan juga persatuan sesama makhluk Allah SWT yang tertindas.
Imam Ali berkata, jika bukan saudara seagama, maka mereka adalah saudaramu sesama makhluk. Wa Allahu A'Lam bis Shawab.
Comments (0)
There are no comments yet