Motif Serangan Hacker ke Pusat Data Nasional, Minta Tebusan Rp 131 Miliar
Ilustrasi hacker
JAKARTA -- Hacker yang terafiliasi dengan geng peretas kawakan LockBit berhasil menyerang Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Surabaya. Hal ini berdampak pada 282 data kemeterian/lembaga pemerintah (KL).
Modus penyerangannya adalah ransomware varian BrainChipper, yang mengunci akses terhadap data di dalam PDNS Surabaya. Tak tanggung-tanggung, pelaku meminta tebusan jumbo senilai US$ 8 juta atau setara Rp 131 miliar.
Dalam rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian, salah satu yang ditanyakan oleh anggota Komisi I adalah pelaku di balik serangan.
Pihak Kementerian Kominfo agaknya sudah mengetahui identitas pelaku di balik serangan, tetapi belum bisa mengutarakannya ke publik.
"Nanti-nanti, ada waktunya," ujarnya saat doorstop dengan wartawan, Kamis (27/6).
"Nanti akan kami jelaskan ke publik siapa pelakunya, motifnya apa. Yang pasti ini bukan dari negara, tapi perorangan dengan motif ekonomi," ujarnya.
Baca juga:
SUKSES INSAN ADALAH KARUNIA ILAHI
Ketika ditanya oleh para anggota Komisi I, Menkominfo Budi Arie mengatakan ada beberapa hal yang bisa diungkap secara tertutup, karena merupakan hal sensitif untuk diungkap ke publik.
Selain soal pelaku, hal lain yang menjadi pertanyaan anggota Komisi I adalah penanggulangan yang dilakukan Kementerian Kominfo, BSSN, serta PT Telkom sebagai vendor PDNS 2.
Kepala BSSN mengatakan hanya 2% data di PDNS Surabaya yang ter-backup, sehingga pemulihan aksesnya membutuhkan waktu lebih lama. Menurut Menkominfo Budi Arie, fasilitas backup sejatinya sudah disediakan dan cukup untuk semua tenant.
Namun, ada tenant-tenant yang tidak menggunakan fasilitas backup karena hambatan di sisi anggaran. Menkominfo juga mengatakan ini sebagai evaluasi, sebab aturan soal backup sebelumnya dibuat opsional.
Ke depan, ia memastikan aturan backup untuk integrasi data ke PDN harus bersifat wajib atau mandatory, agar ketika terjadi serangan bisa langsung pulih. (*)
Comments (0)
There are no comments yet