27 Tahun Reformasi dan Ingatan yang Dibungkam, Cita-cita yang Dikhianati?

Supa Athana - News
21 May 2025 09:14
Kembalikan reformasi kepada pemiliknya

MAKASSAR – Dua puluh tujuh tahun sejak Soeharto menyatakan mundur pada 21 Mei 1998, Indonesia memperingati Reformasi. Tapi bukan sebagai perayaan kemenangan, melainkan refleksi getir tentang bagaimana cita-cita yang diperjuangkan dengan darah dan air mata, justru direnggut oleh mereka yang pernah berdiri paling depan dalam menuntutnya.

Reformasi yang lahir dari krisis—baik krisis ekonomi, politik, maupun kemanusiaan—menawarkan lima janji besar: penghapusan KKN, supremasi hukum, penegakan HAM, otonomi daerah, dan demokrasi yang sehat. Namun setelah 27 tahun, pertanyaan mendasarnya adalah: apakah kita benar-benar bergerak maju, atau hanya berputar dalam lingkaran pengkhianatan?

Dari Jalanan ke Jabatan, Aktivis yang Berubah Haluan?

Gerakan mahasiswa 1998 dikenal lantang, militan, dan penuh idealisme. Mereka menyerukan perubahan sistemik, bukan hanya melengserkan Soeharto. Tapi banyak dari mereka yang kemudian masuk ke dalam sistem—sebagai politisi, pejabat, bahkan elite partai.

Alih-alih menjaga idealisme, sebagian besar justru melebur dalam praktik kekuasaan yang sama korupnya. Mereka mendukung UU yang menyakiti rakyat, diam saat KPK dilemahkan, dan bungkam ketika rakyat ditindas.

“Reformasi bukan hanya menjatuhkan Soeharto. Itu baru awal. Tapi kita gagal menjaga semangatnya,” ujar Syamsir Anchi, aktivis 98 asal Makassar, yang hingga kini tetap bergerak di pinggiran, membela hak rakyat miskin dan lingkungan melalui LSM PILHI.

Fakta dan Data Reformasi Dilumpuhkan Secara Sistematis

Jika kita menelaah secara objektif, Reformasi mengalami pembusukan dari dalam. Berikut beberapa indikasinya:

  • Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia stagnan di 34/100 (2023), turun dari 38 di awal dekade (Transparency International).
  • Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK menurun drastis: dari 30 kasus (2019) menjadi hanya 6 (2023).
  • Freedom House menurunkan status Indonesia menjadi “Partly Free” sejak 2021 karena menurunnya kebebasan sipil.
  • UU ITE dan Omnibus Law digunakan untuk membungkam kritik, bukan melindungi rakyat.
  • Sementara itu, 70–80% dana politik berasal dari elite oligarki (Yale University), dan lebih dari 60% kepala daerah yang terpilih 2015–2020 punya koneksi langsung dengan pengusaha (Puskapol UI). Demokrasi berubah menjadi pasar kekuasaan yang mahal dan eksklusif.
  • Agenda Reformasi, Janji yang Terbengkalai

Yang Tetap Bertahan di Jalan Sunyi

Baca juga:
Presiden Didampingi Amran di Mall, Rakyat Tumpah Ruah

Di tengah parade kemunafikan elite, masih ada segelintir yang setia. Mereka yang memilih tetap berdiri bersama rakyat. Mereka bukan selebriti politik. Mereka jarang diliput media. Tapi mereka adalah benteng terakhir cita-cita reformasi.

Syamsir Anchi adalah salah satunya. Ia menolak politik transaksional, hidup sederhana, dan konsisten di jalur pembelaan rakyat tertindas. Ia tidak punya panggung, tapi ia punya nurani.

“Yang bertahan adalah yang siap menderita. Karena perjuangan sejati tidak pernah nyaman, dan satu hal lagi bahwa gerakan moral ini belum selesai," ujar Syamsir Anchi, Rabu (21/05/25) ketika ditemui di kediamannya yang sederhana, tak jauh dari kampus Unhas Tamalanrea.

Kembalikan Reformasi ke Pemiliknya

Reformasi telah dibajak. Oleh sistem yang tidak berubah. Oleh elite yang berkhianat. Oleh mantan aktivis yang memilih kenyamanan daripada keberpihakan. Tapi harapan belum padam.

Kembalikan sejarah kepada rakyat, bukan kepada penulis narasi istana.
Bangun kembali gerakan rakyat yang bebas dari kooptasi kekuasaan.

Dorong generasi muda untuk membaca ulang sejarah dari perspektif korban dan pejuang, bukan dari teks buku pelajaran resmi.

Reformasi sejati tak bisa dibeli, tak bisa diwarisi, dan tak bisa dimonopoli oleh elite. Ia hanya bisa hidup dalam jiwa-jiwa yang konsisten, jujur, dan siap membayar harga perjuangan. Dalam kesunyian itulah, reformasi masih mungkin dilahirkan kembali.(*)


Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment