El Nino (ilustrasi)
JAKARTA - El Nino jadi ancaman serius di Indonesia hingga tahun depan. Bahkan berpotensi dapat berubah menjadi Gorila El Nino.
El Nino disebut jadi penyebab fenomena kenaikan suhu yang ada di Indonesia. Ini diungkapkan dari kajian dan diskusi peneliti di Tim Variabilitas, Perubahan Iklim, dan Awal Musim Badan Riset dan Inovasi Nasional (TIVIPIAM-BRIN).
Bahkan peristiwa kali ini diprediksi kian menguat dan menyerupai yang terjadi tahun 2015. Bisa juga menjadi jauh lebih ekstrem lagi.
Jika fenomena itu terjadi, Indonesia akan dilanda peningkatan kekeringan dan cuaca panas ekstrem. Ini juga diungkapkan melalui pemodelan dari Biro Meteorologi Australia (Bureau of Meteorology/ BOM), yang menyatakan suhu Bumi mengalami peningkatan suhu 1,5 derajat Celcius.
Sementara itu, puncak El Nino diperkirakan terjadi November 2023 hingga Februari 2024. Penyebabnya menurut Ketua Tim TIVIPIAM BRIN Erma Yulihastin, El Nino dan La Nina memiliki siklus hidup selama 9 bulan.
Jadi karena El Nino mulai Juni 2023 lalu, puncaknya akan terjadi sekitar November 2023 hingga Februari 2024 mendatang.
"Hasil kajian dan diskusi ter-update yang kami lakukan, jika melihat siklus hidup El Nino, dari pemodelan perhitungan indeks kekuatan El Nino itu sendiri, saat ini sedang menuju area 3, Samudra Pasifik semakin ke baratnya Peru," katanya beberapa waktu lalu.
"Setelah sempat ke level puncak di 3,5, levelnya di nino area 2 itu menyentuh 2,32. Artinya ada penurunan. Kalau sudah 3,5 itu bukan super El Nino lagi, tapi gorila El Nino," tambahnya.
Dia menjelaskan saat penurunan akan terjadi transfer energi panas ke wilayah Samudera Pasifik yang makin ke Barat. Di mana ini akan ada peningkatan level di wilayah menuju level 2.
Baca juga:
Dibantai 3-0, Pelatih AC Milan Akui PSG Lebih Baik
Indonesia di Bawah Ancaman Gorila El Nino
Sementara itu, Erma juga menjelaskan apa yang terjadi saat El Nino tahun 2015. Saat itu, seharusnya situasinya sudah dalam fase menurun namun ternyata fenoeman El Nino masih hidup dan memanjang hingga lebih dari satu tahun.
Karena itu, fenomena yang terjadi bukanlah El Nino biasa. Michael McPhaden selaku ahli El Nino NOAA menyebutnya sebagai Gorila El Nino, karena terjadi dalam waktu lama dan intensitas yang tinggi.
"Pada saat itu, tidak ada satu pun model yang berhasil memprediksi El Nino akan sekuat itu dan bertahan selama itu," katanya.
Erma mengatakan para peneliti masih menunggu apakah Indonesia akan mengalami situas yang sama. Namun dia menjelaskan jika El Nino naik dalam satu siklus hidupnya tidak berpeluang untuk mengalami penurunan.
Pemodelan dari Biro Meteorologi Australia menunjukkan adanya potensi intensitas El Nino yang menguat. Erma mengatakan apapun bisa terjadi karena pemodelan tersebut mengakomodasi kenaikan suhu Bumi mencapai 1,5 derajat.
BOM membuat pemodelan El Nino mengalami pergerakan dan menguat ke area 3 dan 4. Artinya menuju semakin ke barat mendekati Papua.
"Kalau pemodelan lain menunjukkan kondisi biasa, artinya El Nino akan menurun di bulan Februari nanti (2024). Tapi tidak dengan BOM, dengan faktor pemanasan global, El Nino ini diperkirakan akan terus menguat, bisa bertahan lama, yang kita sebut multiyears El Nino. Mirip tahun 2015," pungkas Erma. (*)
Comments (0)
There are no comments yet