Makna Sembelihan Agung

Supa Athana - Entertainment
01 July 2025 08:58
Seandainya bukan karena pengorbanan Imam Husain as maka tidak akan ditebus umat Muhammad seperti dulu Ismail ditebus
Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya
Makna dari ayat وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (“Dan Kami tebus anak itu dengan sembelihan yang besar”) – QS. Ash-Shaffat (37): 107 – menurut beberapa pendekatan tafsir dan hakikat, khususnya dari pandangan para arif (ahli makrifat) dan mufassir:
1. Tebusan lahiriah: domba dari surga: Makna zahir dari ayat ini adalah bahwa Allah menggantikan Nabi Ismail (as) dengan seekor domba dari surga sebagai tebusan nyata. Ini menunjukkan rahmat dan kasih sayang Ilahi yang menyelamatkan kehidupan seorang nabi karena ketaatan dan keikhlasan ayah dan anak.
2. Penghormatan terhadap pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail; ذِبْحٍ عَظِيمٍ” adalah penghormatan simbolis atas pengorbanan dua manusia mulia, menunjukkan bahwa Allah tidak mengabaikan amal yang tulus. Bahkan bila peristiwa tidak diselesaikan dengan penyembelihan fisik, niatnya telah menciptakan nilai spiritual agung.
3. Isyarat kepada Imam Husain (as)
Banyak ulama dan arif menyebut bahwa “dzibḥun ‘aẓīm” adalah Imam Husain (as). Ia adalah sembelihan agung yang benar-benar disembelih di Karbala untuk menjaga agama. Pengorbanannya adalah puncak dari semua pengorbanan, dan menjadi manifestasi nyata dari tebusan agung dalam sejarah umat.
4. Rahasia penangguhan ujian berat ; Ayat ini menunjukkan bahwa Allah, dalam kebijaksanaan-Nya, bisa mengganti ujian berat (menyembelih anak) dengan ujian simbolik (menyembelih domba), bila keikhlasan sudah terbukti. Ini pelajaran tentang maqam ridha dan keikhlasan mutlak.
5. Makna tebusan jiwa manusia dengan makhluk lain ; Secara filosofis, ini mengajarkan bahwa jiwa manusia lebih mulia dari makhluk lain, dan Allah tak membiarkan kehancuran jiwa murni tanpa tujuan besar. Maka, Allah gantikan dengan sembelihan yang tidak setara, tapi cukup untuk mengabadikan ketaatan.
6. Simbol dari makna batin kurban (qurbān) ; Kata ذِبْح berasal dari akar yang sama dengan qurbān, yaitu pendekatan (taqarrub). “Dzibḥun ‘aẓīm” adalah simbol bahwa pendekatan sejati kepada Allah bukan dengan darah dan daging, tapi takwa, ikhlas, dan tunduk mutlak (lihat QS. al-Ḥajj: 37).
7. Makna ruhani: pembunuhan hawa nafsu ; Para arif menyatakan bahwa sembelihan agung bukan hanya hewan, tetapi simbol pembunuhan nafsu hewani dalam diri manusia. “Dzibḥun ‘aẓīm” adalah perintah untuk menyembelih ego (nafs), karena ego yang tunduk akan melahirkan maqam makrifat.
8. Dzibḥun ‘Aẓīm sebagai warisan spiritual; Sembelihan ini menjadi syi’ar dan sunnah ilahiyah setiap tahun (Idul Adha) dan mengajarkan bahwa setiap generasi harus memperbarui perjanjian cinta dan ketaatan kepada Allah melalui pengorbanan dan ibadah.
9. Tebusan umat dari murka Allah
Dalam pandangan batin, “dzibḥun ‘aẓīm” juga bisa dimaknai sebagai penebusan murka dan azab yang bisa menimpa manusia jika tidak ada pengorbanan agung. Maka, Allah gantikan dengan pengorbanan para wali-Nya agar umat diselamatkan.
10. Cermin cinta sejati antara makhluk dan Khalik; Peristiwa ini adalah drama spiritual cinta tertinggi. Cinta Nabi Ibrahim (as) kepada Allah melebihi cinta ayah kepada anak, dan cinta Ismail (as) kepada Allah melebihi rasa takut akan kematian. Maka, Allah jawab cinta itu dengan penghormatan abadi: sembelihan yang agung.
 
Makna dari ayat وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ menurut Al-Qur’an sendiri (baik secara langsung maupun melalui isyarat dari ayat-ayat lain), tanpa menambahkan tafsir luar, tapi tetap memperhatikan korelasi ayat dan bahasa Arabnya:
🌿 1. Penggantian Anak dengan Sembelihan; → Dari konteks ayat-ayat sebelumnya (QS Ash-Shaffat 102–107), jelas bahwa Allah menggantikan Nabi Ismail dengan sembelihan: “Kami menebusnya (Ismail) dengan sembelihan yang agung.” Makna ini literal dan konteksual, sesuai rangkaian kisah Ibrahim dan Ismail.
🌿 2. Sembelihan Itu adalah Karunia dari Allah → Lanjutan ayat setelahnya: وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ” (Dan Kami abadikan untuknya [pujian] di kalangan orang-orang yang datang kemudian). Artinya: tebusan itu bukan hanya fisik, tapi simbol keberkahan dan pujian abadi dari Allah.
🌿 3. Bentuk Kasih Sayang Ilahi
→ QS Maryam 21:
‎“وَرَحْمَةً مِّنَّا ۚ وَكَانَ أَمْرًا مَّقْضِيًّا”
(Sebagai rahmat dari Kami…)
Maknanya: tindakan Allah mengganti Ismail adalah rahmat, bukan hanya penggugur ujian.
🌿 4. Dzibḥun ‘Aẓīm Adalah Ujian yang Lulus → QS Ash-Shaffat 106:
‎“إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ الْبَلَـٰٓؤُا۟ ٱلْمُبِينُ”
(Sungguh ini adalah ujian yang nyata) Artinya: penggantian terjadi setelah lulus ujian, bukan sebelum. Jadi dzibḥun ‘aẓīm adalah balasan dari kelulusan ujian.
🌿 5. Tidak Butuh Darah dan Daging → QS Al-Ḥajj 37:
“لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا 
وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ”
(Daging dan darah kurban tidak akan sampai kepada Allah, tapi ketakwaan kalianlah yang sampai.)
Maka, dzibḥun ‘aẓīm adalah simbol ketakwaan, bukan nilai materi.
🌿 6. Perintah Allah Tidak Selalu Berujung Pelaksanaan → QS Ash-Shaffat 104–105:
“يَـٰٓإِبْرَٰهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ ۚ”
(Wahai Ibrahim, engkau telah membenarkan mimpi itu)
Jadi perintah sembelih bukan berarti harus dilakukan jika niat dan kesiapan sudah sempurna.
🌿 7. Sembelihan Itu adalah Anugerah → QS Al-Kawtsar 1–2:
‎“إِنَّا أَعْطَيْنَـٰكَ ٱلْكَوْثَرَ ۝ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ”
(Kami telah memberikan nikmat yang banyak… maka berkurbanlah.)
Artinya: dzibḥun adalah ekspresi syukur atas nikmat, bukan hanya beban ujian.
🌿 8. Sunah Kurban Bermula dari Peristiwa Ini → QS Al-Hajj 36:
“وَالْبُدْنَ جَعَلْنَـٰهَا لَكُم مِّن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ”
(Dan unta-unta kurban itu Kami jadikan sebagai bagian dari syiar Allah.) Jadi dzibḥun ‘aẓīm menjadi asal mula syariat kurban dalam Islam.
🌿 9. Penebusan Diri dengan Sesuatu yang Bernilai → QS Al-Baqarah 196: فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَـٰثَةِ أَيَّامٍ… تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ”
(Penebusan haji dengan sembelihan, puasa, atau sedekah) Maknanya: dalam hukum Allah, dzibḥ (sembelihan) bisa menjadi bentuk penebusan atau kifarat.
🌿 10. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah Tanda Penerimaan Doa → QS Ash-Shaffat 100:      رَبِّ هَبْ لِي مِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ”
(Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak yang saleh)
Peristiwa tebusan adalah jawaban doa Nabi Ibrahim, maka dzibḥun ‘aẓīm adalah tanda doa dikabulkan.
 
Makna dari ayat:   وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan Kami tebus dia (Ismail) dengan sembelihan yang agung”(QS. Ash-Shaffat: 107)berdasarkan hadis-hadis ;
1. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah Imam al-Ḥusain (as)📚 Dalam banyak riwayat, seperti dari Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as), disebutkan: ذَٰلِكَ الذِّبْحُ الْعَظِيمُ هُوَ الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ” Dzibḥun ‘aẓīm itu adalah al-Ḥusain bin ‘Alī.”
📘 Sumber: Tafsīr al-‘Ayyāshī, al-Majlisī dalam Biḥār al-Anwār, dan Tafsīr al-Qummī. 📌 Makna ini menegaskan bahwa pengorbanan Imam Husain (as) di Karbala adalah tebusan agung untuk umat, melebihi sembelihan biasa.
2. Tebusan ruhani untuk umat Muhammad (saw) Dalam riwayat dari Imam al-Bāqir (as):”Seandainya bukan karena pengorbanan Imam Husain as maka tidak akan ditebus umat Muhammad seperti dulu Ismail ditebus.”📘 Kāmil al-Ziyārāt — Ibn Qūlawayh.
3. Makna dzibḥ sebagai pengorbanan bukan pada bentuk lahir; Dalam hadis disebut:”Allah tidak menuntut darah, tapi keikhlasan. Maka dzibḥun ‘aẓīm adalah amal yang dipersembahkan dengan penuh cinta.” 📘 Al-Tawḥīd oleh Syaikh Ṣadūq.
4. Domba itu diturunkan dari surga
Menurut riwayat, domba itu adalah dari surga, yang pernah dipelihara oleh Hābīl (anak Nabi Ādam), dan disimpan oleh Allah hingga saat ujian Ibrahim. 📘 Biḥār al-Anwār, jilid 12.
5. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah simbol pengorbanan para Imam ; Dalam beberapa hadis, disebut bahwa: “Tebusan itu bukan sekadar untuk Ismail, tapi untuk seluruh garis Ahlul Bait yang akan berkorban demi umat.”📘 Tafsīr al-Qummī
6. Imam Husain sebagai Dzibḥ yang disembelih secara nyata
Disebutkan bahwa:”Allah menerima niat Ibrahim, lalu menjadikan sembelihan nyata yang lebih besar (aẓīm) terjadi di Karbala atas cucu Nabi (saw).”📘 Ma‘ānī al-Akhbār, oleh Syaikh Ṣadūq.
7. Dzibḥun ‘Aẓīm sebagai tanda pengangkatan maqam Ibrahim (as)
Dalam hadis: “Setelah Allah mengganti Ismail, Ia mengangkat maqam Ibrahim dan menjadikannya teladan bagi umat akhir zaman.”
📘 Tafsīr Nūr al-Thaqalayn
8. Simbol penggugur musibah besar bagi umat; Dalam riwayat disebut bahwa sembelihan agung ini adalah penebus azab besar yang bisa menimpa generasi umat Muhammad (saw), terutama di masa akhir zaman.📘 Biḥār al-Anwār dan ‘Ilal al-Syarā’i‘
9. Ismail pasrah dan rela disembelih – maqam ridha; Riwayat menyebut bahwa Nabi Ismail berkata:”Wahai Ayahku, laksanakan apa yang diperintahkan Allah. Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”📘 QS Ash-Shaffat 102 & riwayat tafsir dari Imam Ali (as)📌 Ini menunjukkan bahwa pengorbanan adalah maqam ruhani dari ridha dan sabar yang sempurna.
10. Dzibḥun ‘Aẓīm dihidupkan kembali setiap Muharram; Riwayat menyebut: “Setiap kali Muharram tiba, para malaikat kembali mengenang dzibḥun ‘aẓīm dan menangisi Husain (as).”📘 Kāmil al-Ziyārāt, Biḥār al-Anwār
 
Makna وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ Menurut Hadis Ahlul Bayt (as)
1. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah Imam al-Ḥusain (as); Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as) bersabda:
«هُوَ الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ (عليه السلام)»
“(Sembelihan Agung itu) adalah al-Husain bin ‘Ali (as).”📚 Tafsīr al-Qummī, Biḥār al-Anwār 44/223, Tafsīr al-‘Ayyāshī
2. Allah menebus umat Muhammad (saw) dengan pengorbanan Husain (as); Imam al-Bāqir (as) berkata: “Sesungguhnya Allah mengganti Ismail dengan domba, namun Ia menebus umat Muhammad dengan al-Ḥusain (as).”📚 Kāmil al-Ziyārāt, Bab 26
3. Tebusan agung itu bukan sekadar domba, tapi musibah besar Karbala; Imam al-Ṣādiq (as): “Sesungguhnya musibah al-Ḥusain (as) adalah dzibḥun ‘aẓīm, karena tak ada musibah yang lebih dahsyat dari itu.”📚 Ma‘ānī al-Akhbār, Syaikh Ṣadūq
4. Husain (as) adalah kelanjutan maqam Ismail dalam ridha dan kepasrahan ; Imam ‘Ali (as) bersabda: “Keduanya (Ismail dan Husain) adalah dzibḥ, namun yang satu diselamatkan dan yang satu dikorbankan demi umat.”📚 Tafsīr Nūr al-Thaqalayn, QS al-Ṣāffāt: 107
5. Domba Ismail berasal dari surga, domba ruhani Husain berasal dari cahaya Rasulullah;?Imam al-Riḍā (as) berkata:”Allah mengirim domba dari surga untuk Ibrahim, dan mengirimkan cahaya al-Ḥusain dari cahaya Nabinya sebagai dzibḥ bagi umat.”📚 ‘Ilal al-Syarā’i‘, Syaikh Ṣadūq
6. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah rahasia azimat keselamatan umat akhir zaman; Dalam riwayat: “Apabila musibah al-Ḥusain di Karbala tidak terjadi, niscaya umat ini akan binasa oleh kezaliman sendiri.”📚 Biḥār al-Anwār 44/293
7. Karbalā adalah manifestasi nyata dzibḥ agung — darah suci yang diterima langit dan bumi
Imam al-Bāqir (as):”Bumi Karbala suci karena ia menyerap darah dzibḥ agung yang diterima oleh langit dan bumi.”📚 Tafsīr al-Ṣāfī, QS al-Ṣāffāt
8. Imam Husain (as) adalah dzibḥ yang Allah banggakan di depan para malaikat; Rasulullah (saw) dalam riwayat Mi‘rāj:Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad, lihatlah dzibḥ yang akan Aku persembahkan kelak untuk menyelamatkan umatmu.’”
📚 Amālī Syaikh Thūsī
9. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah perjanjian ruhani antara Allah dan Ahlul Bayt (as); Imam al-Ṣādiq (as):”Kami adalah dzibḥ yang Allah persembahkan dalam jalan-Nya; demi menjaga agama dan menyelamatkan manusia.”
📚 Tafsīr al-Burhān, QS 37:107
10. Ziarah dan tangisan atas dzibḥun ‘aẓīm adalah ibadah ruhani agung; Imam al-Ṣādiq (as) bersabda:”Barang siapa menangis untuk al-Ḥusain (as), maka ia ikut dalam dzibḥun ‘aẓīm, dan kelak akan dikumpulkan bersama kami.”
📚 Kāmil al-Ziyārāt, Bab 32
Kesimpulan dari Riwayat Ahlul Bayt:
• Dzibḥun ‘Aẓīm bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi kenyataan batin dan rahmat Ilahi yang terus berlangsung.
• Imam al-Ḥusain (as) adalah perwujudan tertinggi dari pengorbanan, cinta, dan tebusan untuk umat manusia.
• Setiap peringatan Muharram dan ziarah kepada al-Husain (as) adalah partisipasi dalam makna dzibḥun ‘aẓīm.
 
Makna وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ Menurut Para Mufasir:
1. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah domba besar dari surga🔹 Tafsīr al-Ṭabarī dan al-Qurṭubī menyebut bahwa sembelihan itu adalah domba putih besar yang Allah kirim dari surga, sebagai pengganti Nabi Ismā‘īl (as).
2. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah ujian berat yang diganti dengan rahmat🔹 Fakhr al-Dīn al-Rāzī (Tafsīr al-Kabīr): menyebut “dzibḥun ‘aẓīm” sebagai simbol dari ujian yang besar dan rahmat Ilahi yang menggantikan penderitaan dengan kasih-Nya.
3. Sembelihan itu adalah manifestasi taqwa🔹 Sayyid Ṭabaṭabā’ī dalam al-Mīzān:”Yang agung dalam sembelihan itu bukan pada ukuran domba, tapi pada makna ketaatan total Ibrahim dan Ismail kepada Allah yang Allah abadikan dengan simbol sembelihan.”
4. Sembelihan agung sebagai simbol pengorbanan untuk Ilahi
🔹 Allamah Ṭabaṭabā’ī juga menyatakan bahwa “dzibḥun ‘aẓīm” menjadi simbol pengorbanan jiwa di jalan tauhid, dan ini berlanjut sampai puncaknya pada pengorbanan Imam al-Ḥusain (as).
5. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah Husain bin ‘Ali (as) – menurut mufasir Syiah
🔹 Dalam Tafsīr al-Qummī, Imam al-Ṣādiq (as) berkata:
‎ “هو الحسين بن علي عليه السلام”
“Yang dimaksud sembelihan besar itu adalah al-Ḥusain bin ‘Ali (as).”
📚 Tafsir ini mengaitkan antara Karbala dan maqam Ismail.
6. Dzibḥun sebagai penyimpanan pahala dan rahasia untuk umat
🔹 Tafsīr al-‘Ayyāshī: “Allah menyimpan ganjaran sembelihan itu sebagai rahasia spiritual, hingga ia muncul secara nyata pada pengorbanan Husain (as).
7. Sembelihan sebagai simbol kemanusiaan yang menyelamatkan dari kehancuran
🔹 Mulla Ṣadrā (dalam penafsiran filsafatnya):”Sembelihan besar ini adalah penebusan spiritual bagi manusia agar tidak tenggelam dalam penyembahan hawa nafsu.
8. Tebusan dari kematian ruhani
🔹 Syekh al-Kaf‘amī dan Syekh al-Ṭūsī dalam tafsir isyārī: Dzibḥun adalah rahmat yang mencegah ruhani manusia dari kematian, dan pengorbanan Ismail diganti dengan sesuatu yang lebih agung dari domba biasa: pengorbanan cinta suci.
9. Dzibḥun adalah awal tradisi kurban🔹 Mufasir seperti al-Ṭabarī dan Ibn Kathīr menyebut bahwa dzibḥun adalah penetapan syariat kurban (‘īd al-aḍḥā) yang Allah tetapkan bagi umat-umat setelah Ibrahim.
10. Dzibḥun adalah cahaya yang terus menyinari umat Muhammad
🔹 Dalam Tafsīr Nūr al-Thaqalayn dan Tafsīr al-Sāfī, sembelihan agung dimaknai sebagai cahaya pengorbanan Ahlul Bayt — terutama Imam al-Ḥusain — yang menyinari jalan kebenaran dan menyelamatkan umat dari kegelapan kezaliman.
Kesimpulan Mufasir: Penafsiran Zahir Penafsiran Batin dan Hakikat
Domba dari surga; Imam Husain (as) adalah dzibḥ sejati
Sembelihan ritual; Penebusan jiwa umat
Tradisi kurban; Simbol cinta Ilahi
Ujian Ibrahim-Ismail; Rahmat Ilahi bagi seluruh manusia
 
Makna وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ menurut mufasir Syiah:
1. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah Imam al-Ḥusain bin ‘Ali (as) 📚 Tafsīr al-Qummī, dinisbatkan kepada Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as):
هُوَ الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ (ع)”
Yang dimaksud dengan sembelihan agung itu adalah al-Ḥusain bin ‘Ali (as).” Makna ini merupakan kunci utama tafsir Syiah: pengorbanan Husain (as) adalah perwujudan tertinggi dzibḥun ‘aẓīm.
2. Sembelihan Agung adalah tebusan Ilahi bagi umat Muhammad (saw) 📚 Tafsīr al-‘Ayyāshī dan Kāmil al-Ziyārāt:
Allah SWT mengganti sembelihan Nabi Ismail (as) dengan pengorbanan Imam Husain (as) — sebagai tebusan umat Rasulullah (saw).
3. Pengorbanan Husain adalah dzibḥ agung karena langit dan bumi ikut menangis 📚 Tafsīr Nūr al-Thaqalayn (QS 37:107): Diriwayatkan dari Imam al-Bāqir (as), bahwa langit, bumi, dan semua makhluk menangis atas dzibḥun ‘aẓīm, yaitu terbunuhnya Imam Husain (as).
4. Dzibḥun ‘Aẓīm sebagai perjanjian ruhani antara Allah dan Ahlul Bayt 
📚 Tafsīr al-Ṣāfī (Fayd al-Kāshānī):
Allah SWT menjadikan dzibḥun ‘aẓīm sebagai perjanjian azali bahwa Ahlul Bayt (as) akan berkorban demi agama Allah hingga akhir zaman.
5. Husain adalah manifestasi ruhani maqām Ismā‘īl (as) 📚 Tafsīr Kanz al-Daqā’iq (Muḥaqqiq al-Ṭabarsī): Imam Husain (as) mewarisi maqām Nabi Ismail dalam kerelaan, kesabaran, dan kepasrahan total kepada kehendak Allah, namun pengorbanannya justru tidak digantikan.
6. Dzibḥun ‘Aẓīm sebagai rahasia penyelamatan umat dari kebinasaan 📚 Tafsīr al-Mīzān (Allamah Ṭabaṭabā’ī): “Allah menampakkan kasih sayang-Nya kepada umat dengan dzibḥun ‘aẓīm, karena tanpa dzibḥ ini, umat akan tenggelam dalam kegelapan dan fitnah.”
7. Dzibḥ agung adalah darah suci yang diterima langit, bukan sekadar hewan 📚 Tafsīr al-Burhān (Sayyid Hāshim al-Baḥrānī): “Darah Imam Husain (as) diterima langit, karena ia adalah dzibḥ Ilahi yang agung dan murni.”
8. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah cahaya spiritual yang terus bersinar di zaman kegelapan 📚 Tafsīr al-Sya‘rāwī: “Dzibḥ ini bukanlah kejadian sejarah, tapi adalah nur (cahaya) yang terus hidup untuk membimbing umat manusia.”
9. Setiap tangisan untuk Imam Husain (as) adalah bagian dari dzibḥun ‘aẓīm 📚 Kāmil al-Ziyārāt dan al-Amālī: Setiap orang yang menangis untuk al-Ḥusain (as), ikut serta dalam makna dzibḥun ‘aẓīm dan diampuni oleh Allah.
10. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah jalan makrifat menuju kesempurnaan
📚 Tafsīr Isyāri arif Syiah seperti Syekh Rajab al-Bursī & Sayyid Ḥaydar al-Āmulī: Pengorbanan Husain (as) adalah dzibḥ ruhani, yang membuka jalan penyaksian terhadap rahasia Ilahi dan cinta hakiki.
🔷 Ringkasan Makna ;
1. Husain (as) Dzibḥun ‘aẓīm adalah Imam Husain (as)
2. Tebusan umat Menyelamatkan umat Muhammad dari kebinasaan
3. Langit menangis Pengorbanan agung disaksikan oleh langit dan bumi
4. Perjanjian ruhani Amanah Ilahi kepada Ahlul Bayt untuk berkorban
5. Pewaris Ismail Husain mewarisi maqam Ismail dalam makrifat
6. Penyelamatan ruhani Tanpa dzibḥ ini, umat akan binasa ruhani
7. Darah suci Sembelihan agung = darah suci yang diterima langit
8. Cahaya petunjuk Dzibḥ menjadi cahaya bimbingan hingga hari kiamat
9. Tangisan & ziarah Ikut serta dalam dzibḥ agung melalui cinta
10. Jalan makrifat Dzibḥ sebagai mi‘rāj ruhani menuju Allah
💠 Kesimpulan Mufasir Syiah:
• Tafsir Syiah tidak memisahkan antara zahir dan batin, antara sejarah dan spiritualitas.
• Dzibḥun ‘Aẓīm bukan sekadar domba, tapi adalah puncak pengorbanan dan cinta — yang diperlihatkan melalui Imam Husain (as).
• Para mufasir Syiah memandang tragedi Karbala sebagai penyempurna kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, dan sebagai rahmat besar untuk umat akhir zaman.
 
Makna وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Menurut Para Arif dan Ahli Hakikat
1. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah tajallī cinta ilahiah dalam bentuk pengorbanan
Ahli makrifat melihat bahwa dzibḥ ini adalah manifestasi dari mahabbah (cinta), ketika seorang hamba rela mengorbankan segalanya demi Sang Kekasih (Allah).
🔹 Seperti Nabi Ibrahim rela mengorbankan putranya, dan Imam Husain mengorbankan segalanya — termasuk bayi kecilnya.
2. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah nafsu ammarah yang disembelih di jalan Allah; Menurut Sayyid Ḥaydar al-Āmulī (arif Syiah): “Dzibḥ yang besar bukanlah hewan, melainkan nafsu yang dijadikan kurban untuk mendekat kepada Allah.” Seseorang tak bisa naik maqam ruhani tanpa menyembelih hawa nafsunya.
3. Dzibḥun adalah maqtal Imam al-Ḥusain (as) – puncak pengorbanan ruh** Menurut Syekh Rajab al-Bursī (dalam Mashāriq al-Anwār), dzibḥ ini adalah rahasia Karbala, di mana Imam Husain (as) menjadi kurban agung atas cinta Ilahi dan tebusan umat. “Tidak ada dzibḥ yang lebih agung daripada ruh yang dipersembahkan dalam kesadaran tauhid.”
4. Dzibḥun sebagai pengganti fana dalam ego menuju baqā’ dalam Allah; Dzibḥ adalah fana’ (meleburkan diri) dari Ibrahim dan Ismail dari cinta dunia dan anak, menuju baqā’ (kekekalan) dalam kehendak Allah.
5. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah pemisah antara cinta dunia dan cinta Allah
Para arif memaknainya sebagai batas antara dua cinta: cinta terhadap anak, dan cinta mutlak terhadap Tuhan. Ibrahim diuji, lalu lulus. Dalam makrifat, setiap salik akan diuji seperti itu.
6. Dzibḥ sebagai tabir yang diangkat untuk menyaksikan Sirr Allah ; Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as) berkata:”Ketika Ibrahim meletakkan pisau, ia tak melihat anaknya, melainkan Allah dalam tajallī af‘āl-Nya.” Artinya: dzibḥ adalah pintu tajallī (penyingkapan) rahasia.
7. Dzibḥ sebagai rahasia rahmatan lil-‘ālamīn Arif Syiah melihat dzibḥ sebagai pembukaan jalur rahmat yang tersembunyi — sebagai prafase atas datangnya Rasulullah (saw) dan puncaknya: Karbala.
8. Dzibḥun ‘Aẓīm adalah rahasia nurani dalam surah al-Ṣāffāt
Menurut Sayyid Ḥasan Zādah Āmulī (ulama arif dan sufi kontemporer Syiah), dzibḥ bukan peristiwa sejarah biasa, tapi kisah ruhani yang selalu terjadi dalam perjalanan salik.
9. Dzibḥun adalah perwujudan kehambaan mutlak ; Ibrahim dan Ismail mencapai maqām ‘ubūdiyyah sejati saat mereka tunduk tanpa tanya kepada perintah Allah.
Arif berkata: “Yang besar bukan sembelihannya, tapi maqām kehambaan itu sendiri.”
10. Dzibḥun sebagai mi‘rāj ruhani menuju maqām al-Tawḥīd al-Khāliṣ
Setelah melewati dzibḥ, Ibrahim mendapat gelar Imam. Ismail menjadi matsal al-kāmil dalam akhlak dan ketundukan.
Dzibḥ menjadi tangga menuju kesempurnaan insan.
 
📘 Ringkasan Makna Batin Penjelasan
Cinta Ilahi Dzibḥ sebagai tajallī cinta sejati
Nafsu Dzibḥ = menyembelih nafsu
Karbala Dzibḥ = Imam Husain sebagai kurban cinta
Fana’ Dzibḥ = melepas ego dan dunia
Ujian cinta Antara anak dan Tuhan
Tajallī; Tabir ghaib yang disingkap
Rahmat Dzibḥ membuka pintu rahmat Muhammad dan Ahlul Bayt
Nuraniyah Kisah ruhani, bukan sekadar sejarah
Maqām ‘ubūdiyyah; Puncak kehambaan mutlak
Mi‘rāj maknawi; Jalan ke maqām Tauhid sejati
🌹 Kesimpulan Ahli Makrifat:
• Dzibḥun ‘Aẓīm bukan hanya peristiwa, melainkan cermin pengorbanan ruhani tertinggi.
• Arifin melihat dzibḥ ini sebagai rahasia dari perjalanan sulūk, tempat setiap pencinta Allah harus rela melepaskan segalanya — bahkan dirinya sendiri.
• Dalam makna batin terdalam, dzibḥ agung adalah Imam Husain (as), sang manifestasi cinta dan kehambaan sempurna.
 
🌿 Makna وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Menurut Ahli Hakikat Syiah
1. Dzibḥ Agung = Imam Ḥusain (as) sebagai kurban hakiki cinta ilahi
Menurut para arif Syiah, termasuk Sayyid Ḥaydar al-Āmulī dan Syekh Rajab al-Bursī, dzibḥ agung adalah Imam Husain (as) yang dikurbankan di Karbala. “Setiap nabi punya kurban, dan kurban Rasulullah (saw) adalah Husain.”
2. Dzibḥ sebagai rahasia fana’ dan baqā’ ; Dzibḥ agung melambangkan fana’ (lenyapnya ego) dan munculnya baqā’ (kekalnya ruh dalam Allah). Ibrahim dan Ismail telah melepaskan keterikatan duniawi hingga mereka “tidak lagi melihat selain Allah”.
3. Ismail = jiwa suci yang harus ditundukkan untuk mencapai hakikat tauhid ; Ahli hakikat memaknai Ismail sebagai simbol nafsu mutmainnah, yang siap ditundukkan dan dikurbankan demi cinta Ilahi.
4. Dzibḥ adalah rahasia maqām al-yaqīn (tingkatan keyakinan tertinggi); Dzibḥ merupakan puncak dari ujian maknawi: Allah menguji Ibrahim apakah cintanya lebih besar pada anak atau pada Tuhan. Dzibḥ adalah jembatan menuju ma’rifat.”
5. Sembelihan besar = hijab akbar antara hamba dan Tuhannya; Dzibḥ besar adalah hijab cinta selain Allah. Ketika seseorang menyembelih semua cinta selain-Nya, maka ia mencapai mazhariyah (manifestasi) tauhid sejati.
6. Dzibḥ besar = batin dari karunia ilahiah ; Sembelihan bukan sekadar kambing, tapi rahmat dan rahasia ghaib. Dalam hakikatnya, ia adalah luthf khāṣṣ (kelembutan khusus dari Allah) kepada Ibrahim dan seluruh umat.
7. Dzibḥ adalah simbol penggantian bentuk ibadah fisik menjadi ibadah batin ; Allah mengganti ujian fisik (penyembelihan) dengan bentuk ibadah ruhani, karena Ibrahim telah mencapai maqam ridhā dan taslīm (kerelaan mutlak).
8. Dzibḥ besar = rahasia wushūl (penyatuan dengan Allah) ; Ahli hakikat menyebut bahwa dzibḥ adalah gerbang tajallī al-dhāt (penyingkapan diri Allah). Ia membuka jalan bagi para arif untuk mengenal Tuhan melalui pengorbanan batiniah.
9. Dzibḥ adalah awal sejarah “maqtal” dan kesyahidan para wali
Ayat ini adalah permulaan dari jalur kesyahidan, yang puncaknya adalah Karbala. Dari sinilah dimulai tradisi menyerahkan diri demi kehendak Allah di antara para wali dan imam.
10. Dzibḥ ‘Aẓīm adalah simbol dari Nur Muhammadi dan Nur Husaini
Dalam hakikat, sembelihan agung itu adalah Nur Muhammad dan Nur Ahlul Bayt, khususnya Husain, yang menjadi tebusan dan penggenap perjalanan kenabian.
🕊️ Kesimpulan Ahli Hakikat
“Dzibḥ agung adalah puncak cinta, pengorbanan ruh, dan manifestasi kehambaan murni. Tiada kurban yang lebih besar dari menyerahkan seluruh wujud kepada al-Ḥaqq.”
📘 Referensi dari Ulama,Arif Syiah
• Sayyid Ḥaydar al-Āmulī – Jāmiʿ al-Asrār
• Syekh Rajab al-Bursī – Mashāriq Anwār al-Yaqīn
• Allamah Ṭabāṭabā’ī – al-Mīzān: menyinggung kemungkinan makna ruhani dzibḥ
• Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as) – dalam riwayat menyebut: “Dzibḥ agung itu adalah Husain.”
 
Kisah dan cerita hakikat yang menggambarkan makna terdalam dari ayat:   وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan Kami tebus dia (Ismail) dengan sembelihan yang agung.”
(QS al-Ṣāffāt: 107)
🔹 Kisah & Cerita-cinta ini berasal dari sudut pandang ahli hakikat, yaitu mereka yang memandang kisah ini bukan sekadar sejarah lahiriah, melainkan pentas rahasia antara hamba dan Tuhannya, dan antara cinta, ujian, dan pengorbanan.
🕊️ 1. Dari Ibrahim ke Karbala: Jalan Darah Cinta ; Suatu malam, Nabi Ibrahim (as) bermimpi menyembelih Ismail. Ia tahu itu wahyu Ilahi. Ismail yang masih muda berkata, “Wahai ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan. Engkau akan mendapati aku termasuk orang yang sabar.” Ibrahim mengikat mata, tak ingin ragu. Ismail membaringkan diri dengan ridha, bukan terpaksa. Namun, pisau itu tidak melukai. Allah menahan mata pisau. Mengapa? Ahli hakikat berkata: “Karena darah pengorbanan sejati belum datang.” Seribu tahun kemudian, di padang Karbala, Husain bin Ali berdiri seperti Ismail. Tapi kali ini, tak ada yang menahan pisau. Tidak ada pengganti. Karena kali ini, kurban bukan untuk diuji, tapi untuk menebus. Suara dari langit berkata: “Wahai Ibrahim, kurbanmu indah… tapi dzibḥ agung adalah Husain.”
🕊️ 2. Kisah Sang Salik: “Ismail” dalam Diriku; Seorang arif, salik sejati, menangis di malam hari dan berkata: “Tuhanku, tunjukkan padaku ‘dzibḥun ‘aẓīm’ dalam hidupku.”Malam itu ia bermimpi, melihat dirinya seperti Ibrahim, menghunus pisau pada anaknya. Tapi tiba-tiba, wajah anak itu berubah menjadi wajah dirinya sendiri — nafsu, ambisi, ego, cinta dunia, semua menjadi satu tubuh. Lalu terdengar suara ghaib: “Engkau tak akan sampai pada-Ku, sampai engkau sembelih dirimu sendiri.” Sejak malam itu, ia mengerti: Dzibḥ bukanlah kambing. Tapi dirinya sendiri yang harus disembelih — agar bisa hidup dalam Allah.
🕊️ 3. Dialog Rahasia: Ibrahim dan Husain di Alam Malakut ; Dalam mimpi seorang arif, ia melihat ruh Nabi Ibrahim menangis di alam malakut. Ditanya: “Wahai Khalīlullāh, mengapa engkau menangis?” Ia menjawab, Karena aku diberi gelar kekasih, padahal aku tak mencicipi rasa pisau.” Lalu tampak Husain bin Ali datang, berselimut darah, membawa kepala bayi kecil (Ali Asghar) dan tubuh putra-putranya. Ibrahim berdiri dan mencium jejak kaki Husain, lalu berkata:”Engkau adalah dzibḥ agung… dan aku hanyalah pengantar panggungmu.”
🧭 Pesan Ruhani dari Kisah-Kisah Ini; Dzibḥ bukan kambing Tapi ruh dan cinta sejati ; Ismail bukan hanya anak Ibrahim Tapi juga jiwa salik dan ego hamba; Husain adalah dzibḥ agung Kurban tertinggi atas cinta Ilahi ; Pisau hakikat Adalah tajamnya keikhlasan dan fana’
Sembelih diri Adalah jalan menuju tauhid
🕊️ 4. Seorang Ibu dan Pisau Cinta
Di Kufah, seorang wanita arif dari kalangan pengikut Ahlul Bayt bermimpi bertemu Sayyidah Fāṭimah al-Zahrā (as). Ia menangis dan berkata: “Wahai ibunda para syuhada, aku tak sanggup membiarkan anakku berpisah dariku.” Sayyidah menjawab dengan lembut: “Apakah engkau lebih cinta pada anakmu daripada Ibrahim kepada Ismail? Tapi lihat, Allah mengganti anak itu… sedang aku kehilangan Husain selamanya.”Wanita itu tersentak. Ia bangun dan menyerahkan hidup dan anaknya untuk perjuangan Imam Zaman. Ia telah menyembelih keterikatan, dan digantikan dengan cahaya cinta abadi.
🕊️ 5. Sang Qassab (Tukang Sembelih) yang Terdiam
Seorang lelaki tukang sembelih berkata kepada seorang arif: “Apa agungnya sembelihan Ibrahim? Aku sembelih puluhan kambing tiap hari.”Sang arif menatapnya dan berkata: “Apakah kau pernah menyembelih putramu? Atau lebih berat lagi… menyembelih egomu untuk Allah?”Lelaki itu terdiam. Malam itu ia bermimpi dirinya yang disembelih oleh tangannya sendiri. Sejak hari itu, ia berhenti sombong dan menjadi salik khafi — pejalan sunyi di jalan cinta.
🕊️ 6. Syekh Rajab al-Bursī: Dzibḥ Agung adalah Nur Husain
Dalam kitab Mashāriq Anwār al-Yaqīn, Syekh Rajab berkata: “Ketika Allah menebus Ismail, Ia tidak hanya mengganti dengan kambing, tapi Ia menjanjikan dzibḥ sejati di masa depan.” Dalam mimpi ruhani, Syekh Rajab melihat padang Karbala dan suara ghaib berkata: “Inilah dzibḥ agung. Lihat darah Husain… lihat senyumnya pada kematian. Inilah kurban yang paling diterima.”
🕊️ 7. Dzibḥ Agung di Mi‘rāj Nabi (saw) Dalam Mi‘rāj, Rasulullah (saw) melihat berbagai maqām para nabi. Ketika sampai pada maqam Ibrahim, beliau melihat Ibrahim menangis di tepi sungai cahaya. Beliau bertanya: “Mengapa engkau menangis, wahai Khalīlullāh?” Ibrahim menjawab: “Karena aku hanya diuji, tapi engkau, wahai Muhammad… engkau akan melihat cucumu disembelih dengan sebenar-benarnya.”Rasulullah terdiam, dan air matanya mengalir hingga Sidratul Muntahā.
🕊️ 8. Anak Kecil dan Cinta Suci
Seorang anak kecil di zaman Imam Ṣādiq (as) ditanya oleh sang Imam: “Wahai anakku, apakah engkau cinta pada ibumu?” Ia menjawab: “Iya.”Imam bertanya lagi: “Apakah engkau mencintai Allah?”Anak itu bingung dan menjawab: “Kalau aku pilih ibuku, aku dustakan Tuhanku. Kalau pilih Allah, aku tinggalkan ibuku.”Imam tertawa lembut dan berkata: “Belajarlah dari Ibrahim dan Ismail. Cinta sejati kepada Allah tidak mematikan cinta lain, tapi menundukkannya di bawahnya.”
🕊️ 9. Salik dan Haji yang Tertolak
Seorang salik pergi haji, dan dalam thawaf, ia mendengar suara ghaib: “Ibadahmu tertolak karena engkau belum menyembelih ‘Ismail’-mu.” Ia menangis dan bertanya: “Siapa Ismail-ku?” Suara itu berkata: “Cintamu pada pujian, pada dunia, pada popularitas — itulah anakmu. Sembelihlah itu, niscaya engkau akan diterima.” Ia kembali ke kampung, meninggalkan panggung dan pengikut, dan menyembelih egonya dalam sunyi. Sejak itu, ia menjadi wali tersembunyi.
🕊️ 10. Ali Asghar dan Pisau yang Tak Berhenti ; Imam Husain (as) mengangkat bayi kecilnya, Ali Asghar, ke langit seraya berkata: “Jika para lelaki ini berdosa, apa dosa bayi ini, ya Allah?” Panah meluncur, memutus leher sang bayi. Langit pun gemetar. Seorang arif berkata: “Inilah dzibḥ agung… bukan karena usia atau bentuknya, tapi karena ridha, karena ketulusan, karena tak ada pengganti.” Darah yang memancar itu membelah hijab dunia dan langit, menjadi mi‘rāj cinta sejati.
🌌 Penutup: Makna Hakikat Dzibḥ
Dzibḥ ‘Aẓīm bukan kambing, bukan darah, bukan daging. Ia adalah:
• Nafas para wali yang penuh ikhlas
• Jiwa yang rela disembelih demi Cinta
• Dan nur Husain yang terus hidup dalam hati para salik dan pecinta
 
🌟 Manfaat Spiritual dan Maknawi
(Berdasarkan pandangan Ahlul Bait dan ahli hakikat) ;
1️⃣ Menghilangkan keterikatan dunia Seperti Ibrahim yang rela berpisah dari Ismail, hamba sejati melepaskan cinta dunia.
2️⃣ Menghidupkan makna kurban sejati Dzibḥ agung adalah pengorbanan batin: ego, hawa nafsu, dan ambisi disembelih.
3️⃣ Mendekatkan pada maqām khalīlullah Siapa yang ikhlas berkorban, naik derajatnya ke maqam kedekatan seperti Ibrahim.
4️⃣ Terbukanya hijab-hijab cinta Cinta ilahi tidak bisa hidup jika cinta makhluk belum disembelih.
5️⃣ Terhubung dengan ruh Imam Husain (as) Dzibḥ agung menurut Ahlul Bait adalah pengorbanan Imam Husain; menyebut ayat ini menghubungkan ruhani dengan beliau.
6️⃣ Penguat sabar dan ridha saat ujian berat Seperti Ibrahim, dzibḥ agung mengajarkan bahwa Allah mengganti dengan yang lebih baik.
7️⃣ Penghapus kesombongan ibadah Kita tidak diuji dengan sembelihan seperti Ibrahim — maka kita tak layak sombong dengan amal.
8️⃣ Mengundang rahmat dalam keluarga Ayat ini terkait dengan cinta ayah-anak dalam keikhlasan dan kasih sayang yang penuh iman.
9️⃣ Menanamkan makna Karbala dalam hati Dzibḥ agung adalah Husain; siapa yang mentadabburi ayat ini, hidup dalam ruh Karbala.
🔟 Pembuka jalan fana dan baqa’ Sembelihan bukan akhir, tapi awal kehidupan dalam Allah.
🤲 Doa-doa Ruhani Terinspirasi dari Ayat Ini
📜 1. Doa Menyembelih Ego dan Dunia
‎ اللَّهُمَّ افْدِنِي مِنْ نَفْسِي بِذِبْحٍ عَظِيمٍ، وَسَلِّمْنِي إِلَيْكَ سَلِيمًا، كَمَا سَلَّمَ إِبْرَاهِيمُ وَإِسْمَاعِيلُ
“Ya Allah, tebuslah aku dari diriku sendiri dengan sembelihan agung, dan serahkanlah aku kepada-Mu dalam keadaan selamat, sebagaimana Engkau selamatkan Ibrahim dan Ismail.”
📜 2. Doa Menggapai Makna Karbala dan Dzibḥ Agung
‎ اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي قَلْبًا يُشَارِكُ الْحُسَيْنَ فِي كَرْبَلَاءَ، وَيُشَاهِدُ الذِّبْحَ الْعَظِيمَ، وَيُبْصِرُ الْحَقِّ مِنْ دُونِ حِجَابٍ
“Ya Allah, karuniakan padaku hati yang turut bersama Husain di Karbala, menyaksikan dzibḥ agung, dan melihat kebenaran tanpa hijab.”
📜 3. Doa Agar Pengorbanan Diterima Seperti Ibrahim
‎ يَا مَنْ تَقَبَّلْتَ قُرْبَانَ إِبْرَاهِيمَ، تَقَبَّلْ قُرْبَانِي الصَّغِيرَ، وَلَوْ كَانَ نِيَّةً، وَاجْعَلْهُ سُلَّمًا لِقُرْبِكَ
“Wahai Dzat yang menerima kurban Ibrahim, terimalah kurban kecilku, meski hanya berupa niat, dan jadikan itu tangga menuju kedekatan-Mu.”
📜 4. Doa Keluarga Ibrahim & Husain
‎ اللَّهُمَّ اجْعَلْ أُسْرَتِي مِنَ الَّذِينَ يَفْدُونَ أَنْفُسَهُمْ لِوَجْهِكَ، كَمَا فَعَلَ إِبْرَاهِيمُ وَأَهْلُ بَيْتِ الْحُسَيْنِ
“Ya Allah, jadikan keluargaku termasuk orang-orang yang rela berkorban demi wajah-Mu, seperti Ibrahim dan keluarga Husain.”
📘 Dzikir Pendek (Doa harian)
‎ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ، وَارْزُقْنَا فِدَاءً مِثْلَهُ فِي حَيَاتِنَا
“Kami tebus dia dengan dzibḥ agung. Ya Allah, karuniakan pula penebusan seperti itu dalam hidup kami.”
 
Bagian dari Ziarah Tragedi Karbala (Nahiyah Muqoddasah)
اَلسَّلَامُ عَلَى الْمَقْطُوعِ الْوَتِيْنِ
As-salāmu ‘ala al-maqṭū‘i al-watīn
Salam sejahtera atas (engkau) yang urat nadinya terputus.
اَلسَّلَامُ عَلَى الْمُحَامِيْ بِلَا مُعِيْنٍ
As-salāmu ‘ala al-muḥāmī bilā mu‘īn
Salam sejahtera atas pembela (agama) yang tiada penolong.
اَلسَّلَامُ عَلَى الشَّيْبِ الْخَضِيْبِ
As-salāmu ‘ala ash-shaybi al-khaḍīb
Salam sejahtera atas rambut uban yang berlumur darah.
اَلسَّلَامُ عَلَى الْخَدِّ التَّرِيْبِ
As-salāmu ‘ala al-khaddi at-tarīb
Salam sejahtera atas pipi yang menempel pada tanah.
اَلسَّلَامُ عَلَى الْبَدَنِ السَّلِيْبِ
As-salāmu ‘ala al-badani as-salīb
Salam sejahtera atas tubuh yang terampas dan tercabik.
اَلسَّلَامُ عَلَى الثَّغْرِ الْمَقْرُوْعِ بِالْقَضِيْبِ
As-salāmu ‘ala ath-thaghril-maqrū‘i bil-qaḍīb
Salam sejahtera atas gigi (mulut suci) yang dihantam dengan tongkat.
اَلسَّلَامُ عَلَى الرَّأْسِ الْمَرْفُوْعِ
As-salāmu ‘ala ar-ra’si al-marfu‘
Salam sejahtera atas kepala yang ditinggikan (di ujung tombak).
اَلسَّلَامُ عَلَى الْأَجْسَامِ الْعَارِيَةِ فِي الْفَلَوَاتِ
As-salāmu ‘ala al-ajsāmi al-‘āriyah fī al-falawāt
Salam sejahtera atas jasad-jasad telanjang di padang gersang.
تَنْهَشُهَا الذِّئَابُ الْعَادِيَاتُ
Tanhashuhā adh-dhi’ābu al-‘ādiyāt
Yang dicabik-cabik oleh serigala yang buas.
وَتَخْتَلِفُ إِلَيْهَا السِّبَاعُ الضَّارِيَاتُ
Wa takhtalifu ilayhā as-sibā‘u aḍ-ḍāriyāt
Dan yang didatangi oleh binatang buas yang liar.
اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا مَوْلَايَ
As-salāmu ‘alayka yā mawlāyā
Salam sejahtera atasmu, wahai tuanku.
وَعَلَى الْمَلَائِكَةِ الْمُرَفْرَفِيْنَ حَوْلَ قُبَّتِكَ
Wa ‘ala al-malā’ikah al-murafrafīn ḥawla qubbatik
Dan atas para malaikat yang melayang-layang di sekitar kubahmu.
الْحَافِّيْنَ بِتُرْبَتِكَ
Al-ḥāffīn bi-turbatik
Yang mengelilingi pusaramu.
الطَّائِفِيْنَ بِعَرْصَتِكَ
Aṭ-ṭāifīn bi-‘arṣatik
Yang bertawaf di pelataranmu.
الْوَارِدِيْنَ لِزِيَارَتِكَ
Al-wāridīn li-ziyāratik
Yang datang untuk menziarahimu.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment