Makna Imamah dari QS : 2:124 (…Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia"….

Supa Athana - Entertainment
12 June 2025 15:36
Imamah adalah cahaya hakiki; siapa yang mengenal Imam, hatinya takkan gelap

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya

Baca juga:
Menkeu Sri Ungkap Penyebab Negara Maju Berada di Ambang Resesi

Makna yang terkandung dalam ayat:      
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
(QS. Al-Baqarah: 124)
1. Imamah adalah pangkat Ilahi setelah ujian
Allah menguji Nabi Ibrahim dengan “kalimāt” (perintah-perintah berat), dan ketika ia menyempurnakannya, barulah Allah menjadikannya imam. Ini menunjukkan bahwa Imamah adalah kedudukan yang lebih tinggi dari kenabian dan kerasulan, dan hanya diberikan setelah lulus ujian.
2. Imamah adalah ‘Ahd’ (perjanjian Allah)
Allah menyebut Imamah sebagai ‘ahdi’ (perjanjian-Ku), menunjukkan bahwa Imamah adalah urusan Ilahi yang sangat agung dan bersifat suci, bukan sekadar jabatan sosial atau politik.
3. Imamah hanya untuk yang adil dan suci
Firman-Nya: “لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ” berarti orang zalim, bahkan jika ia pernah zalim, tidak akan pernah mendapat Imamah. Ini menafikan klaim orang-orang yang menyatakan siapa pun dari keturunan Ibrahim bisa menjadi imam, walau pernah berbuat zalim.
4. Imamah tidak diwariskan secara otomatis
Nabi Ibrahim berkata: “وَمِنْ ذُرِّيَّتِي”, memohon agar keturunannya juga menjadi imam. Allah menjawab bahwa Imamah bukan warisan turun-temurun, tetapi hanya untuk yang memenuhi syarat: tidak zalim dan lulus ujian Ilahi.
5. Ujian adalah syarat utama Imamah
Kata “ابْتَلَىٰ” (menguji) menunjukkan bahwa seseorang hanya bisa mencapai maqam Imamah jika ia melewati ujian-ujian berat, baik secara lahir maupun batin.
6. Imamah adalah kepemimpinan spiritual dan universal
Allah berfirman: “إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا”, artinya untuk seluruh umat manusia, bukan hanya satu kaum atau generasi. Ini menandakan cakupan Imamah bersifat universal dan abadi.
7. Kalimāt adalah simbol kesempurnaan penghambaan
Menurut tafsir ahli makrifat dan sebagian riwayat, “kalimāt” yang Allah ujikan pada Ibrahim bisa berarti:
– perintah syariat
– ujian batin
– atau nama-nama Allah (Asmaul Husna),
yang harus diamalkan dan direalisasikan dalam dirinya. Artinya, Imam adalah yang telah menyatu dengan Asma Allah secara sempurna.
8. Imamah adalah maqam setelah kenabian dan kerasulan
Riwayat Ahlul Bait menafsirkan bahwa Nabi Ibrahim sudah menjadi Nabi dan Rasul sebelum ayat ini turun, namun Imamah datang setelah itu. Maka, maqam Imamah lebih tinggi dari nubuwwah (kenabian) dalam hal tanggung jawab batin dan wilayah ruhani.
9. Imamah menuntut kesempurnaan amal
Frasa “فَأَتَمَّهُنَّ” (lalu ia menyempurnakannya) menandakan bahwa kesempurnaan dalam menjalankan perintah Allah adalah syarat mutlak untuk menjadi Imam. Tidak cukup hanya ikhlas atau niat baik, tetapi harus sempurna dalam amal dan makrifat.
10. Ayat ini mendasari konsep Imamah dalam Ahlul Bait
Mazhab Ahlul Bait menjadikan ayat ini sebagai landasan utama dalam akidah Imamah: bahwa Imam harus:
•ma’shum
•adil
•lulus ujian Ilahi
•dan tidak pernah zalim.
Oleh karena itu, tidak setiap orang bisa menjadi Imam, bahkan jika ia dari keturunan Nabi.
 
Makna ayat QS al-Baqarah: 124 menurut Al-Qur’an itu sendiri, dengan penafsiran saling menjelaskan antar ayat (tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an), bukan dari luar Al-Qur’an:
1. Imamah adalah kedudukan dari Allah, bukan dari manusia
‎“إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا” → Allah yang “menjadikan” (جَاعِلُكَ), bukan manusia yang memilih.
Ayat penguat:
‎“وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا”
(QS. As-Sajdah: 24)
→ “Kami jadikan di antara mereka para Imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami.”
2. Imamah hanya untuk yang lulus ujian ketaatan
Frasa “وَإِذِ ابْتَلَىٰ” → menunjukkan bahwa ujian adalah syarat Imamah.
Ayat penguat:
‎“إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ”
(QS. Az-Zumar: 10)
→ Orang yang sabar (dalam ujian) diberi pahala besar.
Imam adalah puncak dari kesabaran dalam ujian.
3. Imamah adalah maqam yang lebih tinggi dari kenabian
Nabi Ibrahim sudah nabi, namun baru dijadikan imam setelah lulus ujian.
Ayat penguat:
“وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ… 
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ ٱلْقَوَاعِدَ”
(QS. Al-Baqarah: 125–127)
→ Menjelaskan tugas kenabian Ibrahim sebelum ayat Imamah turun.
Jadi Imamah datang setelah tugas kerasulan.
4. Imamah mencakup kepemimpinan dalam agama dan dunia
‎“إِمَامًا لِلنَّاسِ” → menyiratkan bahwa Imam menjadi rujukan dalam semua urusan.
Ayat penguat:
‎“وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا”
(QS. Al-Furqan: 74)
→ Doa agar dijadikan pemimpin bagi orang bertakwa, yaitu pemimpin spiritual.
5. Imamah tidak diwariskan kepada yang zalim
‎“لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ” → ‘Ahd Allah (janji dan kepemimpinan) tidak sampai ke orang zalim.Ayat penguat:
“وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا 
فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ”
(QS. Hud: 113) → Bahkan cenderung kepada orang zalim saja sudah bahaya, apalagi menjadikannya Imam.
6. Makna “zalim” di sini mencakup syirik; Dalam QS Luqman: 13:
‎“إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ”
→ Syirik adalah kezaliman terbesar.
Jadi keturunan Ibrahim yang pernah berbuat syirik (zalim) tidak layak menjadi imam.
7. Imamah adalah amanah besar, bukan jabatan politik
Allah menyebutnya “عَهْدِي” (janji-Ku), bukan sekadar perintah atau izin. Ayat penguat:
‎“وَكَانَ عَهْدُ ٱللَّهِ مَسْـُٔولًا”
(QS. Al-Ahzab: 15)
→ Janji Allah adalah tanggung jawab besar, bukan urusan ringan.
8. Imam adalah pemberi petunjuk dengan izin Allah; Seperti disebut dalam:
‎“وَجَعَلْنَـٰهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا”
(QS. Al-Anbiya: 73)
→ Imam membimbing manusia dengan perintah Allah, bukan hawa nafsu atau kekuasaan.
9. Imam harus ma’shum (terjaga dari dosa) ; Karena orang zalim (berdosa) tidak layak menjadi Imam menurut QS al-Baqarah:124.
Ayat penguat:
‎“إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ…”
(QS. Al-Ahzab: 33)
→ Ahlul Bait (yang juga para Imam) disucikan dari dosa dan najis.
10. Imam adalah panutan seluruh manusia; Allah berfirman: “لِلنَّاسِ”, bukan hanya Bani Israil atau umat tertentu. Ayat penguat:
‎“إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرٌ ۖ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ”
(QS. Ar-Ra’d: 7)
→ “Setiap kaum memiliki pemberi petunjuk (hādī).” → Imam hadir di setiap zaman sebagai petunjuk.
 
Makna ayat:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ… 
قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا… 
قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
(QS. Al-Baqarah: 124)
Menurut hadis-hadis Nabi (saw) dan riwayat Ahlul Bait (as):
1. Imamah lebih tinggi dari nubuwah (kenabian) ; Menurut Imam Ja‘far al-Ṣādiq (as):
“اتَّخَذَ اللهُ إِبْرَاهِيمَ عَبْدًا 
قَبْلَ أَنْ يَتَّخِذَهُ نَبِيًّا…”
Allah menjadikan Ibrahim hamba, lalu nabi, lalu rasul, dan terakhir imam, setelah ia menyempurnakan ujian. (al-Kāfī, jilid 1, hlm. 175)
🟢 Makna: Imamah adalah maqam ruhani tertinggi, setelah semua maqam lainnya.
2. Imamah adalah janji (عهد) Allah yang hanya untuk orang suci
Imam al-Ridha (as) menjelaskan:
“الإِمَامَةُ عَهْدُ اللهِ، لا يَنَالُهُ الظَّالِمُ، 
وَلا مَنْ خَفَّ دِينُهُ”
Imamah adalah janji Allah, tidak diberikan pada orang zalim atau lemah agamanya.
(Tafsīr al-‘Ayyāshī, 1/66)
3. “Kalimāt” adalah ujian berat, termasuk menyembelih putra
Menurut tafsir Imam al-Bāqir (as):
“البَلَاوَى الَّتِي ابْتَلَى اللهُ بِهَا إِبْرَاهِيمَ: النَّارُ، وَذَبْحُ الاِبْنِ، وَالْهِجْرَةُ، وَالْخِتَانُ…”
Ujian-ujian itu meliputi: dibakar dalam api, menyembelih Ismail, hijrah, dan khitan.
(Tafsīr al-‘Ayyāshī, 1/65)
4. Imamah adalah kepemimpinan spiritual dan lahiriah ; Menurut Imam al-Ṣādiq (as):
“الإِمَامُ قَائِدٌ، لا يَكُونُ إِلا مَعْصُومًا، مُطَاعًا، مُفَسِّرًا لِلكِتَابِ، عَالِمًا بِالحَلَالِ وَالحَرَامِ”
Imam adalah pemimpin yang ma‘shūm, ditaati, penafsir Al-Qur’an, dan menguasai hukum halal-haram. (al-Kāfī, 1/200)
5. Ketika Ibrahim meminta untuk keturunannya, Allah menyaring
Nabi Ibrahim berkata: “وَمِنْ ذُرِّيَّتِي”, tapi Allah menjawab: “لا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ”
Imam al-Bāqir (as) menafsirkan: Mereka dari anak keturunanmu yang tidak pernah berbuat syirik atau zalim, merekalah yang layak menjadi imam.” (Tafsīr al-Qummī, 1/49)
6. Imamah bukan jabatan politik, tapi kedudukan Ilahi
Rasulullah (saw) bersabda tentang para Imam dari Ahlul Bait:
“الأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ، 
هُمُ الَّذِينَ يَقُومُونَ بِأَمْرِ الدِّينِ”
Imam berasal dari Quraisy, dan mereka yang menegakkan agama, bukan sekadar memimpin negara.
(al-Kāfī, 1/198)
7. Orang yang pernah zalim, bahkan sesaat, tidak layak menjadi Imam ; Menurut Imam al-Ṣādiq (as):
‎ “مَنِ اشْتَرَكَ فِي الظُّلْمِ طَرْفَةَ عَيْنٍ فَهُوَ ظَالِمٌ، وَلا يَكُونُ الإِمَامُ ظَالِمًا
Siapa yang ikut dalam kezaliman meski sekejap, ia tidak layak menjadi Imam.
(Bihār al-Anwār, 25/123)
8. Imamah adalah penunjukan langsung dari Allah
Rasulullah (saw) bersabda kepada Ali (as):                 أَنْتَ مِنِّي وَأَنَا مِنْكَ، 
وَأَنْتَ وَصِيِّي وَخَلِيفَتِي”
Engkau dariku dan aku darimu. Engkau adalah washī (penerusku) dan khalifahku. (Musnad Aḥmad, dan banyak sumber lainnya)
9. Imam adalah penjelas al-Qur’an dan penjaga agama ; Menurut Imam al-Bāqir (as):
نَزَلَ الْقُرْآنُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَشْيَاء: 
الْعِبَارَةُ لِلْعَوَامِّ، وَالإِشَارَةُ لِلْخَوَاصِّ، وَاللَّطَائِفُ لِلْأَوْلِيَاءِ، 
وَالْحَقَائِقُ لِلْأَنْبِيَاءِ وَالأَئِمَّةِ”
Hakikat al-Qur’an hanya dapat diakses oleh para Nabi dan Imam.
(Tafsīr al-Mīzān dan Bihār al-Anwār)
10. Imamah adalah rahmat agung bagi umat manusia; Menurut Imam al-Ridha (as):       الإِمَامَةُ نِظَامُ الدِّينِ، 
وَسَبِيلُ النَّجَاةِ، وَمَفْتَاحُ العِلْمِ”
Imamah adalah pengatur agama, jalan keselamatan, dan kunci ilmu.
(al-Kāfī, 1/200)
 
Makna ayat QS al-Baqarah: 124 menurut hadis-hadis Ahlul Bayt (as)—dari para Imam suci keturunan Rasulullah (saw)
1. Imamah lebih tinggi daripada kenabian, kerasulan, dan khullah
🟩 Imam Ja‘far al-Shadiq (as): Allah menjadikan Ibrahim sebagai hamba sebelum menjadikannya Nabi… Lalu dijadikan Rasul… Lalu dijadikan Khalil (kekasih)… Lalu Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku menjadikanmu sebagai Imam bagi manusia’. Maka Ibrahim berkata: ‘Dan dari keturunanku?’ Lalu Allah berfirman: ‘Janji-Ku tidak akan sampai kepada orang-orang zalim.’”(al-Kāfī, jld. 1, hlm. 175)
🔑 Makna: Imamah adalah maqam tertinggi yang hanya diberikan pada hamba-hamba suci yang telah menyempurnakan seluruh maqam lainnya.
2. “Kalimāt” adalah ujian berat yang mencakup seluruh maqamat ketaatan 🟩 Imam Muhammad al-Bāqir (as) menjelaskan:Allah menguji Ibrahim dengan kalimāt: menanggung panas api Namrudz, menyembelih Ismail, khitan diri sendiri di usia tua, meninggalkan Hajar, dan membangun Ka‘bah.”
(Tafsīr al-‘Ayyāshī, 1/66)
🔑 Makna: Setiap “kalimah” adalah ujian tauhid dan penyerahan diri total (al-taslim), dan Imamah adalah hasil dari kelulusan ini.
3. Imamah adalah ‘Ahd Allah (janji Ilahi) dan tidak diwariskan secara otomatis 🟩 Imam al-Shadiq (as): Zalim adalah orang yang menyembah berhala di masa hidupnya walau sesaat, dan janji Allah tidak akan sampai kepada siapa pun dari mereka.”
(Tafsīr al-Qummī, 1/49)
🔑 Makna: Imamah tidak diwariskan berdasarkan nasab, tetapi berdasar pada kesucian mutlak (ma‘ṣūmiyyah).
4. “Lā yanālu ‘ahdī al-ẓālimīn” artinya: Imam harus ma‘shūm (suci dari dosa dan syirik) 🟩 Imam al-Bāqir (as): “Setiap yang pernah menyekutukan Allah tidak berhak menjadi Imam, meskipun hanya sekejap di hidupnya.”
(al-Kāfī, 1/175) 🔑 Makna: Kesucian dan penjagaan Ilahi (iṣmah) adalah syarat mutlak untuk menjadi Imam.
5. Imamah bukan hasil bai‘at atau pemilihan manusia 🟩 Imam al-Ṣādiq (as): “Sesungguhnya Imamah adalah perjanjian dari Allah, ditetapkan melalui wahyu dan ditentukan oleh Allah. Tidak ada hak bagi manusia dalam memilih Imam.”
(al-Kāfī, 1/278) 🔑 Makna: Imam ditetapkan melalui ta‘yīn ilāhī, bukan oleh musyawarah, bai‘at, atau mayoritas.
6. Imam adalah pewaris ilmu Nabi dan penafsir hakiki Al-Qur’an
🟩 Imam al-Bāqir (as): “Tidak ada seorang pun yang mengetahui tafsir al-Qur’an seluruhnya kecuali para Rasul dan para Wasi (Imam).”
(al-Kāfī, 1/213) 🔑 Makna: Imam adalah pemegang kunci ilmu batin al-Qur’an, bukan hanya pemimpin politik.
7. Imam adalah pelindung agama dan penunjuk jalan Allah
🟩 Imam al-Riḍā (as): “Imamah adalah penjaga agama, sistem dunia, sumber kemuliaan kaum Muslimin, dan akar pertumbuhan Islam.” (al-Kāfī, 1/201) 🔑 Makna: Tanpa Imam, agama akan hancur dan umat tersesat.
8. Setiap zaman harus ada Imam dari Ahlul Bayt (as) 🟩 Imam al-Shadiq (as): “Seandainya bumi ini kosong dari hujjah Allah (Imam), niscaya bumi akan tenggelam dengan penghuninya.” (al-Kāfī, 1/179)🔑 Makna: Keberadaan Imam adalah syarat kelestarian dunia.
9. Doa Ibrahim agar keturunannya dijadikan Imam dikabulkan dengan syarat 🟩 Imam al-Shadiq (as): “Ibrahim tahu bahwa ada orang zalim dari keturunannya, jadi ia minta hanya yang suci dijadikan Imam. Allah menolak yang zalim.”
(al-Kāfī, 1/175) 🔑 Makna: Dari keturunan Ibrahim, hanya para ma‘shūmīn (Ahlul Bayt) yang memenuhi syarat.
10. Imam Ali (as) dan Ahlul Bayt (as) adalah pewaris Imamah Ibrahim 🟩 Imam al-Bāqir (as): “Imam setelah Nabi Muhammad (saw) adalah dari keturunan Ibrahim, yaitu Ali dan sebelas Imam dari anak keturunannya.”
(Tafsīr al-‘Ayyāshī, 1/67) 🔑 Makna: Imamah Ibrahimiyah berlanjut dalam garis nubuwwah Muhammad dan keturunannya yang suci.
 
Makna ayat QS al-Baqarah: 124:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Menurut para mufasir Ahlul Bayt (Syiah) dan beberapa mufasir umum:
1. Imamah adalah kedudukan Ilahi, bukan jabatan sosial 📘 Tafsīr al-Mīzān – ‘Allāmah Ṭabāṭabā’ī: Imamah adalah “kepemimpinan ilahiah” yang bertugas membimbing manusia secara lahir dan batin kepada jalan Allah, bukan hanya mengatur masyarakat.
2. “Kalimāt” adalah serangkaian ujian ketaatan 📘 Tafsīr al-Qummī & al-‘Ayyāshī: Kalimat yang diujikan kepada Nabi Ibrahim mencakup: disuruh menyembelih Ismail, dibakar oleh Namrudz, membangun Ka‘bah, khitan, dan hijrah.
3. “Fa-atammahunna” menunjukkan kesempurnaan spiritual 📘 Tafsīr al-Mīzān: Ibrahim menyempurnakan semua perintah Allah dengan penyerahan total (al-taslīm), yang menjadikannya layak naik ke maqam Imamah.
4. Imamah lebih tinggi daripada nubuwwah 📘 Tafsīr al-Mīzān & Majma‘ al-Bayān: Karena Imamah baru diberikan setelah maqam kenabian, kerasulan, dan khullah, maka secara kedudukan, ia lebih tinggi dan komprehensif.
5. “Inni ja‘iluka linnāsi Imāmā” adalah deklarasi Ilahi, bukan permintaan manusia📘 Tafsīr Nūr al-Thaqalayn: Kata “ja‘iluka” (Aku menjadikanmu) menunjukkan bahwa Imamah adalah ta‘yīn dari Allah, bukan dari manusia atau syūrā.
6. Permintaan Nabi Ibrahim agar keturunannya menjadi Imam adalah permohonan penyambungan cahaya hidayah
📘 Tafsīr al-Safi – Fayd al-Kāshānī: Ketika Nabi Ibrahim berkata “wa min dhurriyyatī”, beliau memohon agar Imamah tetap berada pada jalur keluarganya yang bersih.
7. “Lā yanālu ‘ahdī al-ẓālimīn” menjadi kriteria mutlak Imamah: tidak pernah zalim, bahkan sedetik
📘 Tafsīr al-Mīzān: Frasa ini menunjukkan bahwa siapa pun yang pernah melakukan kezaliman tidak berhak memegang amanah Imamah.
8. Imamah bukan diwariskan secara otomatis dari ayah ke anak
📘 Tafsīr Majma‘ al-Bayān – al-Ṭabrisī: Meskipun Ibrahim adalah nabi dan ingin anaknya juga menjadi Imam, Allah menjelaskan bahwa kesalehan dan kesucian adalah syarat utama, bukan garis keturunan.
9. Imamah adalah cahaya petunjuk yang terus berlanjut 📘 Tafsīr al-Burhān: Allah menetapkan bahwa setiap zaman memiliki Imam, dan keberadaan Imam adalah penyambung antara langit dan bumi.
10. Ayat ini menjadi dalil bahwa Imam harus ma‘ṣūm dan ditetapkan oleh Allah 📘 Tafsīr al-Mīzān: Karena Allah menolak orang zalim, dan karena penunjukan Imam bersifat Ilahi, maka tidak mungkin Imam bersifat tidak ma‘ṣūm (terbebas dari dosa & kesalahan).
🔹 Catatan tambahan:
Para mufasir Ahlul Bayt (seperti Fayd al-Kāshānī, Ṭabāṭabā’ī, dan al-‘Ayyāshī) menyepakati bahwa ayat ini adalah landasan penting tentang Imamah dan menunjukkan bahwa para Imam Ahlul Bayt (as) adalah lanjutan dari mashārī‘  hidayah Ibrahimiyah yang murni.
 
Makna QS al-Baqarah: 124 menurut mufasir Syiah, terutama dari kalangan ulama besar dan ahli tafsir Ahlul Bayt (as), seperti ‘Allāmah Ṭabāṭabā’ī, Fayd al-Kāshānī, al-‘Ayyāshī, al-Qummī, dan al-Ṭabrisī.
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
✅ 1. Imamah adalah maqam Ilahi tertinggi 📘 Tafsīr al-Mīzān – ‘Allāmah Ṭabāṭabā’ī: Imamah bukan jabatan politik, tapi wilayah Ilahiyah, kepemimpinan spiritual dan batin atas umat. Maqam ini diberikan setelah Ibrahim mencapai kenabian, kerasulan, dan khullah.
✅ 2. “Kalimāt” adalah ujian tauhid dan kepasrahan total
📘 Tafsīr al-Qummī dan al-‘Ayyāshī: Ujian itu mencakup perintah menyembelih Ismail, dibakar oleh Namrudz, khitan di usia tua, meninggalkan Hajar dan Ismail, dan membangun Ka‘bah — ujian yang mencerminkan penyempurnaan ketundukan dan penghambaan.
✅ 3. “Fa-atammahunna” menunjukkan kesempurnaan maqamat Ibrahim 📘 Fayd al-Kāshānī dalam Tafsīr al-Ṣāfī: Ibrahim tidak hanya lulus ujian, tapi menyempurnakan seluruh maqam ketaatan (ta‘ah), yang menjadikannya layak diangkat sebagai Imam, bukan sekadar nabi.
✅ 4. Imamah ditentukan oleh Allah, bukan oleh manusia
📘 Majma‘ al-Bayān – al-Ṭabrisī: Kalimat “inni ja‘iluka” (Aku menjadikanmu) menunjukkan bahwa penetapan Imamah sepenuhnya berasal dari Allah; tidak bisa ditentukan lewat syūrā, bai‘at, atau kekuatan politik.
✅ 5. “Wa min dhurriyyatī” adalah permohonan agar Imamah tetap dalam keturunan suci 📘 Tafsīr al-Mīzān: Nabi Ibrahim memohon agar keturunannya yang saleh dan ma‘ṣūm diberi amanah Imamah, dan Allah menyatakan bahwa yang zalim tidak mendapat bagian dari perjanjian ini.
✅ 6. “Lā yanālu ‘ahdī al-ẓālimīn” adalah penolakan terhadap siapa pun yang pernah zalim 📘 al-‘Ayyāshī dan al-Qummī: Termasuk mereka yang pernah menyembah berhala meskipun hanya sesaat, karena telah menodai tauhid — maka mereka tidak layak menjadi Imam, walau kemudian bertobat.
✅ 7. Imam harus ma‘ṣūm secara mutlak 📘 Tafsīr al-Mīzān: Karena Allah secara mutlak menolak kezaliman untuk Imamah, maka Imam harus bebas dari segala dosa, syirik, kesalahan, baik sebelum maupun sesudah diangkat.
✅ 8. Imamah bersifat terus-menerus dan tidak pernah kosong
📘 al-Kāfī (melalui tafsir-tafsir Syiah): Imam adalah ḥujjah Allah di bumi, dan keberadaannya adalah syarat lestarinya dunia. Karena itu, pada setiap zaman pasti ada Imam, meskipun ia ghaib (seperti Imam Mahdi as).
✅ 9. Imamah sebagai warisan Ibrahim hanya diteruskan oleh Ahlul Bayt (as) 📘 Tafsīr al-Ṣāfī dan Tafsīr al-Burhān: Keturunan Ibrahim yang dijadikan Imam adalah Ali bin Abi Ṭālib dan keturunannya yang ma‘ṣūm, karena mereka satu-satunya yang memenuhi syarat kesucian absolut.
✅ 10. Ayat ini dalil utama tentang konsep Wilāyah dan Imamah dalam Islam📘 ‘Allāmah Ṭabāṭabā’ī: Ayat ini adalah landasan teologis dan spiritual bagi seluruh doktrin Imamah Syiah: dari sifat Imam, keilmuannya, penunjukannya oleh Allah, hingga syarat ismah.
 
📝 Kesimpulan menurut Mufasir Syiah:
• Imamah bukanlah konsep politik, melainkan maqam Ilahi yang ditentukan oleh Allah bagi individu paling suci dan paling sempurna.
• Hanya Ahlul Bayt (as) yang memenuhi syarat kesempurnaan seperti Ibrahim.
• Imamah adalah kelanjutan dari cahaya kenabian dalam bentuk kepemimpinan batin, hidayah, dan penjagaan agama secara mutlak.
 
Makna QS al-Baqarah: 124 menurut ahli makrifat dan hakikat dari mazhab Syiah ‘Irfānī (gnostik), yang menggali dimensi batin dan rohaniah dari ayat tersebut:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
🕊 1. “Kalimāt” adalah maqamat ruhani; Menurut para arif (seperti Imam Khomeini & Sayyid Haidar Amuli), “kalimāt” adalah maqām-maqām sulūk: tawakkul, taslīm, ridha, zuhud, mahabbah, fanā’, dan baqā’. Ujian Ibrahim adalah perjalanan menembus hijab-hijab kedirian untuk menuju hakikat.
🕊 2. “Fa-atammahunna” = kesempurnaan tajalliyāt (penyingkapan Ilahi) Ibrahim menyempurnakan maqamat tersebut, maka ia diberi tajalli baru, yaitu maqam Imamah, sebuah manifestasi dari jam‘iyyah (penyatuan seluruh nama dan sifat Allah) dalam dirinya.
🕊 3. Imamah adalah manifestasi dari nama “al-Hādi” Imamah menurut ahli makrifat bukan sekadar kepemimpinan lahir, tapi tajalli Allah sebagai al-Hādi (Pemberi Hidayah) dalam sosok manusia sempurna (al-insān al-kāmil).
🕊 4. “Ja‘iluka lin-nās Imāmā” adalah pengangkatan khalīfah ḥaqīqī; Allah menjadikan Ibrahim khalīfah zahir dan batin atas manusia, bukan hanya pemimpin sosial, tapi penyambung cahaya wujūd Allah ke alam manusia.
🕊 5. Imam adalah Qiblatul Wujūd
Dalam hakikat, Imam bukan sekadar penunjuk jalan, tapi poros eksistensi spiritual alam. Ia adalah wasīṭah al-fayḍ – perantara pancaran rahmat dan ilmu dari Tuhan ke makhluk.
🕊 6. “Wa min dhurriyyatī” = permohonan kesinambungan tajalli cahaya ma‘rifah
Nabi Ibrahim tidak hanya meminta anaknya menjadi pemimpin lahir, tetapi agar nur ma‘rifah dan tajalli rubūbiyyah terus mengalir dalam jalur keturunannya yang suci.
🕊 7. “Lā yanālu ‘ahdī al-ẓālimīn” = maqam Imamah tidak menyatu dengan nafs yang ternoda
Imamah adalah rahmat mutlak dan cahaya suci, dan tidak akan sampai kepada jiwa yang masih memiliki atsār zulm – bahkan zulm terhadap diri sendiri (nafs).
🕊 8. Imamah = penyempurna jalan kenabian dengan ma‘rifat batin
Kenabian membawa hukum, tapi Imamah membimbing menuju hakikat hukum. Imam mengajarkan makna syariat dalam bentuk batin dan rahasia ruhani.
🕊 9. Setiap Imam adalah cermin tauhid yang hidup
Dalam ‘irfān, Imam adalah tajalli Allah yang paling sempurna dalam makhluk. Melalui Imam, Allah dikenal dan didekati:
‎ “اللَّهُمَّ عَرِّفْنِي نَفْسَكَ، فَإِنَّكَ إِنْ لَمْ تُعَرِّفْنِي نَفْسَكَ لَمْ أَعْرِفْ نَبِيَّكَ”
🕊 10. Imamah adalah jalan menuju fanā’ dan baqā’
Siapa yang mengenal Imam dengan sebenar-benarnya, ia akan terbimbing menuju fanā’ fi’llāh (lenyap dalam Allah) dan baqā’ bi’llāh (kekal bersama Allah) — seperti perjalanan Ibrahim dari ujian menuju penyatuan.
🌌 Kesimpulan ahli makrifat Syiah:
• Imamah adalah maqam wujudiyah dan nurani, bukan jabatan lahir semata.
• Imam adalah wajah Allah yang di bumi, perantara ilmu, cahaya, dan kehidupan ruhani seluruh makhluk.
• Makrifat kepada Imam adalah makrifat kepada Allah.
 
Kisah dan cerita yang menggambarkan makna batin QS al-Baqarah: 124 menurut ahli makrifat dan hakikat – khususnya seputar makna ujian Nabi Ibrahim (as), maqam Imamah, dan hakikat kezaliman yang menutup jalan Ilahi: 📖 1. Ibrahim dan Perintah Menyembelih Ismail: Ujian Penyerahan Total; Ketika Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ismail, ia tidak ragu. Dalam makrifat, ini adalah ujian mematikan cinta duniawi demi cinta Ilahi. Ibrahim melepaskan rasa kepemilikan terhadap anak, dan mencapai tajalli “Imām”, yakni manusia yang telah menjadi sepenuhnya milik Allah. 🔹 Makna: Imam adalah orang yang sudah mati dari dirinya dan hidup karena Allah semata.
📖 2. Kisah Abu Dharr: Imamah Tidak Dikenal Tanpa Ma‘rifat
Abu Dharr al-Ghifari berkata: Seandainya kalian menggantungkan tali Imamah kepada orang yang bukan ahlinya, sungguh kalian akan tersesat selama-lamanya.”Ia pernah ditanya, “Mengapa engkau mencintai Ali seperti itu?” Abu Dharr menjawab, “Aku mencium pada dirinya bau Ibrahim dan Musa, dan aku temukan cahaya Muhammad pada wajahnya.”🔹 Makna: Imam bukan sekadar pemimpin lahir, tapi warisan ruhani para nabi.
📖 3. Imam Ali Zainal Abidin (as) dan Budak yang Merdeka karena Ma‘rifat; Seorang budak menggigil di hadapan Imam Ali Zainal Abidin (as). Imam berkata, “Tenanglah. Aku bukan raja dunia, aku hamba Allah sepertimu.” Lalu budak itu menangis dan berkata, “Tapi wajahmu menunjukkan bahwa engkau adalah hujjah Allah.” Imam memerdekakannya, dan ia menjadi ahli ‘irfān.🔹 Makna: Imam adalah penyejuk hati dan cermin sifat Allah – siapa mengenalnya, merdeka dari nafsu.
📖 4. Fudhail bin ‘Iyadh: Dosa Sekilas, Tapi Hilang Wilayah Imamah; 
Fudhail menangis membaca ayat: 
لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ”
Ia berkata, “Wahai orang yang berharap Imamah, sekali saja engkau berbuat zalim terhadap hatimu, engkau telah gugur dari cahaya-Nya.” Fudhail meninggalkan dunia dan menjadi arif besar.
🔹 Makna: Imam tidak boleh pernah menzalimi ruhnya, bahkan sebelum diangkat.
📖 5. Kisah Sufi Tua dan Pemuda Ghurur; Seorang pemuda berkata kepada seorang sufi tua, “Aku ingin jadi pemimpin umat.” Sufi itu menjawab, “Kau belum bisa memimpin seekor lalat dari wajahmu, bagaimana memimpin ruh manusia? Imam bukan dipilih karena suara, tapi ditarik oleh cahaya Tuhan.”
🔹 Makna: Imamah adalah penarikan Ilahi, bukan perebutan manusia.
📖 6. Nabi Ibrahim dan Batu Ka’bah yang Berbicara
Dalam sebagian riwayat batin: ketika Ibrahim dan Ismail membangun Ka‘bah, batu Hajar Aswad berbicara, “Wahai Khalil Allah, engkau bukan hanya membangun rumah, engkau sedang membangun poros dunia di mana Imamah akan bersinar selamanya.”🔹 Makna: Imamah adalah pusat orbit spiritual umat manusia.
📖 7. Kisah Imam Ja‘far Shadiq (as) dan Pemuda Penuntut Maqam
Seorang pemuda bertanya, “Wahai Imam, bagaimana agar aku seperti engkau?”Imam tersenyum dan berkata, “Apakah engkau siap jika Allah mengambil semua keinginanmu, menyingkap aibmu, dan menempatkanmu sebagai cahaya di tengah kegelapan dunia?”Pemuda itu menangis. Imam berkata, “Imamah adalah maqam bagi yang rela tiada bagi dirinya.”🔹 Makna: Imam adalah wujud yang kehilangan dirinya dalam Wujud Tuhan.
📖 8. Nabi Musa dan Peminta Imamah; Dalam kisah maknawi: Musa melihat seseorang meminta Imamah dalam doanya. Allah berkata, “Wahai Musa, katakan padanya: belum kau kenal dirimu, belum kau matikan egomu, bagaimana akan kau pikul cahaya-Ku?”🔹 Makna: Zulm terbesar adalah tidak mengenal nafs, karena itu akar segala kegelapan.
📖 9. Salman al-Farisi: Dari Ujian ke Maqam Wilayah; Salman diuji oleh kesepian, pengusiran, pengkhianatan, dan lapar. Tapi ia tetap mengikuti cahaya Nabi saw. Setelah wafat Nabi, ia berkata, “Imamku adalah Ali. Ia mata hatiku, penunjuk jalanku ke Allah.”
🔹 Makna: Ujian adalah gerbang menuju wilayah batin, dan hanya yang sabar menembusnya akan mengenal Imam.
📖 10. Imam Mahdi (as): Ghaibnya Imam adalah ujian zaman akhir Dalam banyak riwayat, ghaibnya Imam Mahdi (as) adalah ujian akhir bagi umat manusia. Mereka yang hanya mencari kehadiran lahir akan tersesat. Tapi yang mengenal Imam dengan hati dan makrifat, akan tetap berada dalam jalur cahaya.
🔹 Makna: Ghaibnya Imam adalah kelanjutan dari ujian Ibrahim — apakah kau akan tetap setia pada cahaya meski tidak melihatnya?
 
Makna QS al-Baqarah: 124 menurut ahli hakikat Syiah—yaitu para arifin dan ulama hakikat yang menekankan makna batin, ruhani, dan ilahi—khususnya mengenai ujian Nabi Ibrahim, Imamah, dan penolakan terhadap kezaliman.
QS al-Baqarah: 124
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ 
قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
🕯️ 1. Ujian adalah penyucian diri menuju Imamah ruhani
Ahli hakikat Syiah memandang bahwa Ibrahim diuji dengan maqamat ruhaniyah: dari tauhid, sabr, hijrah, dzikir, hingga fana. Imamah diberikan hanya setelah penyempurnaan batin.”Imamah bukan jabatan, tapi tajalli maqam al-qurb ilallah.” (Sayyid Haidar Amuli)
🕯️ 2. Kalimat-kalimat Ilahi adalah maqamat batin; Yang dimaksud dengan “بِكَلِمَاتٍ” adalah ujian dengan maqam-maqam batin seperti: khauf (takut), raja’ (harap), mahabbah (cinta), ridha, tawakal, fana’, dll. Sebagian arif Syiah seperti Allamah Thabathaba’i menafsirkan “kalimat” sebagai maqamat para wali yang harus ditapaki.
🕯️ 3. Imamah adalah maqam nuraniyah di atas kenabian; Imamah di sini bukan sekadar pemimpin lahiriah, tapi maqam cahaya ruhani yang menjadi wasilah antara manusia dan Allah. Nabi adalah penyampai wahyu, tapi Imam adalah manifestasi cahaya Ilahi di bumi.”(Syaikh Rajab Ali Khayyat)
🕯️ 4. Imamah adalah maqam wilayah kubra; Dalam irfan, Imamah adalah tajalli wilayah Allah, sebagaimana yang termanifestasi dalam Wilayah Amirul Mukminin (as), dan puncaknya dalam Wilayah Imam Mahdi (aj).
🕯️ 5. Tidak ada kezaliman dalam wilayah Ilahiyah; Ketika Ibrahim berkata, “وَمِنْ ذُرِّيَّتِي”، Allah menjawab, “لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ” — artinya maqam ini hanya bagi yang suci lahir dan batin, bebas dari dzulman nafsani. Dalam hakikat, zalim adalah menempatkan selain Allah di dalam hati.
🕯️ 6. Imamah adalah pewarisan nur, bukan keturunan lahir; Imam tidak diwariskan secara jasmani, tapi secara nurani, dari cahaya Ibrahim kepada Ahlul Bait yang ma‘shum. “Dzurriyati” bukan semata anak biologis, tapi anak rohani: mereka yang warisi rahasia dan cahaya Ibrahim.
🕯️ 7. Imam adalah qiblat ruhani dalam perjalanan batin
Sebagaimana Ka‘bah adalah qiblat lahir, Imam adalah qiblat ruhani yang dijadikan Allah sebagai poros cinta dan makrifat.”Imam adalah kiblat kalbu bagi para salik.” – (Syaikh Muhammad Taqi Bihbahani)
🕯️ 8. Imamah adalah jalan menuju makrifatullah; Tanpa Imam, seorang salik akan tersesat dalam kebingungan jalan batin. Imam adalah pemegang rahasia ruh Allah di bumi.”Man ‘arafa imāma zamānih, ‘arafa rabbah.” – Barang siapa mengenal Imam zamannya, ia akan mengenal Tuhannya.
🕯️ 9. Imam adalah tajalli asma dan sifat Allah; Setiap Imam adalah tajalli dari sifat tertentu Allah. Seperti Ali (as) adalah tajalli hikmah dan keadilan, Husain (as) adalah tajalli pengorbanan dan kasih.
🕯️ 10. Salik yang tidak kenal Imam, tidak akan sampai ke Tuhan Menurut arif Syiah, puncak perjalanan ruhani adalah makrifat terhadap hujjah Allah di bumi. Tanpa itu, dzikirnya kosong, ibadahnya kering, dan ruhnya gersang. “Tidak akan sampai kepada hakikat tauhid kecuali melalui pintu para Imam.”
 
Manfaat maknawi dari memahami dan mengamalkan QS al-Baqarah: 124, khususnya dari perspektif hakikat Imamah dan kezaliman, beserta doa-doanya dalam bahasa Arab dan terjemahan:
🌟 1. Menjadi hamba yang diuji dan lulus seperti Nabi Ibrahim (as)
Manfaat: Diuji dengan berbagai cobaan namun tetap istiqamah di jalan tauhid. Doa: اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِمَّنْ أَتَمَّ كَلِمَاتِكَ فِي الْبَلَاءِ وَالِابْتِلَاءِ
Ya Allah, jadikan aku termasuk yang menyempurnakan firman-Mu dalam ujian dan cobaan.
🌟 2. Mengenal makna sejati Imamah sebagai cahaya petunjuk Ilahi ; Manfaat: Memahami bahwa Imam adalah wujud ruhani yang memandu ke Allah, bukan sekadar pemimpin lahir. Doa:
اللَّهُمَّ عَرِّفْنِي حُجَّتَكَ، فَإِنَّكَ إِنْ لَمْ تُعَرِّفْنِي حُجَّتَكَ ضَلَلْتُ عَنْ دِينِي
Ya Allah, perkenalkan aku kepada hujjah-Mu, karena jika tidak, aku akan tersesat dari agamaku.
🌟 3. Selamat dari mengikuti para pemimpin zalim; Manfaat: Tidak terseret oleh pemimpin duniawi yang jauh dari cahaya Allah. Doa:
اللَّهُمَّ أَعِذْنِي مِنْ طَاعَةِ الظَّالِمِينَ 
وَاجْعَلْنِي مِنْ أَنْصَارِ الْمُهْتَدِينَ
Ya Allah, lindungilah aku dari ketaatan kepada para zalim dan jadikan aku penolong orang-orang yang mendapat petunjuk.
🌟 4. Memurnikan jiwa dari segala bentuk kezaliman; Manfaat: Membersihkan hati dari sifat zalim yang menutup cahaya Ilahi. Doa:
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي 
مِنَ الظُّلْمِ وَالنِّفَاقِ وَالْغِشِّ
Ya Allah, sucikan hatiku dari kezaliman, kemunafikan, dan tipu daya.
🌟 5. Menggapai maqam ma‘rifat dengan bimbingan para Imam
Manfaat: Imam membimbing ke tingkatan makrifat, bukan sekadar pengetahuan lahiriah. Doa:
‎اللَّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِمَعْرِفَةِ أَوْلِيَائِكَ وَوَلَايَتِهِمْ
Ya Allah, akhiri hidup kami dengan makrifat kepada para wali-Mu dan loyalitas kepada mereka.
🌟 6. Menguatkan sabar dan kepasrahan dalam ujian; Manfaat: Seperti Nabi Ibrahim, bersabar atas takdir dan terus berjalan menuju Allah. Doa: رَبِّ اجْعَلْنِي مِنَ الصَّابِرِينَ عَلَى الْبَلَاءِ، الرَّاضِينَ بِقَضَائِكَ
Ya Tuhanku, jadikan aku termasuk orang yang sabar atas ujian dan ridha dengan keputusan-Mu.
🌟 7. Menjadi bagian dari keturunan ruhani Ibrahim (as)
Manfaat: Mengikuti jalan Nabi Ibrahim berarti menjadi bagian dari “dzurriyah” yang disucikan. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ 
فِي الطَّاعَةِ وَالتَّوْحِيدِ
Ya Allah, jadikan aku dari keturunan ruhani Ibrahim dalam ketaatan dan tauhid.
🌟 8. Mendapat cahaya hidayah yang tidak akan padam; Manfaat: Imamah adalah cahaya hakiki; siapa yang mengenal Imam, hatinya takkan gelap. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ نُورَ الْإِمَامِ فِي قَلْبِي 
وَنَفْسِي وَبَصِيرَتِي
Ya Allah, letakkan cahaya Imam dalam hatiku, jiwaku, dan mata batinku.
🌟 9. Diselamatkan dari fitnah zaman dan pemalsuan agama
Manfaat: Pemahaman terhadap hakikat Imamah menyelamatkan dari penyimpangan zaman. Doa:
اللَّهُمَّ ثَبِّتْنِي عَلَى دِينِكَ وَوِلَايَةِ أَوْلِيَائِكَ 
فِي زَمَنِ الْفِتَنِ
Ya Allah, teguhkan aku di atas agama-Mu dan wilayah wali-wali-Mu di zaman fitnah.
🌟 10. Termasuk dalam barisan Imam Mahdi (aj) ketika ia muncul
Manfaat: Siapa mengenal makna “إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا”, akan mengenali Imam Zaman. Doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنْ أَعْوَانِهِ وَأَنْصَارِهِ وَالْمُسْتَشْهَدِينَ بَيْنَ يَدَيْهِ
Ya Allah, jadikan aku di antara penolong dan pendukung Imam Mahdi, serta yang syahid di hadapannya.

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment