Makna “Maling teriak Maling” (Bagian Pertama)

Supa Athana - Entertainment
10 April 2025 10:22
Ungkapan “maling teriak maling” tidak disebut secara harfiah dalam Al-Qur’an, tapi makna dan konsepnya banyak dibahas dalam bentuk yang lebih mendalam, khususnya terkait dengan kemunafikan, fitnah, tuduhan palsu, dan pembalikan fakta.

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya*

Ungkapan “Maling teriak maling” adalah peribahasa atau kiasan yang menggambarkan seseorang yang justru menuduh orang lain melakukan kesalahan atau kejahatan yang sebenarnya dia sendiri lakukan. Berikut makna atau tafsiran dari ungkapan ini dalam berbagai konteks:

  1. Proyeksi Kesalahan

Pelaku sebenarnya memproyeksikan kesalahannya kepada orang lain agar dirinya tidak dicurigai.

  1. Manipulasi Opini Publik

Upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat agar fokus pada tertuduh palsu, bukan pelaku sesungguhnya.

  1. Strategi Bertahan

Dalam situasi tertekan, pelaku menggunakan serangan balik sebagai bentuk pertahanan diri.

  1. Munafik atau Bermuka Dua

Menunjukkan karakter seseorang yang berpura-pura baik atau suci padahal menyembunyikan keburukan.

  1. Pengalihan Isu (Distraksi)

Tak ingin diketahui sebagai pelaku, dia menciptakan isu lain agar jejaknya tidak diikuti.

  1. Taktik Politik atau Kekuasaan

Umum digunakan dalam politik: menyerang lawan dengan tuduhan yang sebenarnya mencerminkan perilaku diri sendiri.

  1. Ketidakjujuran dan Ketidakadilan

Simbol dari sistem atau individu yang tidak adil, karena yang salah malah menuduh yang tidak bersalah.

  1. Kebohongan Sistemik

Bisa menggambarkan budaya yang rusak, di mana kejahatan ditutupi dengan tuduhan palsu kepada orang lain.

  1. Ketakutan Akan Ketahuan

Pelaku takut ketahuan, sehingga lebih dulu menyerang sebagai bentuk pertahanan dini.

  1. Kepanikan yang Menciptakan Kekacauan

Saat panik, pelaku mencoba menyelamatkan diri tanpa memikirkan akibat fitnah yang ditimbulkan.

Ungkapan “maling teriak maling” tidak disebut secara harfiah dalam Al-Qur’an, tapi makna dan konsepnya banyak dibahas dalam bentuk yang lebih mendalam, khususnya terkait dengan kemunafikan, fitnah, tuduhan palsu, dan pembalikan fakta. Berikut adalah beberapa ayat Al-Qur’an yang bisa dijadikan landasan makna “maling teriak maling”:

  1. An-Nur [24]: 11

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.”

Makna: Merujuk pada peristiwa Ifk (fitnah terhadap Aisyah), ayat ini menunjukkan bagaimana pelaku kejahatan bisa menyebar kebohongan untuk menuduh orang yang tidak bersalah.

  1. Al-Baqarah [2]: 9-10

“Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri, sedang mereka tidak sadar.”

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambahkan penyakit itu.”

Makna: Para munafik menyamar sebagai orang baik, tetapi menyimpan kebusukan. Ini seperti pelaku yang pura-pura menuduh untuk menutupi kesalahannya sendiri.

  1. Al-Mutaffifin [83]: 1-3

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan jika mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”

Makna: Ayat ini menggambarkan sifat hipokrit — menginginkan keadilan untuk diri sendiri tapi menzalimi orang lain. Sejalan dengan konsep “maling teriak maling”.

  1. An-Nisa [4]: 112

“Dan barang siapa yang berbuat kesalahan atau dosa lalu menuduhnya kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh dia telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”

Makna: Ini sangat langsung—menuduh orang lain atas dosa yang dilakukan sendiri adalah kejahatan besar.

  1. Al-Hujurat [49]: 12

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka… Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain atau saling menggunjing.”

Makna: Melarang mencari-cari kesalahan orang lain, apalagi jika sebenarnya yang bersalah adalah diri sendiri.

  1. Ali Imran [3]: 118

“Mereka menginginkan kemudharatan bagi kalian. Kebencian sudah tampak dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan hati mereka lebih besar lagi.”

Makna: Orang yang berpura-pura baik tapi sebenarnya berniat jahat, mirip dengan pelaku yang menuduh untuk menutupi kejahatannya.

  1. Al-Baqarah [2]: 11-12

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah kalian membuat kerusakan di bumi!’ Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang mengadakan perbaikan.’ Padahal mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.”

Makna: Mereka yang berbuat kerusakan justru mengaku sebagai pembawa kebaikan. Ini cerminan sempurna dari “maling teriak maling”.

  1. At-Tawbah [9]: 67

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah sebahagian dari yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan melarang yang makruf…”

Makna: Mereka membalik nilai-nilai; yang benar dianggap salah, yang salah didukung. Seperti pencuri yang malah menuduh orang lain mencuri.

  1. Al-Qalam [68]: 10-13

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kasar dan selain itu terkenal kejahatannya.”

Makna: Ayat ini menggambarkan sifat para penyebar fitnah yang menyamar dalam bentuk seolah-olah pembela kebenaran.

  1. Al-Ma’idah [5]: 41

”(Mereka itu adalah) orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram… Mereka suka memutarbalikkan kata-kata dari tempatnya.”

Makna: Pelaku fitnah sering memutar fakta untuk menyesatkan orang lain. Tuduhan palsu adalah salah satu alat utamanya.

  1. Al-A’raf [7]: 28

“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakannya dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (melakukan) perbuatan keji.’”

Makna: Orang jahat kadang menyandarkan kejahatannya pada dalih agama atau tradisi untuk menutupi maksud sebenarnya.

  1. Al-Mujadilah [58]: 18-19

“Pada hari ketika Allah membangkitkan mereka semua lalu mereka bersumpah kepada-Nya sebagaimana mereka bersumpah kepadamu, dan mereka mengira bahwa mereka berada di atas sesuatu. Ketahuilah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang pendusta.”

Makna: Orang-orang yang biasa memfitnah dan menyembunyikan kejahatan bisa begitu lihai hingga mereka sendiri percaya kebohongan mereka.

Sekarang kita lihat bagaimana konsep “maling teriak maling” dijelaskan dalam hadis-hadis, terutama yang menyentuh tema fitnah, kemunafikan, tuduhan palsu, dan kebohongan—karena inilah akar dari perilaku seperti itu. Walaupun ungkapan itu tidak disebut secara eksplisit dalam hadis, maknanya sangat ditekankan oleh Rasulullah saw dan Ahlul Bait.

Berikut beberapa hadis dari sumber Sunni dan Syiah yang sejalan dengan makna maling teriak maling:

  1. Hadis tentang fitnah dan tuduhan palsu

Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa menuduh seorang mukmin dengan sesuatu yang bukan padanya, maka Allah akan menahannya di atas api neraka, sampai ia membenarkan apa yang ia ucapkan.”

(HR. Abu Dawud, Ahmad, dan al-Hakim)

Makna: Menuduh orang lain dengan dosa yang sebenarnya ia sendiri lakukan adalah bentuk fitnah besar.

  1. Munafik menyamar sebagai yang benar

Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah orang munafik yang pandai berbicara.”

(HR. Ahmad, Thabrani)

Makna: Orang yang terlihat seperti pembela kebenaran tapi sebenarnya menyimpan niat jahat—seperti pencuri yang berteriak seolah ia korban.

  1. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan

Allah berfirman dan Nabi saw mengulanginya dalam banyak peringatan:

“Fitnah itu lebih besar (berat) daripada pembunuhan.”

(Al-Baqarah: 191 dan diulang dalam tafsir hadis)

Makna: Membuat fitnah dan menuduh orang lain atas kejahatan sendiri adalah kezaliman tingkat tinggi.

  1. Imam Ali a.s. berkata:

“Orang yang paling jahat adalah dia yang menyalahkan orang lain atas dosa yang justru dia lakukan.”

(Nahjul Balaghah, Hikmah 349)

Makna: Tegas dari Imam Ali bahwa menyalahkan orang atas dosa sendiri adalah tanda kebusukan batin.

  1. Imam Ja‘far al-Shadiq a.s. berkata:

“Fitnah itu akan muncul dari kalangan mereka yang paling manis bicaranya, tapi paling gelap hatinya.”

(Bihar al-Anwar, jilid 2, hlm. 120)

Makna: Orang yang tampaknya memperjuangkan kebenaran, padahal sedang menutup kejahatannya sendiri.

  1. Rasulullah saw bersabda:

“Akan datang suatu zaman di mana orang jujur dianggap dusta, dan pendusta dianggap jujur; pengkhianat dipercaya, dan orang amanah dituduh berkhianat.”

(HR. Ahmad, Hakim, Bukhari dalam makna)

Makna: Gambaran langsung dari dunia di mana “maling teriak maling” menjadi hal biasa.

Kita fokus pada makna “maling teriak maling” menurut hadis Ahlul Bayt a.s. — yaitu orang yang menuduh orang lain melakukan kesalahan yang justru ia sendiri lakukan. Para Imam Ahlul Bayt banyak bicara soal fitnah, kemunafikan, tuduhan palsu, dan keburukan moral tersembunyi, yang semua itu merupakan inti dari ungkapan ini.

حروف رجل عجوز - ‎حروف رجل عجوز‎ added a new photo.

Berikut beberapa hadis Ahlul Bayt a.s. yang secara makna sangat sesuai:

  1. Imam Ali a.s. berkata:

“Sejelek-jelek manusia adalah dia yang melihat kesalahan orang lain sebagai dosa besar, tetapi melihat kesalahannya sendiri sebagai hal sepele.”

(Nahjul Balaghah, Hikmah 349)

Makna: Ini menggambarkan orang yang senang menghakimi orang lain untuk menutupi keburukan dirinya.

  1. Imam Ali a.s. juga berkata:

“Orang yang paling berdusta adalah dia yang mencela orang lain atas sesuatu yang ada dalam dirinya.”

(Ghurar al-Hikam, hadis no. 2998)

Makna: Ini sangat langsung — menyalahkan orang lain atas dosa yang sebenarnya ia sendiri lakukan.

  1. Imam Ja‘far al-Shadiq a.s. berkata:

“Siapa yang menuduh saudaranya atas sesuatu yang tidak dilakukannya, maka dia telah keluar dari wilayah iman.”

(Al-Kafi, jilid 2, hlm. 358)

Makna: Tuduhan palsu bukan hanya dosa sosial, tapi juga membatalkan ikatan keimanan.

  1. Imam Musa al-Kazim a.s. berkata:

“Berhati-hatilah dari orang yang jika melihatmu diam, ia menuduhmu. Jika melihatmu bicara, ia memotongmu. Jika kamu salah, ia mempermalukanmu. Dan jika kamu benar, ia menuduhmu sombong.”

(Tuhaf al-‘Uqul, hlm. 409)

Makna: Ciri orang yang penuh penyakit hati — selalu membalikkan kebenaran untuk menutupi dirinya.

  1. Imam Ali Zainal Abidin a.s. dalam Munajat al-Sya’baniyyah:

“Dan selamatkan aku dari orang-orang yang memakai pakaian orang saleh, tapi menyimpan hati orang zalim.”

Makna: Peringatan dari Imam tentang kemunafikan — berpura-pura suci sambil menyimpan kejahatan.

  1. Imam Ali a.s. berkata:

“Orang munafik adalah orang yang jika ia menasihati, ia mempermalukan. Dan jika dia dipuji, dia riya’. Jika dia disalahkan, dia marah. Dan jika ia berdosa, ia menuduh orang lain.”

(Bihar al-Anwar, jilid 78, hlm. 117)

Makna: Ini sangat mirip dengan “maling teriak maling” — pelaku dosa yang menuduh orang lain demi menutupi aibnya sendiri.

  1. Imam Ali a.s. berkata:

“Celakalah bagi orang yang melihat kesalahan kecil pada orang lain, namun melupakan kesalahan besar dalam dirinya sendiri.”

(Nahjul Balaghah, Hikmah 326)

Makna: Ciri orang yang munafik secara batin; ia menjadikan orang lain tameng agar kebusukannya tidak terungkap.

  1. Imam Ja‘far al-Shadiq a.s. berkata:

“Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah dia yang berpura-pura mencintai kebenaran, namun menjadikannya alat untuk mencela dan menjatuhkan orang lain.”

(Bihar al-Anwar, jilid 75, hlm. 278)

Makna: Ia menggunakan citra kesalehan untuk menuduh orang lain, padahal maksudnya adalah menutupi dirinya sendiri.

  1. Imam Hasan al-Mujtaba a.s. berkata:

“Aku heran pada orang yang mencela orang lain karena dosa, sementara ia sendiri terjerumus dalam dosa yang sama atau lebih buruk.”(Tuhaf al-‘Uqul, hlm. 233)

Makna: Pencela itu sebenarnya sedang memproyeksikan aibnya sendiri — klasik “maling teriak maling”.

  1. Imam Ali a.s. berkata:

“Janganlah kamu menjadi di antara mereka yang menasihati orang lain dengan kata-kata, tapi mempermalukannya dengan perbuatan.”

(Nahjul Balaghah, Khutbah 193)

Makna: Menyamar sebagai pemberi nasihat, tapi sebenarnya sedang menutupi kejahatan sendiri.

  1. Imam Muhammad al-Baqir a.s. berkata:

“Sesungguhnya Allah membenci orang yang apabila menuduh, ia menuduh tanpa ilmu, dan apabila bicara, ia memfitnah.”

(Bihar al-Anwar, jilid 75, hlm. 174)

Makna: Menuduh tanpa bukti adalah ciri kebusukan jiwa — cara licik untuk mengalihkan kesalahan sendiri.

  1. Imam Ja‘far al-Shadiq a.s. berkata:

“Orang munafik itu adalah musuhmu yang tersenyum di hadapanmu, tapi mengutukmu di belakangmu. Ia menutup kegelapan dirinya dengan cahaya yang palsu.”

(Al-Kafi, jilid 2, hlm. 396)

Makna: Ia menciptakan ilusi kebaikan agar kejahatannya tidak disadari—sangat pas dengan “maling yang berteriak maling”.

Ungkapan “maling teriak maling” secara istilah memang bukan bagian dari redaksi Al-Qur’an, tapi para mufasir klasik dan kontemporer—baik dari kalangan Syiah maupun Sunni—telah membahas fenomena fitnah, kemunafikan, tuduhan palsu, dan pembalikan fakta secara mendalam, yang sejalan dengan makna ungkapan ini.

Berikut pandangan para mufasir tentang ayat-ayat yang relevan dengan “maling teriak maling”:

  1. Tafsir al-Mizan (Allamah Thabathaba’i) – QS. An-Nisa [4]: 112

“Barangsiapa yang berbuat dosa lalu menuduh orang lain…”

Tafsiran:

Allamah menekankan bahwa ini adalah bentuk kezaliman terhadap dua arah: kepada diri sendiri karena berdosa, dan kepada orang lain karena menimpakan beban dosa padanya. Ia menyebut ini sebagai fitnah berlapis—perbuatan keji yang dibungkus kepura-puraan.

  1. Tafsir Nur al-Tsaqalayn (Hadis Ahlul Bayt) – QS. Al-Baqarah [2]: 11-12

“Kami ini orang-orang yang melakukan perbaikan…”

Tafsiran:

Disebutkan bahwa ayat ini turun tentang orang munafik yang menyebar kerusakan tapi mengaku pembaharu. Dalam tafsir Syiah, disebutkan mereka adalah orang yang menutupi wajah kebatilan dengan topeng kebenaran — inilah makna batin dari “maling teriak maling”.

Baca juga:
Sel Lemak Memiliki ‘Memori’ Obesitas, Penyebab Mengapa Setelah Diet Ketat, Seseorang Mudah Kembali Gemuk

  1. Tafsir al-Kabir (Fakhruddin ar-Razi) – QS. Al-Mutaffifin [83]: 1-3

“Celaka bagi orang yang curang…”

Tafsiran:

Ar-Razi menjelaskan bahwa ayat ini bukan hanya tentang kecurangan dalam timbangan, tapi juga dalam menilai orang lain — yaitu menuntut keadilan dari orang lain, tapi tidak memberikannya. Ia menyebut ini sebagai kemunafikan moral.

  1. Tafsir Nemuneh (Ayatullah Makarim Shirazi) – QS. Al-Hujurat [49]: 12

“Jangan mencari-cari kesalahan orang lain…”

Tafsiran:

Menurut beliau, ayat ini menyasar mereka yang memata-matai dan mencari cela, lalu menjadikan kesalahan kecil orang lain sebagai tameng dari kesalahan mereka sendiri. Ia menyebut ini sebagai pembalikan posisi: pelaku dosa jadi hakim.

  1. Tafsir Fi Zilalil Qur’an (Sayyid Qutb) – QS. Al-Baqarah [2]: 9-10

“Mereka menipu Allah dan orang-orang beriman…”

Tafsiran:

Sayyid Qutb menulis bahwa ini adalah strategi licik para munafik: memakai wajah iman untuk mengamankan posisi, lalu menuduh orang-orang jujur agar tidak dicurigai. Dalam kondisi sosial seperti ini, pelaku justru tampak sebagai korban.

  1. Tafsir Majma‘ al-Bayan (Thabarsi) – QS. Al-Ma’idah [5]: 41

“Mereka mendengar berita bohong dan memutarbalikkan kata-kata…”

Tafsiran:

Dalam tafsir ini, Thabarsi menjelaskan bahwa pemutarbalikan kata-kata adalah salah satu ciri orang fasik dan munafik — mereka menggeser makna untuk menyalahkan orang lain demi melindungi diri sendiri.

Keren, kita fokus khusus pada tafsir dari para mufasir Syiah tentang fenomena yang selaras dengan makna “maling teriak maling” — yaitu menuduh orang lain atas dosa sendiri, menyembunyikan kebatilan di balik kedok kebenaran, dan kemunafikan batin.

Berikut adalah penjelasan para mufasir besar Syiah, terutama dari kalangan irfan-hakikat dan tafsir batin, terhadap ayat-ayat yang terkait:

  1. Allamah Thabathaba’i – Tafsir al-Mīzān
  2. Al-Baqarah [2]: 11-12

“Janganlah kalian membuat kerusakan di bumi.” Mereka berkata: “Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.”

Tafsiran:

Allamah menjelaskan bahwa ini adalah contoh klasik dari kemunafikan batiniah, di mana pelaku kerusakan justru menyematkan identitas pembaharu pada dirinya. Dalam aspek maknawi, ini disebut taqallub al-haqiqah (pembalikan hakikat). Dia menulis bahwa sebagian orang menipu dirinya sendiri dengan ilusi kebaikan, padahal hakikat batinnya rusak.

  1. Ayatullah Makarim Shirazi – Tafsir Nemuneh
  2. Al-Mutaffifin [83]: 1-3

“Celaka bagi orang yang curang dalam takaran dan timbangan.”

Tafsiran:

Ayat ini dimaknai tidak hanya untuk kecurangan dagang, tapi juga untuk kecurangan dalam menilai manusia dan peristiwa. Makarim Shirazi mengatakan bahwa orang yang menuntut keadilan untuk dirinya tapi menindas orang lain adalah pendusta sosial—mereka seperti pencuri yang mengaku korban.

  1. Sayyid Haidar al-Amuli – Tafsir al-Muhit al-A’zham (tafsir isyari)
  2. Al-Hujurat [49]: 12

“Jangan mencari-cari kesalahan orang lain…”

Tafsiran:

Dalam tafsir isyari-hakikat, al-Amuli mengatakan bahwa nafs ammarah yang tertutup tabir ego suka menuduh orang lain atas cermin dosa dirinya sendiri. Orang seperti ini belum menyaksikan kegelapan dirinya, lalu memproyeksikan kegelapan itu ke luar.

Makna batin:

“Setiap tuduhan pada orang lain adalah bayangan dari dosa yang tak terselesaikan dalam dirimu.”

  1. Thabarsi – Tafsir Majma‘ al-Bayan
  2. Al-Ahzab [33]: 58

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin tanpa kesalahan… telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”

Tafsiran:

Thabarsi menyebut bahwa menyakiti orang beriman dengan tuduhan palsu adalah ciri ahli nifaq. Ia menyatakan bahwa kebanyakan fitnah besar dalam sejarah Islam berasal dari orang yang terlihat saleh secara lahir, tapi zalim secara batin.

  1. Imam Khomeini – Tafsir Sufi atas QS. Al-Baqarah [2]: 9

“Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman…”

Tafsiran:

Imam Khomeini menulis dalam karya irfani bahwa orang munafik batin adalah orang yang menciptakan ilusi kebenaran untuk menutupi kehinaan dirinya. Dia menyebutnya sebagai bentuk dari “syirik khafi” (kesyirikan tersembunyi) — di mana ego menjadi tuhan pengganti.

  1. Syekh Jawadi Amuli – Tafsir Tasnīm
  2. Al-Baqarah [2]: 14

“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang beriman, mereka berkata: ‘Kami telah beriman,’ tetapi apabila kembali kepada setan-setan mereka, mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami bersama kalian.’”

Tafsiran:

Syekh Amuli mengatakan bahwa ini mencerminkan strategi orang munafik untuk membelah barisan kebenaran sambil mengaku bagian darinya. Mereka memfitnah orang benar agar terlihat sebagai penegak iman — maling berteriak “penjaga!”.

Mantap, sekarang kita selami makna “maling teriak maling” menurut ahli makrifat dan hakikat dari tradisi Syiah irfani, yaitu para arif billah dan penyelam batin Al-Qur’an. Dalam dunia hakikat, ungkapan ini merujuk pada orang yang menuduh orang lain demi menutupi aib dirinya sendiri, dan lebih dalam lagi, ego (nafs) yang menipu manusia agar merasa suci padahal penuh kegelapan.

Berikut penjelasannya menurut beberapa tokoh dan prinsip makrifat:

  1. Imam Khomeini (qs) – dalam Adabus Salat

Beliau berkata:”Nafsu ammarah menyukai ilusi kebaikan. Ia menampakkan dosa orang lain sebagai besar, dan dosa sendiri sebagai kecil, bahkan menyamarkannya sebagai amal.”

Makna hakikat:

“Orang yang berteriak ‘maling’ kadang hanyalah bayangan nafs yang sedang melindungi dirinya sendiri dari disingkap kebenaran.”

Jadi, “maling teriak maling” dalam makrifat adalah perangkap jiwa untuk mempertahankan ego dan menyalahkan cermin yang memantulkan keburukan dirinya.

  1. Allamah Thabathaba’i – dalam makrifat nafs

Dalam penjelasan batin atas Al-Qur’an, beliau menjelaskan bahwa:”Setiap tuduhan adalah refleksi dari sesuatu dalam batin yang belum dihadapi. Hati yang suci tidak melihat kekotoran pada selain Allah.”

Makna:

Tuduhan terhadap orang lain sering kali projeksi jiwa yang belum selesai, yang tidak siap menatap kegelapan diri. Maka “maling teriak maling” adalah nafs yang melemparkan bayangannya ke orang lain.

  1. Syekh Rajab Ali Khayyat (arif besar Teheran)

Beliau berkata:”Kebanyakan manusia itu tidak takut pada dosa mereka, tapi takut jika orang lain tahu dosa mereka. Maka mereka menyerang lebih dulu.”

Makna:

Ini adalah akar psikologis dari “maling teriak maling” — rasa takut terbongkar yang diubah menjadi agresi spiritual.

  1. Sayyid Haidar Amuli – dalam Tafsir al-Muhith al-A‘zham

Dalam tafsir isyari:”Orang yang menyalahkan saudaranya di luar, padahal menyembunyikan dosa yang sama di dalam, adalah hijab yang berjalan.”

Makna:

Ia adalah tabir dari hakikat Ilahi, karena menuduh orang lain sambil melupakan bahwa hakikatnya seluruh makhluk adalah bayangan Allah. Maka fitnah seperti ini adalah kejahatan terhadap nur.

  1. Imam Ali Zainal Abidin (as) – dalam Makarimul Akhlaq; “Lindungilah aku dari diriku sendiri, dan dari orang yang memperlihatkan dirinya suci padahal hatinya lebih busuk dari bangkai.”

Makna:

Beliau mengajarkan bahwa penyucian diri palsu adalah bentuk tertinggi pengkhianatan terhadap cahaya, dan salah satu bentuknya adalah menuduh untuk menutupi kebusukan hati.

  1. Syekh Bahai (qs) – dalam kitab-kitab hikmah dan makrifat

              “Orang yang paling jauh dari Allah adalah yang menjadikan dosa orang lain sebagai pelindung dosa dirinya sendiri.”

Makna:

“Orang seperti ini tidak hanya menipu manusia, tapi juga sedang menipu dirinya sendiri dari pandangan Allah.”

Inti dari makna makrifat:

              “Maling teriak maling” adalah jiwa yang belum fana. Selama ia belum melihat dirinya dalam cermin tajalli Ilahi, ia akan terus menuduh pantulan dirinya sendiri yang tampak pada orang lain.”

Makna “maling teriak maling” menurut para ahli makrifat dan hakikat, khususnya dari tradisi tasawuf irfani Syiah.

Dalam kacamata makrifat, “maling teriak maling” bukan sekadar perilaku sosial, tapi manifestasi dari ego (nafs) yang belum tersucikan. Ia menipu, memproyeksikan keburukannya ke luar, dan menuduh orang lain sebagai bentuk pertahanan diri dari pembongkaran cahaya Ilahi.

قصص القران الكريم والسنة النبوية - اياك ومرافقة المنافق ذو ...

Berikut ini makna-makna utamanya:

  1. Ini adalah proyeksi dari nafs ammarah

Imam Khomeini menjelaskan dalam Adabus Salat:”Nafsu ammarah tidak akan membiarkan seseorang melihat aibnya sendiri. Ia akan menciptakan bayangan aib itu pada orang lain, lalu menentangnya agar merasa suci.”

— Adabus Salat, Imam Khomeini

Makna:

Yang “teriak maling” adalah nafs, dan yang diteriaki adalah pantulan dosa nafs dalam cermin orang lain.

  1. Ini adalah bentuk hijab antara hamba dan Tuhannya

Sayyid Haidar Amuli menyebut orang yang menyalahkan orang lain untuk menutupi dirinya sebagai: “Hijab yang hidup. Ia tidak menyadari bahwa menutupi dirinya dengan membuka aib orang lain adalah cara untuk makin jauh dari Tuhan.”

— Tafsir Muhith al-A‘zham

Makna:

Semakin ia berteriak “maling”, semakin nyata tabir antara dirinya dan hakikat.

  1. Ini adalah bentuk takhalluq palsu (akhlak buatan)

Syekh Rajab Ali Khayyat berkata:

              “Sebagian orang tampak suci karena takut terbongkar, bukan karena cinta pada Allah. Maka ia menyerang duluan untuk menutupi dosanya.”

— Riwayat murid-murid Syekh Rajab Ali

Makna:

“Kesalehan palsu” sering digunakan sebagai perisai untuk menutupi kebusukan batin. Ia menyerang bukan karena peduli benar atau salah, tapi karena takut kehilangan topeng.

  1. Ini adalah cermin dari ketidaksadaran eksistensial (ghaflah)

Allamah Thabathaba’i dalam tafsir maknawi berkata:”Ketika seseorang belum sadar bahwa dirinya adalah tempat tajalli (pantulan) Allah, maka ia akan melihat kesalahan bukan sebagai refleksi dirinya, tapi sebagai musuh luar.”

— Tafsiran isyari al-Mizan, bagian nafs dan tajalli

Makna:

Tuduhan terhadap orang lain lahir dari ghaflah — lupa bahwa apa yang kita lihat bisa jadi adalah pantulan kita sendiri.

  1. Ini adalah bentuk syirik khafi (kesyirikan tersembunyi)

Imam Ja‘far al-Shadiq a.s. berkata:

              “Siapa yang menganggap dirinya lebih suci daripada orang lain, maka dia telah mempersekutukan Tuhan dalam penilaian.”

— Misykat al-Anwar, hadis irfani

Makna:

Menuduh orang lain (padahal diri bersalah) adalah syirik dalam penilaian — mengangkat diri sebagai hakim sejajar dengan Allah, padahal hatinya kotor.

  1. Ini adalah jihad batin yang gagal

Para arif billah sepakat bahwa orang yang menyerang orang lain karena menutupi dosanya sendiri adalah orang yang gagal dalam jihad an-nafs.

              “Ia kalah dalam medan batin, lalu menumpahkan dendamnya ke dunia lahir.”

— Kata-kata arif dalam suluk irfani

Kesimpulan makrifat:

              “Maling teriak maling” adalah bayangan dari hati yang belum melihat cahayanya. Ia takut disingkap, maka ia menuduh cermin sebagai pencuri.”

  1. Nafsu memindahkan aibnya ke luar demi mempertahankan “aku”

Ayatullah Hasan Zadeh Amuli berkata: “Nafsu memindahkan gelapnya kepada orang lain karena ia tidak sanggup menghadapinya dalam dirinya sendiri.”

— Kalimat Makrifiyah, Hasan Zadeh

Makna:

“Menuduh” adalah mekanisme pertahanan nafs terhadap nur kebenaran. Ia melemparkan dosanya keluar agar tetap hidup dalam ilusi suci.

  1. Ini adalah tabir dari fana’

Imam Khomeini dalam Misbah al-Hidayah: “Selama masih melihat keburukan pada selain Allah, maka ia belum fana. Ia masih hidup dalam wujud palsu yang mempertahankan dirinya lewat tuduhan.”

Makna:

Orang yang “teriak maling” belum menyatu dalam kehendak Allah. Ia masih mempertahankan eksistensinya dengan menjatuhkan eksistensi orang lain.

  1. Ini adalah bentuk kezaliman terhadap Nur

Syekh Bahai menulis:”Menuduh yang bersih untuk menutupi kotornya diri adalah bentuk kezaliman terhadap cahaya.”

Makna:

Orang seperti ini bukan hanya zalim pada sesama manusia, tapi juga kepada Nur Ilahi yang sedang ia hijabi dengan fitnah dan ego.

  1. Ini adalah “taqiyah batil” dari nafs

Para arif membedakan dua jenis taqiyah:

  • Taqiyah haqiqi: untuk menjaga hakikat
  • Taqiyah batil: untuk menyelamatkan ego

Makna:

“Maling teriak maling” adalah taqiyah batil – penyamaran nafs agar tak terlihat oleh cermin kebenaran. Ia bersembunyi di balik topeng kebaikan.

  1. Ini adalah pengusiran Allah dari ruang hati

Allamah Thabathaba’i dalam penjelasan tafsir batin: @Ketika seseorang tidak membiarkan nur Allah menyingkap dirinya, maka ia akan memilih menuduh orang lain. Itu artinya ia mengusir Allah dari ruang jiwanya.”

Makna:

Menyerang orang lain dengan tuduhan adalah tanda tidak siap disingkap Allah — karena ia lebih memilih dunia (status sosial) daripada cahaya (penyingkapan).

  1. Ini adalah “bayangan dosa” yang belum diproses

Sayyid Yusuf Bahrani (dalam teks irfani beliau) menyebut:”Kadang orang yang paling keras berteriak, justru sedang berbicara tentang bayangan dosanya sendiri yang belum selesai.”

Makna:

Ahli makrifat memandang tuduhan terhadap orang lain bisa menjadi manifestasi dosa batin yang memanggil untuk disucikan, tapi justru dilempar ke luar agar tidak dihadapi.

*Penulis adalah Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran


Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment