
Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya*
Penjelasan tentang “Dābbah al-Ardh” dari perspektif ahli makrifat dan hakikat (ʿurafāʾ dan ahl al-ḥaqīqah) dalam tradisi Syiah bersifat lebih batiniah, mendalam, dan simbolik. Mereka melihat ayat ini bukan sekadar sebagai peristiwa historis atau eskatologis, tapi sebagai tajalli (manifestasi) dari Nur al-Haq (Cahaya Kebenaran) dalam bentuk yang nyata — terutama melalui wilayah dan imam maʿshūm.
- Mulla Sadra (Ṣadr al-Dīn al-Shīrāzī)
(Filsuf dan arif Syiah terbesar abad ke-11 H)
Dalam pendekatan hikmah muta‘āliyah, Mulla Sadra menjelaskan bahwa:”Dābbah adalah tajalli dari al-Haqq yang muncul di alam mulk untuk menyingkapkan hijab kegelapan pada akhir zaman.”
- Ia memaknai Dābbah sebagai maqām eksistensial dari hujjah Allah.
- Munculnya Dābbah adalah perjalanan nur dari alam lahut (ketuhanan) ke alam nasut (materi).
- Ia menyebut bahwa penandaan pada wajah itu simbol penyaksian ruhani terhadap hakikat iman dan kufur, bukan sekadar fisik.
Kesimpulan Mulla Sadra:”Dābbah adalah tajalli Imam Zaman (aj) sebagai cermin cahaya Haqq di akhir zaman.
- Sayyid Haydar Amuli (ʿĀrif besar Syiah, abad ke-8 H)
Dalam al-Muḥīṭ al-aʿẓam dan Jāmiʿ al-asrār, ia mengatakan:”Dābbah bukan hanya Imam dalam wujud lahir, tapi juga manifestasi dari Nur Muhammadi dalam bentuk akhirnya.”
- Ia mengaitkan Dābbah dengan Wilayah Kāmilah — kesempurnaan wilayah batiniah.
- Dābbah hadir untuk menutup daur wilayah, seperti Khatm an-Nubuwwah oleh Nabi Muhammad (saw).
- Simbol tongkat Musa dan cincin Sulaiman ditafsir sebagai maqām tajalliyāt (manifestasi kekuasaan dan ilmu ilahi).
Kesimpulan Haydar Amuli:”Dābbah adalah wilayah mutlak yang muncul dalam bentuk manusia, yakni Imam Mahdi sebagai manifestasi akhir dari Haqq.
- Al-Kashani (ʿAbd al-Razzāq al-Kāshānī)
(Ulama irfani yang banyak mengulas karya Ibn Arabi dalam konteks Syiah)
- Ia memandang Dābbah sebagai muhaddith (yang diberi ilham dan bicara dengan kebenaran langsung dari Allah).
- Muncul untuk menegakkan argumentasi batiniah di hadapan manusia, bukan hanya hukum lahir.
- Dābbah adalah wajah batin Tuhan yang muncul kepada manusia saat tirai-tirai kesadaran kolektif telah runtuh.
Kesimpulan: Dābbah = manifestasi Allah dalam bentuk wali kamil, yaitu Imam Zaman (aj), yang hadir untuk menutup daur makrifat dunia.
- Imam Khomeini (ʿArif kontemporer dan pemikir irfani)
Dalam Adabus Salat dan beberapa syarahan irfaninya, ia menyebut:”Keluarnya Dābbah adalah tajalli dari Haqq yang memisahkan hakikat manusia menurut nur dan zulmah (cahaya dan kegelapan).”
- Ia melihat Dābbah sebagai mizan batin, alat timbang ruhani akhir zaman.
- Imam Mahdi (aj) adalah “wujud insani” dari Dābbah.
- Ia muncul bukan hanya sebagai pemimpin politik, tapi cahaya batin yang tak bisa disangkal.
Kesimpulan:”Dābbah adalah Imam Mahdi sebagai wajah batinullah, bukan hanya sosok sejarah tapi hakikat mutlak.
- Sayyid Yusuf Bahrani (penulis al-Hadaiq)
(Meskipun bukan irfani murni, ia membahas makna-makna batiniah dalam konteks wilayah)
- Ia menyebut bahwa Dābbah merupakan “al-Ḥaqq al-mutajalli fī sūrat al-bashar” — kebenaran yang tampil dalam bentuk manusia.
- Ia adalah tanda akhir zaman, bukan sekadar fenomena aneh, tapi ujian ruhani paling besar.
- Syaikh Rajab Borsi (ʿarif dan ahli tafsir batin kitab Nahjul Balaghah)
- Dalam karyanya Mashāriq Anwār al-Yaqīn, ia menyebut:”Dābbah adalah Sirrullah (rahasia Allah) yang tersimpan, yang muncul menjelang pertemuan antara Haqq dan khalq.”
- Ia menyebut Dābbah sebagai Simbol dari Wali Fātimi akhir zaman, yakni Imam Mahdi.
- Keberadaannya adalah bentuk tampakan Nur Imamah dalam kesempurnaan.
- Syaikh Muhammad Shadiq al-Najafi al-Karbala’i (penafsir spiritual Al-Qur’an)
- Ia melihat Dābbah sebagai miʿrāj terakhir kebenaran ke dunia materi, dan hadir untuk menyempurnakan segala kebenaran yang telah diturunkan sejak Adam.
- Bicara Dābbah adalah bicara batin hakikat, bukan retorika.
Pandangan Ahli Makrifat dan Hakikat
Pandangan Ahli Hakikat tentang Dābbah
1 Mulla Sadra Tajalli Imam sebagai wujud Haqq
2 Haydar Amuli Wilayah kamilah; Nur Muhammadi terakhir
3 Al-Kashani Manifestasi batin Tuhan
4 Imam Khomeini Mizan batiniah; wajah batinullah
5 Yusuf Bahrani Wujud insani dari Haqq al-mutajalli
6 Rajab Borsi Sirrullah; Wali Fātimi yang tersembunyi
7 Shadiq Najafi Miʿrāj terakhir Nur Ilahi ke alam dunia
- Sayyid Ibn Ṭāwūs (ʿArif dan ahli doa, abad ke-7 H)
- Dalam karya seperti Iqbal al-Aʿmal dan Misbah al-Za’ir, ia menunjukkan hubungan antara doa-doa akhir zaman dan tajalli hujjah.
- Ia menyiratkan bahwa Dābbah adalah manifestasi akhir dari ‘aql al-kullī (akal universal) dalam bentuk insani.
- Dābbah adalah “wakil yang berbicara dengan lisan Haqq di bumi”, muncul untuk menyucikan bumi dari kebatilan.
Kesimpulan:”Dābbah adalah cahaya ‘aql ilahi yang berbicara kepada manusia saat seluruh logika duniawi telah gagal.
- Al-Sayyid ʿAlī al-Hamadānī (ʿArif dan penyair irfani)
- Dalam puisinya, ia sering menggambarkan munculnya hujjah Allah di akhir zaman dalam bahasa cinta dan hakikat.
- Ia menafsirkan Dābbah sebagai:
“Wujud yang tidak berasal dari bumi, tapi dari sirr al-Nūr, yang turun ke bumi untuk menjadi pemisah antara pecinta dan penentang Haqq.”
Kesimpulan:”Dābbah = manusia kamil yang berakar dari langit, tapi berjalan di bumi untuk mengembalikan keseimbangan batin.
- Syaikh Baha’uddin al-ʿĀmilī (Baha’i Amuli, abad ke-11 H)
- Dalam karya tafsir, filsafat, dan arsitektur spiritual (seperti perencanaan Haram Imam Ridha), ia menyiratkan simbolisme Dābbah.
- Ia menulis bahwa:
“Dābbah adalah tajalli al-ʿilm al-ladunī, yang muncul ketika ilmu-ilmu manusiawi telah runtuh.”
- Tongkat Musa = ilmu batin
Cincin Sulaiman = kekuatan ruhani
Kesimpulan:”Dābbah adalah tokoh ruhani yang mengungkap ilmu hakikat tanpa hijab.
- Ayatullah Hasan Zadeh Amuli (ʿArif kontemporer, wafat 2021)
- Dalam banyak karya seperti Insan wa Qur’an dan Diwan ʿIrfani, ia menyebut:
“Dābbah adalah bentuk akhir dari insan kāmil yang ‘berbicara’ atas nama al-Haqq, bukan karena nalar, tapi karena syuhud.”
- Menjelaskan bahwa Dābbah bukan satu sosok saja secara waktu, tapi maqam yang terulang dalam sejarah, memuncak di Imam Mahdi.
Kesimpulan:”Dābbah adalah nur wilayah mutlak dalam bentuk insani yang bicara dengan bahasa Haqq.
- Ayatullah Jawadi Amuli (filsuf dan ʿarif kontemporer)
- Dalam tafsir Tasnīm, beliau menjelaskan:
“Dābbah adalah manifestasi hujjah makrifatullah; ia berbicara bukan karena lidah, tapi karena dzāt-nya adalah kalam Haqq.”
- Menolak pemahaman fisikal atau imajinatif tentang Dābbah.
Kesimpulan:”Dābbah = hakikat wilayah ilahiah yang menghapus semua dualitas antara hak dan batil.
- Allamah Tehrani (murid Imam Khomeini dan ʿarif besar)
- Dalam karya Ruh al-Maʿna, ia menyebut:
“Dābbah adalah ‘sirr al-Imamah’ yang tersembunyi, dan muncul di waktu di mana tirai-tirai hijab kebenaran disingkap.”
- Menjelaskan bahwa Dābbah bukan sekadar Imam Mahdi, tapi maqam spiritual yang turun ke bumi untuk menegakkan tajalli akhir Allah.
Kesimpulan:”Dābbah = tahapan terakhir dari perjalanan ruhani Ilahi yang menjelma di akhir zaman.
- Sayyid Mahmoud Taleqani (mufassir progresif dan berpandangan mistik)
- Dalam Tafsir Parto-ye Az Qur’an, beliau menyebut:
“Dābbah adalah pancaran dari Al-Haqq yang muncul ketika umat manusia tak lagi dapat membedakan batin dan lahir.”
- Bukan hanya figur eskatologis, tapi juga cahaya pembeda dalam diri setiap pencari hakikat.
Kesimpulan:”Dābbah adalah nur Haqq yang membimbing batin pencari ke maqam makrifat terakhir.
Pandangan Ahli Hakikat tentang Dābbah
8 Ibn Tawus Tajalli akal universal; hujjah ruhani
9 Ali Hamadani Wujud dari langit; pemisah batin
10 Bahauddin Amuli Ilmu laduni; tajalli ilmu hakikat
11 Hasan Zadeh Amuli Kalam Haqq dalam dzāt; maqam insan kāmil
12 Jawadi Amuli Manifestasi wilayah ilahiah
13 Allamah Tehrani Sirr al-Imamah; tajalli akhir
14 Mahmoud Taleqani Nur pembeda dalam jiwa pencari kebenaran
Berikut adalah 10 kisah dan cerita ruhani tentang Dābbah al-Ardh menurut pendekatan makrifat dan hakikat Syiah, disusun secara naratif dan simbolik — bukan kisah literal historis, tapi refleksi irfani tentang bagaimana Dābbah muncul sebagai tajalli kebenaran di akhir zaman:
- Kisah Cermin Cahaya di Waktu Senja (Haydar Amuli)
Dikisahkan bahwa seorang ‘ārif bermunajat dalam sunyi. Ia berkata:
“Wahai Tuhanku, kapan Engkau berbicara kepadaku dengan lisanku?”
Malam itu, ia bermimpi melihat manusia berpakaian cahaya, dan sosok itu berkata:
“Akulah Dābbah, aku bicara bukan dengan lidahmu, tapi dengan ruhmu. Aku datang saat dunia menolak Haqq.”
Ia terbangun, dan seluruh hidupnya berubah — dari syari’at menuju makrifat.
- Anak Kecil dan Tongkat Musa (Baha’uddin Amuli)
Seorang anak kecil di Kufah bermain tongkat. Seorang sufi lewat dan bertanya:”Apa yang kau pegang?”
Anak itu menjawab:
“Tongkat Musa — untuk menyingkap ular-ular kebatilan zamanmu.”
Anak itu hilang tiba-tiba. Sufi itu tersadar:
“Aku telah melihat simbol Dābbah al-Ardh dalam wujud suci.”
Dan ia menangis seumur hidupnya, rindu pada anak yang datang dari Nur.
- Batu Berbicara di Jabal al-Rahmah (Imam Khomeini)
Seorang salik bertafakur di Arafah, lalu mendengar suara dari batu; Engkau telah berjalan dengan kaki syari’at, kini tibalah aku sebagai Dābbah, untuk membawamu dengan tongkat wilayah.”
Batu itu terbelah, dan sinar putih memancar, memperlihatkan sosok pemuda berjubah putih.
- Pertemuan Tersembunyi di Ruang Batin (Hasan Zadeh Amuli)
Dalam khalwat 40 hari, seorang ‘arif melihat dalam syuhud-nya seorang lelaki berkata:”Aku adalah penimbang iman di hati manusia.”
Ia memegang cincin dengan nama “al-Hujjah”.
“Ketika aku datang, hati orang-orang akan terbuka atau terkunci.”
Salik itu tersadar: ia telah melihat Dābbah, tajalli akhir dari Nur Muhammad.
- Tanda di Wajah Si Gelandangan (Allamah Tehrani)
Di Karbala, seorang gelandangan tua selalu mengulang:”Dābbah akan datang dari bumi tapi bukan milik bumi.” Ketika ia wafat, wajahnya bersinar. Di dahinya ada tulisan: “Amantu bi-Haqqillah.”
Orang-orang sadar, gelandangan itu adalah tajalli sementara dari Nur al-Dābbah, yang datang untuk menguji manusia.
- Teriakan dalam Mimpi Orang Filsuf (Mulla Sadra)
Dalam mimpi, Mulla Sadra mendengar bumi berteriak:”Dābbah telah turun, tapi manusia buta matanya, bukan buta hatinya.”
Ia melihat manusia berkepala binatang dan binatang berhati malaikat.
Dābbah hadir untuk memisahkan ruh yang masih tersambung ke Langit dari jasad yang tenggelam ke tanah.
- Wanita Buta yang Mendengar (Syekh Rajab Borsi)
Seorang wanita buta tak pernah melihat dunia, tapi suatu malam ia bermimpi suara menyentuh hatinya, berkata:”Aku Dābbah. Aku datang bukan untuk dilihat, tapi untuk didengar oleh mata hati.”
Saat ia bangun, penglihatannya tetap buta, tapi hatinya terbuka — dan ia mulai membimbing para pemuda pada jalan Haqq.
Baca juga:
Soal Dampak KRIS ke Iuran BPJS Kesehatan, Ini Kata Bos BPJS
- Pemuda di Lorong Masjid Sahlah (ʿArif dari Najaf)
Seorang pelajar tertidur di masjid Sahlah, bermimpi melihat pemuda dengan tongkat dan cincin, yang berkata:”Aku Dābbah, aku membawa warisan Musa dan Sulaiman, tapi aku tidak bisa memukul dan menguasai, kecuali kau telah mengosongkan dirimu dari ego.”
Ia bangun dan memilih jalan hidup sufi, menjauhi kemegahan dunia.
- Ayat di Dahi Seorang Penari (Kisah irfani urban)
Seorang penari jalanan di Teheran tersungkur saat azan subuh. Orang-orang melihat di dahinya terukir cahaya: “lā ilāha illā Allāh.”
Ia berkata sebelum wafat:”Dābbah telah menyentuh hatiku. Aku menari dalam kebatilan, tapi Dia datang dalam bentuk kasih.”
Ini menjadi kisah terkenal para arif muda bahwa Dābbah juga mengunjungi kaum yang tak disangka.
- Dābbah dalam Diri Sendiri (Cerita mistik dari Amuli)
Seorang guru sufi berkata:”Kau mencari Dābbah di luar, tapi ia hidup di dalammu. Bila kau hidup dengan dusta, ia akan membenturkanmu pada kebenaran. Bila kau hidup dengan jujur, ia akan muncul dalam bentuk cahaya di hatimu.”
Murid itu menangis:
“Aku telah melihatnya… saat aku melepaskan semua selain Allah.”
Penutup: Semua kisah ini tidak harus dimaknai literal, tapi sebagai tamsil batin bahwa Dābbah al-Ardh bukan hanya akan datang sebagai peristiwa luar, tapi juga bisa hadir dalam jiwa seorang pencari kebenaran — sebagai tajalli Haqq, sebagai Nur al-Hujjah, sebagai ujian terakhir keimanan.
Manfaat memahami makna Dābbah al-Ardh secara makrifat menurut pandangan Syiah, terutama dari perspektif irfani (hakikat), lengkap dengan doa pendek untuk tiap manfaat agar dapat diraih dalam kehidupan batin:
- Menjernihkan Pandangan Batin
Manfaat: Menyadari hakikat yang tersembunyi di balik simbol-simbol Quran dan akhir zaman.
“Ya Allah, anugerahkan aku pandangan batin yang melihat cahaya hujjah-Mu dalam setiap ayat-Mu.”
- Menghidupkan Ruh Penghambaan
Manfaat: Menyadari bahwa Dābbah adalah tajalli Allah yang menuntun hati menuju kepatuhan sejati.
“Wahai Yang Maha Hidup, hidupkanlah hatiku dengan cahaya Dābbah yang menghidupkan bumi setelah kematiannya.”
- Meneguhkan Keyakinan akan Hujjah Allah
Manfaat: Memantapkan hati pada kehadiran Imam Zaman sebagai tajalli hakiki dari Dābbah.
“Ya Allah, teguhkan hatiku dalam wilayah Pemilik Zaman, Dābbah al-Ardh saat kemunculannya.”
- Melatih Kesiapan Spiritual untuk Akhir Zaman
Manfaat: Menyiapkan diri secara ruhani untuk masa penuh ujian dan tajalli.
“Ya Allah, jadikan aku penanti di dalam batin, yang siap dengan kelembutan hati untuk menyambut Dābbah.”
- Membersihkan Diri dari Kegelapan Nafs
Manfaat: Memahami bahwa Dābbah datang untuk memisahkan hak dari batil di dalam jiwa.
“Tuhanku, jangan jadikan dalam hati kami kebencian terhadap orang beriman, dan hapuslah kegelapan jiwa kami dengan cahaya hujjah-Mu.”
- Meningkatkan Ma‘rifah kepada Imam
Manfaat: Mengenali Imam bukan hanya sebagai figur historis, tapi cahaya Haqq yang berbicara.
“Ya Allah, perlihatkan kepadaku sang Imam dengan mata hati, sebagaimana aku melihat matahari di siang yang terang.”
- Meningkatkan Rasa Tanggung Jawab Ruhani
Manfaat: Dābbah hadir sebagai penguji iman — kesadaran ini membuat kita lebih berhati-hati dalam amal.
“Ya Allah, jangan hinakan aku saat Dābbah berjalan di antara manusia, tapi jadikan aku dari kalangan jujur dan yakin.”
- Mendorong Pembersihan Qalb
Manfaat: Dābbah mengungkap hakikat manusia — maka pembersihan hati menjadi kebutuhan.
“Ya Ilahi, sucikan hatiku dari segala noda, dan jadikan lidahku penutur kebenaran seperti Dābbah-Mu.”
- Menemukan Tujuan Ilmu dan Hikmah
Manfaat: Dābbah membawa tongkat Musa (ilmu) dan cincin Sulaiman (hikmah) — simbol bahwa ilmu harus membimbing pada makrifat.
“Ya Allah, ajarkan kami ilmu dari sisi-Mu, dan tampakkan hikmah-Mu dalam diri kami sebagaimana dalam Dābbah al-Ardh.”
- Meraih Kemenangan Ruhani di Akhir Zaman
Manfaat: Mempersiapkan diri agar termasuk golongan yang mengikuti cahaya Dābbah, bukan ditolak olehnya.
“Ya Allah, jadikan aku dari mereka yang menyambut seruan suara kebenaran, dan mengikuti cahaya Dābbah ketika ia muncul.”
Doa dari Shohibuz Zaman afs (Akhir doa Nudbah)
Ya Allah limpahkan shalawat kepada Muhammad saaw
sebagai datuknya (kakek Imam Mahdi) dan rasul-Mu.
Pemimpin yang Agung
Dan kepada Ali ayahnya (Al-Hasan & Al-Husein) pemimpin penerus.
Dan kepada neneknya As-Shiddiqah Al-Kubro
Fatimah putri Muhammad saaw.
Dan kepada siapa saja yang Engkau pilih dari pendahulu-pendahulunya yang baik".
Atasnya segala keutamaan, kesempurnaan terus menerus,
serta seluruh orang-orang yang telah Engkau berikan keselamatan dan yang kau pilih.
Shalawat atas-Mu yang tidak ada batas-batasnya.
Shalawat yang tiada akhir masanya. Shalawat yang tiada habisnya.
1, Ya Allah tegakkanlah kebenaran dengannya (Imam Mahdi).
2, Hapuskanlah kebathilan.
3, Dengannya Menangkan wali-wali-Mu.
4, Dengannya hinakan musuh-musuhmu.
5, Sambungkanlah tali hubungan antara kami dengannya (Imam Mahdi).
6, Yang akan membawa persahabatan.
7, Jadikanlah kami ya Allah sebagai penolong-penolong mereka.
8, Dan terus tetap berada dilingkungan mereka.
9, Ya Allah bentuklah kami untuk memenuhi hak kepadanya
10, dan kesungguhan untuk mentaatinya
11, serta menjauhkan maksiat yang dibencinya.
12, Ya Allah ; Limpahkanlah kepada kami keridhoannya,
13, Anugerahkan kepada kami
kelembutan rahmat, dan doanya, serta kebaikannya
14, yang dapat kami peroleh dengan keluasan dari rahmat-Mu.
15, Kesuksesan disisi-Mu,
16, dan jadikanlah shalat kami diterima
17, dengan sebabnya, dosa-dosa kami diampuni,
18, doa kami dikabulkan
19, serta jadikanlah rezeki kami berlimpah,
20, kegelisahan kami terobati,
21, kebutuhan kami dipenuhi,
22, sambutlah kami dengan wajah-Mu yang mulia,
23, terimalah Taqarrub kami kepada-Mu,
24, serta pandanglah kami dengan pandangan rahmat
25, dan kasih sayang, sehingga kami
26, dapat kesempurnaan dengannya.
27, Dan dengannya kami diberikan kemuliaan disisiMu,
28, dan jangan Engkau palingkan kami dari kemurahan-Mu,
29, berilah minum kapada kami dari Haudh telaga kakeknya (Nabi saaw),
30, dengan gelasnya dan tangannya
31, yang dapat memberikan kepuasan dari rasa haus yang sangat menyenangkan,
32, serta berikanlah kemudahan untuk meminumnya,
33, juga tidak akan ada kehausan lagi sesudahnya".
"Wahai yang maha Pengasih dari segala yang maha Pengasih".
*Penulis adalah Pelayan Pesantren Pertanian dan Pengamalan Al-Quran
Comments (0)
There are no comments yet