Makna “Al-Hujjah” (الحجة)

Supa Athana - Entertainment
07 February 2025 09:31
Dalam Al-Qur’an, “Al-Hujjah” berarti dalil, bukti, atau alasan yang kuat yang digunakan dalam berbagai konteks, termasuk wahyu, kenabian, mukjizat, akal, dan Al-Qur’an itu sendiri.
Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya*
Kata “Al-Hujjah” (الحجة) dalam bahasa Arab berarti “bukti”, “dalil”, atau “argumen yang kuat”. Dalam konteks Islam, terutama dalam pemahaman Syiah, istilah ini memiliki beberapa makna, di antaranya:
1.Dalil atau Bukti Kebenaran – Al-Hujjah merujuk pada segala sesuatu yang menjadi bukti atau dalil atas kebenaran ajaran Islam, baik itu dalam bentuk wahyu, akal, atau tanda-tanda Allah.
2.Al-Qur’an sebagai Hujjah – Al-Qur’an adalah hujjah bagi umat manusia, sebagai kitab suci yang berisi petunjuk dan bukti nyata tentang kebenaran Islam.
3.Rasulullah sebagai Hujjah – Nabi Muhammad ﷺ adalah hujjah Allah di muka bumi karena beliau membawa wahyu dan menjadi saksi atas umatnya.
4.Para Imam sebagai Hujjah – Dalam ajaran Syiah, para Imam Ahlul Bait adalah hujjah Allah atas umat manusia karena mereka adalah penerus ajaran Rasulullah dan memiliki ilmu ilahi.
5.Imam Mahdi sebagai Al-Hujjah – Imam Mahdi (a) sering disebut sebagai “Al-Hujjah” karena ia adalah bukti nyata keberlanjutan kepemimpinan ilahi dan penegak keadilan di akhir zaman.
6.Akal sebagai Hujjah – Dalam Islam, akal juga dianggap sebagai hujjah karena Allah memberikan manusia akal untuk memahami kebenaran dan membedakan antara yang benar dan salah.
7.Ulama sebagai Hujjah – Ulama yang benar dan berilmu juga disebut hujjah atas umat, karena mereka meneruskan ajaran Islam dengan pemahaman yang mendalam.
8.Mukjizat sebagai Hujjah – Mukjizat yang diberikan kepada para nabi adalah hujjah bagi kaum mereka untuk membuktikan kenabian dan kebenaran risalah yang mereka bawa.
9.Hari Kiamat sebagai Hujjah – Kiamat dan peristiwa-peristiwa yang dijanjikan di dalamnya menjadi hujjah bagi manusia untuk menyadari konsekuensi dari amal perbuatan mereka.
10.Fitnah dan Ujian sebagai Hujjah – Cobaan hidup juga bisa menjadi hujjah atas manusia, karena melalui ujian, seseorang dapat membuktikan keimanannya dan memahami kebijaksanaan Allah.
 
Dalam konteks Imam Mahdi, gelar “Al-Hujjah” sering merujuk kepada bukti keberlanjutan bimbingan Allah di dunia melalui pemimpin yang ditunjuk-Nya.
 
Dalam Al-Qur’an, kata “hujjah” (حجة) muncul dalam beberapa ayat dan memiliki makna yang beragam, tergantung pada konteksnya. Berikut adalah beberapa makna “Al-Hujjah” menurut Al-Qur’an:
 
1. Dalil atau Bukti Kebenaran
Allah menggunakan kata “hujjah” untuk merujuk pada dalil atau bukti yang kuat dalam perdebatan antara kebenaran dan kebatilan.
📖 Surah Al-An‘ām (6:149)
“Katakanlah: ’Allah mempunyai hujjah yang jelas. Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya.’”
 
2. Bukti Kenabian Para Rasul
Para nabi diberi hujjah dalam bentuk wahyu dan mukjizat sebagai bukti kenabian mereka.
📖 Surah Al-Baqarah (2:150)
“Agar tidak ada hujjah (alasan) bagi manusia terhadap kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka.”
 
📖 Surah An-Nisa’ (4:165)
“Para rasul itu adalah pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada hujjah bagi manusia terhadap Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu.”
 
3. Hujjah Nabi Ibrahim dalam Perdebatannya
Nabi Ibrahim (a) menggunakan hujjah dalam debatnya dengan Raja Namrud untuk membuktikan keesaan Allah.
📖 Surah Al-Baqarah (2:258)
“Maka bingunglah orang kafir itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
 
4. Al-Qur’an sebagai Hujjah
Al-Qur’an sendiri adalah hujjah terbesar bagi umat manusia sebagai petunjuk dari Allah.
📖 Surah An-Naml (27:64)
“Katakanlah: ‘Tunjukkanlah hujjahmu jika kamu adalah orang-orang yang benar.’”
 
5. Akal dan Fitrah sebagai Hujjah
Allah memberikan akal dan fitrah kepada manusia sebagai hujjah agar mereka dapat mengenali kebenaran.
📖 Surah Al-Isra’ (17:15)
“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
 
6. Hujjah pada Hari Kiamat
Pada hari kiamat, manusia tidak lagi memiliki hujjah (alasan) untuk membela diri dari keputusan Allah.
📖 Surah An-Nisa’ (4:165)
“Agar tidak ada hujjah bagi manusia terhadap Allah setelah (diutusnya) rasul-rasul itu.”
 
7. Hujjah Imam Mahdi (Menurut Tafsiran Syiah)
Dalam tafsiran Syiah, Imam Mahdi (a) disebut Al-Hujjah karena ia adalah bukti hidup atas bimbingan Allah yang terus berlanjut di muka bumi. Salah satu ayat yang dikaitkan dengannya:
📖 Surah Al-Qashash (28:5)
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan menjadikan mereka sebagai pemimpin serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).”
 
Kesimpulan
Dalam Al-Qur’an, “Al-Hujjah” berarti dalil, bukti, atau alasan yang kuat yang digunakan dalam berbagai konteks, termasuk wahyu, kenabian, mukjizat, akal, dan Al-Qur’an itu sendiri. Dalam ajaran Syiah, Imam Mahdi disebut “Al-Hujjah” karena ia adalah bukti dan perwakilan Allah di bumi.
‌فرهنگ‌ در فارس : "برای قرآن کریم حدود ۹۰ اسم ذکر شده است که اغلب آنها صفات  قرآن کریم هستند. بخشی از این صفات در خود قرآن مورد اشاره قرار گرفته است." |
Dalam hadis, istilah “Al-Hujjah” digunakan dalam berbagai konteks, terutama dalam ajaran Ahlul Bait (Syiah) yang menekankan peran hujjah sebagai bukti kebenaran dari Allah. Berikut beberapa makna Al-Hujjah dalam hadis:
 
1. Al-Hujjah sebagai Bukti Kebenaran Allah di Bumi
Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a) berkata:
“Bumi tidak akan pernah kosong dari seorang hujjah Allah yang mengetahui halal dan haramnya, agar apabila kaum mukmin menambah sesuatu, ia mengembalikan mereka kepadanya, dan jika mereka mengurangi sesuatu, ia mengingatkan mereka kepadanya.”
(📚 Ushul Al-Kafi, jilid 1, hal. 178)
 
➝ Hadis ini menunjukkan bahwa selalu ada hujjah (bukti/pemimpin) dari Allah di bumi untuk menjaga agama dan membimbing umat manusia.
 
2. Para Imam sebagai Hujjah Allah atas Makhluk-Nya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa mati dalam keadaan tidak mengenal imam zamannya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.”(📚 Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, hal. 96)
 
➝ Dalam tafsiran Syiah, hadis ini menekankan bahwa imam yang ditunjuk oleh Allah adalah hujjah di setiap zaman, dan mengenalnya adalah kewajiban setiap Muslim.
 
3. Imam Mahdi (a) sebagai Hujjah Allah
Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a) berkata:
“Jika bumi hanya tersisa dua hari lagi, Allah akan memanjangkannya hingga Dia mengutus seorang laki-laki dari Ahlul Baitku, yang akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi dengan kezaliman dan ketidakadilan.” (📚 Kamaluddin wa Tamamun Ni‘mah, Syaikh Shaduq, hal. 377)
 
➝ Imam Mahdi (a) disebut “Al-Hujjah” karena ia adalah bukti Allah yang akan menegakkan keadilan di akhir zaman.
 
4. Akal sebagai Hujjah (Dalil) dari Allah
Imam Musa Al-Kazhim (a) berkata:
“Sesungguhnya Allah memiliki dua hujjah atas manusia: hujjah lahiriah dan hujjah batiniah. Hujjah lahiriah adalah para nabi dan para imam, sedangkan hujjah batiniah adalah akal.” (📚 Al-Kafi, jilid 1, hal. 16)
 
➝ Akal juga dianggap sebagai hujjah karena dengannya manusia dapat membedakan antara yang benar dan salah.
 
5. Nabi Muhammad ﷺ sebagai Hujjah atas Umatnya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Aku adalah hujjah Allah atas kalian, dan Ali adalah hujjah Allah setelahku. Para imam dari keturunannya adalah hujjah Allah atas manusia.”
(📚 Kamaluddin, hal. 253)
 
➝ Dalam riwayat Syiah, Rasulullah ﷺ dan Ahlul Baitnya adalah hujjah yang ditunjuk Allah untuk membimbing umat.
 
Kesimpulan
Dalam hadis, Al-Hujjah merujuk pada beberapa hal:
1.Para nabi dan imam sebagai bukti kebenaran Allah di bumi.
2.Imam Mahdi (a) sebagai hujjah terakhir yang akan menegakkan keadilan.
3.Akal sebagai hujjah batiniah yang diberikan Allah kepada manusia.
4.Al-Qur’an dan sunnah juga dianggap sebagai hujjah.
 
➝ Dalam pemahaman Syiah, Imam Mahdi (a) sering disebut “Al-Hujjah” karena ia adalah bukti terakhir dari kepemimpinan ilahi yang akan muncul di akhir zaman untuk menegakkan keadilan.
 
Dalam riwayat Ahlul Bait (a), istilah “Al-Hujjah” memiliki makna yang sangat penting, terutama dalam konteks kepemimpinan ilahi dan peran para imam dalam menjaga agama. Berikut beberapa hadis dari Ahlul Bait mengenai Al-Hujjah:
 
1. Bumi Tidak Akan Kosong dari Hujjah Allah
Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a) berkata:
“Seandainya bumi ini kosong dari hujjah Allah, niscaya ia akan hancur.”
(📚 Ushul Al-Kafi, jilid 1, hal. 179)
 
➝ Hadis ini menegaskan bahwa keberadaan hujjah (imam yang ditunjuk Allah) adalah syarat keberlangsungan dunia. Tanpa adanya imam sebagai pemimpin yang sah, dunia akan kehilangan keseimbangan spiritual dan moralnya.
 
2. Para Imam Adalah Hujjah Allah atas Makhluk-Nya
Imam Ali (a) berkata:
“Sesungguhnya hujjah Allah atas makhluk-Nya adalah para nabi, kemudian para penerus mereka (washiyyun), hingga hujjah terakhir di antara mereka.”
(📚 Nahjul Balaghah, Khutbah 147)
 
➝ Para imam adalah hujjah Allah di bumi, melanjutkan tugas para nabi dalam membimbing umat manusia.
 
3. Imam Mahdi (a) adalah Al-Hujjah yang Tersembunyi
Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a) berkata:
“Al-Qa’im (Imam Mahdi) adalah hujjah Allah. Ia adalah bukti atas semua hamba-Nya. Ia adalah orang yang ghaib dari pandangan manusia, tetapi hatinya tetap menyaksikan mereka.”
(📚 Bihar Al-Anwar, jilid 51, hal. 146)
 
➝ Imam Mahdi (a) disebut “Al-Hujjah” karena ia adalah bukti kepemimpinan Allah di bumi, meskipun saat ini berada dalam keadaan ghaib (tersembunyi).
 
4. Akal sebagai Hujjah Batiniah
Imam Musa Al-Kazhim (a) berkata:
“Allah memiliki dua hujjah atas manusia: hujjah lahiriah dan hujjah batiniah. Hujjah lahiriah adalah para nabi dan imam, sedangkan hujjah batiniah adalah akal.”
(📚 Al-Kafi, jilid 1, hal. 16)
 
➝ Selain para nabi dan imam, akal manusia juga merupakan hujjah yang diberikan Allah untuk membedakan kebenaran dari kebatilan.
 
5. Hujjah adalah Pemimpin yang Ditunjuk oleh Allah
Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a) berkata:
“Hujjah Allah di bumi tidak pernah diberikan kepada orang yang dipilih oleh manusia. Hanya Allah yang memilih hujjah-Nya.”(📚 Al-Ghaybah, Syaikh Thusi, hal. 125)
 
➝ Ini menegaskan bahwa kepemimpinan dalam Islam bukan berdasarkan pemilihan manusia, tetapi merupakan penunjukan ilahi.
 
6. Barang Siapa Mati Tanpa Mengenal Imam Zaman-Nya, Ia Mati dalam Keadaan Jahiliyah
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa mati tanpa mengenal imam zamannya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.”
(📚 Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, hal. 96)
 
➝ Dalam pandangan Ahlul Bait, mengenal dan mengikuti hujjah Allah (imam) adalah syarat utama dalam Islam.
 
Kesimpulan
Dalam riwayat Ahlul Bait (a), Al-Hujjah memiliki beberapa makna utama:
1.Bumi tidak akan pernah kosong dari seorang hujjah Allah (imam).
2.Para Imam Ahlul Bait adalah hujjah Allah di bumi.
3.Imam Mahdi (a) adalah hujjah terakhir yang saat ini dalam keadaan ghaib.
4.Akal juga merupakan hujjah Allah yang diberikan kepada manusia.
5.Hanya Allah yang berhak memilih hujjah-Nya, bukan manusia.
6.Mengenal hujjah di setiap zaman adalah kewajiban setiap Muslim.
 
➝ Dalam ajaran Syiah, Imam Mahdi (a) disebut “Al-Hujjah” karena ia adalah bukti kepemimpinan Allah yang tetap ada meskipun tersembunyi, dan ia akan muncul untuk menegakkan keadilan di akhir zaman.
خلاصه ای از زندگینامه حضرت مهدی (عج)
 
Dalam tafsir Al-Qur’an, istilah “hujjah” (حجة) umumnya dipahami sebagai bukti, alasan, atau argumentasi yang digunakan untuk menegaskan kebenaran atau membantah kebatilan. Para mufasir menafsirkan kata ini sesuai dengan konteks ayat di mana kata tersebut muncul.
Misalnya, dalam Surah Al-An’am ayat 149:
 
“Katakanlah: ‘Allah mempunyai hujjah yang jelas. Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya.’”
 
Dalam ayat ini, “hujjah” merujuk pada bukti atau alasan yang jelas yang dimiliki Allah untuk memberikan petunjuk kepada manusia.
 
Selain itu, dalam studi tafsir, istilah “hujjah” juga digunakan untuk merujuk pada dalil atau bukti yang mendukung suatu bacaan atau qira’at tertentu dalam Al-Qur’an. Ilmu yang membahas tentang argumentasi ulama mengenai perbedaan bacaan qira’at disebut “hujjah qira’at”. Secara bahasa, “hujjah” berarti dalil, pedoman, dan argumentasi. Sedangkan secara istilah, “hujjah qira’at” adalah ilmu yang menjelaskan argumentasi ulama tentang perbedaan bacaan qira’at Al-Qur’an.  
 
Dengan demikian, dalam konteks tafsir, “hujjah” digunakan untuk menunjukkan bukti atau argumentasi yang mendukung penafsiran atau pemahaman tertentu terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.
 
Dalam tafsir Al-Qur’an, Al-Hujjah memiliki berbagai makna tergantung pada konteksnya. Berikut adalah lima makna tambahan menurut para mufasir:
 
1. Hujjah sebagai Dalil Kebenaran (Tafsir Al-Tabari)
Al-Tabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa hujjah adalah dalil atau bukti yang digunakan dalam debat atau pernyataan kebenaran. Dalam Surah Al-Baqarah (2:258), ketika Nabi Ibrahim (a) berdebat dengan Raja Namrud, disebutkan:
📖 “Maka bingunglah orang kafir itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
 
➝ Al-Tabari menjelaskan bahwa hujjah Ibrahim adalah argumentasi yang begitu kuat sehingga Namrud tidak mampu membantahnya. Ini menunjukkan bahwa hujjah dapat berupa logika dan bukti rasional dalam menyampaikan kebenaran.
 
2. Hujjah sebagai Rasul dan Wahyu (Tafsir Al-Razi)
Fakhruddin Al-Razi dalam Tafsir Al-Kabir menafsirkan bahwa para rasul adalah hujjah terbesar Allah atas manusia. Ia menafsirkan Surah An-Nisa’ (4:165):
📖 “Agar tidak ada hujjah bagi manusia terhadap Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu.”
 
➝ Al-Razi menyatakan bahwa pengutusan para nabi dan penurunan wahyu adalah bentuk hujjah Allah kepada manusia agar mereka tidak memiliki alasan untuk menolak kebenaran.
 
3. Hujjah sebagai Al-Qur’an (Tafsir Al-Qurtubi)
Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an menyebutkan bahwa Al-Qur’an adalah hujjah terbesar bagi umat manusia. Ia menafsirkan ayat:📖 “Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (Al-Ma’idah: 15)
 
➝ Al-Qurtubi menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah hujjah yang sempurna, karena di dalamnya terdapat petunjuk yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
 
4. Hujjah sebagai Akal (Tafsir Al-Mizan – Allamah Thabathabai)
Dalam Tafsir Al-Mizan, Allamah Thabathabai mengutip hadis dari Imam Musa Al-Kazhim (a):
📖 “Allah memiliki dua hujjah atas manusia: hujjah lahiriah (para nabi dan imam) dan hujjah batiniah (akal).”
➝ Dalam tafsirnya, ia menegaskan bahwa akal manusia adalah salah satu bentuk hujjah dari Allah, yang dapat membimbing seseorang menuju kebenaran jika digunakan dengan benar.
 
5. Hujjah dalam Konteks Imam Mahdi (a) (Tafsir Al-Kashi)
Tafsir Al-Kashi, yang merupakan salah satu tafsir Syiah klasik, menafsirkan ayat:📖 “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan menjadikan mereka sebagai pemimpin serta mewarisi bumi.” (Al-Qashash: 5)
➝ Tafsir ini menghubungkan ayat tersebut dengan kemunculan Imam Mahdi (a) sebagai hujjah Allah di bumi yang akan menegakkan keadilan setelah dunia dipenuhi kezaliman.
 
Kesimpulan
Menurut para mufasir, Al-Hujjah memiliki berbagai makna tergantung pada konteksnya:
1.Dalil atau bukti dalam debat – Seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim (a) (Tafsir Al-Tabari).
2.Para rasul sebagai hujjah Allah atas umat manusia (Tafsir Al-Razi).
3.Al-Qur’an sebagai hujjah yang menjadi pedoman umat manusia (Tafsir Al-Qurtubi).
4.Akal sebagai hujjah batiniah yang membimbing manusia ke jalan yang benar (Tafsir Al-Mizan).
5.Imam Mahdi (a) sebagai hujjah Allah yang akan menegakkan keadilan di akhir zaman (Tafsir Al-Kashi).
➝ Dalam pemahaman Syiah, hujjah adalah seseorang yang ditunjuk oleh Allah sebagai bukti kebenaran di bumi, dan Imam Mahdi (a) adalah hujjah terakhir yang masih ghaib hingga saat ini.
 
Dalam tafsir Syiah, Al-Hujjah memiliki makna yang luas dan sering dikaitkan dengan konsep kepemimpinan ilahi (imamah), di mana para imam dari Ahlul Bait (a) adalah hujjah Allah di bumi. Berikut beberapa pandangan mufasir Syiah tentang Al-Hujjah:
 
1. Hujjah sebagai Imam yang Ditunjuk Allah (Tafsir Al-Mizan - Allamah Thabathabai)
 
Allamah Thabathabai dalam Tafsir Al-Mizan menafsirkan ayat:
📖 “Dan pada hari ketika Kami bangkitkan di setiap umat seorang saksi atas mereka dari kalangan mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka semua.” (An-Nahl: 89)
➝ Thabathabai menjelaskan bahwa setiap umat memiliki hujjah (saksi) dari Allah, yang dalam konteks Islam adalah para imam dari Ahlul Bait (a) setelah Rasulullah ﷺ.
➝ Ia juga mengutip hadis dari Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a):
“Tidaklah bumi ini kosong dari seorang hujjah Allah atas makhluk-Nya, baik yang dikenal maupun tidak dikenal.” (📚 Bihar Al-Anwar, jilid 23, hal. 5)
 
➡ Kesimpulan: Imam adalah hujjah Allah di setiap zaman, baik tampak maupun tersembunyi.
 
2. Imam Mahdi (a) sebagai Hujjah Akhir Zaman (Tafsir Al-Kashi)
Tafsir Al-Kashi menghubungkan ayat:
📖 “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan menjadikan mereka sebagai pemimpin serta mewarisi bumi.” (Al-Qashash: 5)
➝ Tafsir ini menjelaskan bahwa Imam Mahdi (a) adalah hujjah Allah yang akan datang untuk menegakkan keadilan setelah dunia dipenuhi kezaliman.
 
➡ Kesimpulan: Imam Mahdi (a) disebut Al-Hujjah karena ia adalah bukti kepemimpinan Allah di bumi yang akan muncul di akhir zaman.
 
3. Hujjah sebagai Dalil Rasional (Tafsir Al-Tibyan – Syaikh Thusi)
Dalam Tafsir Al-Tibyan, Syaikh Thusi menafsirkan ayat:📖 “Katakanlah: ‘Allah mempunyai hujjah yang jelas. Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya.’” (Al-An‘am: 149)
➝ Ia menjelaskan bahwa hujjah dalam ayat ini mencakup dua bentuk:
•Dalil wahyu (para nabi dan imam)
•Dalil akal (akal yang sehat bisa mengenali kebenaran)
 
➡ Kesimpulan: Hujjah Allah bukan hanya para imam, tetapi juga akal yang diberikan kepada manusia untuk membedakan kebenaran dan kebatilan.
 
4. Al-Qur’an dan Ahlul Bait sebagai Hujjah (Tafsir Nur Ats-Tsaqalain – Al-Huwaizi)
Dalam Tafsir Nur Ats-Tsaqalain, Al-Huwaizi menafsirkan hadis Nabi ﷺ:
📖 “Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian tidak akan tersesat: Kitab Allah dan Ahlul Baitku.”
➝ Ia menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah hujjah dalam bentuk wahyu, sedangkan Ahlul Bait adalah hujjah dalam bentuk manusia yang menjaga penafsiran Al-Qur’an yang benar.
 
➡ Kesimpulan: Al-Qur’an dan Ahlul Bait adalah dua hujjah yang tidak dapat dipisahkan.
 
5. Para Nabi dan Imam sebagai Hujjah Allah (Tafsir Al-Burhan – Sayyid Hashim Al-Bahrani)
Dalam Tafsir Al-Burhan, Sayyid Hashim Al-Bahrani mengutip banyak hadis Ahlul Bait yang menyebut para nabi dan imam sebagai hujjah atas manusia. Salah satunya adalah ayat:
📖 “Para rasul itu adalah pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada hujjah bagi manusia terhadap Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu.” (An-Nisa: 165)
➝ Dalam tafsirnya, ia menambahkan bahwa setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, para imam Ahlul Bait (a) adalah hujjah Allah atas manusia.
 
➡ Kesimpulan: Para nabi dan imam adalah hujjah Allah untuk membimbing manusia dan menghilangkan alasan bagi mereka untuk mengingkari kebenaran.
 
Kesimpulan Umum
Menurut mufasir Syiah, Al-Hujjah memiliki beberapa makna utama:
1.Para Imam Ahlul Bait adalah hujjah Allah yang selalu ada di bumi (Tafsir Al-Mizan).
2.Imam Mahdi (a) adalah hujjah terakhir yang akan muncul di akhir zaman (Tafsir Al-Kashi).
3.Akal juga merupakan hujjah Allah yang membantu manusia membedakan kebenaran dan kebatilan (Tafsir Al-Tibyan).
4.Al-Qur’an dan Ahlul Bait adalah dua hujjah yang harus diikuti agar tidak tersesat (Tafsir Nur Ats-Tsaqalain).
5.Para nabi dan imam adalah hujjah untuk menghilangkan alasan manusia dalam menolak kebenaran (Tafsir Al-Burhan).
➝ Dalam Syiah, Imam Mahdi (a) sering disebut sebagai “Al-Hujjah” karena ia adalah bukti keberadaan kepemimpinan Allah di bumi, meskipun dalam keadaan ghaib.
 
Dalam perspektif ahli makrifat dan hakikat, Al-Hujjah bukan hanya sebatas dalil atau pemimpin lahiriah, tetapi juga memiliki dimensi batin yang lebih dalam. Para arif billah (ahli makrifat) melihat hujjah sebagai manifestasi cahaya Ilahi yang membimbing manusia menuju kebenaran hakiki. Berikut beberapa makna Al-Hujjah menurut mereka:
 
1. Hujjah sebagai Nur (Cahaya Ilahi) dalam Hati Orang Arif
Para sufi dan ahli makrifat menafsirkan bahwa hujjah bukan sekadar dalil tekstual, tetapi juga cahaya dalam hati yang mengantarkan seseorang menuju hakikat.
🔹 Ibnu Arabi dalam Futuhat Al-Makkiyah berkata:”Hujjah Allah dalam dirimu adalah cahaya yang membimbingmu ke jalan-Nya. Jika cahaya itu padam, maka engkau akan tersesat meskipun memiliki semua ilmu lahiriah.”
➝ Artinya, hujjah bukan hanya berupa wahyu atau imam yang lahiriah, tetapi juga nur dalam hati yang diberikan kepada mereka yang dikehendaki Allah.
 
2. Hujjah sebagai Imam Zaman dalam Alam Batin
🔹 Mulla Sadra, dalam Asfar Al-Arba‘ah, menjelaskan bahwa:
“Sebagaimana dalam dunia lahir ada seorang imam yang menjadi hujjah Allah atas makhluk-Nya, demikian pula dalam alam batin ada hujjah yang menjadi pembimbing ruhani bagi mereka yang ingin mencapai hakikat.”
➝ Artinya, Imam Zaman (Imam Mahdi a) bukan hanya hujjah dalam dunia fisik, tetapi juga dalam dunia spiritual, di mana ruh-ruh yang suci terhubung dengannya.
 
3. Hujjah sebagai Akal Aktif (Al-‘Aql Al-Fa‘al)
🔹 Suhrawardi (pendiri Hikmah Isyraqiyah) berpendapat bahwa hujjah Allah pada manusia yang paling utama adalah akal aktif (al-‘aql al-fa‘al), yang merupakan perantara antara Tuhan dan manusia.
 
Dalam Hikmatul Isyraq, ia mengatakan:”Hujjah dalam diri manusia adalah pancaran dari cahaya akal aktif. Orang yang mampu menyambungkan dirinya dengan cahaya ini akan mencapai makrifat yang sejati.”
➝ Ini menunjukkan bahwa hujjah dalam konteks makrifat bukan hanya sosok imam lahiriah, tetapi juga realitas akal yang terhubung dengan sumber pengetahuan Ilahi.
 
4. Hujjah sebagai Manifestasi Nama-Nama Allah
🔹 Imam Al-Ghazali dalam Mishkatul Anwar menyatakan:
“Hujjah Allah adalah cerminan dari nama-nama-Nya di dunia. Sebagaimana Allah itu Maha Pemberi Petunjuk, maka hujjah-Nya di bumi adalah mereka yang membimbing manusia kepada-Nya.”
 
➝ Dengan kata lain, para imam dan wali Allah adalah hujjah karena mereka adalah manifestasi dari sifat-sifat Ilahi dalam kehidupan manusia.
 
5. Hujjah sebagai Hakikat Insan Kamil (Manusia Sempurna)
🔹 Sayyid Haidar Amuli, seorang arif dalam tradisi Syiah, menafsirkan bahwa Al-Hujjah adalah Insan Kamil, yaitu manusia sempurna yang menjadi cerminan hakiki dari Tuhan.
 
Dalam kitabnya Jami‘ Al-Asrar, ia menulis:”Hujjah Allah yang sejati adalah Insan Kamil, karena ia adalah refleksi sempurna dari Tuhan. Para nabi dan imam adalah bentuk lahiriah dari Insan Kamil, dan mereka adalah hujjah di setiap zaman.”
➝ Artinya, hujjah bukan hanya sosok fisik, tetapi juga hakikat Insan Kamil yang menjadi jalan bagi manusia menuju Allah.
 
Kesimpulan
Menurut ahli makrifat dan hakikat, Al-Hujjah memiliki makna lebih dari sekadar pemimpin lahiriah. Ia juga mencakup:
1.Cahaya Ilahi dalam hati yang membimbing seseorang menuju Allah (Ibnu Arabi).
2.Keberadaan Imam Zaman dalam dimensi batiniah yang membimbing para arif (Mulla Sadra).
3.Akal aktif sebagai hujjah dalam diri manusia yang menghubungkan mereka dengan sumber pengetahuan Ilahi (Suhrawardi).
4.Manifestasi nama-nama Allah dalam bentuk manusia sempurna (Imam Al-Ghazali).
5.Hakikat Insan Kamil yang merupakan refleksi Tuhan di dunia (Sayyid Haidar Amuli).
➝ Dalam tasawuf dan irfan Syiah, Imam Mahdi (a) adalah hujjah tidak hanya secara lahir, tetapi juga dalam dimensi spiritual, di mana ruh-ruh suci bisa terhubung dengannya secara batin.
 
Dalam perspektif ahli hakikat Syiah, Al-Hujjah memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar pemimpin lahiriah. Ia adalah manifestasi hakikat ketuhanan di dunia, perantara antara Allah dan makhluk-Nya, serta pemegang kunci makrifat dan hakikat Ilahi. Berikut beberapa pandangan ahli hakikat Syiah mengenai Al-Hujjah:
 
1. Hujjah sebagai Manifestasi Nur Muhammad (Cahaya Kenabian dan Imamah) – Allamah Al-Hilli
🔹 Allamah Al-Hilli, seorang teolog dan arif Syiah, menjelaskan dalam Nahjul Haqq:”Al-Hujjah bukan hanya seorang pemimpin dalam dunia fisik, tetapi juga pancaran dari Nur Muhammad, yang menjadi sumber cahaya bagi seluruh alam.”
➝ Ini berarti bahwa para imam bukan hanya pemimpin duniawi, tetapi juga manifestasi hakikat Nur Muhammad yang merupakan awal dari segala ciptaan.
🔹 Dalilnya adalah hadis dari Rasulullah ﷺ:
📖 “Aku dan Ali berasal dari satu cahaya yang sama.” (Bihar Al-Anwar, jilid 15, hal. 24)
 
➡ Kesimpulan: Para Imam Ahlul Bait (a) adalah hujjah karena mereka merupakan manifestasi dari Nur Muhammad, cahaya yang menjadi asal penciptaan.
 
2. Hujjah sebagai Insan Kamil (Manusia Sempurna) – Sayyid Haidar Amuli
🔹 Sayyid Haidar Amuli, seorang sufi dan filsuf Syiah, dalam Jami’ Al-Asrar menyatakan:”Hujjah Allah adalah Insan Kamil, yang merupakan refleksi sempurna dari Tuhan. Para nabi dan imam adalah bentuk lahiriah dari Insan Kamil, dan mereka adalah hujjah di setiap zaman.”
➝ Menurutnya, Insan Kamil adalah manusia yang mencapai kesempurnaan spiritual dan menjadi cerminan sifat-sifat Ilahi. Para Imam Ahlul Bait (a) adalah wujud nyata dari Insan Kamil, sehingga mereka adalah hujjah Allah yang hakiki.
 
➡ Kesimpulan: Imam adalah hujjah karena mereka adalah Insan Kamil, yang menjadi jalan menuju Allah.
 
3. Hujjah sebagai Imam Zaman dalam Alam Ghaib – Mulla Sadra
🔹 Mulla Sadra, dalam Asfar Al-Arba‘ah, menafsirkan bahwa:
“Sebagaimana dalam dunia lahir ada seorang imam yang menjadi hujjah Allah atas makhluk-Nya, demikian pula dalam alam batin ada hujjah yang menjadi pembimbing ruhani bagi mereka yang ingin mencapai hakikat.”
➝ Artinya, Imam Mahdi (a) bukan hanya hujjah dalam dunia fisik, tetapi juga dalam dunia spiritual, di mana ruh-ruh yang suci terhubung dengannya.
 
➡ Kesimpulan: Imam Mahdi (a) sebagai hujjah tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga membimbing para arif dalam dimensi batin.
 
4. Hujjah sebagai Hakikat Akal dan Cahaya Ilahi – Suhrawardi (Hikmah Isyraqiyah)
🔹 Suhrawardi, pendiri filsafat Hikmah Isyraqiyah, menyatakan dalam Hikmatul Isyraq:”Hujjah dalam diri manusia adalah pancaran dari cahaya akal aktif. Orang yang mampu menyambungkan dirinya dengan cahaya ini akan mencapai makrifat yang sejati.”
➝ Ini menunjukkan bahwa hujjah dalam konteks hakikat bukan hanya sosok fisik, tetapi juga realitas akal yang terhubung dengan sumber pengetahuan Ilahi.
 
➡ Kesimpulan: Hujjah adalah pancaran cahaya Ilahi dalam akal yang membimbing manusia menuju kebenaran.
 
5. Hujjah sebagai Manifestasi Nama-Nama Allah – Mir Damad
🔹 Mir Damad, seorang filsuf Syiah dalam tradisi Hikmah Muta’aliyah, menjelaskan dalam Taqwim Al-Iman:
“Hujjah Allah adalah manifestasi nama-nama-Nya di dunia. Sebagaimana Allah itu Maha Pemberi Petunjuk, maka hujjah-Nya di bumi adalah mereka yang membimbing manusia kepada-Nya.”
➝ Artinya, para imam dan wali Allah adalah hujjah karena mereka adalah manifestasi dari sifat-sifat Ilahi dalam kehidupan manusia.
 
➡ Kesimpulan: Para Imam adalah hujjah karena mereka memancarkan sifat-sifat Allah dalam dunia manusia.
علی(ع) و فاطمه(ع) نورند، نور دین محمد(ص) ...»؛ تازه ترین شعرهای شاعران در  نعت حضرت رسول(ص) - تسنیم
 
Kesimpulan
Menurut ahli hakikat Syiah, Al-Hujjah memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar pemimpin lahiriah. Ia juga mencakup:
1.Manifestasi Nur Muhammad, cahaya pertama yang diciptakan Allah (Allamah Al-Hilli).
2.Insan Kamil, manusia sempurna yang menjadi refleksi sifat-sifat Ilahi (Sayyid Haidar Amuli).
3.Pemimpin spiritual dalam dimensi batin dan ghaib (Mulla Sadra).
4.Akal Ilahi yang membimbing manusia menuju makrifat sejati (Suhrawardi).
5.Manifestasi nama-nama Allah dalam kehidupan manusia (Mir Damad).
➝ Dalam Irfan Syiah, Imam Mahdi (a) adalah hujjah yang tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga sebagai cahaya yang membimbing ruhani para pencari hakikat.
 
Dalam perspektif ahli hakikat Syiah, Al-Hujjah memiliki makna yang sangat mendalam, bukan hanya sebagai pemimpin lahiriah, tetapi juga sebagai manifestasi hakikat ketuhanan, perantara antara Allah dan makhluk-Nya, serta pembimbing ruhani yang membimbing manusia menuju makrifat tertinggi. Berikut adalah lima tambahan makna Al-Hujjah menurut ahli hakikat Syiah:
 
6. Hujjah sebagai Wujud Haqiqi Imam dalam Alam Lahut (Tingkatan Ketuhanan) – Sayyid Al-Bahrani
🔹 Sayyid Al-Bahrani, seorang sufi dan mufassir Syiah, dalam Al-Haqaiq Fi Ma‘rifat Al-Imam menyebutkan:
“Al-Hujjah adalah realitas ketuhanan yang turun dalam bentuk manusia. Ia adalah jembatan antara Allah dan ciptaan-Nya, sebagaimana ruh adalah jembatan antara tubuh dan akal.”
➝ Ini menunjukkan bahwa hujjah bukan hanya pemimpin duniawi, tetapi juga realitas yang berasal dari tingkatan Lahut (alam ketuhanan) yang menjadi perantara antara Allah dan manusia.
 
➡ Kesimpulan: Imam adalah hujjah karena ia adalah pancaran hakikat Ilahi dalam bentuk manusia.
 
7. Hujjah sebagai “Ainullah” (Mata Tuhan) dan “Lisanullah” (Lisan Tuhan) – Sayyid Ibn Thawus
🔹 Sayyid Ibn Thawus, dalam kitabnya Sa‘adat Al-Abadiyah, menulis:”Para Imam adalah hujjah Allah karena mereka adalah Ainullah (mata Tuhan yang melihat) dan Lisanullah (lisan Tuhan yang berbicara). Melalui mereka, Allah menampakkan kehendak-Nya kepada makhluk.”
 
📖 Dalilnya adalah hadis dari Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a):
“Kami adalah mata Allah di antara hamba-hamba-Nya, dan lisan-Nya di bumi-Nya.” (Bihar Al-Anwar, jilid 25, hal. 21)
➝ Artinya, para imam adalah hujjah karena mereka adalah instrumen yang dengannya Allah melihat, berbicara, dan bertindak di dunia.
 
➡ Kesimpulan: Hujjah adalah manifestasi kehendak dan penglihatan Tuhan di dunia.
 
8. Hujjah sebagai Penjaga Rahasia Ilahi dan Kitab Tersembunyi – Al-Fayd Al-Kashani
🔹 Al-Fayd Al-Kashani, dalam Al-Mahajjat Al-Baydha’, menulis bahwa:
“Setiap zaman memiliki seorang hujjah yang menyimpan rahasia Ilahi yang tidak diketahui kecuali oleh orang-orang khusus. Ia adalah kitab tersembunyi yang hanya dapat dibaca oleh hati yang suci.”
 
📖 Dalilnya adalah ayat Al-Qur’an:
“Tidak menyentuhnya kecuali yang disucikan.” (Al-Waqi‘ah: 79)
➝ Ini menunjukkan bahwa hujjah tidak hanya seorang pemimpin lahiriah, tetapi juga pembawa rahasia-rahasia Ilahi yang tidak dapat diakses oleh sembarang orang.
 
➡ Kesimpulan: Imam adalah hujjah karena mereka adalah penjaga ilmu-ilmu tersembunyi dari Allah.
 
9. Hujjah sebagai Qutb (Sumbu Keberadaan) dalam Sistem Wujud – Al-Khomeini
🔹 Imam Khomeini, dalam Misbah Al-Hidayah, menyatakan:
“Hujjah Allah adalah Qutb yang dengannya alam tetap tegak. Jika ia tidak ada, maka seluruh keberadaan akan lenyap.”
 
📖 Dalilnya adalah hadis dari Imam Ja‘far Ash-Shadiq (a):
“Seandainya bumi ini kosong dari seorang hujjah, niscaya ia akan hancur.” (Bihar Al-Anwar, jilid 23, hal. 5)
 
➝ Ini berarti bahwa Imam adalah pusat keseimbangan alam. Keberadaan mereka adalah alasan keberlangsungan seluruh ciptaan.
 
➡ Kesimpulan: Imam adalah hujjah karena mereka adalah Qutb (sumbu spiritual) yang menopang keberadaan alam.
 
10. Hujjah sebagai Manifestasi Asmaul Husna dalam Eksistensi – Al-Sabzawari
🔹 Al-Sabzawari, seorang filsuf Syiah, dalam Sharh Al-Asfar, menulis:
“Para Imam adalah hujjah karena mereka adalah perwujudan Asmaul Husna di alam fisik. Mereka adalah tajalli (manifestasi) dari sifat-sifat Allah yang hidup di antara manusia.”
 
📖 Dalilnya adalah ayat:
“Dan milik Allah asmaul husna, maka berdoalah kepada-Nya dengannya.” (Al-A‘raf: 180)
➝ Para Imam adalah wujud nyata dari sifat-sifat Allah, seperti rahmat, keadilan, ilmu, dan kekuatan.
 
➡ Kesimpulan: Imam adalah hujjah karena mereka adalah tajalli (manifestasi) dari nama-nama Allah di dunia.
 
Kesimpulan Akhir
Menurut ahli hakikat Syiah, Al-Hujjah memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar pemimpin lahiriah.
 
Secara ringkas, 10 makna hujjah menurut ahli hakikat Syiah adalah:
1.Manifestasi Nur Muhammad, cahaya pertama ciptaan Allah (Allamah Al-Hilli).
2.Insan Kamil, refleksi sempurna dari Tuhan (Sayyid Haidar Amuli).
3.Pemimpin spiritual dalam dimensi batin dan ghaib (Mulla Sadra).
4.Akal Ilahi yang membimbing manusia menuju makrifat sejati (Suhrawardi).
5.Manifestasi nama-nama Allah dalam kehidupan manusia (Mir Damad).
6.Realitas ketuhanan yang turun dalam bentuk manusia (Hakikat Lahut) (Sayyid Al-Bahrani).
7.Mata Tuhan (Ainullah) dan Lisan Tuhan (Lisanullah) (Sayyid Ibn Thawus).
8.Penjaga rahasia Ilahi dan kitab tersembunyi (Ilmu Laduni) (Al-Fayd Al-Kashani).
9.Qutb (sumbu keberadaan) yang menopang seluruh alam (Imam Khomeini).
10.Manifestasi Asmaul Husna dalam eksistensi (Al-Sabzawari).
 
Kesimpulan Utama:
Imam Mahdi (a) sebagai hujjah terakhir bukan hanya pemimpin duniawi, tetapi juga sumbu keberadaan, manifestasi Asmaul Husna, dan penjaga rahasia ketuhanan yang menghubungkan makhluk dengan Sang Pencipta.
 
Berikut adalah 10 cerita dan kisah yang berkaitan dengan Al-Hujjah (baik dalam konteks Imam maupun sebagai pembawa hujjah Ilahi) dalam tradisi Syiah, yang mencerminkan peran dan makna mereka dalam sejarah dan spiritualitas Islam:
 
1. Kisah Imam Ali (a) sebagai Hujjah pada Perang Uhud
Pada Perang Uhud, saat pasukan Muslim kalah dan Rasulullah ﷺ terluka, Imam Ali (a) memainkan peran penting dalam melindungi Rasulullah dan menegakkan hujjah Allah. Sebagai hujjah pada saat itu, Imam Ali (a) adalah satu-satunya yang tetap berdiri teguh dan melindungi Nabi, meskipun pasukan lainnya mulai mundur.
 
2. Kisah Imam Ali (a) dan Ayat “Ya Ayyuha Al-Ladhina Amanu”
Ketika ayat dalam Surat Al-Ma’idah, ayat 55, turun, “Sesungguhnya wali kalian adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan salat dan menunaikan zakat dalam keadaan rukuk,” Imam Ali (a) menunaikan zakatnya di tengah rukuk, yang menjadi tanda bahwa beliau adalah hujjah yang dimaksud dalam ayat tersebut.
 
3. Kisah Imam Hasan (a) dan Perjanjian Damai dengan Mu’awiyah
Imam Hasan (a) sebagai hujjah Allah di bumi memilih untuk berdamai dengan Mu’awiyah demi menghindari pertumpahan darah yang lebih besar. Kisah ini menunjukkan bahwa hujjah Allah tidak hanya bertindak dalam bentuk perang, tetapi juga dalam memilih jalan damai demi kebaikan umat.
 
4. Kisah Imam Husain (a) dan Perjuangan di Karbala
Imam Husain (a) adalah hujjah Allah pada saat tragedi Karbala. Dengan berani menentang ketidakadilan Yazid, meskipun mengetahui bahwa beliau dan para pengikutnya akan mati syahid, Imam Husain (a) menunjukkan kepada umat manusia arti perjuangan melawan tirani, kezaliman, dan kekufuran. Karbala menjadi simbol hujjah Ilahi atas keadilan dan kebenaran.
 
5. Kisah Imam Ali Zainul Abidin (a) di Tengah Tragedi Karbala
Setelah tragedi Karbala, Imam Ali Zainul Abidin (a), yang selamat karena sakitnya, menjadi hujjah Allah bagi umat Islam dalam kondisi penuh penderitaan dan keteguhan iman. Beliau mengajarkan umat tentang kesabaran, doa, dan pengabdian kepada Allah melalui Sahifa Sajjadiya, kumpulan doa yang masih digunakan hingga kini.
 
6. Kisah Imam Mahdi (a) dan Pembukaan Kota Konstantinopel
Imam Mahdi (a) sebagai hujjah Allah dijanjikan akan muncul untuk menegakkan keadilan. Dalam banyak hadis, salah satunya yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ, dikatakan bahwa Imam Mahdi (a) akan memimpin pasukan untuk menaklukkan Konstantinopel (Istanbul), menegakkan keadilan dan menghapus penindasan.
 
7. Kisah Imam Ali (a) dan Pembunuhan Khalid bin Walid
Dalam beberapa kisah sejarah, ketika Imam Ali (a) menentang kekejaman Khalid bin Walid di beberapa pertempuran, beliau selalu menegakkan hujjah Ilahi tentang keadilan dan hak. Imam Ali (a) secara konsisten menjadi hujjah dalam setiap pertempuran yang melibatkan penindasan dan ketidakadilan.
 
8. Kisah Imam Jafar As-Sadiq (a) dan Penyebaran Ilmu
Imam Ja’far As-Sadiq (a) merupakan hujjah dalam ilmu agama dan sains. Beliau mendirikan madrasah yang banyak mengajarkan ilmu agama, termasuk ilmu fiqh, ilmu kedokteran, dan berbagai ilmu lainnya. Imam Ja’far As-Sadiq (a) menegakkan hujjah Allah melalui ilmu yang beliau ajarkan, dan para ulama serta ilmuwan besar pada zaman itu banyak yang berguru padanya.
 
9. Kisah Imam Ali (a) dan Keputusan Arbain
Ketika Imam Ali (a) memimpin di Kufa, beliau menghadapi berbagai tantangan dan kontroversi, salah satunya terkait dengan keputusan Arbain (kesalahan yang dilakukan oleh pasukan beliau). Imam Ali (a) menjelaskan dengan bijak bahwa sebagai hujjah, dia bertanggung jawab penuh atas setiap keputusan dan kebijakan yang diambil, memberikan pelajaran tentang tanggung jawab pemimpin.
 
10. Kisah Imam Mahdi (a) dan Peristiwa Ghaibah (Penghilangannya)
Imam Mahdi (a) yang dikenal dengan “hujjah terakhir” dalam Syiah mengalami ghaibah (penghilangan) pada usia muda. Selama ghaibahnya, banyak kisah muncul tentang bagaimana beliau tetap memberikan petunjuk kepada umat melalui para wakilnya, dan hingga kini umat Islam menanti kemunculannya sebagai hujjah Ilahi terakhir untuk menegakkan keadilan di dunia.
 
Kesimpulan:
Kisah-kisah ini menggambarkan peran Al-Hujjah yang bukan hanya sekadar pemimpin politik atau militer, tetapi juga sebagai pemimpin spiritual, pelindung kebenaran, dan simbol pengabdian yang mendalam kepada Allah. Para Imam, sebagai hujjah Allah, memainkan peran penting dalam sejarah Islam, memberikan petunjuk, dan membimbing umat melalui tindakan mereka yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Ilahi.
 
Berikut adalah 10 manfaat dan doa yang terkait dengan Al-Hujjah (baik dalam konteks Imam maupun sebagai pembawa hujjah Ilahi) menurut ajaran Syiah:
 
1. Manfaat Doa untuk Mendekatkan Diri kepada Imam Mahdi (a)
Manfaat:
•Menguatkan hubungan batin dengan Imam Mahdi (a) dan mendapatkan petunjuk dari beliau.
•Meningkatkan kesabaran dalam menanti kemunculan Imam Mahdi (a).
Dua’a Al-Faraj
‎“اللهم كن لوليك الحجة بن الحسن، صلواتك عليه وعلى آبائه، في هذه الساعة وفي كل ساعة، ولياً وحافظاً وقائداً وناصراً، ودليلاً وعيناً، حتى تسكنه أرضك طوعاً، وتمتعه فيها طويلاً، برحمتك يا أرحم الراحمين.”
“Ya Allah, jadikanlah untuk wali-Mu, al-Hujjah bin al-Hasan, shalawat-Mu atasnya dan atas ayah-ayahnya, pada saat ini dan di setiap saat, seorang wali, pelindung, pemimpin, penolong, pembimbing, dan penjaga, hingga Engkau menempatkannya di bumi-Mu sesuai dengan kehendak-Mu, dan memberinya kehidupan yang panjang dengan rahmat-Mu, wahai yang Maha Penyayang.”
 
2. Manfaat Meningkatkan Iman dan Taqwa
•Membantu memperkuat iman kepada Allah dan para Imam Ahlul Bait (a).
•Mengembangkan ketakwaan dengan mengikuti petunjuk para hujjah.
Doa:”Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertakwa, dan jauhkan aku dari fitnah dunia dan akhirat.”
 
3. Manfaat Membuka Pintu Rezeki
•Memohon kepada Imam Mahdi (a) agar memberikan keberkahan dalam kehidupan dan membuka pintu rezeki yang lebih luas.
Doa:”Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar Engkau melapangkan kesusahanku dan membuka pintu rezeki-Mu untukku.”
 
4. Manfaat Mendapatkan Syafaat Imam Mahdi (a)
•Memperoleh syafaat dari Imam Mahdi (a) di hari kiamat.
•Menghapus dosa-dosa dan mendapatkan rahmat Allah melalui perantaraan Imam Mahdi (a).
Doa:”Wahai Pemilik zaman, wahai Hujjah Allah, berikanlah syafaat untuk kami di hari yang tiada manfaatnya harta dan anak-anak.”
 
5. Manfaat Perlindungan dari Fitnah dan Bahaya
•Meminta perlindungan dari Imam Mahdi (a) agar terhindar dari fitnah, bahaya, dan kesulitan dalam hidup.
Doa:”Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan hak Imam Mahdi bin al-Hasan, agar Engkau mengangkat segala ujian yang aku hadapi.”
 
6. Manfaat Meningkatkan Kesabaran dalam Menghadapi Musibah
•Membantu meningkatkan kesabaran dalam menghadapi musibah dan cobaan hidup.
Doa:”Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang sabar dan mengharap pahala di sisi-Mu.”
 
7. Manfaat Mendapatkan Cahaya Hidayah
•Memperoleh petunjuk dan hidayah dari Imam Mahdi (a) untuk mengikuti jalan yang benar.
Doa:”Ya Allah, aku memohon petunjuk-Mu dengan ilmu-Mu, dan aku mohon keputusan-Mu dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu yang agung.”
 
8. Manfaat Keselamatan Dunia dan Akhirat
•Memohon keselamatan dunia dan akhirat melalui doa kepada Imam Mahdi (a) sebagai hujjah Allah yang akan memberikan petunjuk dan perlindungan.
Doa:”Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang selamat di dunia dan akhirat.”
 
9. Manfaat Penyembuhan Penyakit
•Memohon kepada Imam Mahdi (a) untuk menyembuhkan penyakit tubuh dan hati.
Doa:”Ya Allah, sembuhkanlah penyakit kami dan penyakit orang-orang yang beriman dengan rahmat-Mu.”
 
10. Manfaat Mendapatkan Kehormatan dan Keberkahan
•Memperoleh keberkahan dalam hidup dan diberi kehormatan dengan kedekatan kepada Imam Mahdi (a) sebagai hujjah Ilahi.
Doa:”Ya Allah jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mencintai Ahlul Bait Muhammad, dan anugerahkan kepada kami syafaat mereka di hari kiamat.”
 
Kesimpulan:
Doa-doa ini memiliki berbagai manfaat spiritual yang berkaitan dengan Al-Hujjah, khususnya Imam Mahdi (a), sebagai pemimpin, pembimbing, dan hujjah Allah yang memberi petunjuk, perlindungan, dan rahmat kepada umat. Dengan doa-doa ini, umat Islam dapat merasakan keberkahan, pertolongan, dan rahmat-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
 
Ziarah Shohibuz Zaman sa (afs) di Hari Jumat
زيارة صاحِب الزّمان 
صلوات الله عليه
يَوْمُ الجُمعةِ
 
وَهُويَوم صاحِب الزّمان 
صلوات الله عليه وباسمه 
وهُواليوم الذي يظهر فيه عجّل الله فرجه؛ فقل في زيارته:
 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا حُجَّةَ اللهِ في اَرْضِهِ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا عَيْنَ اللهِ في خَلْقِهِ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا نُورَ اللهِ الَّذي يَهْتَدي بِهِ الْمُهْتَدُونَ وَيُفَرَّجُ بِهِ عَنِ الْمُؤْمِنينَ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا الْمُهَذَّبُ الْخائِفُ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا الْوَلِيُّ النّاصِحُ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا سَفينَةَ النَّجاةِ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا عَيْنَ الْحَياةِ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْكَ وَعَلى آلِ بَيْتِكَ الطَّيِّبينَ الطّاهِرينَ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ عَجَّلَ اللهُ لَكَ ما وَعَدَكَ مِنَ النَّصْرِ وَظُهُورِ الْاَمْرِ، 
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا مَوْلايَ، اَنَا مَوْلاكَ عارِفٌ بِاُولاكَ وَاُخْراكَ اَتَقَرَّبُ اِلَى اللهِ تَعالى بِكَ 
وَبِآلِ بَيْتِكَ، وَاَنْتَظِرُ ظُهُورَكَ 
وَظُهُورَ الْحَقِّ عَلى يَدَيْكَ
وَأَسْأَلُ اللهَ اَنْ يُصَلِّيَ عَلى مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وَاَنْ يَجْعَلَنى مِنَ الْمُنْتَظِرينَ لَكَ 
وَالتّابِعينَ وَالنّاصِرينَ لَكَ عَلى اَعْدائِكَ وَالْمُسْتَشْهَدينَ بَيْنَ يَدَيْكَ في جُمْلَةِ اَوْلِيائِكَ، يا مَوْلايَ يا صاحِبَ الزَّمانِ 
صَلَواتُ اللهِ عَلَيْكَ وَعَلى آلِ بَيْتِكَ 
هذا يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ يَوْمُكَ 
الْمُتَوَقَّعُ فيهِ ظُهُورُكَ 
وَالْفَرَجُ فيهِ لِلْمُؤْمِنينَ عَلى يَدَيْكَ 
وَقَتْلُ الْكافِرينَ بِسَيْفِكَ 
وَاَنَا يا مَوْلايَ فيهِ ضَيْفُكَ وَجارُكَ 
وَاَنْتَ يا مَوْلايَ كَريمٌ مِنْ اَوْلادِ الْكِرامِ
 وَمَأْمُورٌ بِالضِّيافَةِ وَالْاِجارَةِ 
فَاَضِفْني وَاَجِرْني 
صَلَواتُ اللهِ عَلَيْكَ وَعَلى اَهْلِ بَيْتِكَ الطّاهِرينَ.
 
قال السيّد ابن طاووس 
وأنا أتمثّل بعد هذه الزّيارة 
بهذا الشعر واشير اليه (عليه السلام) 
وأقول:
 
نزيلك حيث ما اتجهت ركابي 
وضيفك حيث كنت من البلاد 
فلنطمع في ضيافة أصول الكرم، 
ولننقل رحلنا إليهم، 
وننزل في مضيفهم، 
وهم من فعلهم الخير، 
وعادتهم الإحسان، 
وسجيتهم الكرم، 
فعندهم يتشرف الضيف بنفحات الإيمان، ويحبى بانشراح الصدر واطمئنان القلب، ويسعد بما يرضي الله " سبحانه " 
من الذكر العلي، 
ويتزود ما فيه شرف الدنيا
 
Ziarah untuk Shohibuz Zaman (Imam Mahdi) – Salawatullah ‘Alaih
Pada Hari Jumat
 
Hari Jumat adalah hari milik Shohibuz Zaman (Imam Mahdi) – 
 
Salawatullah ‘Alaih, dan hari yang dikaitkan dengan namanya. 
 
Ini adalah hari ketika ia akan menampakkan diri—
 
semoga Allah mempercepat kemunculannya. 
 
Maka, ucapkanlah dalam ziarah kepadanya:
 
_“Salam sejahtera atasmu, wahai Hujjah Allah di bumi-Nya.
 
Salam sejahtera atasmu, wahai Mata Allah di tengah makhluk-Nya.
 
Salam sejahtera atasmu, wahai Cahaya Allah yang dengannya orang-orang yang mendapat petunjuk memperoleh bimbingan, dan dengannya orang-orang beriman mendapatkan kelapangan.
 
Salam sejahtera atasmu, wahai pribadi yang mulia dan penuh ketakwaan.
 
Salam sejahtera atasmu, wahai pemimpin yang setia dan penuh kasih.
 
Salam sejahtera atasmu, wahai Bahtera Keselamatan.
Salam sejahtera atasmu, wahai Mata Air Kehidupan.
 
Salam sejahtera atasmu, semoga Allah melimpahkan shalawat kepadamu dan kepada Ahlul Baitmu yang suci dan mulia.
 
Salam sejahtera atasmu, semoga Allah segera menggenapi untukmu janji kemenangan dan kemunculan urusan (keimaman)-mu.
 
Salam sejahtera atasmu, wahai Tuanku! 
 
Aku adalah pengikutmu, mengenali awal dan akhir perjalananmu.
 
Aku mendekatkan diri kepada Allah dengan (mencintai) dirimu dan Ahlul Baitmu.
 
Aku menantikan kemunculanmu dan tegaknya kebenaran melalui tanganmu.
 
Aku memohon kepada Allah agar melimpahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, serta menjadikanku bagian dari orang-orang yang menantikanmu, yang mengikutimu, yang menolongmu melawan musuh-musuhmu, dan yang berjuang di hadapanmu di barisan para pencintamu.
 
Wahai Tuanku, wahai Shohibuz Zaman, semoga salawat Allah tercurah atasmu dan atas Ahlul Baitmu!
 
Hari ini adalah hari Jumat, hari yang dinantikan kemunculanmu, dan hari di mana orang-orang beriman akan mendapatkan kelapangan melalui tanganmu, serta orang-orang kafir akan dibinasakan dengan pedangmu.
 
Aku, wahai Tuanku, adalah tamumu dan orang yang berlindung kepadamu pada hari ini. 
 
Sedangkan engkau, wahai Tuanku, adalah pribadi yang mulia dari keturunan orang-orang mulia, dan engkau diperintahkan untuk memuliakan tamu serta memberikan perlindungan.
 
Maka, sambutlah aku dan lindungilah aku!
 
Semoga salawat Allah tercurah atasmu dan atas Ahlul Baitmu yang suci.”
 
Kata Sayyid Ibnu Thawus:
 
Setelah membaca ziarah ini, 
aku merenungkan bait syair berikut, sambil menunjuk ke arah Imam (as), dan berkata:
 
_“Aku adalah tamumu, ke mana pun kafilahku mengarah.
 
Aku adalah tamumu, di mana pun engkau berada di negeri ini.
 
Maka, marilah kita berharap untuk mendapat jamuan dari asal-usul kemuliaan.
 
Marilah kita pindahkan perbekalan kita kepada mereka.
 
Marilah kita beristirahat di rumah mereka.
 
Mereka adalah orang-orang yang telah terbiasa berbuat baik.
 
Mereka adalah orang-orang yang telah menjadikan kedermawanan sebagai sifat utama mereka.
 
Di sisi mereka, tamu akan dimuliakan dengan hembusan iman.
 
Di sisi mereka, hati akan dipenuhi dengan ketenangan dan kedamaian.
 
Di sisi mereka, tamu akan mendapatkan kebahagiaan dengan sesuatu yang diridhai Allah,
yaitu dengan dzikir yang mulia,
dan bekal yang penuh dengan kemuliaan dunia dan akhirat.”

Related Posts

Comments (19)

  • lxbfYeaa

    -1' OR 5*5=25 or '2YSFP6y5'='

    Reply
  • lxbfYeaa

    -1" OR 5*5=25 or "30kPVt87"="

    Reply
  • lxbfYeaa

    555*if(now()=sysdate(),sleep(15),0)

    Reply
  • lxbfYeaa

    5550'XOR(555*if(now()=sysdate(),sleep(15),0))XOR'Z

    Reply
  • lxbfYeaa

    5550"XOR(555*if(now()=sysdate(),sleep(15),0))XOR"Z

    Reply

Leave a Comment